NovelToon NovelToon

Mendadak Jadi Mommy & Daddy

Martabak Telur untuk Sang Jagoan

...☘️☘️☘️-[PROLOG ]-🍀🍀🍀...

Menjadi seorang Qinanti memang tidak mudah. Di usianya yang baru menginjak 21 tahun, Qinan harus kehilangan satu-satunya keluarga yang ia punya yaitu sang kakak kandung bernama Rakka. Sebelum kepergiannya, Rakka menitipkan Anggit yang tengah hamil tujuh bulan pada Qinan. Bermodal usaha online shop yang ia rintis bersama almarhum Rakka, Qinan berusaha mewujudkan mimpi Rakka untuk memberikan kehidupan yang layak untuk anak dan istrinya.

Tapi kehidupan Qinan tentu tidak sedrama itu. Setelah kepergian Rakka, justru Anggit memboyong Qinan untuk tinggal di rumah keluarganya yang cukup kaya. Namun di rumah itu, Qinan bertemu dengan Ricqi, kakak angkat Anggit yang sangat benci pada Rakka.

"Keluarga Benalu" gumam Ricqi lirih.

Takdir Tuhan tidak ada yang tahu, setelah melahirkan, Anggit menyusul Rakka ke surga dan meninggal baby Az. Detik-detik kepergiannya, Anggit memohon sesuatu kepada Qinan dan Ricqi agar mereka bisa menikah dan menjadi Mommy dan Daddy dadakan untuk baby Az.

Sesuatu di luar logika memang, tapi ia rela mau melakukan apa pun demi Anggit. Apakah Qinan akan bertahan dalam pernikahan rumit ini atau justru rela pergi demi kebahagiaan baby Az dan melepaskan hak asuh baby Az pada Ricqi?

...☘️☘️☘️-[]-🍀🍀🍀...

...Selamat membaca...

“Qi..." Anggit kembali merengek pada sang adik ipar. Meskipun sudah mulai mengantuk tapi ada saja yang membuatnya tidak bisa tidur.

"Hmmm... Apa punggungmu sakit lagi?" Qinan yang tengah sibuk dengan laptopnya bangkit dari duduknya dan langsung beranjak ke arah ranjang dimana Anggit tengah berbaring miring. Tangannya mulai memijit-mijit ringan punggung Anggit.

"Tidak. Kali ini yang bermasalah disini." dengan wajah manjanya, Anggit meraih tangan Qinan untuk memindahkannya ke arah perut.

"Haa? Apa baby boy sudah mau keluar? Ya Tuhan… Kita harus bersiap-siap. Tunggulah disini aku panggilkan ambulan." Qinan buru-buru kembali ke meja untuk mengambil ponselnya, wajahnya terlihat panik.

"Qiii... Aku tidak mau melahirkan. Kau ini kenapa bisa menyimpulkan seperti itu." ujar Anggit sembari bangkit dari tidurnya.

"Lalu?" tanya Qinan heran, kedua alisnya bertaut saat menatap ke arah Anggit.

"Sepertinya ia ingin makan martabak telur Mang Ujang." Anggit mengelus perutnya sambil tersenyum penuh harap pada gadis cantik yang ada di depannya itu.

"Aih... Alamat aku harus perang lagi dengan si beruang kutub itu." protesnya Qinan.

Kejadian seperti ini hampir setiap malam terjadi. Ada-ada saja permintaan Anggit yang harus dikabulkan Qinan. Hampir semua makanan khas nusantara sudah mereka pesan melalui aplikasi ojek online setiap malamnya, dan setiap pesanan itu berujung pada pertengkaran antara Ricqi, kakak sulung Anggit dan Qinan si adik ipar.

"Please Qi..."

"Hemmm baiklah. Aku pesankan. Kamu tidurlah dulu. Nanti kalau sudah datang aku bangunkan ya." perintah Qinan sambil tersenyum.

"Siap Bu Boss." Anggit melemparkan senyum terbaiknya agar sang adik ipar senang.

