"Sudah hampir dua tahun dek, apa kamu masih ingin terus menunda punya momongan? Apa satu tahun kemarin mas tinggal ke Kongo belum juga membuka hatimu?" tanya Ghara pada istrinya Bianca. Ghara mencium tengkuk istrinya, ia sudah rindu mendekap istrinya yang sudah dua bulan tidak di sentuhnya.
"Apa sih mas, kita sudah bicarakan ini berkali-kali, aku nggak mau punya anak dulu. Aku nggak suka dengan anak-anak" jawab Bianca.
"Sejak menikah kamu jarang sekali mau mas sentuh"
"Ada uang mas di sayang.. nggak ada uang ya aku malas"
"Ya sudah.. nggak usah di bahas"
"Mas lagi pengen dek. Sebentar aja yuk" ajaknya dengan lembut.
"Iihh.. mas. Aku lagi nggak mood. Mas cari perempuan lain lagi aja biar ada yang layanin. Kasih mas anak. Aku malas sekali mas." jawab Bianca langsung menarik selimutnya.
Ghara mengacak rambut cepaknya. Sungguh ia sudah sangat kesulitan mengatasi hasrat dalam diri tapi punya istri pun rasanya tidak berguna, yang ada dalam pikiran Bianca hanya uang.. uang.. dan uang.
Letnan satu itu memilih menyambar rokok di nakas dan pergi menenangkan diri. Bianca hanya tenang saja melihat sikap suaminya. Ia pun kembali tidur.
"Ternyata uang tentara hanya segitu saja. Belum lagi aku harus repot mengatur istri anggota yang anaknya suka menangis kencang. Aku tidak di bayar untuk itu. Mending aku kerja, dapat uang. Daripada bersusah payah menjadi istri seorang tentara" gumam Bianca.
***
"Istrimu tidak ikut kegiatan?" tanya Danyon.
"Siap tidak. Masih ada pekerjaan di luar" jawab Ghara.
"Mau ada pekerjaan, istrimu harus tau aturan. Menjadi istri tentara memang tidak mudah. Itu adalah sebuah bakti" kata Danyon mengingatkan.
"Siap..!!"
***
"Aku mau pulang ke rumah mama. Percuma disini hanya Mas minta untuk mengerjakan pekerjaan tanpa di bayar. Nafkahmu saja tidak sanggup membeli sepatu kesukaanku. Mas terlalu pelit, tidak memperbolehkan aku memegang satu perusahaan keluarga" teriak Bianca.
"Sayang.. ada banyak hal yang masih belum bisa Mas kasih ke kamu" kata Ghara yang tau kalau Bianca begitu boros dengan uang pemberiannya. Satu kali gaji bisa habis dalam dua hari di tangan Bianca.
"Aahh.. sudahlah.. Alasan" Bianca menarik kopernya dan pergi membawa mobil.
"Tunggu sayang.. kita bicara baik-baik..!!" Ghara mengetuk pintu mobil tapi tidak di gubris sama sekali oleh Bianca.
Ghara menghela nafasnya melihat tingkah istrinya semakin hari semakin menjadi.
***
"Heh Nada, kamu mau uang untuk bayar wisuda dan menebus rumah ibumu nggak?" tanya Bu Wati.
"Mau Bu" jawab Nada karena ini impian terakhir ibu bapaknya. Juga hutang pada Bu Wati, ibu Mbak Bianca semakin besar.
"Kasih Pak Ghara anak, setelah dia punya anak.. kamu boleh pergi"
"Tapi Bu. Kalau seperti itu saya nggak mau. Saya nggak bisa menikah dengan suami orang" jawab Nada.
"Yang bilang kamu nikah siapa???? Kamu mau jadi pelakor dalam rumah tangga anak saya?? Kamu hanya hamil saja.. melahirkan anak Pak Ghara.. selesai. Kamu bisa menjauh dari keluarga mereka setelah anak Pak Ghara lahir" kata Bu Wati.
"Ma.. apa ini tidak berlebihan?" tanya Bianca pada mamanya.
"Lho.. suamimu khan mau anak.. Biar Nada yang hamil, kamu nggak akan sakit dan susah payah melahirkan. Lagipula gaji suamimu kecil. Jajan mama saja nggak cukup" jawab Bu Wati.
***
"Apa-apaan ini Bi.. mas nggak suka" ucap Ghara dengan tegas.
