Aku sedang duduk manis di kursi bussiness class penerbangan menuju Jakarta. Setelah empat belas tahun, akhirnya aku kembali lagi kesana.
Setelah kejadian penculikan dulu, Appa membawa kami kembali ke Seoul. Appa berharap dengan kepindahan kami ke Seoul dapat menyembuhkan trauma ku.
Dulu saat aku hampir mendapatkan pelecehan sexu*l, Eomma Alana sangat membantuku untuk sembuh dari trauma. Tapi ketika aku diculik oleh Oma Sarah karena mereka menginginkan asuransi Eomma Rosaline, Appa memutuskan untuk membawa kami semua kembali ke Seoul.
Selama di Seoul aku berusaha keras untuk menjadi wanita yang kuat dan tangguh seperti Eomma Alana. Yah.. Eomma Alana adalah role model ku. Aku sangat beruntung Eomma Alana masuk kedalam kehidupanku dan Appa.
Kakek Madin yang punya banyak relasi dan kenalan merekomendasikan salah seorang koleganya.
Baek Jong Ma, seorang veteran militer sudah pernah ditugaskan di banyak tempat. Tuan Baek mengajarkan ku banyak hal, mulai dai bela diri, menembak, berkuda juga melempar pisau.
Sepertinya kalau aku harus menjalankan misi seperti Eomma, aku sudah siap.
Aku memasang earphone ditelingaku, bersiap untuk penerbangan yang kurang lebih memakan waktu selama enam jam. Memilih lagu yang akan aku dengarkan.
Aku sudah tidak sabar untuk bertemu Kakek Madin dan Aunty Marlin. Semoga perjalan ini mulus tanpa ada hambatan.
자카르타 내가 간다!
jakaleuta naega ganda!
Jakarta, I'm coming
Aku bersorak dalam hati.
Angel Lee
Seoul - Korea Selatan
"Sayang apa kamu yakin mengijinkan Angel kuliah di Jakarta?" Richard sebenarnya berat melepaskan putri sulungnya untuk kuliah jauh dari keluarga. Tapi karena bujuk rayu istri tercintanya, Richard memberikan ijinnya.
"Appa, Angel sudah dewasa lagi pula dia bisa menjaga dirinya dengan sangat baik." Alana mencoba menenangkan suaminya.
"Kamu tahu bukan itu maksudku, sayang." Richard memeluk Alana yang sedang duduk di tepi ranjang.
Alana memukul tangan Richard yang sudah mulai tidak bisa dikondisikan. "Appa, bukankan cara terbaik melawan ketakutan adalah menghadapinya?" Alana membelai pilih Richard. Richard menyandarkan kepalanya di pundak Alana.
Walaupun pernikahan mereka sudah berjalan empat belas tahun, tapi mereka selalu menjaga kemesraan mereka.
"Aku hanya khawatir, sayang."
"Aku mengerti, Appa. Jangan terlalu khawatir. Ada Uwak dan Marlin yang menjaga Angel disana." Ssstt desahan akhir nya keluar dari bibir mungil Alana, karena tangan Richard sedang bermain di titik sensitifnya.
"Sayang, bukankah sudah waktunya kita memberikan adik untuk Keenan?" tangan Richard terus menggoda Alana.
"Appa, Keenan sudah dua belas tahun, sudah terlalu besar untuk punya adik. Lagi pula aku sudah terlalu tua untuk hamil."
"Kamu masih cantik seperti dulu sayang." Mereka pun memulai ritual pembuatan tato temporari.
Bandara Soekarno - Hatta, Jakarta
Udara di Jakarta memang sangat berbeda dengan di Seoul. Begitu turun dari pesawat udara panas dan sinar matahari langsung menyambar kulitku.
Katamata hitam yang tadinya bertengger diatas kepala kini sudah berpindah menutupi mata ku.
Selesai mengambil koper yang cukup besar, aku berjalan menuju pintu keluar. Kata Appa Mang Karso yang akan menjemputku. Mang Karso masih setia bekerja untuk Appa. Selama ini Mang Karso dan istrinya lah yang menjaga dan merawat apartemen.