Tanpa berpikir panjang, Qinan langsung memesan martabak telur Mang Ujang melalui ojek online. Dalam waktu kurang dari tiga menit order martabak telur terkonfirmasi. Driver ojol menginformasikan pesanan akan datang tiga puluh menit kemudian.

Qinan beberapa kali melihat ke arah Anggit yang mulai tertidur. Seketika ia teringat pada permintaan Rakka saat detik-detik kepergiannya.

"Qi... Jika operasinya gagal, Kakak minta tolong jaga Anggit dan bayi kami ya. Jadikan Anggit seperti kakakmu sendiri, dan jadikan jagoan kecil yang ada dalam perutnya seperti anakmu sendiri. Anak itu darah daging akakak, kelak jagoan kecil itu yang akan menggantikanku untuk menjaga kalian. Tapi ingat Qi... Jadikan kebahagiaanmu nomor satu...!"

Begitulah permintaan Rakka pada Qinan. Hampir setiap malam ia teringat dengan permintaan Rakka dan bertekat bekerja lebih giat agar bisa memberikan nafkah pada anak itu kelak.

Dalam benak Qinan, janin yang sedang dikandung Anggit bukan sekedar keponakan. Anak itu satu-satunya keluarga yang kelak memiliki hubungan darah dengannya. Kepergian Rakka berarti kepergian keluarga terakhir yang ia punya. Qinan dan Rakka kecil sudah hidup di panti asuhan. Namun, setelah Rakka bekerja sambil kuliah, ia memutuskan membawa Qinan untuk tinggal bersamanya.

Setelah cukup lama melamun, tiba-tiba terdangar suara ketukan pintu cukup kencang. Ini bukan seperti ketukan malah seperti gedoran kencang.

"Buka pintunya.... Cepat! Aku tahu kau di dalam perempuan benalu." Begitu suara yang terdengar dari balik pintu.

"Astagaaa... Aku lupa tadi memesan martabak. Pasti si beruang kutub itu lagi yang menerima pesanannya." gumam Qinan sambil bergegas berdiri.

"Qi.. Perlu aku yang turun tangan?" tanya Anggit sambil tetap memejamkan matanya. Ia sudah tahu Ricqi lah yang berada di balik pintu. Dan kalau sudah begini berarti akan ada perang dunia lagi malam ini.

"Ini hanya urusan kecil. Percayakan saja pada adik iparmu ini." Ujar Qinan sangat percaya diri.

Cekleeek…!

pintu kamar terbuka sedikit dan Qinan berusaha keluar dari celah pintu itu.

"Pelankan suaramu. Anggit sedang istirahat kamarku." Ujar Qinan dengan penuh penekanan.

"Kamarmu? Dari kapan kau membeli kamar itu pada keluargaku. Kau hanya benalu yang hidup di dalam keluargaku. Mengerti?" hardik Ricqi pada Qinan.

"Iya... Iya... Aku ralat. Anggit sedang ada dalam kamar yang dipinjamkan padaku oleh Papa Han dan Mama Lidya. Jadi pelankan suaramu Qi!" Qinan memutar bola matanya. Ia tampak malas sekali meladeni Ricqi malam ini.

"Sudah berapa kali aku katakan padamu. Jika memesan sesuatu, jangan membuat driver itu teriak-teriak di depan kamarku. Kepalaku pusing setiap malam mendengar namamu dipanggil-panggil oleh mereka." Ricqi memegang kepalanya dengan wajah sangat frusgasi.

"Bagaimana hal spele sepeti itu saja membuatmu sefrustasi ini. Bagaimana mungkin Papa Han mempercayaimu bisa memimpin perusahaan." ujar Qinan dengan santainya.

"Kau...."

"Sudah... Sini martabaknya. Kau membuang waktuku yang berharga." Qinan menarik martabak dari tangan Ricqi secara paksa dan langsung berbalik badan ingin masuk kembali ke dalam kamar.

