Ratu Sanura. Seorang ratu dari Kerajaan Laut Segaralaya. Wilayah kerajaannya sangatlah luas, dan banyak kerajaan yang menjadi negara bagian dari kerajaannya. Dirinya terpilih untuk menggantikan posisi mendiang ayahanda raja. Saat dirinya baru bertahta banyak pertikaian yang terjadi. Banyak yang tidak menerima jika harus dipimpin oleh seorang raja wanita. Tugas wanita adalah mengabdi pada seorang suami bukannya memimpin sebuah negeri, itu yang dikumandangkan oleh orang-orang yang menentangnya.
Ratu Sanura tidak membiarkan hal itu terjadi. Dibasminya setiap tindakan makar yang melawan pemerintahannya. Bagi yang mau tunduk maka akan diampuni tapi tetap dalam pengawasan ketat. Bagi yang terus melawan hanya ada satu pilihan. Mati atau diturunkan dari jabatannya, dan mendapatkan hukuman berat lainnya.
Dirinya memang hanya seorang wanita, tapi ayahandanya sedari Sanura kecil telah menggemblengnya dengan keras, karena dipersiapkan untuk menggantikan posisi sebagai raja di kemudian hari. Berbagai ilmu kanuragan dipelajarinya. Dirinya sebagai seorang wanita harus menghabiskan waktu untuk berlatih ilmu beladiri, ilmu kenegaraan, ilmu keprajuritan, ilmu perang, sastra, dan banyak ilmu-ilmu lainnya. Bertapa, mesu diri, dan laku prihatin sudah menjadi makanan sehari-hari bagi diri Sanura. Banyak senjata-senjata sakti yang dia peroleh, baik senjata warisan ataupun senjata yang diperolehnya dalam perjalanan. Menjadikannya seorang pendekar wanita yang pilih tanding.
Kereta kencana yang indah dengan dua ekor kuda yang kekar membawanya berlari melanglang wilayah kekuasaannya. Dari ujung ke ujung dilaluinya lautan baik di permukaan maupun di kedalaman. Beberapa panglima kerajaan menemani serta di belakang diikuti beberapa prajurit dengan senjata yang siap siaga di tangan berupa tombak, pedang dan keris di pinggang, yang dengan gagah berani sebagai barisan pengawal yang setia.
"Panglima Sawu Banyu berikan laporanmu mengenai keberadaan kawulaku!" perintah Ratu Sanura.
"Hormat saya Kanjeng Ratu. Kondisi kawula Laut Segaralaya berada dalam kondisi yang aman tentram tidak ada kekurangan suatu apa. Rakyat hidup makmur, aman tentram," laporan dari Panglima Sawu Banyu menekankan pada kata aman tentram.
"Panglima Biru Loka betulkah yang disampaikan oleh Panglima Sawu Banyu bahwa rakyatku tidak kurang suatu apa?" Tanya Ratu Sanura.
"Betul Kanjeng Ratu. Tidak ada satupun ucapan Panglima Sawu Banyu yang tidak sesuai. Hanya saja hamba menambahkan sesekali ada kejahatan kecil di beberapa wilayah tapi hal tersebut bisa diatasi oleh para prajurit kerajaan yang ditugaskan di tiap-tiap wilayah dari Kerajaan Laut Segaralaya," jawab Panglima Biru Loka.
Ratu Sanura terlihat puas mendengar laporan panglimanya. Hanya saja hatinya sedikit tergelitik mendengar laporan Panglima Biru Loka bahwa ada beberapa kawulanya yang berbuat kejahatan. Apakah kurang kesejahteraan kawulanya sampai ada yang berbuat kejahatan. Ratu Sanura merenung sejenak pandangannya lurus ke depan ke hamparan laut yang tak bertepi. Wajah ayunya begitu tenang meneduhkan siapapun yang memandang. Tapi siapalah yang berani menatap dan memandangnya berlama-lama, berani menatap seorang ratu berlama- lama merupakan hal yang kurang sopan.
"Panglima Biru Loka kenapa masih ada rakyatku yang berbuat kejahatan, apakah kurang kesejahteraan mereka?"
"Kesejahteraan tidak kurang Kanjeng Ratu, adanya kejahatan di dalam kehidupan merupakan suatu hal yang lumrah. Karena kehidupan memang terisi dengan adanya baik dan buruk. Sesejahtera apapun jika di hati ada titik noda kejahatan maka terlahirlah tindak kejahatan,"jawab Panglima Biru Loka kepada ratunya.
