Pengenalan tokoh
Syafia Putri
Gadis cantik dengan rambut lurus panjang yang terurai, tinggi 165 cm. Dia gadis yang supel dan mudah bergaul dengan semua orang. Dari kecil dia selalu bersama dengan Reyhan, teman sekaligus tetangga dekat rumah. Hingga saat masa SMA mereka saling mengungkapkan rasa cintanya.
Reyhan Syahputra
Teman Syafia sejak kecil, mereka selalu bersama kemanapun mereka pergi. Sewaktu kecil, Rey menganggap Syafia seperti adiknya. Namun saat mereka menginjak remaja, cinta tumbuh diantara keduanya.
Argha Pratama
Laki - laki tampan dan berwibawa, dengan postur tubuh ideal dengan tinggi 180 cm dan juga seorang konglomerat. Dia di paksa menikahi seorang gadis yang usianya terpaut 7 tahun lebih muda darinya. Dia mempunyai seorang kekasih yang cantik namun hanya menginginkan hartanya saja.
Amelia Pratama
Adik dari Argha Pratama, dia gadis yang mudah bergaul dengan siapapun namun sangat manja jika berada di rumah terutama dengan kakaknya, Argha.
Sania
Kekasih Argha, seorang anak rekan bisnis Argha yang selalu mendekati Argha hingga akhirnya mereka berpacaran walaupun sebenarnya Argha tak mencintainya. Sania juga hanya mengejar kemewahan yang dimiliki sang konglomerat.
🍁🍁🍁
Syafia dan Reyhan adalah teman sejak kecil. Umur mereka hanya selisih tiga bulan, Reyhan terlahir lebih dulu sehingga dia merasa lebih tua dari Syafia dan selalu mengatur apapun yang dilakukan Syafia.
Kini mereka duduk di bangku SMA kelas tiga. Reyhan dan Syafia tak pernah terpisahkan kemanapun mereka pergi.
" Sya, mau kemana?" tanya Reyhan.
" Aku mau ke kantin." jawab Syafia singkat.
" Tidak usah, aku udah bawa bekal untuk kita berdua,"
" Setiap hari Ibu masak buat bekal kita Rey?"
" Iya, katanya biar hemat tidak usah jajan."
" Ibu baik banget deh, nanti pulang sekolah aku ke rumah kamu ya?"
" Iya, rumah cuma beberapa langkah aja pake minta ijin,"
" Hehehee... kan harus ijin dulu sama tuan rumah."
" Ya udah, cepet makan keburu jam istirahat habis,"
" Iya, bawel." ucap Syafia.
Mereka makan di bawah pohon taman sekolah.
" Sya, apa suatu saat nanti kita akan menikah?" tanya Reyhan.
" Biarlah semua menjadi takdir Rey, aku tak mau terlalu berambisi walaupun sesungguhnya sangat berharap. Kita jalani saja takdir ini seperti air yang mengalir mengikuti arus."
" Semoga kita berjodoh ya Sya?"
" Mudah - mudahan Rey."
" Lama banget makannya, mau disuapin?"
" Emangnya aku anak kecil," sungut Syafia.
" Seandainya kita tidak berjodoh gimana Sya,?"
" Jangan bicara seperti itu Rey, aku tidak mau jauh dari kamu."
" Sya, sebenarnya aku dapat beasiswa kuliah di luar kota,"
" Apaa...? Kenapa nggak bilang sama aku Rey, kamu jahat!"
Syafia berlari meninggalkan Reyhan yang masih duduk di taman dengan bekal yang berada di tangannya.
" Sya... tunggu!" teriak Reyhan.
" Maafin aku Sya, sebenarnya juga berat buat aku ninggalin kamu." batin Reyhan.
Reyhan berjalan menyusul Syafia yang lebih dulu masuk kelas.
" Sya, mafin aku ya... Nanti pulang sekolah aku mau ajak kamu ke suatu tempat."
" Aku lagi nggak pengen pergi kemana - mana,"
Tak lama, semua murid masuk ke dalam kelas karena jam istirahat telah selesai. Semua belajar dengan tenang, karena sebentar lagi akan diadakan ujian kelulusan.
