Tak terasa sudah 15 tahun anakku tumbuh, menjadi anak yang tampan dan cerdas. Namun sayang, meskipun ia memiliki rupa yang sempurna tidak dengan ekspresi wajah nya yang slalu datar dan sikap dinginnya.
Waktu kecil dia anak yang ceria, selalu bercerita ini itu dengan coretan cadelnya, sejak masuk paud dia bercerita punya temen baru, bercerita tentang pelajaran nya.
Hingga hampir satu tahun sekolah dia kadang menangis saat pulang sekolah kadang baju nya basah kena sirop atau kancing kemeja sekolahnya yang lepas. Suatu hari aku menjemput nya ke sekolah lebih awal dan ternyata anak ku tengah di buli teman-teman nya.
Sakit, sungguh melihat anakku di buli di depan mataku, ingin aku memarahi anak-anak yang membullynya anakku tapi tak sampai hati.
Aku mendatangi anakku yang hanya diam dan menangis, saat anak-anak yang membullynya anakku melihat ku mereka langsung kabur.
"""Hm dasar anak-anak "pikir ku
Aku sampai di depan anakku dia langsung menangis kencang lalu memelukku dengan erat. Aku membawanya ke ruang guru menyampaikan keluhan ku pada wali kelas Aska, anakku. Aku akan memindahkan sekolah anakku jika hal ini terus berlanjut. Tapi guru berjanji hal ini tidak akan terulang kembali. Aku percaya pada wali kelas Aska jika ia dapat menggenggam ucapannya.
Dan setelah kejadian itu, aku jarang mendapati anak ku menangis, aku sangat bersyukur soal hal itu.
Namun sayang setelah kejadian itu pula anakku jadi pendiam, pagi sekolah, pulang sekolah diam di rumah, sorenya mengaji, pulang dari mesjid setelah isha makan malam, setelah nya nonton tv atau kalo ada pr mengerjakan pr dan setelahnya tidur, begitu seterusnya sampai sekarang, jarang aku melihat anakku bermain dengan temannya atau membawa temannya ke rumah seperti remaja lain pada umumnya.
Aku jadi khawatir dengan keadaan anakku karena tak mempunyai teman, tapi aku juga bersyukur anakku tumbuh jadi anak yang pintar dan selalu mendapatkan peringkat satu di sekolah.
Meskipun anakku selalu berekspresi datar dan dingin, setidaknya dia selalu tersenyum padaku.
Miris sebenarnya melihat anak tumbuh seperti itu, ini semua salahku di masa lalu, mungkin jika dulu aku dapat lebih menjaga diri semua tidak akan seperti ini. jauh dari orang tua hidup luntang lantung di jalan di saat berbadan dua, beruntung ada orang berbaik hati menampung ku.
...........
16 tahun lalu
Aku baru lulus SMP. Aku ikut dengan teman-temanku entah aku akan di bawa ke mana oleh teman - temanku, aku meminta izin ibuku dengan berbohong akan ke perpustakaan dengan temanku, hingga akhirnya aku di izinkan pergi, dan kebetulan Ayah sedang tidak ada di rumah, aku bisa sedikit bebas, karena kalo ada ayah di rumah, aku di larang kemana-mana selain sekolah, bermain pun harus teman ku yang ke rumah.
Pekerjaan Ayah sebagai tentara membuat beliau tegas kepadaku dan menjaga ku dengan ketat, aku jarang bertemu dengannya karena beliau sering bertugas di luar kota dan saat ini pun ayah sedang tugas di luar kota. Tapi meskipun aku jarang bertemu dengannya, tentu saja Ayah punya mata-mata untuk mengawasi ku, siapa lagi kalo bukan ibuku.
Teman-temanku membawaku ke Kebun Teh kami datang 11 orang, setelah sampai di kebun teh kami duduk di kebun teh beralaskan rumput hijau kebun itu.
Kami makan dengan makanan kami yang di bekal dari rumah, sungguh suasana yang menyenangkan kala itu.
