Di rumah yang tidak begitu mewah nan megah, ditempat kesederhanaan lah Aishwa Zahra dibesarkan oleh ayahnya sendiri.Tanpa ada sosok seorang ibu sedari Aishwa masih bayi, bahkan tidak ia temui sosok perempuan yang berstatus ibu tiri.
Dari kecil Aishw selalu melakukan pekerjaannya layaknya orang dewasa. Tidak hanya itu saja, sejak kecil Aishwa tidak pernah ada kata mengeluh disetiap langkahnya hingga kini tumbuh menjadi gadis remaja.
"Aish, ayo kita sarapan Nak ... nanti kamu telat sekolahnya. Bukankan hari ini adalah hari pertama kamu masuk sekolah?" seru sang ayah memanggil putri kesayangannya.
"Iya, Pa ... sebentar lagi. Aish sedang mengenakan khimar, Pa." Jawab Aish dari dalam kamar, sang ayah pun dengan sabar menunggu putrinya.
Setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, Aish segera keluar dari kamarnya. Sesampainya di ruang tangah Aish menarik kursi dan meletakkan tas sekolahnya di kursi sebelahnya. Kemudian, Aish langsung duduk dan mengambil sarapan paginya.
"Pa, hari ini Aish mau naik angkot bersama teman teman. Jadi, Papa tidak perlu mengantar Aish ke sekolah. Lebih baik Papa langsung berangkat kerja saja." Ucap Aish sambil mengambil nasi gorengnya.
"Tapi, Aish ... Papa takut terjadi apa apa dengan kamu, Nak." Ujar sang ayah yang begitu takut akan kehilangan berlian yang sangat berharga untuk dijaga.
"Yakin deh, Pa ... Aish tidak apa apa. Aish berangkat juga tidak sendirian, banyak teman Aish yang satu sekolahan." Jawab Aish untuk meyakinkan.
"Memangnya siapa saja teman kamu yang satu sekolahan dengan kamu, Nak? apakah anaknya pak Ustad sebelah? Yahya?" tanya sang ayah penasaran. Sedangkan Aish hanya tersenyum mendengar pertanyaan dari ayahnya yang pandai menebaknya.
"Iya, Pa ... tebakan Papa benar. Tetapi tidak cuman Yahya kok, Pa ... masih ada Yunda dan juga Afwan." Jawab Aish, lalu tersenyum sambil menuangkan air putih kedalam gelasnya. Sedangkan sang ayah hanya menggelengkan kepalanya.
"Terserah kamu saja, Papa hanya bisa berpesan dengan kamu. Jaga diri kamu baik baik, hindari berdekatan dengan lelaki yang bukan mahram kamu." Ucap sang ayah mengingatkan putrinya. Aish pun mengangguk dan mengisyaratkan bahwa ia mengerti apa yang sudah dinasehati dari ayahnya. Sungguh, ayah Aish sangat hati hati dalam menjalankan amanah dari mendiang istrinya. Berharap, putrinya akan terus terjaga kehormatannya dan juga dijauhkan dari hal hal buruk yang dapat merusak moralnya.
Setelah cukup lama menikmati sarapan pagi dibarengi mengobrol, tidak terasa sudah waktunya untuk berangkat ke sekolah. Aish segera menghabiskan minumnya, kemudian ia bangkit dari posisi duduknya dan mendekati sang ayah untuk berpamitan.
"Pa, Aish berangkat ke sekolah." Ucap Aish berpamitan, kemudian mencium punggung tangan milik ayahnya.
"Hati hati ya, Nak ... jaga diri kamu baik baik. Jika sudah waktunya pulang, maka segera pulanglah. Jangan membuat ayah mengkhawatirkan kamu tidak berujung, karena kamulah harta yang tidak dapat tergantikan." Jawab sang ayah yang harus merelakan putrinya untuk pergi ke sekolah tanpa sang ayah yang mengantarkannya sampai disekolahan putrinya.
Setelah berpamitan, Aish keluar rumah. Dan sungguh tidak disangkanya, jika ketiga temannya kini sudah berada didepan rumahnya tanpa Aish ketahui.
"Kalian? sejak kapan kalian bertiga sudah berada disini? jangan bilang jika kalian sudah dari tadi menungguku." Tanya Aish sambil menatap ketiga temannya secara bergantian.