Ratu Sanura tetap memandang ke hamparan laut luas. Digerakkannya tali kekang kudanya sebagai perintah kepada kuda-kudanya untuk kembali berpacu. Para Panglima dan prajurit segera membawa berderap kuda-kuda mereka mengikuti segenap langkah junjungannya.
Kondisi Kerajaan Laut Segaralaya sudah stabil. Ratu Sanura sudah bertahta selama beberapa dekade. Tidak ada lagi yang berani melawan seperti saat di awal peralihan kekuasaan. Kecerdasan dan ketegasan Ratu Sanura menjadikan kerajaan ini makmur sejahtera. Kelihaiannya dalam memilih dan mendidik bawahan sangat luar biasa. Setiap hal tidak luput dari pengawasannya. Urusan kenegaraan di atas segalanya, sedangkan untuk urusan pribadi, Ratu Sanura agak mengenyampingkannya.
Para kerajaan bawahan pun tunduk dan patuh. Kesaktian Ratu Sanura sangat luar biasa. Bukan hanya bermodal kecantikan, ilmu kanuragannya jarang ada yang bisa menandingi.
Saat terjadi peperangan, ada kalanya Ratu Sanura menjadi panglima perang. Memimpin pasukannya untuk menekan makar dari kerajaan bawahan, atau menghajar kerajaan lain yang semena-mena hendak meruntuhkan tahta Kerajaan Laut Segaralaya.
Kerajaan-kerajaan lain yang menyerang Segaralaya biasanya beranggapan bahwa sebuah kerajaan yang dipimpin seorang wanita pasti kerajaannya pun lemah dan rapuh. Tapi saat mereka menghadapi keganasan pasukan Segaralaya, kerajaan yang mengajak berperang itu akhirnya terkalahkan, dan tunduk menjadi negara bagian dari Kerajaan Laut Segaralaya.
Para bala tentara Segaralaya sangat menghormati ratunya. Seorang ratu yang kuat dan bijaksana, yang disuyudi segenap kawulanya.
🔸🔸🔸🔸🔸
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh
Salam sejahtera untuk semuanya.
Semoga novel ini bisa ikut meramaikan novel-novel yang ada di aplikasi noveltoon. Dan bisa diterima oleh para pembaca semuanya. Penulis sangat berterimakasih dengan segenap like dan vote yang diberikan. Jangan lupa masukkan ke dalam bacaan favorit para readers semua. Jika ada poin dan koin, penulis juga sangat bersedia menerima.
Semoga pembaca semua senantiasa berada dalam kesehatan dan dimudahkan rezekinya.
Ratu Sanura disambut oleh segenap pelayan yang ada. Kereta kencana langsung diambil alih oleh pekatik ( pengurus kuda kerajaan ) untuk dipenuhi kembali kebutuhan untuk tenaganya. Disisirnya surai kuda-kuda milik ratunya. Sepasang kuda yang gagah. Kuda jantan dan betina. Ratunya junjungannya yang begitu mengayomi segenap rakyatnya.
"Kolam pemandian sudah siap Kanjeng Ratu,"ucap bibi emban Citra. Bibi emban Citra yang sudah merawat Ratu Sanura sedari kecil. Sehingga dirinya menjadi salah satu orang kepercayaan sang ratu.
Ratu Sanura langsung memasukkan dirinya ke dalam kolam pemandian segiempat dengan undak-undakan yang berjumlah lima undakan, lebar kolam mandi tersebut berukuran lima depa untuk panjangnya dan tiga Depa untuk lebarnya ( Depa \= panjang tangan yang direntangkan ), kelopak bunga-bunga segar dan wangi mengisi kejernihan dan kebeningan kolam pemandian itu. Aromanya begitu mewangi menenangkan hati dan pikiran.
Melanglang wilayah merupakan hal yang rutin dilakukannya. Sang ratu tidak hanya menghendaki sekadar laporan dari bawahannya, karenanya untuk membuktikan semua laporan bawahannya akan dilakukannya melanglang wilayah. Setiap habis melanglang wilayah maka Ratu Sanura membersihkan diri di kolam mandinya.
Setelah selesai merenda kesegaran, sang ratu memasuki ruang semedinya. Akhir-akhir ini di setiap semedinya nampak wujud seorang pemuda yang mendekatinya. Dirinya memang belumlah bersuami. Banyak yang mendambakan untuk bisa menjadi suaminya tapi hati sang ratu seolah-olah terkunci rapat oleh sebuah gembok baja yang kuncinya entah dipegang oleh siapa. Pemuda ini sering datang dalam semedinya tapi untuk wujud wajah belumlah tampak masih samar-samar belaka. Yang tampak bahwa pemuda ini seolah-olah menunggunya, menantinya, membuat hatinya tergelitik untuk mencari keberadaan pemuda ini.