Setelah makan kami jalan - jalan di kebun teh itu dan di tengah hamparan hijau nya kebun teh kami mendengar suara aneh, dengan rasa takut dan penasaran yang tinggi kami mendekat pada suara itu, setelah dekat suara itu semakin jelas, setelah terlihat darimana asal suara itu aku syok sepasang manusia tengah melakukan hubungan suami istri, di kebun teh sore hari.
Seperti menyadari tengah kepergok sepasang manusia yang tengah berhubungan itu menengok ke arah kami, kami reflek berlari kencang tangan ku di tarik seseorang entah siapa aku tak memperhatikan. Karena pikiran ku saat ini hanya ingin jauh saja dari pasangan mesum itu.
Setelah dirasa jauh aku menghentikan lari ku.
"Kenapa?" tanya orang yang menarikku. Ah ternyata Rio anggara-teman laki-lakiku.
"Capek" Aku menghirup napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya.
"Ya sudah istirahat dulu," Rio duduk terlebih dahulu di rumput.
"Eh, temen-temen mana kita ke pisah kayanya, " Aku panik, aku baru menyadari jika kita hanya berdua saja disini.
"Sudahlah, gak papa. Aku udah hapal ko kebun ini," ucap Rio dengan tenang.
" Tapi... "ucapan ku di potong rio
"Gak papa, duduk dulu nanti aku antar kamu pulangnya", ucap Rio menenangkan ku.
Aku duduk di sisi Rio, tidak tau kenapa aku menjadi takut berada di sampingnya takut, apalagi semakin lama Rio yang ku rasa terus memperhatikanku membuat aku risih. Aku menggeser dudukku menjauh dari Rio, tapi Rio kembali mendekat, aku berdiri berniat untuk lari ,tapi Rio menahan tanganku. Aku mencoba berotak, tapi Rio malah mendorongku hingga terjatuh.
"Rio, apa yang kau lakukan? lepaskan aku!" Aku berusaha melepaskan diri. Namu Rio malah menindih.
Entah kenapa Rio menjadi seperti ini. Dia yang terkenal baik tiba-tiba berubah, apa karena dia melihat adegan dewasa tadi hingga dia bernafsu padaku.
Tak ada yang dapat ku lakukan selain menangisi nasib ku, berotak pun sudah lemas, jelas aku kalah tenaga dengan Rio, apalagi dia yang sedang di pengaruhi nafsu.
Setelahnya dia minta maaf padaku. Namun aku hanya diam saja meskipun dia minta maaf seribu kali pun semua tidak akan mengembalikan hal berharga dalam hidup ku. Rio memperbaiki pakaianku dan mengantarkan ku pulang. Sampai gerbang rumah ku. Dia menurunkan ku dari motor nya, meminta maaf sekali lagi dan pergi begitu saja.
Rio anggara kamu sudah menghancurkan masa depanku menghancurkan mimpi ku, aku membencimu Rio anggara," jerit ku dalam hati.
🍒🍒🍒
Jangan lupa tinggalkan jejak ya Guys biar othor tau siapa aja orang baik hati yang mampir ke karya receh othor imut imut 😜😂😂
1 komentar kalian sangat berharga bagiku 🤧 untuk menumbuhkan semangat dalam belajar dalam dunia literasi 🥺
Setelah sebulan kejadian itu aku sering muntah pagi kadang pusing, bunda sering ajak aku buat periksa ke dokter, tapi aku selalu menolak, aku selalu bilang aku baik-baik saja.
Hingga hari pertama masuk sekolah SMA aku sudah siap berangkat pagi-pagi sekali karena hari itu hari pertama MOS (masa orientasi sekolah), seperti biasa pagi-pagi pasti muntah bunda melarang ku untuk sekolah, tapi aku bilang aku baik-baik saja, dan memang aku baik-baik saja jika sudah siang hanya pagi hari saja aku sering muntah dan pusing, setelah meyakinkan bunda aku baik-baik saja aku berangkat ke sekolah.
