Kehidupan itu penuh misteri, kita di pertemuan dengan orang-orang yang sebelumnya tidak
pernah kita kenal dan kemudian menjadi sebuah keluarga. Kehidupan yang dulu
tidak pernah terbayangkan kini menjadi hidup kita.
“Sya…, gimana berangkat kuliah nggak?”
“Iya dong, satu jam lagi aku sampai!”
Gadis berhijab itu menempelkan ponselnya di daun telinga yang tertutup hijab, suaranya begitu lembut hingga siapapun yang mendengarnya akan betah berlama-lama
untuk mendengarkannya.
Gadis berhijab itu terus berjalan dengan langkah ringannya, ia menyusuri jalan
setapak untuk sampai di depan jalan raya, ia selalu berdiri di sana untuk
menunggu angkot. Supir angkot sudah sangat hafal dengan gadis lembut itu, tak
perlu melambaikan tangannya angkot sudah langsung berhenti.
“Ke kampus neng?”
“Iya pak!”
Tanpa aba-aba gadis itu masuk ke dalam angkot dan duduk di tempat duduk yang panjang saling berhadapan itu, kursi yang membelakangi jendela, kebetulan angkot masih
sepi, hanya ada dua orang di dalam sama, kini menjadi empat karena di tambah
dirinya dan seorang pria berpeci yang tiba-tiba saja ikut masuk bersamanya.
Gadis itu menggeser duduknya, merapat pada seorang ibu yang sedang membawa
sekeranjang belanjaan sepertinya baru saja dari pasar, sedangkan pria berpeci
itu duduk tepat di hadapannya, pria itu terus menundukkan pandangannya,
wajahnya begitu sejuk dengan kemeja koko-nya tampak santun dengan al-Qur’an
kecil di sakunya dan tas ransel di punggungnya.
Tidak ada percakapan selama dalam angkot kecuali suara teriakan kenek yang mencari
penumpang. Gadis berhijab itu terus menatap ke luar jendela menerabas pria
berpeci itu, menikmati suasana kota Surabaya di pagi hari.
Setelah berada di dalam angkot selama setengah jam akhirnya angkot berhenti juga di
depan kampusnya, ia segera turun dari angkot dan menyerahkan selembar uang lima
ribuan. Tapi tak di sangka ternyata pria berpeci itu juga ikut turun dan
melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan oleh gadis berhijab itu.
“Mas juga belajar di kampus ini ya?” tanya gadis itu setelah angkot meninggalkan
mereka. Pria itu tersenyum, senyumnya begitu sejuk hingga siapapun yang akan
melihatnya merasakan kesejukannya.
“Iya …, adek belajar di sini?”
Gadis itu mengangguk dengan senyumnya selalu mengembang di setiap kesempatan.
“Saya duluan ya …, assalamualaikum!”
“Waalaikum salam!”
Gadis itu adalah Aisyah Ratna, ia mempersilahkan pria itu untuk berlalu lebih dulu, tapi pesona pria itu
masih tertinggal di sana bersama kenangan yang di ingat oleh gadis itu.
“Semoga kelak allah mengirimkan iman sepertinya!” doa gadis itu sambil menatap
punggung pria yang telah menjauh darinya.
Aisyah melanjutkan langkahnya dengan senyum yang tidak pernah lepas dari garis
bibirnya. Langkahnya begitu lembut bahkan debu pun tak akan bergoyang saat ia
lalui.
Tujuan utamanya saat ini adalah ke majelis pengajian yang rutin di adakan setiap hari
jum’at. Jika tidak ada kegiatan Aisyah selalu aktif mengikutinya. Ia sudah
duduk di salah satu bangku yang berada di depan masjid kampus.
Tangannya mulai membuka buku yang selalu ia bawa, buku pemberian seseorang yang begitu ia sukai Muhammad: A Prophet for Our Time by Karen Armstrong. Rasa cintanya pada Nabi Muhammad membuatnya mendapatkan hadiah buku itu.