Jam sekolahpun usai, semua siswa berlarian keluar gerbang untuk segera pulang.
Reyhan berlari mengejar Syafia yang lebih dulu keluar dari kelas.
" Sya, dengerin aku dulu... Ikut aku sebentar ya?"
" Mau kemana Rey?"
" Ayolah, ikut saja nanti juga tahu."
Rey menggandeng tangan Syafia menuju parkiran untuk mengambil motornya. Setelah itu Rey menyuruh Syafia naik ke motornya seperti biasanya.
Rey menuju ke sebuah danau yang tak jauh dari rumah mereka. Setelah sampai, mereka duduk di sebuah batu di pinggir danau.
" Kita ngapain kesini Rey?" tanya Syafia.
" Aku ingin menghabiskan waktu lebih banyak sebelum kita berpisah." jawab Rey.
" Aku tidak ingin berpisah denganmu Rey?"
" Suatu saat nanti, aku akan datang lagi Sya. Kita akan bersama - sama lagi seperti sekarang,"
" Dari kecil kita selalu bersama Rey, aku tak sanggup hidup tanpa dirimu,"
" Jangan begitu Sya, bersabarlah sebentar. Atau kamu mau ikut kuliah di luar kota?"
" Tidak bisa Rey, Bunda pasti tidak akan mengijinkan aku kuliah di luar kota."
" Ya sudah, terus kamu maunya aku gimana? Apa aku harus tolak beasiswa itu?"
" Jangan, aku tahu itu impian kamu dari dulu. Aku tak mau jadi penghalang untukmu meraih cita - cita."
" Kalau begitu, aku mau kamu ikhlasin aku pergi biar aku juga tenang kuliah disana."
" Iya..."
" Senyum dong Sya,"
" Nggak mau, aku pengen pulang."
Syafia ingin berdiri dari duduknya, namun di tahan oleh Reyhan. Rey menggenggam erat tangan Syafia dengan tatapan penuh cinta.
" Jangan pergi seperti ini Sya, meskipun kita akan berpisah, berikanlah senyuman walau untuk yang terakhir kalinya. Jangan pergi dalam keadaan sedih ataupun marah, tapi kita pergi membawa kenangan yang indah. Aku lebih suka dengan senyumanmu itu."
" Aku tak bisa bila harus berpisah denganmu Rey,"
Syafia menangis memeluk Reyhan dengan erat seakan tak ingin melepasnya lagi.
" Sabar Sya, aku hanya pergi untuk sementara saja. Aku pasti akan kembali lagi padamu."
" Tapi kamu janji ya Rey, tidak akan meninggalkan aku. Kamu harus sering pulang,"
" Iya Sya, kamu tunggu aku pulang ya? Setelah aku selesai kuliah, aku akan menikahimu."
" Aku akan menunggumu Rey, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu dihatiku."
" Ya udah, kita pulang sekarang." ajak Reyhan.
" Rey... genggam tangan aku," pinta Syafia.
" Kenapa Sya?" tanya Rey.
" Genggam saja," rengek Syafia.
" Iya, jangan marah dong..."
Syafia menggenggam erat tangan Reyhan sambil memejamkan matanya. Baru beberapa detik, Syafia langsung melepas kasar genggamannya dan mundur beberapa langkah. Syafia tiba - tiba menangis tersedu - sedu.
" Sya, kamu kenapa?" tanya Rey panik.
" Rey, aku merasa kita akan berpisah jauh dan tidak akan bersama lagi..."
" Jangan bicara begitu Nay, kita akan tetap bersama walaupun banyak rintangan yang menghalangi kita."
" Kita pulang sekarang Rey, aku merasa sedang tak enak hati. Aku ingin sendiri dulu..."
" Baiklah, semoga kamu bisa tenang setelah sampai di rumah..."
* * *
Syafia langsung masuk ke dalam kamar dan berbaring di kasur.
" Kenapa aku merasa kita tidak akan bisa bersama lagi Rey, hatiku rasanya sedih banget saat ini. Apa sebenarnya yang akan terjadi pada kita...?" batin Syafia.
Tak lama, Bunda mengetuk kamar Syafia yang sedang melamun.