Mungkin karena MOs jadi murid baru lebih banyak di lapangan itu membuat kepala ku pusing, tapi aku memaksakan diri untuk melanjutkan. Hingga waktu pulang tiba aku di jemput bunda. Saat di perjalanan pulang aku meminta bunda menghentikan mobil nya di pinggir jalan, aku turun dan muntah - muntah di pinggir jalan. Bunda juga turun membantu memijat tengkukku. Setelah selesai, bunda memberikanku air putih botol. aku ingin berdiri di bantu bunda tapi aku malah tak sadarkan diri. Hanya suara samar bunda memanggil namaku.
Aku sadar. Langsung aroma obat menyeruak ke penciumanku, aku melihat ruangan serba putih dan di sampingku ada bunda yang menunggu ku dengan mata bengkak seperti habis menangis.
Setelah cairan infusku habis, bunda membawa ku pulang. Mampir di apotek sebentar untuk menebus obat. Dari rumah sakit sampai rumah bunda tidak bicara apapun padaku entah kenapa?.
Sampai rumah ternyata ada ayah ah ada sedikit kebahagiaan menyelusup ke lerung hatiku, melihat ada ayah di rumah. Wajar saja sudah satu tahun lebih aku tak berjumpa dengan ayah, karena tugas ayah sebagai abdi negara membuat ku jarang bertemu dengan ayah.
Aku memeluk ayah dengan perasaan haru, bahagia rasanya bertemu orang yang kita sayangi setelah sekian lama.
"ayah kapan pulang "ucap ku
" baru saja "ucap ayah
" ya udah kamu mandi dulu gih bau"ucap ayah sambil menutup hidung dengan tangannya.
Aku cemberut tapi tetap menurut, aku pergi ke kamarku setelah berpamitan pada bunda yang masih saja diam.
Biasanya bunda cerewet apalagi sekarang ada ayah yang baru pulang. Kami selalu berpelukan bertiga, saat kepulangan ayah, tapi tidak hari ini, entah apa yang mengganggu pikiran bunda sehingga beliau menjadi sangat pendiam.
Setelah mandi aku keluar kamar, menemui orang tua ku yang sedang di ruang keluarga duduk di sopa.
Apa yang terjadi "fikir ku melihat ayah yang sedang mengeraskan rahang, dengan wajah yang memerah dan tangan yang mengepal, seperti tengah menahan amarah, dan bunda yang tengah menangis. Entah menangisi apa?.
" ayah, bunda, kenapa? "tanya ku pada mereka.
Ayah berdiri dan menghampiriku dan menamparku keras.
Ayah menamparku, baru kali ini ayah menamparku seumur hidupku, jika aku membuat kesalahan pasti beliau hanya menegurku saja.
Apa salah ku hingga ayah marah sampai mengangkat tangannya padaku.
"Ayah, "teriak Bunda.
" Diam"bentak ayah pada bunda.
Aku hanya diam dengan lelehan air mata yang tak bisa ku bendung keluar dari manikku. Menangis dan bertanya - tanya di benakku, kenapa ayah bisa se marah ini padaku, padahal baru tadi kami berpelukan menyalurkan rasa rindu karena lama tak bertemu.
"Entah kesalahan apa aku di masa lalu hingga memiliki anak sepertimu, tidak tau di untung. Hamil di luar nikah bahkan umur mu, baru menginjak enam belas tahun"ucap ayah sambil menatap marah pada ku.
"Hamil"ucapku pelan
Bunda menghampiri ku dan membawa ku ke pelukannya seraya berurai air mata.
"Ya, dengan susah payah ayah menjaga mu, putri kecil ayah yang selalu aku bangga kan ternyata telah mencoreng nama baik keluarga Adelio." Ayah menunjuk wajahku dengan jarinya telunjuknya sementara jari yang lain mengepal kuat. "Karena itu saya perintah kan Adelia putri angkat kaki dari rumah saya sekarang juga "
" Ayah " ucap bunda
Shok sungguh aku bingung harus kemana jika pergi dari rumah ini. Rumah dimana aku di besarkan dengan kasih sayang bunda dan ketegasan sang ayah.