"Hei... Kau belum membayarnya." Ricqi menarik tangan Qinan secara paksa.

"Oh ya.. Aku lupa. Ini... Ambilah kembaliannya. Anggap saja bonus dariku karena sudah membantu mengambilnya keluar." Qinan menyerahkan satu lebar uang seratus ribu rupiah dari kantongnya.

"Kau..."

"Sudahku bilang jangan berteriak. Kau bisa membuat Anggit terkejut. Sudahlah... Aku mau memberikan martabak ini pada Anggit. Jangan menghalangiku." tegasnya.

"Apa? Apa kau ingin meracuni adikku? Tidak boleh. Kau bisa membahayakan kesehatannya dengan membeli makanan sembarangan seperti ini. Serahkan martabak itu padaku. Aku kembalikan uangmu." hardik Rickqi.

"Qiiii...." suara Anggit terdengar, ia memutuskan untuk segera keluar dari dalam kamar.

"Yaaa..." Ricqi dan Qinan menjawab bersaman.

"Dia memanggilku. Lepaskan tanganku!" Pungkas Qinan menatap tajam pada Ricqi.

"Qiii..." Anggit yang sudah ada di depan pintu melihat tajam pada kakak laki-lakinya yang tengah menarik kasar tangan Qinan.

"Ternyata aku salah, Anggit memanggilmu." ujar Qinan lirih masih terdengar.

"Iya Anggit. Apa dia mencelakaimu?" ujar Ricqi ramah kemudan seketika beralih menatap Qinan dengan tatapan tak suka.

"Ricqiiii... Berhentilah mengganggunya. Martabak itu pesananku. Bayiku sepertinya menginginkannya." Anggit menyentuh perut buncitnya.

"Uuuuh.. Jagoan Daddy... Iya kau boleh memakannya. Jangan banyak-banyak ya sayang. Daddy takut membahayakan kesehatan kalian." Ricqi berjongkok memegang dan mengelus perut adiknya itu.

"Terima kasih Daddy." suara Qinan tiba-tiba saja keluar menirukan suara anak kecil.

"Apa kau?" Ricqi kembali naik pitam

"Sudah- sudah... Ayok Qi." ajak Anggit.

"Yuk..." jawab Ricqi membuntuti adiknya.

"Dia berkata padaku..." Qinan menarik tangan Ricqi dengan kasar dan menariknya keluar dari dalam kamar.

"Apa kau? Dia mengajakku." Hardik Ricqi percaya diri.

"Kau yakin ingin masuk ke kamar yang dipinjamkan Papa Han dan Tante Lidya padaku, Ricqi?" cemooh Qinan.

Ricqi yang menyadari kebenaran omongan Qinan, hanya bisa mengehala napas dengan berat, kemudian memutar balik badannya untuk keluar.

"Anggit... Aku janji akan menjagamu. Sudah saatnya kau terbebas dari keluarga benalu itu. Sebagai anak tertua di keluarga Han, aku tidak akan membiarkan mereka mengusik keluarga kita lagi. Mereka hanya membuatmu menderita. Kau tidak membutuhkan sosok mereka. Aku dan Ditto bisa menjadi ayah untuk anakmu, tanpa harus menuntut tanggung jawab gadis benalu itu." gumam Ricqi dalam hati seraya meninggalkan kamar Qinan.

Ricqi amat membenci Rakka karena menurutnya Rakka telah gagal menjaga kepercayaannya, membuat adiknya menderita dan sakit-sakitan setelah menikah dengan Rakka.

...☘️☘️☘️-[Bersambung]-🍀🍀🍀...

Hai… Hai…

Salam kenal, terima kasih sudah mampir.

Mohon dukungannya dengan like, comment, votenya ya. Pastikan novel ini masuk dala keranjang favoritmu. Jejakmu asalah semangatku.

Pelangi versi Qinan

"Hemmm... Aku kenyang sekali... Maksih ya adik ipar." Anggit memeluk dan mengacak-acak rambut Qinan yang masih sibuk mencetak invoice olshopnya.