"Tidak kok, Aish. Kita baru saja sampai di rumah kamu, kebetulan pas kamu keluar. Jadi, sangkaan kamu sudah sedari tadi. Oh iya, ayo kita berangkat. Nanti kita terlambat kalau banyak mengobrol, bukankah hari ini adalah hari pertama kita masuk ke sekolah." Jawab Yunda.
"Aish, papa kamu tidak marah, 'kan? aku takut jika orang tua kamu akan marah dan membenci kita bertiga." Ucap Yahya sedikit tidak enak hati.
"Tidak, papaku sudah mengizinkan aku berangkat ke sekolah bersama kalian bertiga." Jawab Aish mencoba meyakinkan ketiga temannya.
"Iya deh, Aish. Kita percaya kok sama kamu, bukankah kita dari kecil berteman." Ucap Afwan ikut menimpali.
"Kalau begitu, ayo kita berangkat." Ajak Yunda sembari menarik tangan milik Aish, kedua teman laki lakinya pun mengikutinya dari belakang. Sesampainya di perempatan jalan, Aish dan ketiga temannya menunggu angkutan umum menuju ke sekolahannya.
Sedangkan di kediaman keluarga Wilyam, sedang sibuk akan keberangkatan kedua putra dari tuan Ganan untuk memisahkan dari Neyla saudara kembar dari Reynan dan Zakka. Kedua orang tua ketiga anak kembar benar benar sangat kualahan mengatasi ketiga anaknya yang terbilang sangat sulit untuk di atur.
Mau tidak mau, Neyla akan disekolahkan di lain tempat. Sedangkan Reynan dan Zakka sendiri tidak dipisahkan, keduanya tetap dalam satu sekolahan.
Reynan maupun Zakka tidak lagi tinggal di rumah megah milik keluarganya, Zakka dan Reynan benar benar akan di uji untuk melewati kehidupan yang sangat sederhana. Bahkan tidak lagi dipegang fasilitas apa pun, hanya fasiltas yang sangat sederhana. Layaknya orang orang ekonomi biasa, tidak lebih.
Meski dengan berat, Reynan maupun Zakka tetap menerima keputusan dari orang tuanya. Sedangkan Neyla sendiri sedikit tidak terima harus berpisah dengan kedua saudara laki lakinya.
"Pa ... Ma ... Neyla mohon ... jangan pisahkan Neyla dengan kak Reynan dan juga kak Zakka." Ucap Neyla meringik sambil bersimpuh dibawah kaki ayahnya, namun tekad sang ayah tetap tidak bisa ditukar dengan belas kasih sedikitpun.
Tega tidak tega, tuan Ganan harus bisa menentukan keputusan demi kebaikan kedua putranya dan juga putrinya. Kedua orang tua tiga kembar benar benar sudah menyutujui dengan keputusan yang sudah bulat untuk ditentukan.
Meski sakit dan penuh keterpaksaan pada ketiga anaknya, tuan Ganan maupun istrinya dan juga kedua orang tuanya pun penuh harap bahwa semuanya akan baik baik saja.
"Maaf Tuan, apakah semua sudah siap dan tidak ada yang tertinggal?" ucap pak sopir bertanya dengan sangat hati hati.
"Sudah Pak, Zakka dan Rey maupun Neyla sudah bersiap siap untuk berangkat. Oh iya, pastikan semuanya aman." Jawab tuan Ganan mengingatkan.
"Baik, Tuan. Saya sudah memerintahkan beberapa pengawal untuk mengawal keberangkatan menuju asrama anak anak." Ucap Pak sopir meyakinkan majikannya.
Setelah cukup lama menunggu, Zakka dan Reynan Maupun Neyla kini menuruni anak tangga. Ketiganya nampak tidak bersemangat, apa yang menjadi impiannya bersekolah di luar negri kini harus bersekolah yang sangat jauh dari bayangannya. Nampak jelas dengan keterpakasaan untuk menutupi status dari keluarga Wilyam. Dan dilihatnya dari kedua bola mata tiga kembar, ada sosok wanita yang selalu menjadi tempat berkeluh kesah untuk Zakka dan Neyla yaitu sang ibu yang sedang berdiri disebelah sang ayah. Namun, tidak untuk Reynan, sedangkan Reynan lebih memilih untuk tidak pernah berkeluh kesah kepada siapapun selain Sang Maha Pencipta.
