Pagi itu, Chika telah selesai menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Ia pun sudah memasak untuk sarapan dirinya, om dan tantenya. Sebenarnya dulu ada seorang pembantu yang bekerja di rumahnya, namun karna om dan tantenya tidak mau mengeluarkan uang untuk membayarnya, maka semua pekerjaan itu di lempar pada dirinya.
Tak berapa lama om dan tantenya itu sudah bangun dari tidurnya. Chika sengaja menunggu mereka bangun, karna ia ingin meminta uang saku pada mereka.
"Pagi om, tante. Ayo sarapan, Chika udah masak nasi goreng sama telor buat kita makan," ujarnya.
"Hmmm," jawab Tante Renata.
"Oh iya tante, aku mau minta uang saku mingguan ya. Sama ini dapet surat tagihan dari sekolah untuk sisa spp Chika sama uang untuk ujian sekolah bulan depan," ucapku sembari memberikan amplop putih pada Tante Renata.
Namun dengan cepat Om Pandu mengambil amplop putih tersebut lalu membukanya.
"APA? Mahal sekali sekolah kamu. Masak iya tagihan sampai lima juta. Sekolah apa ini. Lihat sayang, kamu baca sendiri kalau kamu gak percaya," ucap Om Pandu sambil memberikan surat itu pada Tante Renata.
"HAH, MAHAL BANGET. Pasti kamu mau bohong kan sama tante. Kamu pasti udah manipulasi surat ini kan?" teriak Tante Renata tepat di depan wajah Chika.
"Enggak tante, Chika gak bohong. Itu surat asli. Kalau tante gak percaya, tante datang aja ke sekolah Chika," ucapku dengan mata yang sudah berkaca kaca.
Chika pun akhirnya menangis karna tuduhan dari tantenya itu. Satu tahun ia tinggal bersama om dan tantenya, satu tahun pula ia sudah menunggak uang sekolah. Semua uang bulanan dari pengacara mama dan papanya selalu di habiskan oleh om dan tantenya.
"Gak pokoknya tante gak mau bayar. Kamu cari kerja sana, jangan cuma bisanya minta uang terus sama tante dan om. Kerja kerja, jangan males. Dan untuk uang saku, ini tante kasih kamu lima puluh ribu untuk seminggu," ucap Tante Renata.
"Tapi tante, kalau aku gak bayar aku gak bisa ikut ujian. Lagipula uang bulananku kan yang bawa tante sama om. Masak Chika minta uang Chika sendiri gak boleh," jawabku yang mulai memberanikan diri meminta hak ku.
Plaakk..
Satu tamparan dari tantenya mendarat ke pipi mulus Chika.
"Itu hukuman buat kamu karna sudah berani sama tante. Sekarang kamu berangkat sekolah, dan nanti sepulang sekolah kamu cari kerja buat bayar sekolah kamu sendiri. Jadi setelah lulus sekolah kamu sudah dapet kerjaan, dan gak nyusahin kami lagi. Kamu harus bisa mandiri, mama dan papa kamu sudah gak ada. Siapa yang mau biayain kamu kalau bukan diri kamu sendiri," bentak Tante Renata.
"Sudah sayang, mending kita berenang ya biar pikiran kita fresh. Dan kamu Chika cepat berangkat sekolah sana," sahut Om Pandu.
Dengan langkah berat, aku keluar rumah sambil menghapus air mata dan memegangi pipiku yang memerah karna tamparan dari Tante Renata.
Aku pun berjalan lunglai menuju ke sekolah. Namun di tengah jalan, aku mulai mengurungkan niatnku untuk masuk ke sekolah, karna jujur aku malu jika harus di panggil bagian administrasi sekolah lagi karna tunggakan spp sekolah.
"Sekarang aku mau kemana? Pah, mah, kenapa kalian gak ngajak aku buat pergi juga bersama kalian. Chika udah gak kuat hidup di dunia ini. Bawa Chika pergi sama kalian," batinku sembari berjalan menunduk.
Tanpa disadari, Chika menyebrang jalan tanpa melihat kondisi jalanan. Dan dari arah belakang, ada mobil mewah dengan kecepatan sedang.
Cccciiitt
Bugggh..
Mobil mewah El menabrak tubuh kecil Chika dan membuatnya tersungkur dijalan.