"Kalau mas nggak mau, kita cerai saja" ancam Bianca. Ia tau suaminya sangat mencintainya dan tidak akan mungkin mengatakan hal buruk itu.
"Mas nggak mau ada perempuan lain yang mengandung benih dari mas selain kamu. Apalagi sampai menikahi perempuan lain"
"Apa bedanya sih, yang penting itu anak dari mas. Mas nggak perlu menikah dengan Nada kok" kata Bianca.
"Ini gila Bi.. Mas nggak mau" bentak Ghara.
"Dan kamu.. wanita macam apa kamu mau menuruti permintaan tidak mutu dari istri saya" ucapnya bernada keras pada Nada.
"Kalau mas nggak mau, berarti mas minta kita pisah??"
"Bianca..!!!!!!!" Ghara tidak tau lagi bagaimana caranya bicara dengan istrinya itu, setiap hari hanya ada pertengkaran dalam rumah tangga mereka. Komunikasi mereka semakin buruk apalagi Bianca bekerja di perusahaan luar negeri membuat waktu mereka berdua semakin sedikit.
"Aku lebih baik pulang ke rumah mama daripada harus bertengkar sama kamu mas. Aku capek" ucap Bianca.
"Pergilah sesukamu..!!!!!" bentak Ghara.
Nada berdiri dari tempatnya dan sejak tadi ia tidak berani bicara ataupun menatap wajah Bianca juga Pak Ghara.
"Kamu disini.. Jangan ikut saya pulang. Laksanakan apa yang saya bilang" perintah Bianca pada Nada kemudian berlalu pergi
"Tapi mbak..??"
"Kamu tetap disini..!!!! Turuti maunya biar dia puas" jawab Ghara. Ia menendang meja di ruang tamu dengan kencang dan juga keluar rumah membawa amarah yang memuncak.
Nada bingung dengan situasi ini. Ia hanya duduk seorang diri di sofa ruang tamu. Tak berani bergerak sedikitpun disana.
***
"Ya Allah.. Bagaimana aku harus pertahankan rumah tanggaku, apa aku harus menuruti keinginan Bianca?? Ini gila" ucap Ghara begitu stress hari ini.
"Eehh.. kamu disini juga?" tanya Wildan rekan seangkatan Ghara.
"Kenapa lagi sih kamu? Pasti bertengkar lagi sama Bian?" tanya Wildan yang paham kalau Ghara memang tidak pernah akur.
"Bian suruh aku hamilin perempuan lain biar bisa punya anak dan ada yang melayani kebutuhanku" jawab Ghara dengan wajah nanarnya. Suaranya hampir hilang.
"Waah.. jarang ada istri berbakti macam itu" kata Wildan sambil tertawa.
"Kalau aku sampai colek perempuan lain, aku bisa di gorok sama Lisa. Tapi kalau istriku macam Bian sih, mending aku nikah lagi. Nggak kuat aku rumah tangga macam gitu" ucap Wildan mencairkan suasana.
"Gitu ya? Tapi aku masih sayang sama Bian"
"Hahaha... sorry aja ya bro.. Mungkin lu sudah terlalu kacau sampai sulit untuk mikir. Cinta pertama memang sulit di lupakan tapi Cinta karena Allah nggak akan pernah salah bagaimanapun caranya ia datang" kata Wildan.
"Semua keputusan ada di tanganmu. Tapi ingat..!! Apapun yang kita lakukan pasti penuh resiko. Asal kamu siap. Lakukan sesuai kata hatimu"
Ghara menunduk berpikir keras. Memang benar semua hal kita lakukan pasti mengandung resiko.
.
.
.
Ghara pulang ke rumah sudah menjelang malam. Ia melihat Nada masih duduk di posisinya, menunduk tanpa bergerak sedikitpun.
"Dari dulu kamu sudah tau sifat Bian yang keras khan?" tanya Ghara.
"Saya tau Pak" jawab Nada.
"Ikut saya..!!"
***
"Ini dimana Pak?" tanya Nada.
"Kamu juga menyetujui rencana Bian khan?" tanya Ghara dengan tajam.
"Kalian wanita memang egois, tapi saya tidak bodoh"
"Saya nggak mau Pak.. Maaf pak saya berubah pikiran" Nada berusaha keluar dari mobil dan hendak kabur dari Ghara. Tapi Ghara segera mengunci secara otomatis pintu mobilnya.