"Iya istri kesayangan Kak Rakka." Qinan melirik sedikit ke arah Anggit dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Kalau seperti ini aku sudah bisa tidur nyenyak." ujar Anggit sembari merebahkan tubuhnya kembali ke kasur empuknya.

"Wait... Wait... Kamu belum minum susu dan vitamin. Jangan tidur dulu. Aku buatkan dulu susunya ya." Qinan kembali bangkit dari tempat duduknya.

"Qiii.. Please... Aku kenyang sekali Qi. Kamu lihat aku menghabiskan martabak tadi sendirian." Anggit kembali mengeluarkan rengekannya.

"Aku akan buatkan setengah gelas saja. Jangan membantahku atau tidak ada lagi kuliner nusantara malam hari." Ancam Qinan.

"Ya sudah iya. Setengah gelas saja. Jangan sampai lebih ya cantik." Bujuk Anggit melemparkan senyum tercantik yang ia punya.

Qinan bergegas keluar kamar dan saat pintu kamar dibuka ia terkejut dengan sosok pria yang bertubuh tegap tengah berdiri mematung di depan pintu.

"Kak Ditto." Qinan memanggil Ditto dengan sedikit berteriak dan langsung memegang dadanya karena ia berfikir itu hantu.

"Qinan... Kaget ya?" Ditto menahan tawanya melihat Qinan yang masih mengelus dadanya karena kaget.

"Hehe iya. Kakak cari Anggit ya?" tanya Qinan tampak gugup.

"Cari kalian lebih tepatnya." ujar Ditto sambil tersenyum ramah pada Qinan. Senyumnya mengembang sempurna menampakkan gigi putihnya yang tersusun rapi, kulit wajah Ditto sangat bersih namun terlihat sangat maskulin membuat banyak wanita mendambakan menjadi kekasihnya.

Mendengar jawaban Ditto, Qinan membuka lebar pintunya dan mempersilakan Ditto untuk masuk. "Anggit, ada Kak Ditto." ujar Qinan sedikit berbisik pada Anggit yang tengah memainkan ponselnya.

"Anggit. Apa masih pusing?" tanya Ditto sambil mengusap kepala adik bungsunya itu.

"Sudah jauh lebih enakan Dit. Berkat si cantik Qinan." ujar Anggit melirik ke arah Ditto yang justru melihat ke arah Qinan.

Ya… itulah Anggit ia memanggil kedua kakak laki-lakinya tanpa embel-embel kakak, mas atau abang. Anggit hanya memanggil suaminya dengan sebutan Kakak.

"Bagaimana jagoan Papi. Apa dia hari ini rewel?" Ditto mulai mendekatkan telinganya pada perut Anggit dan mengusapnya.

"Tidak Papi... Berkat ada Mommy Qinan." kali ini giliran Anggit yang berusaha menirukan suara anak kecil.

"Ini Papi bawakan cemilan dan susu buat kamu, Mama Anggit dan Mommy Qinan ya. Kamu harus jadi anak yang kuat buat jagain bidadari-bidadari cantik itu biar tidak ada yang menggangu." ujar Ditto masih fokus pada perut Anggit yang terlihat bergerak-gerak.

"Iya Papi." Anggit kembali mengeluarkan suara anak kecil untuk menajawab pertanyaannya Ditto.

"Anggit... Apa barusan itu tendangannya?" tanya Ditto terlihat shock saat merasakan tendangan cukup kuat dari dalam perut Anggit.

Anggit menganggu cepat sambil tersenyum. "Iya... Haha dia sepertinya senang ada kamu disini Dit."

"Oh ya? Waw tendanganmu kuat juga ya boy. Dia benar-benar sepertiku." ujar Ditto percaya diri.

"Dia seperti Daddy nya." Tiba-tiba suara Ricqi terdengar dari dekat pintu kamar. Ternyata dari tadi Ricqi sudah ada disana, ia ingin sekali melakukan hal yang sama seperti Ditto tapi gengsinya yang terlalu tinggi untuk masuk ke dalam kamar Qinan, sehingga ia mengurungkan niatnya untuk menemui Anggit di dalam kamar itu.