"Kamu bisa bawa mobil gak? Kok bisa sampai nabrak orang. Cepat keluar lihat keadaan orang itu, sebelum banyak yang melihatnya," perintah El pada sopirnya.
Sopir El pun bergegas keluar untuk melihat kondisi Chika.
"Tuan yang kita tabrak gadis SMA. Dan sekarang dia pingsan tuan," ucap Pak Amin sopir El.
"Apa kamu bilang? Kita? Yang nabrak itu kamu bukan saya. Sudah cepat bawa dia ke dalam mobil. Kita bawa dia ke rumah," perintah El.
El pun memandangi tubuh Chika yang memang putih, mulus dan bersih. Untuk ukuran seorang wanita, bisa dibilang Chika itu hampir sempurna. Dan mata El pun terus memandangi wajah Chika.
"Cantik juga gadis ini. Tapi kenapa matanya bengkak dan pipinya merah. Apa dia habis menangis atau bertengkar dengan kekasihnya? Buat apa aku mikirin dia, lebih baik aku telpon Haris untuk menggantikan aku meeting dengan Pak Cahyo. Dan setelah itu aku akan telpon Dokter Daniel untuk memeriksa keadaan bocah ini," Gumam El.
El kemudian menelpon Haris, asisten pribadinya yang juga orang kepercayaannya.
"Hallo Pak El, bapak lagi ada dimana sekarang. Pak Cahyo baru saja tiba dan kita sedang menunggu kedatangan bapak."
"Haris kamu handle semua dulu. Saya ada masalah kecil. Saat berangkat menuju kantor, Amin gak sengaja nabrak bocah
SMA. Makanya saya mau urus bocah ini dulu. Saya gak mau ada pemberitaan soal saya nantinya. Gak lucu kan seorang pengusaha terkenal Elvano masuk berita utama gara gara menabrak gadis SMA."
"Hahahaha,baik pak. Gadis itu cantik atau enggak pak. Kalau cantik jadikan istri juga boleh tuh pak. Biar Nyonya dan tuan gak mendesak bakal terus untuk segera menikah."
"Coba bilang sekali lagi Haris. Mau saya potong gaji kamu bulan depan."
"Eh jangan dong pak, saya kan hanya memberi saran. Kalau gaji saya dipotong terus, kapan saya nabung buat nikah pak?"
"Makanya jangan pernah kamu berpihak pada orang tua saya. Kamu itu asisten saya, jadi harusnya kamu memihak saya. Ngerti!"
"Mengerti pak, udah dulu ya pak. Nanti kalau Pak Cahyo menunggu terlalu lama, kerjasamanya bisa di batalkan."
"Oke, saya percaya semua sama kamu. Kabari saya tentang hasil meeting kita hari ini. Dan setelah semua selesai cepat datang kemari, dan bantu saya urus bocah ini."
"Baik pak."
Setelah satu masalah selesai, El pun segera menelpon Dokter Daniel untuk segera datang kerumah.
Kini El sudah tiba di rumahnya dan ia menggendong Chika dan membaringkannya diranjang kamar tamu.
"Ini siapa mas?" tanya Bi Ida kepala ART di kediaman Aristya.
"Jangan banyak tanya, cepat bantu saya bukakan pintu kamar tamu."
"Baik mas."
Setelah membaringkan Chika, El pun melihat kondisi rumahnya yang sepi.
"Bi, apa mama ada dirumah?" tanya El pada Bi Ida.
"Mas El lupa, Nyonya sama tuan kan pergi ke Amerika, katanya mau mengurus bisnisnya yang disana," jawab Bi Ida.
"Oh iya saya lupa. Tadi pagi mama dan papa kan udah pamit sama saya," ucap El.
El lalu membuang nafasnya, dan hatinya merasa lega karna tahu mama dan papanya tidak melihat ia membawa seorang wanita ke rumah.
"Untungnya mama sama papa udah berangkat, kalau enggak bisa bisa mereka mengira cewek ini pacarku. Dan mereka pasti akan nanyain lagi kapan aku menikah," batin El.
El kemudian meminta Bi Ida untuk menemani Chika di kamar sampai Dokter Daniel datang. Dan ia pun bergegas menuju ruang kerjanya.
Pelan pelan mata Chika mulai terbuka. Walau merasa sedikit berkunang kunang, ia berusaha mengenali ruangan ini.