"Wahai pemuda, mengapa dirimu selalu hadir dalam semediku?" tanya Ratu Sanura dari alam bawah sadarnya.
Pemuda itu berjalan mendekat. Sehingga tampaklah keindahan wajahnya di hadapan Kanjeng Ratu. Hati Sanura berdegup wajah pemuda ini menghadirkan sebuah getaran di hatinya, sesuatu yang terasa indah dan menenangkan, merindukan dan menyakitkan.
Pemuda itu tersenyum. Tidak ada kemewahan dalam dirinya tapi tatap matanya membawa siapapun terlarut dalam alam yang berada di alam mata itu. Mata itu begitu dalam. Tapi bukan Sanura namanya jika harus kalah dalam pandang mata.
"Wahai pemuda perkenalkanlah dirimu dan sampaikan keperluanmu yang membuatmu senantiasa hadir dalam semediku!' perintah Ratu Sanura dari alam bawah sadarnya. Sanura memandang pemuda itu dengan tenang. Posisi ratu yang dipangkunya ini menuntutnya untuk berani menegakkan diri dan memandang siapapun itu.
"Aku bukanlah siapa-siapa. Aku tidak mempunyai kepentingan apapun kepadamu. Aku hanya ingin mendatangimu," jawab pemuda itu dengan tidak kalah tenangnya.
"Lalu siapakah namamu," tanya Sanura.
"Aku adalah Segaralaya," jawab pemuda itu dan secara perlahan-lahan kabut datang mengiringi kepergiannya.
Ratu Sanura terbangun dari semedinya. Perlahan-lahan dibukanya matanya. Dirinya kembali merenung.
"Segaralaya itu adalah nama kerajaanku. Apa maksudnya dengan menyebutkan nama itu," ucap Sanura di dalam hati. Sebenarnya bukan nama itu yang membuatnya tertegun. Tapi keberadaan pemuda itu sendiri.
Apa maksudnya menemuiku, siapakah dia wajah dan tubuhnya dikelilingi oleh cahaya putih. Apakah dia orang yang kunanti untuk mendampingiku. Hatiku ini rasanya terkunci rapat dan kerinduan ini sebenarnya untuk siapa. Bahkan sebelum pemuda itu datang di semediku, aku sudah memiliki rasa kerinduan ini yang rasanya sangat menyakitkan tapi begitu indah. Begitu sakit sampai membuatku meneteskan air mata yang secara perlahan-lahan menetes mengiringi kerinduanku. Sesuatu yang mengisi ruang kosong yang hampa. Mengetuk-ngetuk ruangan itu agar sedianya sang tuan rumah bersedia membukanya. Bila rasa kerinduan itu datang dan Sanura tidak sanggup lagi menahannya, maka larutlah Ratu Sanura dalam lautan semedinya. Kerinduan ini mampu membawanya memasuki dalam alam keheningan. Begitu hening hanya diisi oleh dirinya yang merindu dan sembah sujudnya kepada Sang Pencipta. Kerinduan ini menuntut untuk dimuliakan untuk diagungkan di hadapan Sang Pencipta. Sanura tidak tahu harus membawa kemana rasa rindu yang menyiksa ini, dan di setiap renungannya akhirnya dibawalah rasa rindu ini kehadapan Sang Pencipta. Dalam hening dalam ketenangan melarutkan diri dalam samudera kerinduan yang tak bertepi.
🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸🔸💐
Semoga novel ini bisa diterima oleh readers semua. Vote, like, dan comment para reader semua merupakan penghargaan terbaik untuk author. Terima kasih
Pasewakan agung digelar. Tiap- tiap pejabat kerajaan menyampaikan laporannya. Tidak tertinggal para panglima Senopati siaga menyiapkan laporannya.
Waktu pasewakan menghabiskan waktu cukup lama. Dimulai dari matahari yang perlahan-lahan mulai naik hingga sinar matahari benar-benar di ubun-ubun.