“Assalamualaikum, sya!” tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya, gadis yang tibak biasa berhijab itu kali ini mengenakan hijabnya walaupun tidak sempurna, hanya jilbab segi
empat yang di lipat dan di lilitkan begitu saja menutup kepalanya.
“Waalaikum salam …, Bianka, kamu di sini juga?” tanya gadis itu heran. Tidak biasanya
temannya itu suka datang ke majelis pengajian.
“Iya…, aku ingin melihat salah satu idolaku!”
“Siapa? Artis kepop?”
“Ini lebih tampan dari artis kepop, ketampanannya sampai ke surga dan sepertinya ia termasuk titisan penghuni surga.”
“Siapa?”
“Kamu tidak tahu ya kalau gus Fahmi yang ngisi materi hari ini?”
“Gus Fahmi?”
“Iya gus Fahmi, putranya kyai Abdul Hamid pemilik pondok pesantren Nurul Huda!”
“Sebegitu tampannya ya …, hingga membuat sahabatku ini berpindah haluan yang biasanya
suka nongkrong-nongkrong di kafe sekarang mendatangi majelis pengajian!”
“Sangat sangat sangat tampan …., tampannya sebelas dua belas dengan nabi yusuf. Nanti
kalau kamu lihat sendiri kamu pasti juga akan terpesona!”
“Ya sudah lah kita masuk saja, sepertinya pengajiannya sudah akan di mulai!”
Mereka pun membaur bersama anak-anak yang lainnya, memasuki majelis dan duduk bersama
mereka.
“Pantas aja hari ini yang meramaikan ukhti semua, ternyata pematerinya cowok ya!” ucap
gadis berhijab itu.
“tentu saja …, siapa juga yang nggak kenal sama gus Fahmi!”
Setelah semuanya masuk, seorang pria masuk melalui pintu depan bergabung dengan
beberapa orang yang duduk berjejer di depan, Mc, pembaca Al-Qur’an, dan pria
itu.
Gadis itu, aisyah menutup mulutnya yang tidak sengaja terbuka karena terkejut saat
melihat pria yang sama yang ia temui di angkot. Pria itu masuk bersamaan dengan
sora sorai para ukhti menyambut kedatangannya.
“Aaaaa …, gus Fahmi …, gus Fahmi ….., gus Fahmi ….!” Hampir semua ukhti meneriakkan
namanya, sekarang aisyah tahu jika pria yang bersama nya di angkot tadi adalah
gus Fahmi, pria yang menjadi idola ukhti-ukhti kampus.
“Masyaallah…, dia!”
“Kenapa Sya? Kamu mengenal gus Fahmi?” tanya Bianka.
“Tidak tadi hanya tidak sengaja bertemu saja!”
Setelah semuanya kembali tenang, kini Mc sudah mulai dengan beberapa susunan acaranya. Kini giliran Mc memanggil Gus Fahmi sebagai pembicaranya kali ini.
“Assalamualaikum Gus fahmi!”
“Waalikum salam!”
“Nah pasti sudah tidak salah lagi kalau gus Fahmi ini di sebut sebagai idolanya para
Ukhti, dan untuk materi hari ini sangatlah cocok dengan fenomena anak muda jaman
sekarang, tentang cinta. Benar gus Fahmi?”
“benar sekali!”
“Ya sudah sekarang silahkan di mulai gus Fahmi, nanti akan ada sesi tanya jawab
ya!”
“Terimakasih atas waktunya, assalamualaikum semuanya. Mari kita belajar bersama sekarang
karena saya juga masih belajar di sini. Yang akan kita bahas adalah cinta dalam
fersfektif islam!”
“Siapapun pasti pernah merasakan cinta, karena semua pasti pernah merasakan yang namanya cinta atau jatuh cinta. …., cinta yang benar dan ada cinta yang salah …!”
“Nah untuk ukhti semuanya sehendaknya bijaklah dalam memilih laki-laki yang akan
menjadi imam mu kelak!”
“Nilailah laki-laki dari akhlak dan agamanya, bagaimana laki-laki yang kita nilai akhlak
dan agamanya baik. Lihatlah dia dari bagaimana kebiasaan sholat subuhnya dan
yang ke dua adalah dari bagaimana marahnya …., maka nanti kalian akan tahu
bagaimana dia akan mencintai kalian dan mencintai allah!”