"Ini dimana? Ini bukan rumah apa sekolahku. Terus aku dimana sekarang? Apa aku udah ada di Surga?" batinku yang mulai teringat dengan kejadian tadi pagi.
"Eh non, udah bangun? Sebentar saya panggilkan Mas El ya non," ucap Bi Ida.
"Ibu siapa?terus El itu siapa?" tanyaku pada seorang wanita paruh baya itu.
"Saya Ida non, pembantu rumah ini. Mas El itu anak majikan saya.Tunggu sebentar ya non, non jangan kemana mana. Saya mau ke ruang kerja Mas El dulu."
"Tapi bu,,," ucapku terputus karna Bi Ida sudah pergi.
Setelah kepergian Bi Ida, Chika berusaha bangun dari tidurnya dan ia mulai duduk di tepi ranjang sambil melihat seluruh isi ruangan.
"Aku pikir aku sudah pergi menyusul mama dan papa, tapi aku salah. Lebih baik aku pergi dari rumah ini. Aku harus segera mencari pekerjaan, biar aku bisa segera membayar uang sekolahku." batinku sambil mencoba berdiri.
Tapi saat Chika hendak berdiri, kepalanya masih sangat pusing dan ia hampir terjatuh. Untung saja El datang di waktu yang tepat, ia pun langsung menangkap tubuh Chika.
"Kamu mau kemana? Lebih baik kamu tunggu sampai Dokter Daniel datang. Saya gak mau nanti kamu cerita ke orang orang kalau mobil saya tadi sudah menabrak kamu," ucap El dengan nada dinginnya.
"Buat apa saya cerita ke orang. Saya aja gak kenal, om ini siapa. Untungnya apa buat saya?"
"Kamu gak kenal sama saya?" tanya El dengan nada heran sambil membantu Chika kembali ke ranjang.
Sambil duduk bersandar di ranjang, Chika mengamati laki laki tinggi, tampan dan bersih yang di hadapannya dari ujung rambut sampai ujung kakinya.
Chika berusaha mengamati wajah El, namun ia sama sekali tidak mengenal dirinya.
"Siapa ya om? Emang om artis korea? Atau artis Jepang? Kalau artis Indonesia pasti bukan. Atau om artis youtuber ya?" tanyaku dengan sedikit tertawa.
"Am om am om. Kamu pikir saya suami bibi kamu apa? Jadi kamu benar benar gak kenal sama saya? Kamu gak pernah lihat di televisi atau koran?" tanya El kembali.
"Enggak tuh, Sok ngartis banget sih om. Chika gak kenal tuh sama om." jawabku dengan lantang.
"Ya sudahlah, gak penting juga kamu tahu siapa saya. Itu malah lebih baik. Gimana sama kepala kamu, apa kamu masih pusing?" tanya El yang mendapat anggukan kepala dari Chika.
Tak berapa lama Bi Ida masuk bersama Dokter Daniel
"Mas, Dokternya udah dateng," ucap Bi Ida.
"Hei El, ada apa kamu memanggilku untuk datang kemari. Memang siapa yang sakit?" sahut Dokter Daniel.
"Tolong kamu periksa dia."
"Dia siapa El? Pacar kamu ya? Masih ABG? Kamu pacaran dengan gadis abg, El? Jangan bilang kamu menghamilinya ya El?" tanya Dokter Daniel namun El langsung melirik tajam ke arahnya.
"Iya El, aku hanya bercanda. Jangan emosi dulu dong, Sebentar aku periksa dia. Memang dia kenapa sebelumnya? "
"Hmmm, buruan kamu periksa dia. Tadi Amin gak sengaja menabrak dia. Katanya kepalanya masih pusing,coba kamu check kepalanya, siapa tahu ada yang parah," perintah El.
"Oh begitu ceritanya. Baiklah, aku akan periksa dia," jawab Dokter Daniel.
Setelah memeriksa Chika, Dokter Daniel memberikan beberapa obat pereda nyeri.
"Ini obatnya diminum jika kamu merasa pusing ya. Saya rasa kamu hanya sedikit kaget aja, jadi gak ada luka serius kok."
"Baik dok," jawab Chika.
El kemudian mengantar Dokter Daniel keluar rumah, dan disana lagi lagi Dokter Daniel menggoda El.
"El, cantik juga gadis yang di dalam. Kamu gak berniat memacarinya?"
"Kamu bisa diam gak? Mau aku cabut ijin kamu sebagai dokter?" ancam El.