"Nggak perlu setakut itu. Saya nggak akan perkosa kamu. Saya hanya akan memberimu status karena saya ingin seorang anak dari kamu sesuai permintaan Bian. Saya nikahi kamu karena saya tidak ingin anak saya nanti lahir tanpa status meskipun ini hanya pernikahan siri dan Bian tidak tau soal ini" ucap Ghara tanpa memikirkan perasaan Nada. Yang ia tau ia sangat menginginkan seorang anak dan pastinya ia masih mencintai Bianca.
"Saya ingin menikah dengan orang yang saya cintai"
"Percuma kamu menikah kalau suamimu tidak punya uang, gaji pas-pasan. Kamu kira menikah itu mudah??" tanya Ghara.
"Menikah memang tidak mudah. Uang memang penting tapi tidak bisa di jadikan ukuran kebahagian seseorang dalam menikah. Pernikahan untuk menyatukan dua hati. Saling melengkapi, menyayangi, berbagi suka dan duka"
"Turun.. Aku hanya mengikuti keinginan Bianca. Asal dia bahagia. Aku pun bahagia"
...
"Sah???"
"Sah..!!" jawab saksi dari kedua belah pihak.
"Alhamdulillah" ucap Ghara meskipun pernikahan mereka penuh dengan kekacauan.
Nada mencium punggung tangan suaminya, Ghara pun membacakan doa untuk istri mudanya sebelum mengecup kening Nada.
"Semoga anak kita kelak Sholeh dan Sholehah. Karunia kan jalan terbaik untuk rumah tangga kita" doa Ghara di balik kisruhnya pernikahan mereka.
....
"Kamu harus hati-hati. Bagaimanapun rahasia ini bisa terbongkar" kata Wildan mengingatkan.
"Asal kamu dan Frans nggak buka mulut, rahasia ini akan tetap aman" ucap Ghara.
"Lalu kemana kamu akan bawa istrimu ini?" tanya Frans.
"Ke rumahku yang di daerah perumahan yang jaraknya tidak begitu jauh dari Batalyon saja" jawab Ghara.
***
Ghara dan Nada sudah tiba di rumah Ghara yang tidak di ketahui oleh Bianca.
"Mana pakaianmu?" tanya Ghara pada Nada yang hanya membawa tas berukuran sedang.
"Saya hanya punya pakaian ini saja" jawab Nada.
Ghara sedikit prihatin melihat Nada hanya membawa beberapa buah pakaian.
"Ya sudah ayo turun..!!"
-_-_-_-
"Buatkan saya kopi. Kepala saya sakit" pinta Ghara yang merasa pening merasakan masalah hari ini.
"Baik Pak" jawab Nada.
Hari sudah malam sekali. Aku baru ingat kalau belum makan malam. Mungkin Nada belum juga makan.
Terdengar suara pedagang nasi goreng keliling di sekitar perumahan.
"Dek.. itu ada nasi goreng keliling, kamu beli dua" teriak Ghara dari dalam rumah.
"Iya Pak"
"Ini uangnya" Ghara memberi Nada selembar uang lima puluh ribuan.
"Saya masih ada uang Pak" jawab Nada.
"Pakai ini...!!" Ghara menyodorkan uangnya pada Nada. Nada pun menerimanya lalu dengan cepat segera melaksanakan perintah suaminya.
...
"Makan di atas.. kenapa kamu duduk di lantai?" tanya Ghara.
"Tapi Pak.. Saya hanya anak seorang pengasuh"
"Duduk di samping saya..!!"
Nada segera duduk di samping Ghara.
"Kenapa kamu buat teh hangat, saya bilang khan kopi"
"Saya sudah buat kopi tapi bapak sedang makan. Maaf pak kalau bapak sakit kepala minum teh hangat juga bisa mengurangi sakit kepala"
Ghara diam saja tidak menanggapi ucapan Nada tapi ia merasakan perhatian yang Nada berikan untuknya.
ddrrrtttt..ddrrttt..
Ghara melihat Bianca melakukan panggilan telepon. Ghara segera mengangkatnya.
"Aku nggak pulang, tidur di rumah mama. Kamu dimana mas?" tanya Bian.