"Kemarilah…! Pegang ini. Sepertinya anakku ingin dipegang oleh Papi dan Daddy nya." Ujar Anggit dengan nada manjanya.

"Hemmm…" Ricqi terdiam sebentar dan akhirnya ikut masuk dan memegang perut Anggit.

"Apakah yang barusan tendangannya?" Ditto dan Ricqi saling bertanya dan beratatapan bertiga. Mereka sungguh sangat kompak dan saling menyayangi.

"Aaa.. Kapan kau keluar Jagoanku? Daddy akan segera mengajakmu bermain basket." ujar Ricqi sambil terus memegang perut Anggit.

"Enak saja. Dia akan bermain bola dengan Papinya." Kali ini Ditto yang berbicara.

"Aiih tidak ada yang boleh mengajaknya keluar... Dia akan main mobil-mobilan bersama Mamanya di dalam kamar." Pungkas Anggit.

Melihat mereka bertiga tengah bergurau, Qinan memutuskan pamit ke dapur untuk melanjutkan rencananya untum membuatkan susu.

"Aku pamit ke dapur dulu ya." Ujar Qinan kemudian berlalu meninggalkan kamarnya.

Tes..!

Satu tetes air mata jatuh dari mata Qinan. Entah apa yang membuatnya tak kuat menyaksikan momen tadi. Di satu sisi ia senang melihat Anggit mendapat perhatian dari kakak-kakaknya. Tapi di sisi lain iya tidak bisa menahan rindunya dengan Rakka.

"Apa-apaan sih Qinan. Masa begitu saja nangis. Dasar Qinan cengeng. Mana mungkin kamu bisa menjaga Anggit dan Jagoan kecil kalau lihat mereka itu saja menangis." Gumam Qinan dalam hati.

Menyadari air matanya menetes, Qinan langsung menghapusnya menggunakan tangannya. Ia segera membuang jauh-jauh rasa rindunya dan fokus membuat susu untuk Anggit.

Qinan langsung mengambil susu khusus ibu hamil di kitchen set atas dan langsung menakarnya ke dalam gelas. Saat ingin mengembalikan susu tersebut ke dalam ke kitchen set, tiba-tiba kepalanya mengenai pintu kitchen set yang ternyata tadi lupa ia tutup. Kepala Qinan terluka terluka dan nengeluarkan sedikut darah.

"Aaak... Sakit sekali. Kenapa semesta seperti mendukung agar aku menangis." Qinan akhirnya menangis sesegukan.

Menyadari ingusnya sudah mulai keluar ia mengambil tisu dan menyumpalnya kedua lubang hidungnya dengan tisu. Qinan sengaja melakukan ini agar dia tidak perlu memegangi tisu itu di hidungnya sehingga memudahkannya saat membuat susu untuk Anggit.

"Siapa?" Tiba-tiba terdengar suara wanita setengah berbisik. Sontak membuat bulu kuduk Qinan berdiri.

"Dasar setan, apa kau ingin mengerjaiku. Aku tak takut. Awas kau ya. Aku Qinanti Amalia tidak takut denganmu." gumam Qinan dalam hati dan secepat kilat ia membalikkan badannya.

"Aaaaaaak"

Qinan berteriak begitu juga wanita paruh baya yang ada di depannya. Setelah saling berteriak, sesaat kemudian mereka saling sadar bahwa yang mereka lihat bukanlah setan melainkan manusia m yang mereka kenal.

"Mama..." jawabnya buru-buru mengusap kembali matanya. Ternyata yang datang ke dapur adalah Lidya. Mama Ricqi, Ditto dan Anggit. Meskipun usianya tidak lagi muda, Lidya sangat menjaga penampilannya, bahkan malam ini ia terlihat tengah dress tidur bewarna putih dan masker peel off warna hitam. Tentu saja penampilan seperti ini membuat Qinan terkejut.