"Jangan dong El, aku hanya bercanda. Kenapa kamu anggap serius sih. Sudah ya El, aku mau kembali ke rumah sakit. Semoga kamu berjodoh ya dengan gadis itu," pamit Dokter Daniel.
Belum sempat membalas ucapan Dokter Daniel, ternyata Dokter Daniel sudah berlari meninggalkan dirinya. Dokter Daniel sudah bisa menebak apa yang akan di lakukan El jika tidak segera pergi setelah ucapan yang ia katakan.
"El, el, sampai kapan kamu mau sendiri. Kepergian Tania benar benar sudah membuat kamu menutup diri untuk wanita mana pun." batin Dokter Daniel dari dalam mobilnya.
El kemudian kembali masuk ke dalam kamar Chika, dan ia melihat Chika masih duduk bersandar sambil bercanda dengan Bi Ida.
"Bi, bisa kamu keluar. Saya mau bicara sama dia," pinta El.
"Baik mas," jawab Bi Ida.
"Mbak Chika bibi tinggal dulu ya. Semoga Mbak Chika cepet sembuh ya."
"Makasih bu," jawabku sambil melempar senyum ke arah Bi Ida.
El kemudian berjalan mendekati ranjang Chika, dan berdiri di depan Chika.
"Habis ini saya akan antar kamu pulang. Dan saya akan menjelaskan sama mama dan papa kamu," ucap El.
"Tapi saya sudah gak punya orang tua om," jawabku sambil menunduk lesu.
"Kamu sudah gak punya orang tua? Tapi kamu punya rumah kan?" tanya El yang dibalas anggukan kepala Chika.
"Sekarang saya antar kamu pulang, dan nanti saya akan tinggalkan nomor telpon asisten saya. Jika kamu masih ada keluhan, kamu bisa telpon Haris, dia yang akan mengurus kamu," ucap El, namun Chika malah menghiraukan ucapannya dan menatap kosong ke arah depan.
Chika masih terdiam dalam lamunannya. Ia hanya ingin segera keluar dari rumahnya sendiri yang kini sudah diambil alih oleh om dan tantenya.
"Kamu dengar ucapan saya barusan gak? Kenapa kamu malah diam? Saya paling gak suka jika saya bicara, tapi tidak didengar apalagi gak dijawab kayak kamu barusan," teriak El dan seketika membuat Chika tersadar.
"Eh maaf om, tadi om bilang apa?" tanyaku yang berusaha meminta El untuk mengulangi perkataannya tadi.
"Sudah saya bilang jangan panggil saya om. Panggil saya tuan El. Mengerti?" tegas El.
"Tuan? Sejak kapan anda menikah dengan nyonya saya? Hahahaha," jawab Chika yang membuat wajah El merah padam.
"Upps, bercanda kali om. Udah lebih enak di panggil om daripada tuan. Tapi okelah Chika akan manggil tuan, tapi dengan satu syarat."
"Syarat? Beraninya kamu memberikan saya syarat? Memangnya kamu mau kasih syarat apa pada saya?" ujar El sambil menggertakkan giginya.
"Boleh ya om, Chika kerja disini. Chika lagi butuh uang."
"Apa? Kerja? Saya lagi gak butuh pembantu. Lagipula kamu itu masih sekolah, bisa bisa saya kena tegur Depnaker gara gara mempekerjakan anak sekolah. Gak gak, saya gak mau!" tegas El.
"Please om, Chika butuh buat bayar uang sekolah. Nanti Chika gak bisa ikut ujian om. Kasihanilah gadis kecil di depan om ini," ucap Chika sambil memohon pada El dengan wajah memelas.
Walau enggan menerima persyaratan Chika, tapi entah kenapa hati El merasa iba. Namun bukan El namanya jika tidak mencari tahu dulu soal asal usul Chika. El pun bertanya pada Chika, dimana ia bersekolah. Dan setelah mengetahui sekolah Chika, El mengirim pesan pada Haris untuk mencari tahu tentang kehidupan Chika.
"Baiklah, kamu mulai kerja disini besok. Tanya sama Bi Ida, dia kepala ART di rumah ini," ucap El.
"Terima kasih ya om."
"Apa kamu bilang? Om?"
"Eh maaf, terima kasih ya tuan."
"Sekarang ayo saya antar kamu pulang ke rumah kamu. Dirumah kamu tinggal sama siapa?"