Setelah Neyla merayu untuk tidak diberangkatkan ke Asrama, permintaannya pun tidak ditanggapi oleh sang ayah. Zakka maupun Neyla terus berusaha merayu sang ibu maupun ayahnya, sedangkan Reynan sendiri masih tetap bersikap dingin. Berbeda dengan Zakka dan Neyla yang selalu bermanja dengan sang ibu Maupun ayahnya.
Entah kenapa sejak mulai akan memasuki sekolah SMA, Reynan mulai banyak perubahan. Dari yang suka jahil bahkan sering berbuat masalah kini benar benar berubah 180°, dan sikapnya benar benar dingin. Reynan hanya lebih dekat dengan sang kakek dari pada kedua orang tuanya, bukan karena membenci dengan kedua orang tuanya. Reynan hanya ingin berusaha untuk berdiri sendiri selagi dirinya masih bisa untuk melakukannya.
"Pa, Ma ..." ucap Neyla sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian sambil menunjukkan tatapannya yang terlihat lesu. Bahkan Neyla benar benar tidak bersemangat sedikitpun untuk menerima permintaan kedua orang tuanya. Neyla merasa jika dirinya akan berpisah dengan waktu yang cukup lama, Neyla pun terasa berat untuk meninggalkan tempat yang dimana sudah membuatnya nyaman. Meski berat, Neyla berusaha untuk menerima keputusan yang diberikan oleh kedua orang tuanya itu.
"Kalian bertiga harus bisa melewati masa masa remaja kalian sebaik mungkin, gunakan lah waktu kalian itu untuk belajar. Dan ingat, kemanapun kalian pergi pasti akan ada kamera yang mengikuti kalian. Jadi, gunakan waktu kalian selama tiga tahun di Asrama sekolahan dengan ilmu yang bermanfaat." Ucap sang ayah mengingatkan, sekaligus menasehati ketiga anak kembarnya.
"Iya, Pa ... tapi ... jika kita bertiga tidak kuat menjalaninya, bagaimana?" tanya Zakka seakan mencari solusi. Sedangkan Reynan hanya diam dan menerima keputusan dari orang tuanya tanpa mengeluh sedikitpun.
"Jika kalian tidak kuat menjalani hari hari kalian di Asrama, solusinya sangat gampang. Kalian akan pulang, dan akan Papa kirim kalian ke kampung halaman nenek kalian. Kebetulan, rumah nenek masih nganggur tidak dihuni. Jadi, bisa kalian huni bersama dan disana kalian benar benar akan belajar banyak hal." Jawab sang ayah dengan santai, sedangkan Zakka dan Neyla hanya menelan salivanya.
"Iya deh, nurut saja dengan Papa." Ucap Zakka tidak bersemangat.
"Baiklah kalau begitu, sekarang ayo kita berangkat. Papa dan Mama akan mengantarkan kalian sampai di Asrama, kalian harus belajar lebih baik lagi." Ajak sang ayah dan mengingatkan.
Ketiga anaknya pun hanya bisa mengangguk pasrah dan mengikuti langkah kaki kedua orang tuanya dari belakang.
Neyla masih saja memasang muka masamnya, bahwa dirinya masih terasa keberatan untuk meninggalkan rumah. Setelah sampai didepan rumah, Neyla dan kedua kakaknya segera masuk kedalam mobil.
Selama perjalanan tidak ada satupun ketiga anak kembar tuan Ganan yang membuka suara, semua diam sambil menatap luar lewat jendela kaca.
Setelah cukup lama memakan waktu perjalanan ke Asrama, tidak terasa sudah sampai di Asrama Neyla.
"Ma, kenapa berhenti?" tanya Neyla sambil celingukan melihat dari dalam mobil.
"Kita sudah sampai di Asrama kamu, sayang. Ayo, kita turun. Dan kalian berdua tetaplah berada didalam mobil, Mama dan Papa akan mengantarkan Neyla sampai kedalam Asrama." Jawabnya dan meminta kepada kedua putranya untuk tetap berada didalam mobil.
"Iya Ma, jangan lama lama." Jawab Zakka, sedangkan Reynan masih saja diam tanpa berucap.
Sedangkan Neyla dengan terpaksa segera melepas sabuk pengamannya, kemudian segera turun dan mengikuti kedua orang tuanya. Sedangkan Zakka maupun Reynan masih berada didalam mobil.
Dengan langkah kakinya yang terasa berat, Neyla masuk kedalam Asrama yang cukup luas. Semua nampak kesederhanaan dari anak anak sekolah, begitu juga dengan Neyla yang juga berpenampilan sederhana seperti teman teman yang lainnya.