Aku meneliti setiap wajah penjemput yang ada didepan pintu kedatangan. Jujur, aku sudah lupa bagaimana wajah Mang Karso.
Membaca setiap kertas yang bertuliskan nama yang dibawa oleh para penjemput. Sampai aku menemukan namaku, Angel Lee - Seoul Korea Selatan.
"Mang Karso?" Aku meyakinkan sebelum menyatakan diri kalau aku Angel Lee.
"Non Angel? Anaknya tuan Richard sama Nyonya Alana?" Mang Karso memberikan banyak pertanyaan sekaligus untuk memverivikasiku.
"Iya, Mang. Saya Angel."
Mang Karso memandang takjub. "Ya ampun, Non, Mang pangling. Non sudah besar sekarang. Udah gadis, udah cantik."
"Mang Karso bisa aja." Mang Karso bisa saja membuat ku malu.
"Tuan sama Nyonya gimana kabarnya, Non?" Mang Karso membantu menarik koperku.
"Mereka baik, Mang. Mang, Mang Karso ke apartemen naik taksi aja yah? Angel mau langsung ke rumah Kakek." dari wajahnya aku bisa lihat Mang Karso tidak setuju dengan ideku.
"Tapi, non kata Bapak, Mamang harus anter Non kalau mau kemana - mana." Seperti yang aku duga, Appa pasti sudah menyiapkan segalanya disini untuk menjagaku. Appa memang terlalu overprotective.
"Gak papa, Mang. Nanti Angel yang bilang ke Appa. Lagian Angel cuman ke rumah kakek habis itu Angel langsung ke apartemen."
Mang Karso menimbang - nimbang."Non tahu jalan ke apartemen?" Mang Karso memang sangat bertanggung jawab.
"Gampang, Mang. Kan ada google map." aku mengoyangkan ponselku agar Mang Karso yakin semua akan baik - baik saja.
"Ya sudah. Hayuk Mamang anter ke mobil." Mang Karso berjalan mendahului ku.
"Wow... " aku takjub dengan kendaraan yang Appa siapkan untukku.
Tesla tipe X. Mobil Tesla sendiri mobil asal Amerika yang berbahan bakar listrik. Fitur yang ada dimobil ini juga cukup canggih. Design interior dan eksterior mobil ini futuristik. Harga mobil ini di bandrol 3 miliyar rupiah.
"Ini kuncinya non." aku menerima kunci mobil dari Mang Karso.
"Eomma." wajah Eomma muncul di layar ponselku.
"Kamu mengemudi? Mana Karso?" Ternyata Appa ada didekat Eomma.
"Appa, Angel mau bicara sama Eomma." Appa cemberut. Aku paling suka melihat wajah kesal Appa karena merasa tersisihkan.
"Kamu suka mobil nya sayang?" wajah Eomma kembali mengisi layar ponselku. "Salam buat kakek dan Aunty."
"Siap." Aku memberi hormat.
"Baiklah, Eomma tutup dulu, Appa mu sedang merajuk." Eomma terkekeh.
Baru saja pergi meninggal Seoul tapi aku sudah merindukan mereka. Seperti itulah mereka, walaupun usia mereka tidak lagi muda, tapi mereka masih sangat mesra.
di masukin daftar Favorit ya Angel dan Harada, like dan komen biar aku masih semangat nulis ya. kasi hadiah mawar juga buat mereka, okeh...
makasii
Masuk ke rumah kakek tidak terlalu sulit seperti masuk ke rumah ku di Seoul. Penjagaan di rumah kakek tidak ketat. Tidak seperti menjaga orang penting. Padahal bisa dibilang musuh kakek banyak. Karena kakek cukup sering mengagalkan kejahatan besar.
Seorang asisten rumah tangga membawaku ke ruang tamu. Ruang tamu yang cozy dan nyaman. Tidak terluka banyak perabot warna yang digunakan pun tidak banyak, jadi ruangan ini berkesan luas. "Silahkan duduk dulu, Non. Saya panggil Tuan besar dulu."