Materi singkat itu begitu terasa jalan merasuk ke dalam hati dan perasaan Aisyah. ada
hal yang istimewa yang membuatnya tidak bisa melupakan kata-kata itu. Begitu
istimewa hingga berada di dalam tempat yang begitu istimewa juga.
Bersambung
Namanya Aisyah Ratna Anjani, ia biasa di panggil Ais atau Sya, sebenarnya Aisyah bukan tipe cewek yang ribet, ia tidak pernah mempermasalahkan panggilan untuknya asalkan menurutnya baik.
Gadis yang selalu mengenakan hijab semenjak duduk di bangku SD itu tinggal bersama seorang ibu dan adik laki-lakinya. Aisyah tinggal di keluarga yang tidak religius, bahkan ibunya tidak pernah mengerti cara mengaji walaupun begitu tapi tekatnya untuk terus mendalami ilmu agama tidak pernah pudar.
Di sela-sela waktu luangnya selalu ia habiskan dengan memperdalam ilmu agama dengan membaca beberapa buku agama atau menghadiri pengajian di pesantren yang berada tidak jauh dari rumahnya.
Selain mendengarkan pengajian, setiap satu minggu sekali ia selalu menyempatkan untuk belajar ngaji di pesantren yang sama karena pesantren itu adalah pesantren yang terdekat dari rumahnya.
Mereka hanya tinggal bertiga, ayahnya meninggal ketika ia masih duduk di bangku SD dan saat itulah asal muasal ia mulai mendalami ilmu agama, ia ingin mendoakan ayahnya yang telah tiada.
Saat itu adiknya masih dalam kandungan ibunya. Ayahnya meninggal karena sakit stroke. Semenjak saat itu ibunya menjadi singel parent, ibunya bernama bu Santi. Sepeninggal ayahnya, bu Santi menyambung hidup dengan berjualan rujak cingur, ayahnya tidak meninggalkan harta apapun kecuali sebuah rumah yang sedang ia tinggali, untung saja saat itu ayah dari Dini, saudara sepupunya membantu bu Santi dengan memberikan modal untuk berdagang.
Karena ibunya yang masih punya bayi, sesekali Aisyah harus membatunya. Karena kebiasaan itu kini berlanjut hingga dewasa, Aisyah dengan kebiasaannya membantu ibunya.
Adiknya bernama Nino, saat ini Nino
sudah sekolah SD. Bu Santi membutuhkan banyak uang karena setiap bulan Nino harus melakukan cuci darah ke rumah sakit, ia menderita gagal ginjal bawaan.
Dia dan ibunya harus bekerja keras untuk itu, maka Itulah kenapa ia harus bekerja paruh waktu untuk membantu keperluan keluarganya selain membantu ibunya jualan rujak cingur, ia juga bekerja di kafe seusai kuliah.
Karena kekurangan biaya, Ia hampir saja tidak bisa melanjutkan kuliahnya, tapi untung saja ia mendapat beasiswa sehingga biaya kuliahnya gratis hingga lulus. Akhirnya ibunya
mengijinkannya untuk kuliah.
🌺🌺🌺
Da’dha ashar Aisyah punya jadwal mengaji di pesantren, sebenarnya enggan berpamitan pada ibunya yang sedang istirahat, tapi jika tidak berpamitan, pasti ibunya akan mencarinya karena nanti malam ibunya akan pergi ke pasar
untuk berbelanja.
Akhirnya Aisyah memberanikan diri membangunkan ibunya.
"Bu ...., bu ...!" dengan pelan dan suara lembutnya ia membangunkan ibunya. Merasa ada yang sedang membangunkannya, bu Santu mulai membuka matanya.
"Iya?"
“Bu …, aku ke pesantren dulu ya, insyaallah nanti ba’da isyak sudah pulang!”
“Iya …, jangan malam-malam ya, kasihan adikmu nanti kalau di tinggal sendiri!”