" Sya... kamu tidur...?" panggil Bunda.
" Tidak Bun, masuk aja..." saut Syafia.
Ibu membuka pintu lalu masuk ke kamar Syafia dan duduk di samping anaknya yang sedang berbaring.
" Kamu kok belum ganti baju Sya...?"
" Sebentar lagi Bun, Sya capek..."
" Kapan kamu ujian...?"
" Minggu depan Bun, ada apa...?"
" Tidak apa - apa, lain kali saja..."
" Bun, kenapa Bunda gelisah...? Ada yang ingin Bunda katakan sama Syafia...?"
" Nanti saja setelah kamu selesai ujian Sya, sekarang kamu ganti baju dan makan..." ucap Bunda.
" Iya Bunda..." saut Syafia.
Setelah Bunda keluar, Syafia berganti pakaian dan menuju dapur untuk makan siang. Selesai makan, Syafia kembali ke kamar untuk beristirahat.
" Kenapa Bunda seperti sedang gelisah ya...? Apa terjadi sesuatu padanya...?"
.
.
To Be Continue...
.
.
Dukung karya Author ya....
Selamat membaca....
.
.
Hari ini Syafia dan Reyhan akan menghadapi ujian sekolah hari pertama. Seperti biasa, Rey selalu menjemput Syafia dirumahnya.
" Assalamu'alaikum..." ucap Reyhan.
" Wa'alaikumsalam..." jawab Bunda Syafia.
" Selamat pagi Bunda, Syafia udah siap belum...?"
" Pagi Rey, sebentar Bunda panggil Sya dulu..."
" Iya Bun..."
Reyhan duduk di teras menunggu Syafia yang sedang bersiap - siap.
" Rey... udah lama...?" ucap Syafia yang baru keluar dari kamar.
" Belum Sya, ayo berangkat...!"
" Iya, aku pamit Bunda dulu..."
Setelah berpamitan, Rey dan Syafia segera berangkat agar tidak terlambat ujian.
" Rey, aku merasa gelisah akhir - akhir ini. Ada apa ya...?" tanya Syafia.
" Memangnya ada yang sedang kamu pikirkan Sya...?" tanya Rey balik.
" Nggak tahu, cuma kayaknya ada yang aneh aja sama perasaan aku..."
" Udah, nggak usah dipikirin. Fokus aja dulu sama ujian biar bisa lancar menjawab semua soal ujiannya..."
" Iya Rey..."
Sampai di sekolah, mereka langsung bergabung dengan teman - teman yang lain. Syafia duduk bersama teman - teman perempuan di taman.
" Sya, nanti aku boleh nyontek jawaban kamu ya...?" celetuk Santi.
" Dasar tukang nyontek....!" saut Mira.
" Udah, jangan pada ribut. Berdo'a saja semoga kita semua bisa lulus dengan nilai yang terbaik dengan kemampuan kita sendiri..." ucap Syafia.
" Sya, kalau nanti aku nggak bisa gimana...?" rengek Santi.
" Kamu itung aja tuh kancing baju kamu...hahahaa..." ledek Mira.
" Udah - udah ayo masuk, sepuluh menit lagi ujian di mulai..." sela Syafia.
" Ok... mari kita berjuaaannngggg....!" teriak Mira.
" Sssttt... jangan berisik, nggak lihat itu tulisan di depan pintu..." ucap Syafia.
" Upss... sorry, keceplosan... hehehee..." saut Mira.
Bel alarm tanda ujian di mulai sudah berbunyi. Semua siswa mulai mengerjakan soal ujian dengan tertib dan tenang hingga selesai.
" Alhamdulillah, selesai juga ujian hari ini..." ucap Santi.
" Hai semuanya... !" ucap Rudi yang baru datang bersama Reyhan.
" Ihh... biang rusuh dateng....!" saut Santi.
" Sya, pulang yuk..." ajak Reyhan.
" Yuk, aku juga capek..." saut Syafia.
" Kok pada pulang sih...? Aku gimana dong...?" tanya Santi.
" Ya kamu tinggal pulanglah, gitu aja ribet..." saut Mira.
" Anterin ya Mir...?" rengek Santi.
" Nggak, minta anter tuh si Rudi..."