"Mas di asrama. Ya sudah sana. Besok cepat pulang"
"Nggak tau lah mas. Aku masih rindu mama" kata Bianca.
"Mau mas jemput? Mas kangen"
"Nggak usah mas. Mas ini.. sedikit-sedikit kangen" nada Bianca semakin keras.
"Dek, sudah lama kita nggak sama-sama. Apa salah kalau suamimu ini rindu"
Panggilan telepon itu langsung terputus begitu saja dan itu sangat mengecewakan bagi Ghara. Seketika selera makannya hilang.
Melihat suaminya berhenti makan, Nada pun berhenti makan. Ia diam mematung tak tau harus berkata apa.
"Carikan obat sakit kepala di kotak P3K..!!" pinta Ghara.
Nada langsung mengambilkan obat itu.
"Bapak harus makan dulu..!! Obat ini keras"
"Saya nggak selera makan"
"Dan juga jangan panggil saya pak terus. Saya bukan bapakmu..!!!
"Saya memang orang bodoh, tapi saya nggak akan menularkan kebodohan saya pada bapak" Nada menyendok nasi goreng itu dan menyuapkan pada Ghara.
"Sudah saya bilang, jangan panggil saya bapak"
"Abang makan dulu..!! Nada suapi" ucapnya lembut. Seketika tanpa sadar Ghara menurut. Ia membuka mulutnya dan mau makan dari suapan Nada.
...
"Minum Bang..!!" Nada mengangsurkan gelas teh hangat agar Ghara bisa segera meminumnya.
"Tidurlah di kamar..!!" kata Ghara.
"Abang tidur dimana? tanya Nada.
"Abang tidur disini" jawab Ghara.
...
Kenapa harus wanita lain yang memperhatikanku. Aku butuh kamu yang melakukan semua ini dek.
Tengah malam Nada mendengar suara rintihan kecil. Ia pun perlahan keluar dari dalam kamar.
"Abang..!!!!!" Nada melihat Ghara menggigil dalam tidurnya, ia berlari kesana kemari mencari handuk kecil untuk mengompres Ghara.
"Suara apa itu?? Kamu kenapa lari-lari dek??" tegur Ghara.
"Cari handuk Bang"
"Di lemari dalam kamar" jawab Ghara lirih.
Nada segera berlari masuk ke dalam kamar dan membuka lemari baju milik Ghara.
"Kyaaaaa...."
bruugghh...
"Apa dek??" susah payah Ghara bangun melihat apa yang terjadi di dalam kamar dan ternyata Nada sudah tertimbun baju yang ada dalam lemari Ghara.
...
Kening Nada terluka karena terkena ujung hanger besi yang tajam hingga kening itu berdarah. Nada menolak bantuan dari Ghara.
"Jangan Bang..Biar Nada sendiri aja"
Ghara memberikan plester di tangannya agar Nada bisa memasangnya sendiri. Ghara hanya memperhatikan punggung wanita itu. Yang berbalut pakaian yang kedodoran jauh dari kata modis.
Wanita lain akan melihat seragam hanya untuk ajang gengsi dan hanya ingin menunjukan gagahnya pria di balik seragam itu tapi mereka akan mencibir gaji tentara yang kecil. Aku harap kamu wanita yang berbeda.
"Astagfirullah hal adzim" gumamnya lirih.
"Ya Tuhan.. apa aku sedang berharap padanya"
.
.
.
"Abang tidurlah di kamar, biar Nada tidur di sofa" kata Nada.
"Kamu tidur di dekat dinding. Saya disini..!!" jawab Ghara.
Nada melihat ranjang berukuran 120 X 200 cm terlihat tidak begitu besar tapi cukup untuk mereka berdua.
"Tidurlah.. Saya tidak akan melakukan apapun. Saya hanya mencintai istri saya saja dan tidak menginginkan wanita lain" ucap Ghara.
Mendengar itu ada sedikit kelegaan di hati Nada. Ia pun naik ke atas ranjang dan tidur menghadap dinding sedangkan Ghara tidur dengan posisi sebaliknya.
"Maaf mas menikahi wanita lain, tapi mas tidak akan membiarkan darah daging sendiri tanpa pengakuan nantinya. Mas bukan bukan buaya darat penggila wanita dek. Sebenarnya apa alasanmu tidak ingin mas sentuh? Apa mas kurang menyenangkanmu di atas ranjang?" gumam Ghara dalam hati. Ia tidak tau apa keinginan Bianca.