“Iya bu, assalamualaikum!”
“Waalaikum salam!”
Sudah beberapa tahun Aisyah selalu datang ke pesantren jadi tidak aneh jika seluruh
penghuni pesantren mengenalnya. Sampai bu nyai dan pak kyai pun sering meminta
bantuan padanya untuk beberapa hal termasuk mengajar beberapa santri junior.
Seperti biasa, aisyah mengayuh sepedanya untuk sampai di pesantren. Sesampai di gerbang pesantren seperti biasa pak satpam akan menyapanya dengan ramah karena di
sanalah aisyah akan menitipkan sepedanya.
‘Neng aisyah, kebetulan sudah datang, bu nyai tadi mencari neng Ais loh!”
“Ada perlu apa ya mas?” tanya aisyah was-was.
“Tidak tahu neng. Coba saja langsung ke ndalem…!”
“baiklah mas, saya masuk dulu ya …!”
Aisyah pun langsung menuju ke ndalem, ndalem adalah rumah utama bagi pak kyai dan bu nyai. Di sanalah keluarga inti tinggal.
Aisyah dengan langkah pelannya menuju ke ndalem, terlihat rumah itu masih sepi. Ia melihat sekelilingnya, tapi tidak ada siapapun, walaupun sudah sering masuk ke rumah itu, tapi rasa deg degan selalu
ada setiap kali bu nyai memanggilnya.
Karena dekatnya ia dengan bu nyai,sampai bu nyai memintanya memanggil umi. Ummi Sarah,
bu nyai dan pak kyai tidak punya anak perempuan makanya mereka sangat sayang
pada Aisyah. apalagi Aisyah memiliki perangai yang lembut dan penyayang.
Tok tok tok
Akhirnya Aisyah memberanikan diri mengetuk pintu. Dan mengucapkan salam. Setelah
mengucapkan salam terdengar sahutan salam dari dalam rumah itu.
Ceklek
Pintu pun perlahan terbuka, dan seseorang yang membuat aisyah terkejut berdiri di
sana dengan wajah sejuknya. Dengan cepat Aisyah menundukkan pandangannya.
“Kamu ….?’ Ternyata pria itu tidak kalah terkejutnya. Pria itu adalah gus fahmi.
“Maaf Gus …, kata mas Fathur. Ummu Sarah memanggil saya!”
“Jadi kamu Aisyah?” Aisyah pun hanya mengangguk. Gus Fahmi pun segera membuka lebar pintu itu.
“Masuklah …, ummi sudah menunggumu!”
Aisyah mempersilahkan gus Fahmi untuk masuk lebih dulu. Karena tidak baik berjalan di
depan seorang pria. Gus Fahmi pun akhirnya berjalan mendahului aisyah, dengan
terus menunduk, ia mengikuti langkah gus fahmi.
“Ummi…, dek Aisyahnya sudah datang!” ucap gus fahmi setelah langkahnya mencapai
ujung ruang makan. Di dapur terlihat sekali ummi Sarah sedang sibuk di dapur
bersama ummi Ani, ummi Ani adalah asisten rumah tangga di pesantren itu yang
sudah di anggap seperti keluarga sendiri karena ummi Ani tidak memiliki
keluarga.
“Assalamualaikum, Ummi!”
“Waalaikum salam, nak. Kesini lah …!”
Melihat Aisyah ingin berjalan mendekati umminya, gus Fahmi segera memberi jalan, ia
mundur beberapa langkah. Melihat gus Fahmi sudah memberi jalan, aisyah pun
segera berjalan mendekati ummi Sarah.
“Ada yang bisa saya bantu Ummi?’ tanya aisyah setelah dekat dengan ummi Sarah.
“nanti pak Kyai, akan kedatangan tamu untuk itu ummi memanggilmu untuk menemani ummi menemui tamu itu! Kamu tidak pa pa kan jika libur dulu ngajinya?”
“Iya ummi, tidak pa pa!”
“Oh iya Aisyah …., kamu pasti terkejut saat melihat dia, kenalkan dia putra ummi,
baru pulang dari pendidikannya di Mesir. Namanya Fahmi , Aldi El Fahmi!”