Tidak hanya itu, kedua orang tuanya pun mengenakan pakaian dengan sederhana mungkin. Agar statusnya tidak dapat diketahui banyak orang, dan juga akan membuat anak anaknya menjadi lebih aman dari media manapun.
Tuan Ganan sangat mengkhawatirkan ketiga anaknya apabila tidak diberi pelajaran yang berharga. Ditambah lagi usia remaja yang mudah rentan dengan pergaulan, dan juga mudah untuk dimanfaatkan oleh orang orang yang tidak mau bertanggung jawab.
"Neyla, berjanjilah pada Mama dan juga Papa. Ikutilah nasehat bijak dari gurumu, dan tinggalkan sifat tercela yang bisa merugikan kamu dan orang lain." Ucap sang ibu memberi pesan singkat, namun sangat panjang bila untuk diartikan.
"Iya, Ma. Neyla berjanji, Neyla tidak akan pernah mengecewakan Mama dan juga Papa. Pesan dari Mama akan selalu Neyla ingat disetiap waktu." Jawab Neyla berusaha untuk meyakinkan.
Setelah itu, sang ibu memeluknya dengan erat dan berusaha untuk kuat menitipkan putrinya di Asrama. Berharap, putrinya akan berubah menjadi lebih baik lagi dan tidak lagi mengulang yang sudah dilewatinya. Sang ibu segera mencium kening putrinya penuh kasih sayang, Neyla pun mencium kedua pipi milik ibunya.
"Neyla, kemarilah." Panggil sang ayah, Neyla pun segera mendekatinya dan menatap wajah ayahnya dengan tatapan yang tegar dan mencoba untuk tidak memperlihatkan kesedihannya. Meski sebenarnya ingin menumpahkan air matanya, namun Neyla mencoba menahannya agar tidak membasahi kedua pipinya.
Sesampainya dihadapan ayahnya, tuan Ganan meletakkan kedua tangannya pada kedua pundak putrinya dan menatapnya dengan lekat.
"Neyla, maafkan Papa yang sudah memaksa kamu untuk tinggal di Asrama ini. Papa melakukan semua ini demi kebaikan kamu, dan Papa melakukannya dengan keputusan yang sudah bulat dan tidak bisa untuk dirubahnya. Semoga kamu betah di Asrama ini, dan pulang dengan sejuta pengalaman dan ilmu yang bermanfaat." Ucap sang ayah penuh harap pada putri kesayangannya.
"Iya, Pa ... Neyla akan membuktikannya kepada Papa untuk pulang membawa sejuta pengalaman dan ilmu yang bermanfaat, seperti yang Papa harapkan." Jawab Neyla meyakinkan sang ayah, Neyla sendiri pun berharap apa yang yang sudah menjadi pesan dari kedua orang tuanya bisa ia wujudkan.
Setelah kedua orang tuanya berpesan, sang ibu maupun ayahnya segera berpamitan. Dikarenakan belum mengantar kedua putranya ke Asrama yang berbeda dengan putrinya.
"Sayang, Mama dan Papa pamit pergi untuk mengantarkan kedua kakak kamu. Jaga diri kamu baik baik, semoga kamu betah dan juga banyak teman di Asrama ini. Dijaga kesehatan kamu, jangan sampai telat makan. Kamu mengerti? di ingat terus nasehat nasehat yang kamu terima, jadikan setiap nasehat adalah ilmu yang sangat berharga." Ucap sang ibu berpamitan, Neyla pun mengangguk dan kembali memeluk ibunya sambil menahan air matanya agar tidak tumpah begitu saja.
Kemudian, Neyla mencium punggung tangan milik kedua orang tuanya secara bergantian. Setelah itu, kedua orang tua Neyla segera pergi dari Asrama Neyla dan meninggalkan puterinya didalam Asrama.
Neyla hanya bisa menatap punggung kedua orang tuanya yang semakin menjauh, Neyla sendiri baru dapat menumpahkan air matanya setelah kepergian kedua orang tuanya yang tidak lagi nampak bayangannya.
Neyla masih dengan posisinya dan berdiam diri mematung, tidak lama kemudian ada beberapa anak Asrama tengah menghampiri Neyla dan mengajaknya untuk masuk kedalam.