***
Sabtu pagi ini badan Ghara lebih segar, ia tau diam-diam Nada merawatnya dari semalam sampai istri keduanya itu duduk sambil tertidur.
"Kita jalan...!!"
"Kemana Bang"
"Beli baju untuk kamu"
"Cepat saya tunggu..!!"
-_-_-_-
Nada menyentuh baju yang ada di butik. Ghara mengajaknya kesana. Begitu melihat baju itu,. Nada melepasnya begitu saja lalu menyingkirkan baju itu seterusnya. Ia mengintip isi uang di dompetnya hanya tersisa uang sejumlah dua ratus ribu rupiah saja. Ghara memperhatikan gerak gerik Nada sejak tadi.
"Sudah satu jam tapi kamu belum pilih baju. Apa tidak ada yang bagus?" tanya Ghara.
"Ehm.. Nada ada tempat beli baju yang bagus. Disini panas" Nada mengusap keringat yang mengucur di dahinya padahal AC ruangan begitu dingin.
"Mbak, hafal baju yang dia sentuh?" tanya Ghara.
"Hafal pak" kata penjaga butik itu.
"Bungkus..!!"
Nada langsung duduk lemas tanpa tenaga.
"Bang.. Sebenarnya Nada nggak punya uang" ucapnya jujur. Wajahnya sudah pucat.
"Totalnya lima juta dua ratus ribu pak" kata penjaga toko sambil menyerahkan baju itu pada Ghara.
"Bang.. Nada nggak mau di penjara karena nggak bisa bayar" Nada mencoba menyentuh ujung pakaian Ghara tapi saat Ghara menoleh padanya, ia segera melepaskan pegangan tangannya.
"Pakai salah satu baju ini..!!" perintah Ghara.
"Tapi Bang..!!"
"Atau kamu bayar totalnya" ancam Ghara.
"Nada pakai Bang.." Nada langsung menyambar kantong belanjaan dan memakai salah satunya.
...
Mata Ghara hampir lepas melihat penampilan Nada dalam balutan baju barunya. Ternyata jika berdandan modis, Nada terlihat begitu mempesona.
"Ya Allah, Ada apa dengan mataku?" ucapnya dalam hati sambil memalingkan wajahnya.
"Jelek ya Bang?"
"Kamu di kasih baju mahal juga nggak ada bagusnya" gerutu Ghara.
"Ayo jalan..!!"
...
ddrrrtttt.. ddrrttt..
"Kamu dimana mas?" tanya Bianca.
"Di jalan dek. Kamu mau pulang?"
"Nggak Mas.. Aku mau ke Bali seminggu sama teman kerjaku. Kamu boleh dekati Nada.. tapi hanya sampai dia hamil aja ya mas" ucap Bianca.
"Apa maksudmu?"
"Kalau dia sudah hamil, Mas nggak boleh sentuh dia lagi" kata Bianca.
"Mas bukan pria yang bisa semudah itu menyentuh wanita lain" jawab Ghara.
"Mas hanya tutup mata dan lakukan. Jangan rewel lah mas"
Ponsel itu sudah berhenti terhubung.
"Shit.. Apa dia pikir aku ini b******n?" umpat Ghara.
"Minum dulu Bang..!!" Nada menusuk gelas jus tomat untuk Ghara lalu menyodorkan pada Ghara.
Ghara nampak ragu tapi akhirnya ia meminum jus yang di tawarkan Nada. Tak lama Nada meminum dari sedotan yang sama. Ghara menoleh ke arahnya. Nada takut mendapat tatapan mata seperti itu. Ia pun segera membuka jendela mobil dan membuang sedotannya.
"Maaf Bang. Nada nggak akan ulangi lagi"
"Ehm.. iya.. Nggak apa" jawab Ghara. Baru kali ini ia mendapat perlakuan seperti itu. Saat bersama Bianca, istrinya itu tidak mau meminum apapun secara bersama atau minimal Bian mengusap bekas bibirnya. Tapi ini lain.. Nada tidak jijik minum segelas berdua dengannya.
"Kamu lapar?" tanya Ghara.
"Hmm.. Nada ada tempat makan yang enak. Tapi Nada nggak tau Abang suka atau tidak"
"Dimana?"
"Di warung nasi jagung sih. Nada yang bayar dech" kata Nada.