"Sama om dan tante tuan, tapi,,," ucapku terputus mengingat perlakuan Tante Renata tadi pagi.
"Tapi kenapa?" tanya El yang seolah penasaran.
"Oh enggak papa kok om, eh salah maksud saya tuan. Lebih baik Chika pulang sendiri aja ya tuan. Kepala Chika udah gak sakit kok, besok Chika akan kembali kesini buat bekerja."
"Bener kamu gak mau saya antar? Nanti kalau dijalan kepala kamu tiba tiba pusing lagi gimana?"
"Beneran tuan, gak usah. Chika udah baikan kok. Chika pamit ya tuan. Terimakasih buat pertolongan dan pekerjaan yang tuan berikan."
"Hmmm,," jawab El dingin.
Chika kini mulai pergi meninggalkan rumah El, namun ia sendiri bingung mau berjalan kemana. Ia pun memutuskan untuk pergi ke makam kedua orang tuanya. Disa ia menumpahkan kesedihan yang sedari tadi ia tahan.
"Mah, pah. Chika kangen kalian." ucap Chika sembari tertidur di atas makam kedua orang tuanya.
Tanpa Chika tau, rupanya El diam diam mengikutinya dan mengamati semua gerak geriknya dari jauh.
"Ternyata dia gak bohong. Dia memang sudah tidak punya orang tua. Tapi kenapa dia terlihat sedih, dan kenapa dia gak langsung pulang ke rumahnya. Lebih baik aku segera minta Haris buat cari tahu soal bocah itu." batin El sambil kembali memakai kaca mata hitamnya dan pergi meninggalkan tempat itu.
Hari mulai siang, dan Chika memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di depan pagar rumahnya, langkah Chika pun terhenti.
"Buat apa aku pulang kerumah ini lagi. Sekarang rumah ini bukanlah rumahku, tapi sekarang rumah ini milik Tante Renata." batinku sambil menghentikan langkahku lalu berbalik badan meninggalkan rumahku.
Namun baru beberapa langkah, kakinya terhenti kembali.
"Tapi kalau aku pergi aku mau kemana? Lagipula aku gak punya uang dan tempat tinggal. Terus nanti aku tidur dimana?" aku gumamku dalam hati.
Perasaan bimbang kini menyelimuti hati Chika, dan akhirnya Chika memutuskan untuk kembali kerumah itu. Sambil menarik nafas panjangnya, ia kembali berjalan mamasuki rumahnya.
"Chika pulang," ucap Chika malas.
Ternyata kepulangan Chika sudah dinantikan tantenya di depan teras. Dengan wajahnya yang memerah, Tante Renata langsung memanggil Chika.
"Chika, darimana saja kamu? Tadi guru kamu telpon tante, katanya kamu gak masuk sekolah. Terus kamu pergi kemana hari ini. Sikap kamu yang seperti ini yang bikin tante semakin hari semakin.muak dengan kamu," bentak Tante renata.
"Iya tadi memang Chika gak ke sekolah,kata tante aku disuruh cari kerja? Ya seharian ini aku cari kerjalah. Jujur aja tan, yang muak itu bukan cuma tante tapi aku juga," jawabku jujur dengan semua yang ada di isi hatiku.
"Kamu berani membantah tante?" teriak Tante Renata dengan tangan kanannya yang sudah mulai di angkat.
"Apa tan? Tante mau nampar aku lagi? Silahkan aja tan, aku juga udah biasa kok di perlakukan seperti ini. Sebenarnya Chika heran sama tante, tante itu adik kandung mama, berarti aku kan ponakan kandung tante, tapi kenapa tante begitu membenci aku. Salah aku dimana tan?" ucapku dengan air mata yang satu per satu mulai jatuh membasahi pipi.
Sejenak terdiam, Tante Renata lalu menatap mata Chika.
"Ya memang tante ini tante kandung kamu. Tapi tante gak pernah lupa sama sikap mama dan papa kamu yang sombong itu. Asal kamu tau ya Chika, dulu tante sempat ingin meminjam uang untuk modal usaha Om Pandu. Tapi papa dan mama kamu enggan memberikan pinjaman itu pada kami. Dan mulai dari situ tante sudah tidak pernah menganggap mama kamu itu kakak tante,termasuk kamu! Tante tidak pernah menganggap kamu itu ponakan tante."