Ratu Sanura mendengarkan laporan demi laporan dan memberikan pengarahan di beberapa laporan yang membutuhkan koreksi. Setelah dirasa cukup para emban mengiringi Ratu Sanura ke taman istana Segaralaya. Sanura duduk termenung ada sesuatu hal yang dipikirkan olehnya. Sesuatu hal yang ingin dilaksanakan tapi bagaimana dengan kerajaannya bila melaksanakan hal tersebut. Yang dilakukan bukanlah sekedar melanglang wilayah semata yang hanya membutuhkan waktu hanya beberapa waktu. Hal yang hendak dilakukannya membutuhkan waktu yang lama dan mengharuskannya untuk meninggalkan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin sebuah negeri.
"Putriku Sanura adakah yang sedang mengganggu suasana hatimu?" tanya Ibunda dari Sanura.
"Ibunda Ratu maafkan putrimu ini karena tidak menyadari kehadiran Ibunda," jawab Sanura.
"Ada Paman Mahapatih Manggala Swara juga. Kiranya adakah sesuatu yang penting sehingga membuat Paman Patih harus menemuiku secara khusus?" tanya Sanura kepada patihnya yang begitu setia mengabdi untuk kerajaan ini.
"Tidak ada hal penting yang khusus Ananda Ratu. Semua sudah selesai dibahas di pasewakan agung tadi. Paman Patih datang kemari karena semata-mata undangan dari Ibunda Ratu," jawab Patih Manggala Swara dengan pelan.
Sanura langsung duduk menghadap ke arah Ibundanya. "Ibunda Ratu gerangan adakah sesuatu hal yang menjadi beban hati Ibunda Ratu hingga Ibunda Ratu harus menjumpai Sanura ,dan mengundang Paman Mahapatih Manggala Swara untuk turut serta?"
"Putriku Ratu Sanura sebenarnya bukan Ibunda Ratu yang memiliki beban melainkan Sanura yang tampak memiliki beban yang begitu sulit untuk diselesaikan," jawab Ibunda Ratu dengan penuh kelembutan.
Sanura diam tak bergeming. Kegelisahannya sudah pasti dapat diketahui oleh ibunya, wanita yang sudah susah payah melahirkan dan membesarkannya. Wanita yang dengan penuh kesabaran mendidiknya untuk menjadi penerus dari mendiang ayahanda raja yang telah tiada.
"Anakku adakah yang mengganggu hatimu? Ibunda mendapat informasi dari para emban abdi dalem bahwa selama setahun ini Ananda banyak menghabiskan waktu dengan semedi seolah-olah ada kegelisahan yang belum mampu Ananda Ratu selesaikan," ucap Ibunda Ratu.
"Ananda Ratu Sanura mungkin paman patihmu ini bisa membantu untuk menyelesaikan batu ganjalan di hati Ananda Ratu. Jangan sungkan dengan pamanmu ini," ucap Mahapatih Manggala Swara.
"Ibunda Ratu dan Paman Mahapatih sebenarnya diriku memiliki sebuah ganjalan kegelisahan di hati. Tapi untuk menyelesaikan kegelisahan itu aku harus meninggalkan kerajaan dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Rasanya tidak mungkin kalau Ananda meninggalkan tanggung jawab yang sebesar ini hanya untuk menyelesaikan sebuah kegelisahan di hati," jelas Sanura.
"Anakku apakah ini mengenai pasangan hidupmu," tanya Ibunda Ratu.
Paman Mahapatih Manggala Swara mengangkat wajahnya yang menunduk. Dirinya mengetahui bahwa selama ini sudah banyak yang berusaha untuk sekedar mengambil hati ratu junjungannya ini. Tapi tidak satupun yang berkenan di hati ratunya ini. Dirinya mengetahui bahwa mendiang raja dari Sanura kecil pernah berhutang budi pada salah seorang guru dari sebuah padepokan di sebuah kerajaan di daratan. Seorang guru yang telah mengobati Sanura kecil dari sakitnya yang tiada tersembuhkan. Dan sepengetahuannya Sanura kecil dijodohkan dengan putra bungsu dari guru tersebut. Raja dan guru dari kerajaan daratan tersebut sepakat janganlah anak-anak ini merasa menikah karena dijodohkan, biarlah mereka saling mencari dan menemukan. Biarlah takdir Sang Pencipta yang akan menyatukan mereka. Hati Sanura dan putra bungsu sang guru sudah saling terkait sedari kecil tapi biarlah mereka saling terkait tanpa harus mereka mengetahui.
Yang mengetahui hal tersebut hanya Mendiang Raja Segaralaya, Sang guru kerajaan daratan, Ibunda dari Sanura, dan dirinya. Dirinya pun mengetahui hal tersebut dikarenakan mendiang raja yang bercerita dan memberikan amanat jika Sanura menolak semua pinangan yang ada maka biarkanlah dikarenakan sudah ada jodoh sendiri untuk Sanura. Mahapatih Manggala Swara mengenang mendiang rajanya.