"Ayo..!!"
-_-_-_-_-
Nada melihat suaminya makan dengan lahap.
"Bang.. maaf ya kalau Nada tanya"
"Apa?"
"Abang khan tentara. Pangkat Abang apa ya?" tanya Nada setengah berbisik.
"Kenapa? Apa itu penting?" Ghara sensitif sekali jika ada yang bertanya tentang pekerjaannya.
"Nggak juga sih. Nada penasaran aja. Kenapa Abang nggak malu makan di pinggir jalan" kata Nada.
"Lettu" jawab jujur Ghara.
"Oohh.. Abang garis merah satu. Kalau komandan pangkatnya apa Bang?" tanya Nada lagi.
Ghara tertegun Nada menanyakan hal itu. Gadis ini sungguh polos. Tapi lama kelamaan sikap Nada membuat Ghara sangat penasaran.
"Garis satu di bahu itu komandan. Kamu tau namanya?"
Nada mengangguk.
"Kalau nggak salah Namanya Praka. Prajurit Kepala"
"Waahh.. ternyata kamu pintar ya..!! Belajar darimana?" puji Ghara dengan takjub mendengar culunnya Nada.
"Iya donk.. Karena mantan pacar Nada dulu namanya pangkatnya Pratu. Pasti sekarang sudah Praka. Sudah Komandan"
"Oohh.. Masih ada nomer ponselnya?" tanya Ghara.
"Ada sih Bang. Tapi sering nggak aktif" jawab Nada dengan sedih.
"Memangnya kenapa Bang?"
"Mau titip salam buat mantan pacarmu yang komandan itu ya. Bilang ada salam dari Lettu Raden Harpy Kanighara"
"Kalau nyambung ya Bang. Dia sudah Nada coret dari hidup Nada"
"Kenapa?"
"Nggak apa-apa Bang" jawab Nada tapi kemudian ia mengalihkan dengan meminum segelas es jeruk.
"Ya sudah ayo beli kebutuhan rumah. Saya seminggu ini di tempatmu. Mau ngeladeni saya nggak?" tanya Ghara.
"Iya Bang.. mau" jawab Nada pelan.
-_-_-_-
"Supermarket Bang?? Mahal..!!"
"Kamu remehkan saya? Saya mampu beli semua yang ada disini" jawab Ghara.
"Nada tau Abang mampu. Kalau Abang belanja di pasar.. Abang membantu orang yang mungkin saja tidak mampu. Sedekah Bang"
"Disini saja. Ini sudah sore. Lain kali ke pasar" kata Ghara.
-_-_-_-_-
"Bisa masak?" tanya Ghara.
"Sedikit"
"Cepat masak..!!" ucap Ghara dingin.
...
Nada membawa menu ikan goreng, tahu, tempe, sambal dan sayuran rebus.
"Abang suka?" tanya Nada.
"Apa saja. Saya sudah lapar"
Saat tangan Ghara akan mengambil piring. Nada sudah mengambilkan Ghara nasi.
"Segini cukup Bang?"
"Cukup" jawab Ghara.
"Kamu suka makan seperti ini?"
"Suka Bang. Abang nggak suka ya?" tanya Nada dengan panik.
"Apa saja saya suka. Yang penting ikhlas ngurus saya, masakan apapun pasti saya makan" jawab Ghara.
Ghara makan banyak malam ini bahkan sampai tambah dengan lauk sederhana masakan Nada.
...
Ghara memperhatikan wajah gadis yang dinikahinya dua hari ini.
Salah besar menikahimu karena aku sudah beristri. Tapi jujur.. sebagai seorang pria aku merasa di hargai. Cintaku untuk Bianca tapi nyamanku ada padamu Nada. Sekarang aku harus bagaimana Tuhan.. melihat wajah lelahnya, aku tidak tega.
Nada menggeliat dalam tidurnya, tanpa sadar Nada memeluknya. Bahkan Bianca tidur menjauhinya jika tidak ada butuhnya.
"Kalau saja kamu Bianca, hatiku pasti bahagia sekali. Kalau Bianca mau mengandung anakku pasti semua tidak akan seperti ini" gumam Ghara.
"Kamu sopan sekali dek. Bahkan dalam tidurmu.. kamu masih mengenakan jilbabmu"
Secantik apa kamu tanpa jilbab?
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!