“Iya ummi, kami sudah bertemu!”
“Dimana?”
“Di kampus Ais, gus Fahmi mengisi tausiyah di kampus Ais!”
“Baguslah kalau begitu, kalian pasti akan segera akrab!”
“Insyaallah …!”
Setelah menyelesaikan pekerjaannya di dapur, Gus fahmi juga sudah meninggalkan mereka.
Gus Fahmi di beri tugas abi nya untuk mengisi materi di pesantren. Hingga waktu
magrib pun tiba. Aisyah ikut jama’ah sholat Magrib di masjid pesantren bersama
santri-santri yang lain.
“Masyaallah mbak Ais, beruntung sekali di panggi bu nyai bisa dekat sama gus Fahmi dong!” celoteh beberapa santriwati yang lain.
“Iya loh mbak Ais …, seneng banget dengar
suara tartilnya gus Fahmi pas lagi memimpin sholat tadi, merdu banget bikin
meleleh ….!”
Ternyata fans gus Fahmi bukan hanya di kampus saja, ternyata para santriwati juga
mengidolakannya, bahkan banyak dari mereka yang mengharapkan bisa jadi
pendamping gus Fahmi.
Hingga selesai sholat pun suara mengagumi gus Fahmi masih terdengar dan Aisyah hanya
bisa tersenyum. Bahkan untuk menggapai cintanya itu begitu sulit, ia tidak
pernah bermimpi untuk bisa menjadi pendamping seorang gus fahmi.
Walaupun hatinya begitu ingin, semenjak bertemu dengan gus fahmi di acara tausiyah itu, dalam doanya selalu ada nama pria itu. Setidaknya berharap memiliki pendamping
yang sepertinya adalah sebuah impian besarnya kini. Diam-diam ia mulai
mengagumi pria itu dengan segala kelebihannya.
Aisyah kembali lagi ke ndalem , ia kembali
menemui ummi Sarah. Menyiapkan hidangan makan malam untuk pak Kyai dan
tamu-tamunya.
Bersambung
Happy Reading 🥰😘❤️
Kevin Alexander adalah pria arrogant dengan sejuta kemampuan, melakukan segalanya dengan kekuasaannya. Kehidupannya berkecampung di dunia gelap. Ayahnya sudah meninggal sedangkan ibunya entah kemana, mereka menikah tanpa cinta hingga membuat ibunya memilih untuk pergi dari kehidupan
ayah dan Alex.
Ketika kecil ia di rawat oleh neneknya, tapi setelah besar ayahnya yang mengambil alih
perawatannya. Jadi selain ayahnya orang paling Alex sayangi adalah neneknya.
Mereka tinggal terpisah karena neneknya tidak suka dengan kehidupan keras cucunya itu,
hanya sesekali waktu Alex akan mengunjungi neneknya. Ia selalu berubah menjadi
pria penyayang saat bersama neneknya.
Kehidupannya begitu sepi, ia kehilangan kasih sayang semua orang, termasuk ibunya.bahkan
saat ia mulai mengenal cinta, tunangannya memilih pria lain dan memilih
mengakhiri hidupnya setelah cintanya yang tidak kesampaian.
Rasa kehilangannya semakin besar saat orang yang ia sayangi memilih bersama
keluarganya. Ia sempat berharap memiliki keluarga kecil bersama Nadin dan baby
El. Tapi apapun jika itu bukan menjadi haknya maka akan hilang dari genggamannya.
Kehidupan keras yang di pilih oleh Alex membuatnya sulit untuk menemukan teman ataupun sahabat yang benar-benar tulus padanya.
Bretttt bretttt bretttt
Suara getaran dari ponselnya yang berbenturan dengan meja membuat tidur pria arrogant
itu terganggu. Pria arrogant itu masih berselancar di dunia mimpi. Tubuhnya
yang polos terbuka karena selimut yang menutupinya entah pergi ke mana, pria
itu hanya mengenakan celana boxer pendeknya tanpa menutup tubuh atasnya dengan
apapun. Ia tidak terbiasa tidur dengan mengenakan kaos atau baju tidur.