Bunda masih saja memohon agar aku tak di usir dari rumah, tapi ayah tetap lah ayah, dan perintah tetaplah perintahnya yang tidak bisa di di negoisasi.
Aku pergi ke kamarku di lantai dua, mengemasi baju ku, dengan isak tangis dan air mata yang menghiasi wajahku. Tak banyak baju yang ku bawa hanya secukupnya tas sekolah ku, bunda datang ke kamar ku dan bemberiku selembar kertas dan uang seratus ribuan satu ikat karet.
"Ini alamat bibi kamu di bandung datang ke sana ya. Jangan kemana-mana, biar nanti setelah ayahmu sadar, dan menyesal telah mengusir putri cantik nya, kami akan langsung menjemput mu, uang ini simpan di tas mu dengan baju dan celengan mu sisakan sedikit saja untuk keperluan mu di perjalanan simpan di tas kecil mu, tunggu bunda akan menjemput mu secepatnya "ucap bunda
" iya bunda "ucap ku
"Jaga kesehatan ya jaga juga calon cucu bunda "ucap sambil mengelus perutku, aku tau ada kesepedihan dari ucapan bunda. Aku juga terkejut kenapa ayah bilang aku hamil apa karena apa yang di lakukan Rio padaku di kebun teh itu, jadi aku bisa hamil.
" Iya bunda"ucapku
"Siapa laki-laki yang telah melakukan itu padamu adel? Bunda akan cari dia dan menikahkan kalian "tanya bunda.
"Jangan bunda, aku gak ingin ayah dan bunda malu, dan orang akan bertanya tanya, kenapa aku menikah di usia muda, biarkan aku pergi saja bunda "ucap ku pada bunda. Aku tidak ingin merusak nama baik keluarga, apalagi jika berita ini terdengar tetangga juga atasan ayah.
"Bunda tidak ingin kamu pergi, tapi perintah ayah juga tak bisa di bantah. Mang diman akan mengantarkanmuk sampai terminal bus, kamu hati-hati yah"ucap bunda
"Iya "ucap ku, bunda memeluk ku erat seolah tak ingin berpisah, begitupun dengan aku membalas pelukannya tak kalah erat.
"Bunda akan segera menjemput mu" Lagi-lagi itu yang katakan. Bunda sambil mencium Puncak kepala ku.
Bunda mengantarku sampai aku masuk mobil, sebenarnya bunda ingin ikut dengan ku tapi ayah menarik tangan nya masuk ke dalam rumah. ku pandangi rumah orang tuaku, rumah dimana aku di besar kan dengan kasih sayang ayah bunda.
Pergi meninggalkan berjuta kenangan indah yang pernah dilaluiku di sana dengan ayah bunda.
Dan pergi meninggalkan malu untuk orang tua ku.
Maafkan aku ayah bunda telah membuat kalian malu karena kesalahan ku, seandainya aku dapat menjaga diri, mungkin semua tidak akan seperti ini, aku menyayangi kalian. Sampai jumpa lagi di kemudian hari. Batin ku sambil memandangi rumah orang tua ku yang perlahan menghilang di telan kejauhan.
🍁🍁🍁🍁
Jangan lupa tinggalkan jejak ya Gays biar othor tau siapa aja orang baik hati yang mampir ke karya receh othor imut ini hehehehe,,, tingkat PdNya kambuh 😂😂
Author juga menerima kritik dan saran yak,,, jangan sungkan memberi kritikannya...
Setelah mang diman mengantarkan ku ke terminal bus, mengantarkan ku ke bus yang akan ku naikin, mang diman masih menunggu ku hingga bus membawa ku menjauh pergi dari kota kelahiran ku.