"Benar Ibunda Ratu. Sudah setahun ini setiap Sanura bersemedi hadir seorang pemuda dalam semedi Ananda. Seolah-olah pemuda itu menunggu Ananda untuk mencari dan menjumpainya," jelas Sanura kepada Ibundanya.
"Apakah hanya itu penyebabnya," tanya Ibunda Ratu.
Sanura terdiam. Dirinya terlalu malu untuk mengatakan bahwa dirinya sedang merindu kepada pemuda yang hadir dalam semedinya itu. Apa nanti kata Ibundanya, dan apa pula pendapat dari Mahapatihnya jika mengetahui bahwa dirinya merindukan seseorang yang tidak berwujud. Sanura terdiam cukup lama.
"Ananda Ratu Sanura jika Ananda Ratu ingin pergi melanglang untuk mencari pemuda itu ke negeri daratan maka pergilah. Ikuti kata hati. Selama ini Ananda Ratu sudah mengabdikan diri untuk kerajaan laut Segaralaya ini, sudah waktunya bagi Ananda Ratu untuk memikirkan kebahagiaan diri sendiri," Mahapatih Manggala Swara terdiam sejenak memberikan waktu kepada Ratu momongannya ini untuk bisa memaknai ucapannya.
"Untuk kerajaan ini untuk sementara waktu selama kepergian Ananda Ratu biarlah dipimpin oleh Ibunda Ratu, beliaulah wali yang sah saat Ananda Ratu sedang berhalangan untuk melaksanakan kewajiban sebagai pemimpin negara," jelas Mahapatih Manggala Swara.
"Ibunda Ratu apakah tidak mengapa jika Sanura menitipkan dampar kerajaan Segaralaya kepada Ibunda?" tanya Sanura dengan berat kepada Ibundanya.
"Tidak mengapa putriku. Pergilah mengikuti kata hatimu. Carilah dan dapatkan yang ingin kau dapatkan. Setelah selesai perjalanan kembalilah. Atau sesekali waktu kembalilah ke kerajaanmu barang sebentar, jika yang dicari belum kau dapatkan lanjutkan perjalananmu kembali," jawab Ibunda Ratu.
Sanura kembali termenung mencerna perkataan Ibunda dan Mahapatihnya.
"Baiklah Ibunda dan Paman Mahapatih, aku akan melanglang menjelajahi kerajaan negeri daratan untuk mendapatkan apa yang aku cari.
Diputuskan dalam pertemuan yang sekejap itu bahwa Ibunda Ratu setelah kepergian Ratu Sanura akan menjadi Ibunda Wali Ratu yang memiliki wewenang untuk mewakili Ratu Sanura untuk memerintah kerajaan Laut Segaralaya. Didampingi oleh Mahapatih Manggala Swara dalam menjalankan pemerintahan.
Sanura mengumpulkan para Panglima Senopati di wisma keprajuritan.
"Para Panglimaku aku akan melanglang untuk meninggalkan kerajaan laut Segaralaya. Selama aku meninggalkan dampar kepemimpinan maka dampar kepemimpinan aku serahkan kepada waliku Ibunda Wali Ratu untuk menjalankan pemerintahan yang ada. Aku harap kalian patuh kepada Ibunda Wali Ratu dan membantu menjalankan pemerintahan seperti kalian membantuku. Apakah kalian mengerti penjelasanku?" tanya Ratu Sanura dengan tegas.
Kasak-kusuk segenap Panglima Senopati menjadikan suara mereka berdengung seperti sekumpulan lebah.
Sanura berdiri dari damparnya. "Apakah kalian akan menjalankan perintahku?" tanya Sanura dengan suara keras menggelegar menunjukkan bahwa dirinya sedang berada dalam kemarahan. Tidak hormat kepada Ibunda Ratu sama saja tidak menghormatinya. Dan siapapun yang lancang berbuat hal itu maka sama saja melawannya, menghadirkan murkanya sebagai seorang ratu.
"Ampuni kami Panglimamu ini Ratu. Bukannya kami tidak patuh atau tidak hormat kepada Ibunda Wali Ratu, tapi keputusan Ratu untuk pergi melanglang sangatlah mendadak dan kami perhatikan tidak ada hal buruk atau peperangan yang sedang berlangsung di negeri ini," jawab Panglima Senopati Biru Loka sebagai salah orang kepercayaan Ratu Sanura.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!