Meski dengan berat hati, kedua orang tua Neyla berusaha kuat untuk menitipkan ketiga anaknya ke Asrama yang berbeda. Selain untuk membuat anaknya berubah, dan tentunya akan menjadikan anak anaknya memiliki kepribadian yang cukup baik.
Setelah mengantarkan Neyla di Asrama, tuan Ganan dan istrinya mulai melanjutkan perjalanannya untuk mengantar kedua putranya di lain tempat. Tuan Ganan sengaja memisahkan putrinya dengan saudara laki lakinya, berharap akan menjadi sosok wanita sesuai harapan kedua orang tua.
Didalam perjalanan, Zakka dan Reynan masih diam sambil menatap luar jendela. Tanpa disadari sudah sampai di tempat yang dituju, mobil pun kini tengah berhenti di halaman Asrama.
"Ma, tempat apaan ini?" tanya Zakka penasaran.
"Apa kamu lupa, Zakk. Ini tempat karantina kita, apa kamu sedang mendadak amnesia buatan? hem." Ucap Reynan menimpali. Meski banyak diam, bukan berarti Rey selalu acuh kepada siapapun. Terkadang sikap jahilnya pun bisa muncul secara sembunyi.
"Bisa saja kamu kak Rey, tempat karantina kita? yang benar saja." Jawab Zakka sambil menautkan kedua alisnya.
"Sudah sudah, ayo kita turun. Nanti keburu banyak anak anak memperhatikan kalian berdua yang sama tampannya." Ucap sang ibu sambil meledek dan melepaskan sabuk pengamannya. Begitu juga dengan sang suami maupun kedua putranya yang ikut melepaskan sabuk pengamannya.
Setelah itu, tuan Ganan beserta anak dan istrinya segera turun dari mobilnya. Sedangkan pak Sopir ikut membantu membawakan dua koper berisi pakaian dan kebutuhan yang lainnya.
"Ma, apakah Mama yakin? jika kita berdua akan tinggal di Asrama ini?" tanya Zakka dengan memasang muka memelas.
"Papa dan Mama sangat yakin, jika kalian akan tinggal di Asrama ini. Tidak hanya itu, kalian disini akan mendapatkan banyak pelajaran yang bisa kalian petik hasilnya. Yang terpenting, kalian berdua belajarlah dengan sungguh sungguh. Dimanapun tempat untuk menuntut ilmu, semua sama hasilnya. Hanya kepribadian dari masing masing yang akan menentukannya, dan tidak melulu dari yang wah dan terkenal. Semua akan ada masanya untuk sukses, dan itu mudah untuk kalian lewati." Ucap sang ayah ikut menimpali.
"Yang dikatakan Papa kalian itu sangat benar, utamakan pembelajaran yang baik dengan maksimal mungkin. Hindari dari sesuatu yang dapat merugikan diri kalian, jangan biasakan menuruti sesuatu yang tidak penting." Ucap sang ibu ikut menasehati.
"Iya Ma ..." jawab keduanya serempak.
"Oh iya, Mama tidak masuk kedalam?" tanya Zakka.
"Mama dan Papa sudah jauh jauh hari menyerahkan kalian di Asrama ini, begitu juga dengan Neyla. Jadi, Mama dan Papa hanya mengantarkan kalian hanya sampai didepan pintu masuk." Jawab sang ibu menjelaskan.
"Ya sudah kalau begitu, Mama dan Papa pamit pulang. Jaga diri kalian baik baik, terserah kalian mau menunjukkan kalian kakak beradik ataupun bukan itu hak kalian. Dan, dimulai dari sekarang kalian akan memulai perjalanan kalian untuk menuntut ilmu. Jadilah jiwa yang kuat dan mandiri, dan tidak mudah menyerah." Ucap sang ayah berpamitan dan memberi semangat untuk kedua putranya.
"Iya Pa, Ma. Terima kasih sudah mengantarkan kita berdua sampai didepan pintu, semoga kita berdua berhasil mengemban ilmu yang bermanfaat. Kita berdua akan pulang dengan segudang ilmu, jikan kita mampu. Namun, kita akan selalu tetap berusaha untuk mendapatkannya." Ucap Reynan meyakinkan kedua orang tuanya, berharap tidak begitu mencemaskan keadaannya dikemudian hari.
Setelah itu, kedua orang tuanya memeluk kedua putranya secara bergantian. Kemudian, Zakka maupun Reynan mencium punggung tangan milik kedua orang tuanya.