Brettttt breettttt breettttt
Getaran kedua kalinya membuat pria arrogant itu akhirnya membuka matanya. Ia baru saja
mengikuti acara peresmian semalam dan pulang begitu pagi, ia barus saj tidur
tiga jam dan sekarang sudah ada yang menggangunya.
“Siapa sih yang berani menggangu tidurku?” gumam alex kesal, ia menekan tombol di
mejanya yang langsung terhubung dengan pengawal utamanya.
Tidak berapa lama pintu pun terbuka, menampakkan seorang pria dengan penampilan yang sudah sangat rapi dengan jas dan kemeja juga sepatunya. Rambut yang sudah di sisir rapi.
“Selamat pagi tuan!” sapa nya sambil menunduk, sedangkan Alex masih dengan gaya
arrogantnya tidak ingin bergerak dari tempat tidur.
“lihat siapa yang menggangguku pagi-pagi!” ucapnya sambil menunjuk pada ponselnya yang terus bergetar sedangkan matanya masih enggan terbuka.
Pengawal itu pun segera mengambil ponsel Alex dan melihat siapa yang sedang melakukan
panggilan.
“Ini dari nyonya besar tuan!”
“Katakan jika aku sedang tidur, nanti aku akan menelponnya kembali!”
“Baik tuan!”
Pengawal itu segera mengangkat telponnya, dengan suara pelan menyapa penelpon yang di
sebut nyonya besar.
“Selamat pagi nyonya!”
“Dimana cucuku?”
“Maaf nyonya, tuan Alex masih tidur, tuan alex akan menghubungi nyonya lagi nanti!”
“Tidak bisa …, serahkan sekarang juga, ini penting!”
“Tapi nyonya!”
“Serahkan sekarang, atau aku akan ke sana dan menghancurkan rumah itu!”
Alex yang tidak bisa tidur kembali, mendengar pembicaraan neneknya yang memaksa, ia
pun terpaksa bangun dan mengambil ponselnya dari pengawalnya. Jika sudah
memaksa seperti itu, neneknya sudah tidak bisa di tolak lagi dan ancamannya
buka Cuma ancaman belaka, jika ia sudah mengatakan akan menghancurkan rumah
alex maka ia akan datang dengan membawa buldoser penghancur dan meratakan rumah
alex.
“Pagi nek …., ada apa?” tanya alex malas, ia masih dengan suara seraknya khas bangun
tidur.
“Hari ini kosongkan jadwal, nenek akan mengajakmu ke suatu tempat!”
“Kemana nek?”
“Ke pesantren!”
“Ada apa ke sana? Nenek kan tahu Alex ngagk suka ke sana!”
“Seperti bulan-bulan biasanya, nenek mendadi salah satu donatur di pesantren itu!"
“tapi nek….!”
“Nggak tapi-tapi, nenek tunggu di rumah jam 3 sore!”
Panggilan telpon terputus secara sepihak. Walau bagaimana pun Alex tetap tidak bisa
membantah apapun perintah neneknya. Hanya neneknya lah keluarganya kini,
apalagi neneknya sekarang sudah sangat tua.
“Hehhhh …., nenek ada-ada aja sih …!” keluh Alex, ia melemparkan ponselnya begitu saja,
untung saja pengawalnya begitu sigap menangkapnya.
“Batalkan semua jadwal hari ini!”
“Baik tuan!”
Alex kembali melanjutkan tidurnya. Ia tidak mungkin datang terlambat menemui neneknya. Ia masih sangat mengantuk, ia memilih melanjutkan tidurnya dari pada
melakukan pekerjaan.
🌷🌷🌷🌷
Sore ini Alex sudah siap dengan penampilan rapinya, kehidupan alex dan neneknya
sungguh jauh berbeda. Alex lebih suka berada di daerah abu-abu, ia lebih dekat
dengan dunia hitam dan mafia sedangkan neneknya memilih dengan dunia sosialnya,
ia selalu berdoa dan berharap suatu saat akan ada yang bisa mengubah cucunya menjadi lebih baik.