"Qi... Mama fikir siapa yang nangis malam-malam di dapur. Kamu kenapa?" tanya Lidya penasaran dan langsung memeluk Qinan.

"Ya Tuhan… Anak mama terluka. Sebentar mama panggilkan ambulan ya." Lidya tampak panik dan segera memencet-mencet ponsel pintarnya.

"Mama.. Aku baik saja. Ini hanya luka ringan." Qinan berusaha menenangkan Lidya. Tentu saja Qinan panik bagaimana ceritanya luka kecil seperti ini harus naik ambulan ke rumah sakit.

"Kamu yakin baik-baik saja?" tanya Lidya.

"Iya Ma. Ini hanya luka kecil saja. Nanti Qinan obati sendiri." jawab Qinan berusaha meyakinkan Lidya.

"Kamu lagi ngapain di dapur, Qi?" tanya Lidya penasaran

"Qinan bikin susu untuk Anggit Ma. Tapi tadi kepala Qinan kejedot pintu kitchen set." jelasnya.

"Aaa.. Besok mama panggilkan tukang untuk merombak kitchen set sialan ini. Bisa-bisanya dulu dibuat tidak aman seperti ini. Sekarang kamu istirahatlah. Lain kali minta tolong Bibi untuk membuatkan susu untuk Anggit ya." Lidya mengusap rambut Qinan sambil kemudan mengecup kening gadis itu.

"Makasih Mama. Qinan sayang Mama. Kalau kejedot bisa bikin Mama peluk Qinan begini, Qinan mau kejedot setiap hari." Qinan kembali menangis sambil memeluk Lidya dengan kuat. Kali ini Qinan menangis haru karena merasakan kasih sayang seorang ibu.

"Haha kamu ada-ada saja. Kalau mau peluk tinggal minta sama Mama. Tidak usah menganiaya dirimu." Lidya tertawa melihat kelakuan Qinan yang nyaris seperti balita.

"Ternyata benar kata orang bijak. Akan ada pelangi yang indah setelah hujan badai. Diantara semua kesedihan ini aku bisa merasakan punya keluarga. Aku cinta keluarga ini. Iya keluarga ini. Kecuali si beruang kutub yang menyebalkan itu." gumam Qinan dalam hatinya.

...☘️☘️☘️[Bersambung]☘️☘️☘️...

Selamat meninggalkan jejak petualangan di novel ini.

Dimsum Ala Chef Qinanti

"Kamu masak apa Sayang, pagi-pagi sibuk di dapur? " Lidya merangkul pinggang Qinan yang baru saja menyelesaikan sesi masaknya.

“Aromanya wangi sekali.” Puji Lidya dengan mata berbinar.

"Tada.... Dimsum ala chef Qinanti Amalia." Qinan akhirnya berlaga ala chef terkenal lengkap dengan apron hitam yang melilit di tubuhnya.

“Kamu masak dimsum?”

Qinan mengaguk cepat sambil menyodorkan satu piring dimsum.

"Mama coba ya Qi?"

Qinan mengambil sumpit dan menyerahkan pada tangan Lidya. Tanpa ragu Lidya langsung memasukkan satu buah dimsum utuh ke mulutnya.

"Gimana rasanya Ma?" Wajah Qinan terlihat penasaran, tentu ia berharap dimsum buatannya cocok di lidah Lidya.

"Huaa.. Enak sekali."

Lidya kembali mengambil satu lagi dimsum dengan sumpit yang ada di tangannya dan kembali memasukkan ke mulutnya.

"Satu lagi ya Qi?"

Qinan mengangguk-angguk kegirangan.

Kembali Lidya memakan satu lagi. Sampai tidak terasa ia sudah sangat kenyang karena memakan lima buah dimsum tanpa jeda.

“Aaaah... Bisa-bisa program diet Mama gagal nih. Tapi nggak pa-pa sekali lagi ya Qi?”