Pukul 4 sore aku berangkat dari Jakarta,
sampai di bandung hampir pukul tujuh malam , terlihat banyak pereman di sekitar terminal membuat aku takut. Aku melihat alamat rumah bibi ku, ku hembuskan napas lelah ku, entah bagaimana nasib ku kali ini, sudah malam aku bingung harus kemana, aku tak tau terminal ini karena ini kali pertama aku keluar kota tanpa orang tua.
Ku langkah kan kaki ku menuju tempat yang lebih ramai, dengan rasa takut yang menyelimuti ku.
Ini pertama kali aku keluar kota sendiri di hari yang juga sudah gelap. Beruntung pereman terminal itu seperti tak tertarik pada ku, syukurlah.
Aku berjalan tak tentu arah, hingga langkah ku terhenti ketika mendapati banyak pedagang kaki lima yang berjejer rapi di hadapan ku dengan gerobaknya, banyak pedagang yang menjual nasi goreng, bakso, batagor, dan lainya lagi.
Melihat itu semua membuat perut ku bunyi, tanda cacing di perut ku minta jatah makannya.
Aku melangkah menuju salah satu pedagang itu, duduk di bangku plastik dekat gerobaknya. Terlihat ada pasangan paruh baya yang juga seperti sedang menunggu pesanannya.
"Bang bakso nya satu. "Ucap ku pada pedagang itu.
"Iya neng. Campur neng "ucap pedagang bakso itu.
"Iya bang"ucap ku
"Tunggu sebentar ya neng "ucap pedagang bakso.
"Iya bang "ucap ku.
"Mau kemana neng" ucap ibu paruh baya yang juga sedang menunggu pesan bakso nya.
Aku tak langsung menjawab, bicara dengan orang asing membuatku takut, tak di jawab pasti aku akan di anggap sombong.
Aku menghela napas dan menjawab "mau kerumah bibi saya" ucap ku, sambil menunduk. Sedih, tentu saja mengingat kejadian hari ini.
"Sendiri aja neng." Kali ini bapak - bapak yang bersama ibu itu yang bertanya. Sepertinya mereka pasangan suami istri.
Belum sempat aku menjawab pedagang bakso datang dengan membawa mangkok bakso pesanan ku. Aku mengucapkan terima kasih setelah pedagang bakso menyimpan mangkuk di hadapanku.
Aku makan dengan lahap, meskipun banyak masalah yang ku hadapi, tapi entah kenapa perutku tak bisa di ajak kompromi. Aku juga sampai melupakan pertanyaan yang di lontarkan bapak-bapak tadi.
Setelah makan ibu yang tadi bertanya padaku kembali bertanya.
"Nama kamu siapa?"
"Putri bu"ucap ku, aku menunduk bicara terlalu lama dengan orang asing membuat aku takut tapi melihat senyum ibu dan bapak itu sedikit membuat ku tenang.
"Nama ibu Siti dan ini bapak Soleh." Ibu Siti memperkenalkan dirinya tanpa aku bertanya. Aku tersenyum canggung pada nya.
" kamu mau ke rumah bibi kamu, kalo boleh tau alamatnya di mana?. Siapa tau kami bisa bantu antarkan"ucap bapak soleh, yang baru aku ketahui nama nya dari ibu tadi. Aku senang mendengarnya. Aku sangat berharap ada orang yang menolongku meskipun ada rasa takut di hatiku pada orang baru, tapi ada sedikit titik terang di hatiku mendengar ada orang yang mau membantuku.
"Iya pak sebentar "ucap ku seraya membuka tas kecil yang berisi kan hp dan uang jajan seperti apa yang di katakan bunda saat di rumah sebelum aku pergi tadi.
Aku mengorek isi tas kecil ku, tapi tak kunjung ku temukan kertas kecil bertuliskan alamat rumah bibi ku, aku mengeluarkan barang - barangnya tapi tetep tak ku temukan kertas yang sedang ku cari.