Alex sudah bersiap menuju ke rumah neneknya tentu dengan beberapa pengawalnya,
karena dunianya yang sangat keras, pasti musuh pun bertebaran di mana-mana.
Setelah melakukan perjalanan selama setengah jam akhirnya sampai juga di depan rumah besar itu, rumah itu sebenarnya milik ayah alex. Alex sengaja tidak mau tinggal
di sana karena masih teringat dengan kenangan-kenangan indah bersama ayahnya.
Kedatangannya langsung di sambut sang nenek di depan pintu besar itu, dengan tongkat di tangannya dan kacamata tebal yang melekat di kedua matanya.
“Nenek…, bagaimana kabarmu?” sapa Alex pada neneknya dan segera memeluknya.
“Sungguh apa kau masih peduli pada nenekmu ini, aku tidak percaya!”
“Sungguh nek!”
“bagaimana aku bisa percaya, sedangkan kau tersenyum saja tidak!”
“Nenek …!” ucap Alex sambil mengusap kedua pipi neneknya.
“Nenek hampir gila saat kau menyukai istri orang, jika kau ingin menikah nenek pasti
akan mencarikan mu gadis yang baik yang masih belum menikah, jangan mencari
masalah dengan menyukai istri orang!”
“Nenek…, sungguh bukan seperti itu! Aku hanya menyayangi mereka!”
“lalu bagaimana lagi, saat kau menyembunyikan istri dan anak orang kalau bukan kau mencintainya!”
“nenek …! Apa nenek akan terus memarahiku di sini?”
“baiklah karena kita sudah terlambat, nenek akan lanjutkan lagi nanti marahnya!”
Alex pun segera menuntun neneknya ke mobil, setiap pergi bersama sang nenek Alex
tidak pernah membawa pengawal, hanya seorang sopir dan asistennya.
Alex duduk di belakang bersama neneknya. Karena berangkatnya sebelum ashar nenek Alex meminta sopir meminggirkan mobilnya saat sampai di depan sebuah masjid besar
dekat dengan pesantren.
“Ayo turun!” ajak nenek Alex.
“katanya ke pesantren, kenapa ke sini nek?”
“Kita sholat dulu!”
Akhirnya Alex mengantar neneknya hingga di depan masjid. Melihat Alex berhenti di depan
neneknya segera menoleh kembali pada cucunya itu.
“Kenapa berhenti di sini? Ayo masuk!”
“Alex di luar saja nek!”
“Kenapa di luar? Ayo sholat!”
“Alex kapan-kapan saja nek sholatnya!”
“Dasar ….! Ya Allah beri hidayah pada cucu hamba ini, kirim seseorang yang akan
membimbingnya ke jalan-MU!” doa nenek alex sebelum meninggalkan Alex, Alex pun
hanya tersenyum kecut.
Tak berapa lama azan pun berkumandang, sholat ashar pun di mulai. Alex benar-benar
tidak tertarik untuk ikut masuk, ia malah asik dengan ponselnya dengan aerophone yang menempel di telinganya.
Hingga seseorang memegang pundaknya, membuat Alex menengadahkan wajahnya menatap siapa yang telah berani menggangunya. Alex segera melepaskan aerophone nya.
“Ada apa?” tanya alex kesal karena ada yang telah menggangunya.
“Apa anda tidak sholat?” tanya pria dengan wajah teduh itu.
“Apa kau mengabsen setiap orang yang sholat?” tanya Alex dengan angkuhnya.
“Aku hanya ingin menjadi umatnya yang baik dengan menasehati orang lain dalam kebaikan!”
“Maka nasehati orang yang mau kau nasehati!”
“baiklah …, maaf jika saya menggangu anda. Saya masuk dulu!”
“Silahkan!”
Setelah pria berwajah sejuk itu masuk ke dalam masjid, Alex kembali dengan kegiatannya.
Sambil menunggu neneknya keluar ia memilih menyelesaikan beberapa pekerjaannya.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!