Qinan tersenyum cerah melihat Lidya begitu bahagia saat memakan dimsum buatannya.

"Bi... Bi... Jangan dikeluarkan semuanya ya. Setengahnya dimasukkan dalam kotak makan. Aku mau bawa arisan nanti siang.” Seru Lidya pada asisten rumah tangganya yang bernama Asih.

“Hemmm… Oh iya… Jangan bilang anak-anak ya dimsumnya aku sembungikan.” Sambungnya sembari mengedipkan satu matanya pada Qinan.

“Baik Nyonya” Bi Asih langsung memindahkan setengah dimsum dalam empat buah kotak makan berukuran besar.

"Haha. Mama ada-ada saja. Mama boleh Qinan minta waktunya sebentar? Qinan ingin ngobrol sebentar saja dengan Mama." tanya Qinan tampak ragu-ragu.

"Sure... Yuk kita ke meja makan." Ajak Lidya menarik tangan Qinan.

"Kamu mau mau ngobrol apa sama Mama, Sayang?" tanya Lidya tampak santai, sedangkan Qinan tampak gugup sambil meremas apron yang masih ia gunakan.

"Qi.. Qinan... Hmmm…”

Sorot mata Qinan tampak ragu. Sedangkan Lidya penasaran menunggu kalimat selanjutnya yang akan Qinan ucapkan.

“Qinan mau mengembalikan uang yang dipinjam Kak Rakka dulu pada Mama. Tapi baru ada 80 juta. Sisanya boleh Qinan bayar setelah baby Anggit lahir?” Ucap Qinan terjeda, ia mencoba membaca sorot mata Lidya.

“Qinan harus jaga-jaga kalau biaya lahiran Anggit melebihi budget atau ada kebutuhan baby Anggit yang masih belum lengkap." Qinan melihat ekspresi mata Lidya, ia benar-benar takut kalau Lidya kecewa karena Qinan belum bisa lunasi sebelum jatub tempo.

Tepat satu tahun yang lalu, saat Rakka membangun usaha online shopnya, ia meminjam uang pada Lidya sebanyak 100 juta untuk modal awal. Rakka berjanji mengembalikan uang tersebut setelah satu tahun. Sesuai janji itu, Qinan hari ini ingin melunasinya.

Namun ia masih khawatir untuk menyerahkan semuanya pada Lidya karena kondisi Anggit yang masih sering dropp selama kehamilan. Tentu saja itu membutuhkan biaya darurat untuk pengobatan Anggit.

Lidya terkejut mendengar pertanyaan Qinan. Bukannya menjawab, Lidya malah menangis tersedu-sedu.

"Qinan... Ka.. Kamu... Kenapa bisa berfikir seperti itu? Mama sudah anggap lunas hutang Rakka. Soal lahiran Anggit kamu tidak perlu memikirkannya. Kamu fokus saja kuliah. Bahkan kalau perlu kuliah kamu, mama yang akan membayarnya." Lidya memeluk Qinan.

"Maaf membuat mama sedih. Tapi ini amanah dari Kak Rakka. Kak Rakka berpesan ingin hutang dan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah tetap dibayarkan walaupun ia sudah tidak ada disini. Mohon diterima ya Ma." Qinan meletakkan amplop yang berisi bukti transfer ke rekening Lidya.

Lidya hanya mengangguk pasrah. Bagaimana pun Qinan hanya menjalankan amanah Rakka Tapi Lidya tahu betul Qinan masih merintis usaha pasti masih membutuhkan modal. Belum lagi Anggit sering kali keluar masuk rumah sakit dan semua biaya selalu Qinan yang membayarkannya. Qinan berkilah bahwa semua sudah disediakan oleh kakaknya Rakka. Padah Qinanlah yang memutar otak untuk bisa membayar semua itu sendiri.

"Oh iya satu lagi Ma. Qinan hari ini harus mengunjungi konveksi tas di Bandung. Qinan boleh titip Anggit pada Bi Asih?" Qinan tampak ragu-ragu untuk meminta izin pada Lidya.