" Siapa juga yang mau anter dia, mending aku anter neng Mira aja..." saut Rudi.
" Mending pulang jalan kaki daripada sama kamu..." ucap Mira.
" Udah jangan berantem, Santi... bukannya kamu bawa motor sendiri...?" ucap Reyhan.
" Astaga... aku lupa Rey, hehehee...."
Karena hari mulai siang, mereka segera pulang ke rumah masing - masing.
" Makasih ya Rey udah anterin aku pulang..." ucap Syafia.
" Buat bidadariku apapun akan aku lakukan..." saut Reyhan.
" Gombal, udah pulang sana...!" usir Syafia.
" Iya, jangan lupa belajar...!"
" Siap Pak Guru...!"
" Assalamu'akum Sya..."
" Wa'alaikumsalam Rey... hati - hati nabrak semut...!"
Rey hanya tertawa kecil mendengar ucapan kekasih hatinya yang menggemaskan itu.
* * *
Ujian kelulusan siswa kelas tiga sudah usai. Kini mereka tinggal menunggu hasil kerja keras yang mereka jalani selama tiga tahun ini.
" Sya, kita jalan yuk...? Bosen di rumah terus...!" ajak Mira.
Mira dan Santi sedang berkunjung ke rumah Syafia karena merasa jenuh di rumah terus tidak ada kegiatan.
" Mau pergi kemana...?" tanya Syafia.
" Kemana aja Sya, yang penting ada makanannya..." jawab Santi sambil makan cemilan.
" Makanan mulu yang kamu pikirin San...!" saut Mira.
" Aku telfon Rey dulu ya...?"
" Jangan Sya, kita bertiga aja perginya..."
" Ya udah, tapi aku harus tetap bilang sama Rey..."
" Gitu aja pake ijin Sya, Rey itu belum jadi suami kamu. Siapa tahu jodoh kamu bukan Rey..." celetuk Santi.
" Huss... jangan bicara ngawur kamu San...!" hardik Mira.
" Maaf Sya, aku salah ngomong..." ucap Santi.
" Iya, nggak apa - apa. Sebentar ya, aku telfon Rey dulu..." saut Syafia.
Syafia mencoba menghubungi Rey beberapa kali namun nomor Rey tidak aktif.
" Rey kemana sih...? Tumben nomornya dimatiin, jadi kepikiran omongan Santi kan...!" pikir Syafia.
" No Sya, jangan negative thingking... pasti Rey itu jodoh kamu...." batin Syafia.
" San, Mir.... aku ke rumah Rey sebentar ya...?" ucap Syafia.
" Mau ngapain Sya...?" tanya Mira.
" Nomor Rey tidak aktif, jadi aku mau ke rumahnya sebentar..."
" Ya udah jangan lama - lama..."
Syafia berjalan ke rumah Rey yang hanya di seberang jalan melewati beberapa rumah di sampingnya.
" Assalamu'alaikum... Rey... Ibu...!" ucap Syafia.
Beberapa kali mengucap salam, namun tidak ada sautan dari dalam.
" Mereka kemana sih...? Kok nggak ada orang kayaknya..." gumam Syafia.
" Cari Rey ya Sya...?" tanya tetangga samping rumah Rey.
" Iya Tante, apa mereka pergi ya...?"
" Mereka pergi dari tadi Sya, nggak tahu deh mereka kemana..."
" Ya udah, makasih Tante..."
" Iya, sama - sama..."
Syafia berjalan kembali ke rumahnya dengan wajah lesu. Dia malah kepikiran dengan omongan Santi tadi.
" Apa benar aku dan Rey nggak berjodoh...?" gumam Syafia.
" Udah Sya...?" tanya Mira.
" Astaghfirullah... Ngagetin aja Mir..."
" Sya... kamu kenapa kaget gitu? Lagi ngelamun ya...?"
" Sorry Mir... hehehee..."
" Rey di rumah...?"
" Tidak, dia pergi sama Ibunya..."
" Ya udah kita pergi sekarang biar nggak kesorean..."
" Ok... aku pamit Bunda dulu di dalam..."