Reynan maupun Zakka, kini hanya bisa memandangi sosok kedua orang tuanya yang semakin menjauh bayangannya hingga tidak lagi terlihat.
Setelah kepergian kedua orang tuanya, Reyna dan Zakka segera masuk kedalam Asrama.
"Kak Rey, semua laki laki ya?" tanya Zakka sambil celingukan kesana kemari.
"Jangan membuat malu, ayo kita cari nomor kamar kita." Jawab Reynan sambil menarik kerah baju milik saudara kembarnya.
"Iya ya, jangan kuat kuat kak Rey. Leherku terasa tercekik, aw!" ujar Zakka sambil terbatuk batuk.
"Jangan panggil aku kakak, cukup dirumah saja jika kamu panggil aku dengan sebutan kakak. Batuk, lagi. Kamu dengar, tidak? hem." Perintah Reynan sambil memeriksa nomor kamarnya.
"Iya, Bro." Jawab Zakka dengan entengnya.
"Bagus, jangan berisik." Ucap Rey sambil membuka kunci pintu kamarnya. Setelah pintu dapat terbuka, Rey segera masuk dan diikuti Zakka dari belakang.
Sesampainya didalam kamar, Reynan menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur. Nih tas kak Rey, aku mau masuk ke kamarku. Oh iya, kalau kak Rey mau keluar jangan lupa ajak aku." Ucap Zakka, Rey hanya mengangguk dengan posisi merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Kemudian, Zakka segera keluar sambil menarik kopernya sampai didepan pintu kamarnya.
Keduanya sama sama sibuk membereskan pakaiannya didalam kamar masing masing. Setelah itu, Zakka maupun Rey memilih untuk beristirahat setelah memakan waktu yang cukup lama dalam perjalanan.
Tanpa keduanya sadari sudah waktunya jam makan siang, Rey maun Zakka masih terlelap dari tidurnya.
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu tengah membangunkan Reynan yang tengah tidur dengan pulas, Rey segera bangkit dari tidurnya dan membukakan pintunya.
Ceklek.
Pintu pun terbuka oleh Reynan, dan dilihatnya sosok laki laki yang sepadan dengannya.
"Ada apa, ya?" tanya Rey penasaran.
"Sekarang sudah waktunya untuk makan siang. Tepatnya diujung sana, kamu lurus saja dan nanti akan ada yang mengarahkan ke ruangan khusus untuk makan." Jawabnya dan menjelaskan.
"Iya, terima kasih. Setelah ini, aku akan segera menyusul." Ucap Reynan sebaik mungkin.
"Oh iya, aku mau meminta tolong jangan lupa kamar sebelah dibangunkan. Aku rasa kamu dan kamar sebelah sama sama anak baru, jadi tidak ada salahnya jika kamu ikut membangunkannya." Pintanya untuk meminta tolong.
'Bukan aku tidak mau membangunkannya, hanya saja mulutku ini sudah dower untuk membangunkannya.' Batinnya yang merasa capek membangunkan saudara kembar Reynan.
"Oooh, iya. Tenang saja, nanti aku yang akan membangunkannya." Jawab Reynan.
"Terima kasih." Ucapnya dan pergi untuk membangunkan yang lainnya. Sedangkan Reynan kembali menutup kamarnya dan meraih ponsel buntut warisan dari sang ayah untuknya. Reynan segera menghubungi Zakka untuk membangunkannya, dikarenakan Zakka cukup susah untuk dibangunkan jika sudah tidur yang benar benar pulas.
*Halo, apaan sih kak. Ganggu saja kamu ini, kak. Aku masih ngantuk, jangan mengajakku untuk keluar.
Hei, lihat tuh jam berapa. Sekarang sudah waktunya untuk makan siang, tadi ada anak yang membangunkan aku dan meminta kita untuk makan siang. Ayo bangun, disini tidak ada Restoran. Jika kita telat makan saja, kita harus bisa menahannya sampai nanti sore.
Ah! iya deh, tunggu aku. Karena aku belum mandi, bau kecut*.
Tut tut tut tut.
Panggilan telfonnya pun tengah dimatikan oleh Reynan, ia sendiri segera mandi dan pergi ke tempat yang sudah diperintahkan oleh anak Asrama yang sudah membangunkannya.
Tidak memakan waktu lama, Reynan telah selesai membersihkan diri. Kemudian segera bersiap siap dan keluar menghampiri Zakka yang berada didalam kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!