Aku tak kuasa menahan isak tangis ku, pikiran ku kalut entah harus kemana aku mencari kertas itu.
Bu siti mendekat ke arah ku dan memeluk ku, cukup menenangkan ku, beliau menanyakan di mana terakhir kali aku melihat kertas itu, aku bilang tadi di terminal.
Kami kembali ke terminal bus mencari kertas berisi kan alamat rumah bibi ku, tapi setelah hampir satu jam kami mencari kertas kecil itu, tak kunjung di temukan juga.
Aku duduk di pinggir jalan memeluk lutut ku bingung harus kemana, aku menangis di temani gelap nya malam, bising nya kendaraan yang saling bertautan, dan sepasang paruh baya yang menemani ku dari tadi.
Entah harus kemana lagi aku melangkah. Lelah perjalanan jauh ditambah lagi dengan berbagai masalah hari ini membuat aku di selimuti perasaan campur aduk sedih, hancur, marah, kecewa pada Rio yang telah membuat hidup ku berantakan seperti ini, seandainya aku tidak ikut dengan mereka dan tidak berbohong pada bunda, mungkin semuanya tidak seperti ini, seandainya dan seandainya hanya itu yang melintas dipikirkan ku, penyesalan yang tiada guna karena semua sudah terjadi.
Bu Siti mengajakku untuk ikut dengannya ke rumahnya. Aku tidak menolak karena aku sudah sangat lelah, entah bagaimana nasib ku, ikut dengan mereka kalau-kalau mereka orang jahat, aku sudah tak peduli umurku masih enam belas tahun tapi aku sudah hamil diluar nikah lagi. Semua cita-cita yang sudah aku bayangkan akan terwujud, dan semua harus terhempas sebelum aku melangkah, sekarang aku pasrah dengan keadaan ini.
Ternyata benar bu siti dan suaminya membawa aku kerumahnya. Rumah sederhana dengan cat putih nya. Aku di tempat kan bu siti di kamar anaknya yang katanya sedang menempuh pendidikan di Jakarta. Aku membersihkan diri di kamar mandi yang ada di dekat dapur, karena hanya itu satu-satunya kamar mandi di rumah ini. Aku keluar dari dari kamar mandi lengkap dengan baju tidur ku yang yang aku bawa tadi ke kamar mandi.
Aku melewati bu Siti yang sedang duduk di sofa menonton tv beliau menawarkan aku makan, jelas aku menolak karena masih kenyang karena tadi makan bakso.
Eh kayaknya ada yang aku lupakan, aku lupa membayar bakso apa mungkin Pak Soleh yang membayarkan baksoku?. Aku masuk ke kamar dengan mengeutuki kebodohan ku, karena melupakan membayar bakso nya, karena tadi aku terlalu panik. Aku baringkan tubuhku di ranjang yang hanya muat satu orang ini, mungkin besok aku akan menganti uang baksonya, dan besok aku akan mencari kontrakan supaya tak terlalu banyak merepotkan pasangan paruh baya itu.
Aku melihat kamar ini, poster Rock, gitar yang di gantung di dinding, lemari baju, meja belajar, lengkap dengan buku yang di susun rapi, kamar laki-laki sekali. Ku pejamkan mataku untuk memulihkan kekuatan untuk hari esok, aku tak boleh menyerah begitu saja, aku harus semangat menjalani hidup, terlebih lagi ada makhluk kecil tumbuh di perutku.
Aku mengusap perutku.
Mama akan menjaga mu nak walaupun kita hanya akan hidup berdua nantinya. Ucap ku.
Dan akhirnya aku terlelap, memulai berpetualang di alam mimpi.
🍁🍁🍁🍁
Maaf ya banyak typo😊
Jangan lupa tinggalkan jejak ya Gays biar othor tau siapa aja orang baik hati yang mampir ke karya receh othor😊😊😊
Othor juga menerima kritik dan saran ya, jadi jangan sungkan memberi kritikkannya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!