Syafia hanya tinggal berdua dengan Bunda karena sang Ayah kerja sebagai sopir pribadi di Jakarta. Ayah biasanya pulang sebulan sekali untuk mengunjungi Syafia dan Bunda.
" Bunda, Sya keluar sebentar ya sama Mira dan Santi...?" ucap Syafia.
" Rey nggak ikut...?"
" Rey nggak ada di rumah Bunda, nggak tahu deh pergi kemana sama Ibu..."
" Ibu lebih tenang kalau kamu itu pergi ditemani oleh Reyhan..."
" Nomornya Rey nggak aktif Bun, dia juga nggak pamit kalau mau pergi..."
" Ya udah, kamu hati - hati di jalan. Jangan jauh - jauh mainnya..."
" Iya Bun, Assalamu'alaikum..."
" Wa'alaikumsalam..."
Syafia mencium tangan Bundanya kemudian keluar bersama Santi dan Mira.
" Kita mau kemana nih...?" tanya Syafia.
" Ke danau aja yuk, lagi pengen ngadem di bawah pohon..." jawab Mira.
" Kita nggak ke warung Bakso yang di pinggir itu dulu Mir...?" tanya Santi.
" Makan mulu yang kamu omongin, lihat tuh pipi kamu udah bulet kayak bakso..." jawab Mira.
" Hhhh... aku kan cuma nanya..."
" Udah jangan berantem, kita pergi sekarang..." sela Syafia.
" Mira tuh Sya, syirik aja bawaannya..."
" Udah San, nggak usah dengerin Mira..."
Mereka segera naik ke motor masing - masing. Syafia di bonceng oleh Mira karena dia tidak punya motor walaupun sebenarnya bisa mengendarainya. Bunda tidak mengijinkannya naik motor karena khawatir Syafia terjatuh. Setiap hari Sya selalu diantar jemput Rey kemanapun dia pergi.
" Rey, kamu kemana sih...? Kenapa nggak ngasih kabar padaku...?" batin Syafia.
" Neng, udah sampai... mau turun nggak...?" ucap Mira.
" Astaghfirullah... Sorry Mir, aku ngelamun tadi..."
" Kamu kenapa sih Sya...?"
" Tidak apa - apa Mir, ayo kita cari tempat duduk yang nyaman..."
" Kalian kok ninggalin aku sih...?" teriak Santi.
" Tinggalin gimana...? Ini masih aku tungguin..." saut Mira.
" Udah - udah ayo duduk disana. Tuh tempatnya keburu di pake orang..." ucap Syafia.
Mereka duduk sambil bercerita dan bercanda, tak lupa dengan cemilan yang dibawa Santi.
" Sya, kamu mikirin apa sih...?" tanya Mira.
" Aku mikirin__...."
.
.
TBC
.
.
"Aku mikirin Reyhan Mir..."
Syafia sangat gelisah karena Rey pergi tanpa kabar dari semalam.
" Memangnya Rey kenapa Sya...?" tanya Mira.
" Dari semalam Rey nggak ada kabar, ponselnya juga tidak aktif. Tadi waktu aku ke rumahnya, rumahnya kosong. Kata Tante samping rumah, mereka pergi dari habis maghrib dan belum kembali sampai sekarang..."
" Mungkin mereka ada urusan mendadak Sya..."
" Mungkin juga Mir, semoga Rey baik - baik aja..."
" Sya, Rey kemana sih...?" tanya Santi tiba - tiba.
" Astaghfirullah San... dari tadi kamu nggak denger kita lagi ngomong apa...?" ucap Mira kesal.
" Hehehee... aku lagi asyik makan, jadi nggak denger obrolan kalian..." saut Santi nyengir.
" Hhh... dasar tukang makan...!" ejek Mira.
" Biarin aja, yang penting happy...!" balas Santi.
" Udah jangan berantem terus... Kalian itu kalau nggak berantem semenit aja udah gatel ya...?" ledek Syafia.
" Sya, seandainya suatu saat nanti ksmu tidak berjodoh dengan Rey gimana...?" tanya Santi.
" Aku akan pasrah jika itu memang takdir yang harus aku jalani San..."
" Udah jangan dengerin Santi Sya, dia suka ngawur kalau ngomong..." ucap Mira.