"Hanya karna itu tan?" tanyaku yang seolah tak percaya dengan perkataan Tante Renata.
"Ya, sekarang kamu mengerti alasan tante dan kan? Oh iya, tadi kamu bilang kamu cari kerjaan gimana udah dapet belum?"
Chika pun terdiam sejenak, hingga akhirnya ia memutuskan untuk berbohong pada tantenya.
"Belum tan, susah banget cari kerja. Apalagi Chika kan belum lulus. Jadi gak ada yang mau nerima aku."
"Dasar bodoh. Kamu pasti pilih pilih kerjaan, makanya seharian kamu cari masih aja belum dapat. Udah tante mau pergi arisan, jangan lupa kamu beres beres rumah dan cepetan masak. Om Pandu bentar lagi pulang dari kantor."
"Iya tante, tante hati hati ya." ucapku sambil melambaikan tangan.
Melihat kepergian Tante Renata membuat hati Chika sedih. Tante yang dulu begitu sayang padanya kini berubah begitu membencinya. Padahal Chika yakin, jika mama dan papanya tidak mungkin melakukan hal itu tanpa alasan.
Teringat dengan pekerjaan rumah, Chika bergegas mengganti seragamnya. Ia pun mulai membersihkan seluruh rumah, dan kini ia pergi ke dapur untuk masak makan malam.
Tak lama Om Pandu pun datang. Dan ia langsung menghampiri Chika di dapur untuk menanyakan keberadaan istrinya.
"Chika, tante kamu mana?" tanya Om Pandu.
"Tante pergi om, katanya ada arisan sama temen temennya. Om mau aku buatin makanan sekarang?" tanyaku tanpa menatap wajah Om Pandu.
Namun tiba tiba Om Pandu berjalan mendekat ke arah Chika. Ia pun tidak berfikir macam macam, yang ia pikir Om nya itu akan mengambil minuman di dalam lemari es disampingnya.
Dan ternyata pikiran Chika salah. Om Pandu justru memeluknya dari belakang.
"Chika, sudah lama om itu menyukai kamu. Kalau kamu mau bermain sebentar dengan Om, Om akan membiayai sekolah kamu tanpa sepengetahuan tante udah ," bisik Om Pandu tepat ditelingaku.
Chika pun berusaha melepaskan pelukan Om nya sambil berteriak, namun usahanya sia sia. Om Pandu justru semakin memeluk erat Chika sambil berusaha menciuminya.
"Om lepas, om udah gila. Chika bakal ngadu sama Tante Renata," teriak Chika.
"Aduin aja Chika sayang, yang ada bukannya tante kami percaya sama kamu, tapi dia akan semakin membenci kamu karna sudah menggoda suami tercintanya," jawab Om Pandu dengan senyuman liciknya.
Chika kini semakin ketakutan, berteriak pun percuma tidak akan ada yang mendengar dirinya. Ia terus berusaha melepaskan diri dari cengkaraman Om nya yang mesum itu.
Dan akhirnya terlintas dalam pikirannya untuk menginjak kaki om nya.
"Nih rasain," ucapku sembari menginjak kaki Om Pandu sekuat mungkin.
Dan karna injakan kaki Chika, om nya itu pun melepaskan tangannya yang melingkar di perut Chika.
"Auu,Chika mau kemana kamu," teriak Om Pandu namun Chika langsung keluar rumah.
"Aku harus cepat pergi dari sini, sebelum Om Pandu bisa mengejar aku." batinku sambil berlari.
Chika kini berhasil pergi jauh dari area komplek perumahannya. Sambil berjalan ia merenung memikirkan kemana ia harus pergi sekarang.
"Aku kemana ya sekarang?Aku juga belum makan seharian, ditambah aku gak punya uang sepeserpun. Apa aku ke rumah Om tadi aja ya, tapi apa dia mau menampung aku? Oh iya mending aku melarikan diri kerumah Maya aja,gak jauh juga kalau jalan dari sini. Paling cuma satu jam. Ia mending untuk beberapa hari sementara aku tinggal di rumah Maya aja," ucapku sembari berjalan ke rumah Maya.
Setelah berjalan satu jam, akhirnya Chika sampai di rumah Maya.
Ting Tong..
Ceklek..
Kebetulan yang membuka pintu Maya sendiri. Maya pun kaget dengan kedatangan sahabatnya itu, apalagi wajah Chika kini sudah dipenuhi keringat dengan rambut acak acakan.