"Iya. Nanti biar Ricqi atau Ditto yang menemani Anggit. Kamu hati-hati ya Qi." ujar Lidya memeluk Qinan masih dengan mata yang tak berhenti menangis.

“Siap komandan.”

Qinan memberikan gerakan hormat layaknya prajurit pada komandan. Sontak Lidya terkekeh.

“Kalau gitu Qinan berangkat dulu ya Ma.” Sambung Qinan.

“Eeeh... sekarang?” tanya Lidya sambil menautkan alisnya.

“Iya Ma. Devan sudah di luar menunggu.” Qinan melepas apron yang ia gunakan dan meletakkannya di dapur dan langsung mencium punggung tangan Lidya untuk berpamitan.

“Qi... jaga diri. Kalau menginap harus di kamar yang berbeda dengan Devan. Bila perlu nanti Mama suruh salah satu dari bocah-bocah itu menjempmu.” Lidya menunjuk Ricqi dan Ditto yang datang bersamaan dengan pakaian jas yang sangat rapi menuju meja makan untuk sarapan.

Aah sudah pasti bibit unggul seperti mereka terlihat tampan sekali dengan menggunakan jas. Qinan mengangguk lalu pergi meninggalkan Lidya.

Ricqi dan Ditto yang tiba-tiba ditunjuk oleh Mamanya saat tadi mengobrol dengan Qinan tanpak bingung. Meskipun Ditto bingung, tapi dalam hatinya ia sangat senang karena Lidya sudah sedekat itu dengan Qinan. Hal berbeda tentu dirasakan oleh Ricqi, ia sangat benci adegan pelukan Qinan dan Lidya. Bagi Ricqi, keberadaan dan tingkah laku Qinan seperti penjilat dan berarti akan membuat keluarganya lebih susah untuk terlepas dari Qinan.

Setelah kepergian Qinan, semua anggota keluara Handoko sudah berkumpul di meja makan. Semua tampak khitmat menyantap sarapan. Hampir semua lahap menyantap dimsum buatan Qinan.

“Dimsumnya enak. Tapi sayang...” ujar Han memecah keheningan. Kalimat Han terpotong ketika melihat ke arah piring saji.

“Sayang apa, Pap?” tanya Lidya penasaran.

“Kenapa sedikit sekali memasaknya. Papa belum kenyang.” Wajah Han terlihat kecewa karena merasa baru memakan beberapa buah saja, dimsum yang tersedia di piring saji sudah habis.

“Sarapan tidak boleh banyak-banyak, Pap. Nanti di kantor memgantuk.” Ujar Lidya.

“Iya... sedikit sekali.” Kali ini Ricqi dan Ditto protes bergantian.

“Ih… Kalian masih muda. Nanti buncit seperti Papa.” Ucap Lidya melihat Ditto dan Ricqi bergantian.

“Sabar ya Nak. Dimsumnya habis. Nanti kita cari dimsum ya.” Sindir Anggit yang curiga kalau sang mama menyembunyikan sebagian dimsumnya.

“Astaga cucu Oma...”

Lidya bangkit mengelus perut Anggit. Pertahanannya runtuh.

“Bi... Keluarkan yang di kotak makan. Aku tidak jadi membawanya untuk arisan. Cucuku mengamuk dalam perut Anggit.” Akhirnya niatnya untuk pamer dimsum enak pada teman-teman arisan harus dikubur dalam-dalam.

“Baik Nyonya.” Bi Asih akhirnya mengeluarkan empat dimsum dari empat toples besar. Langsung saja semua diserbu oleh keluarga kecil itu.

“Tuh kan Mama. Dugaan Papa benar. Pasti ada yang diseludupkan.” Han tertawa melihat istrinya ketahuan ingin menyeludupkan menu sarapan untuk arisan.

...☘️☘️☘️[Bersambung]☘️☘️☘️...

Jalan lupa dukungannya ya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!