" Pulang yuk, udah sore..." ajak Syafia.
" Ok...! let's go my friend..." saut Santi.
* * *
Sampai di depan rumah, Syafia kaget karena sepertinya ada tamu yang datang. Ada mobil mewah yang terparkir di halaman rumahnya.
" Apa Ayah pulang ya...?" gumam Syafia.
" Syafia..." Ayah berdiri di depan pintu memanggil Syafia yang sedang melamun.
" Assalamu'alaikum Yah... Ayah bawa mobil siapa...?"
" Wa'alaikumsalam... itu mobil punya Boss di tempat kerja Ayah..."
" Boss Ayah datang kesini...?"
" Iya... Masuklah, mereka ingin bertemu denganmu..." ucap Ayah.
Dengan pelan Syafia melangkahkan kaki di belakang Ayahnya masuk ke dalam rumah.
" Assalamu'alaikum..." ucap Syafia.
" Wa'alaikumsalam... ini anak kamu Pak Hardi...?" tanya Nyonya Dewi Pratama.
" Iya Nyonya, ini anak saya namanya Syafia..." ucap Ayah Syafia.
" Cantik sekali, pasti cocok ya Pa..."
" Iya Ma, pasti dia menyukainya..." saut Tuan Pratama.
" Ayah, sebenarnya ada apa...?" tanya Syafia pada Ayahnya.
Bunda hanya diam, dia tidak berani bicara apapun karena Syafia pasti akan merasa sedih dan kecewa.
" Bunda belum bilang sama Fia...?" tanya Ayah.
" Maaf, Bunda belum sempat bilang sama Fia Yah..." ucap Bunda gugup.
" Tidak apa - apa Bu, kita tunggu anak saya dulu..." ucap Tuan Pratama.
" Assalamu'alaikum..." ucap seseorang yang baru datang dan langsung masuk ke dalam rumah.
" Wa'alaikumsalam..." jawab mereka semua.
" Maaf, tadi saya salah jalan waktu di pertigaan depan..." ucap pemuda itu.
" Duduklah Ar, kami sudah lama disini kamu baru sampai..." ucap Tuan Pratama.
" Sebenarnya kita kesini mau apa Pa...?"
" Udah diem dulu, Papa mau bicara sama Pak Hardi dulu..."
" Tuan, Anda yakin...?" tanya Pak Hardi.
" Sebentar Pak... Argha, kamu duduk di samping Syafia..."
" Tuan, sebenarnya ada apa ini...?" tanya Syafia.
" Syafia, kenalkan ini anak saya Argha Pratama. Argha, kenalkan ini Syafia anak Pak Hardi. Kalian akan menikah satu bulan lagi..." ucap Tuan Pratama.
" Menikah...?" ucap Syafia dan Argha bersamaan.
" Iya, menikah. Kalian setuju kan...?"
" Tapi Pa, kami tidak mungkin menikah. Aku dan Syafia tidak saling kenal..." ucap Argha.
" Ini bukan penawaran, tapi perintah...!" ucap Tuan Pratama tegas.
" Yah, Syafia nggak mau menikah sekarang. Fia masih ingin melanjutkan kuliah..." Syafia menghiba pada Ayahnya.
" Ayolah Nak, turuti permintaan Ayahmu..." ucap Bunda sambil menitikkan airmatanya.
Syafia menangis dan berlari keluar dari rumahnya.
" Argha, kejar Syafia... bujuk dia supaya mau menikah denganmu. Mama tidak mau pernikahan ini batal..." ucap Mama Argha sambil menggenggam tangan anaknya.
" Tapi Ma... Argha tidak mungkin melakukan itu...!"
" Argha...!" teriak Tuan Pratama.
" Sudah Tuan, jangan memaksa jika Tuan Muda Argha tidak bersedia..." ucap Ayah Syafia.
" Tidak Pak Hardi, ini sudah menjadi perjanjian kita sejak lama. Setelah pernikahan Argha dan Syafia Pak Hardi tidak perlu lagi bekerja..." saut Tuan Pratama.
" Argha... cepat susul Syafia..." pinta Nyonya Pratama.