"May..," sapaku sambil memeluk Maya.
"Chik, loe kesini sama siapa? Kenapa rambut loe berantakan? Loe gak kenapa napa kan? Apa loe habis di siksa sama tante loe itu?" tanya Maya sembari menatap wajahmu dari kanan ke kiri dari kiri ke kanan.
"Ceritanya panjang May, gue boleh gak tidur disini beberapa hari aja. Nanti kalau gue udah punya uang, gue bakal cari kos."
"Iya Chik, boleh kok. Ayo masuk, kita cerita di dalam aja. Sekarang loe duduk dulu, biar gue ambilin loe minum. Loe mau minum apa?" tanya Maya.
"Apa aja May, by the way mama sama papa loe belum pulang dari kantor?"
"Belum Chik, paling bentar lagi. Loe tunggu bentar ya, gue mau ke dapur dulu."
"Iya May, thanks ya," ucap Chika.
"Iya sama sama Chik," jawab Maya.
************
Di ruang kerjanya, El masih penasaran dengan Chika. Dan tak berapa lama, Haris mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruang kerja El.
"Sore pak," sapa Haris.
"Sore Ris, darimana saja kamu seharian ini?"
"Loh tadi kan bapak menyuruh saya buat cari tahu soal gadis bernama Chika yang bersekolah di SMA Pelita Bangsa."
"Oh iya, saya hampir lupa. Gimana kamu udah dapat info apa aja?" tanya El.
"Sudah pak," jawab Haris yang mulai menceritakan tentang kehidupan Chika.
El pun mendengarkan setiap ucapan yang keluar dari mulut Haris.
"Begini Pak El, gadis yang bapak tabrak itu sebenarnya anak seorang pengusaha juga di kota ini. Perusahaan papanya pernah sekali bekerja sama dengan perusahaan kita kok pak."
"Memang siapa nama papanya?" tanya El yang mulai semakin penasaran tentang Chika.
"Pak Dirgantara pak, dari perusahaan Navindo. Namun satu tahun lalu Pak Dirga dan istrinya mengalami kecelakaan pesawat menuju Pontianak. Dan jasad keduanya sampai sekarang belum di temukan. Chika sendiri kini tinggal bersama om dan tantenya. Dan dari Info yang saya dapat setiap bulan dia dapat jatah uang bulanan dari pengacara Pak Dirga pak."
"Oh jadi dia putri dari Pak Dirga? Tapi kenapa tadi siang dia minta pekerjaan padaku? Apa dia menghabiskan uang itu untuk foya foya?" tanya El sambil memegangi dahinya.
"Iya dia putri tunggal Pak Dirga. Dan kalau masalah foya foya, saya kurang tahu pak. Tapi saya janji besok saya akan coba check ke sekolahannya. Apa benar dia belum membayar uang sekolah. Seperti apa yang dia ceritakan pada bapak," ucap Haris.
"Oke saya tunggu kabar dari kamu. Oh iya satu lagi, sekarang siapa yang memimpin perusahaan Pak Dirga sekarang?" tanya El.
"Yang saya dengar perusahaan itu sekarang di pimpin adik iparnya Pak Dirga, yang tak lain om dari Chika pak," jelas Haris.
"Oh begitu. Tapi aneh ya Haris, dia kan dari keluarga yang bisa dibilang mampu. Tapi kenapa dia terus mendesak saya untuk menerima di bekerja disini?"
"Coba besok bapak tanya sendiri aja sama orangnya, daripada bapak penasaran. Tapi kok tumben bapak sangat antusias ingin mencari tahu soal gadis itu. Atau bapak jatuh cinta pandangan pertama ya sama gadis itu," ucap Haris dan langsung di lempar pulpen dari El ke kepalanya.
"Sekali lagi kamu bilang, saya..," ucap El yang langsung di potong oleh Haris.
"Pasti bapak mau bilang potong gaji kan? Bapak gak capek apa bilang itu berulang ulang. Sekali kali bapak tuh bilangnya saya naikin gaji kamu Haris," ujar Haris.
"Hmmm, itu masalah gampang. Tapi aku masih ada satu tugas lagi buat kamu."
"Apa itu pak?" tanya Haris.
"Sini mendekat ke saya," perintah El sambil membisikkan sesuatu ke telinga Haris.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!