" Baiklah Ma, Argha akan menyusul Syafia..." ucap Argha pelan.
Argha segera keluar dari rumah dan mencari keberadaan Syafia. Dia tidak ingin mengecewakan orangtuanya dengan menentang perjodohan itu.
" Sya... tunggu...!" teriak Argha.
Syafia berhenti berlari dan bersimpuh diatas rumput di bawah pohon besar.
" Sya, ada yang ingin saya bicarakan denganmu..." Argha duduk di samping Syafia yang sedang menangis.
" Aku tidak mau menikah denganmu...!" teriak Syafia.
" Tenanglah Sya, kita bisa bicarakan ini dengan baik - baik..." ucap Argha.
" Gampang sekali Anda bicara seperti itu Tuan... Saya tidak mau bicara apapun denganmu...!"
" Sya, aku juga tidak menginginkan pernikshan yang seperti ini. Aku ingin menikah dengan orang mau menerima aku dengan tulus. Tapi apa kamu tahu mengapa kita harus menikah...?"
" Aku tidak mau tahu...!"
" Kamu harus tahu Sya... sebenarnya pernikahan ini sudah orangtua kita rencanakan sepuluh tahun yang lalu..."
" Apaa...? Sepuluh tahun...? Bagaimana itu bisa terjadi Tuan...?"
" Jangan panggil aku seperti itu Sya, aku tidak suka kata - kata itu keluar dari mulut indahmu..."
" Aku harus panggil apa...?"
" Terserah, asal jangan Tuan lagi..."
" Baiklah Mas Argha, sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi...!"
" Sepuluh tahun yang lalu, Mama sakit dan harus mendapatkan donor ginjal. Dari semua yang bersedia mendonorkan ginjalnya, hanya Ayahmu yang cocok. Sejak saat itu perjanjian pernikahan ini terjadi. Aku tidak memaksamu untuk bersedia menikah denganku. Tapi pikirkanlah kedua orangtua kita..."
" Tapi, aku masih terlalu muda untuk terikat dalam sebuah pernikahan. Aku masih pengen melanjutkan kuliah dan_..."
" Dan apa...? Kamu pasti tidak mau berpisah dengan kekasihmu ya...?" tanya Argha.
" Hhh... kenapa kita terjebak dalam takdir serumit ini..."
" Cinta, mungkinkah berjodoh...?" teriak Argha.
" Apa maksud Mas Argha...?"
" Mungkin saat ini kamu dan kekasihmu saling mencintai. Tapi, apa mungkin kalian berjodoh...? Kita tidak bisa menentukan jodoh kita walaupun kita sudah menjalin cinta dengan seseorang. Kadang jodoh itu datang secara tiba - tiba dan tak terduga. Jodoh datang di waktu yang kita sendiri belum bisa menerimanya. Begini saja, sebaiknya kita sama - sama istikharoh terlebih dahulu. Buang semua emosi dan amarahmu, pasrahkan semuanya pada Allah. Jika setelah istikharoh kita mendapatkan jawaban dari takdir kita, beritahu aku. Kita akan bertemu tiga hari lagi disini. Jika memang kita tidak berjodoh, aku yang akan membatalkan pernikahan ini..." ucap Argha.
" Tapi saat ini aku punya seorang kekasih Mas, aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja..."
" Dia pasti mengerti dengan keadaan kita Sya, kamu tidak pernah mengkhianati dia. Ini semua demi permintaan orang tua kita. Sebagai anak, kita belum pernah memberikan yang terbaik untuk mereka. Mungkin inilah saatnya kita berbakti kepada kedua orangtua kita dengan cara seperti ini..."
" Baiklah Mas, aku akan berusaha ikhlas menerima pernikahan ini demi orangtua kita. Ayah tidak pernah meminta apapun dariku selama ini..."
" Jika suatu saat nanti setelah pernikahan kamu tetap tidak bisa menerima semua ini, aku ikhlas melepasmu untuk orang yang kamu cintai dan yang mencintaimu. Yang penting kita jalani dulu keinginan orang tua kita..."
" Aku setuju Mas, tapi aku punya syarat untuk Mas Argha..."
" Apa...?"
.
.
TBC
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!