"Angel?" Kakek keluar dari salah satu kamar.
"Kakek... " aku berlari dan berhambur memeluk kakek. Walaupun aku dan kakek tidak ada hubungan darah, tapi aku dekat dengan beliau.
Kakek Madin salah satu orang yang berjasa membuatku sembuh dari trauma. Membuatku lebih percaya diri dan yakin semua akan baik - baik saja.
"Ya ampun, kakek pangling. Terakhir ketemu kamu waktu ulang tahun sweet seventeen." Aku melepas pelukan ku dan mencium punggung tangan kakek. Satu kebiasaan yang aku pelajari dari Eomma.
Kalau di Seoul itu hanya berlaku dikeluarga kami saja. Karena di Korea tidak ada kebudayaan mencium punggung tanganku. Bahkan untuk lawan jenis salam hanya dilakukan dengan membungkuk tanpa berjabat tangan.
"Kakek masih terlihat muda." aku berjalan disebelah Kakek Madin menuju sofa berwarna coklat.
"Hei, itu pujian atau hinaa?" candanya. "Kamu minum? Kakek punya Soju." Kakek Madin melambaikan tangannya memanggil seorang asisten rumah tangga. Memintanya untuk mengambil 2 botol Soju.
"Benarkah? Wah... asikk... ayo kita buat barbeque."
FYI : Soju adalah minuman distilasi asal Korea. Sebagian besar merek soju diproduksi di Korea Selatan. Walaupun bahan baku soju tradisional adalah beras, sebagian besar produsen soju memakai bahan tambahan atau bahan pengganti beras seperti kentang, gandum, jelai, ubi jalar, atau tapioka (dangmil). Minuman ini bening tidak berwarna dengan kadar alkohol yang berbeda-beda, mulai dari 20% hingga 45% alkohol berdasarkan volume (ABV). Kadar alkohol yang paling umum untuk soju adalah 20% ABV.
Asisten rumah tangga membawa dua botol. Soju dingin dan dua buah gelas.
Aku menuangkan Soju ke gelas Kakek. "Bagaimana kabar Eomma dan Appa mu?" Kakek mengeluarkan sebatang rokok dari kotaknya. Menyalakan rokok itu dengan korek gas yang terlihat mahal. "Kamu merokok?"
Aku menggeleng. "Itu satu - satunya kebiasaan Eomma yang tidak aku tiru, Kek."
Walaupun Eomma sekarang sudah tidak lagi merokok, tapi aku tahu dulunya Eomma adalah seorang perokok.
"Bagus. Tidak selamanya orang tua itu benar. Jika salah, jangan ditiru, ingatkan dengan sopan." nasehat Kakek.
"Kakek, bagaimana kalau hari ini Kakek merokoknya libur dulu." aku langsung mempraktekkan nasihat Kakek.
Kakek menenggak Soju nya dengan cepat. "Kamu ini." Rambuku diacak - acak kakek.
"Mana Aunty Marlin?" rumah besar Kakek terasa sepi. Padahal di rumah ini ada Aunty Marlin dan Uwak Blue serta kedua anak mereka, Brian, delapan tahun dan Britany, tiga tahun.
"Sedang mengantar Brian latihan karate. Uwak sedang di markas."
"Setelah mereka datang bagaimana kalau kita video call dengan Eomma?"
"Tentu. Kakek juga sudah kangen dengan Keenan."
*****
"Kak Angel gak bawa tas?" Brian sedang mencari - cari bawa aku.
"Tasnya sudah dibawa Mang Karso ke apartemen."
"Yah... gak seru! Berarti Brian gak dapet oleh - oleh." anak kecil ini melipat tangannya dan menyandarkan punggungnya disofa dengan kasar. Mirip Keenan saat merajuk.
"Bry... " tegur Aunty Marlin sambil memandang Brian dengan tajam.
"Gimana kalau kita video call sama Aunty Lana, nanti Brian bisa minta apa aja biar nanti Aunty Lana yang kirim ke Indo." senyumnya langsung merekah.
Uwak Blue menyambung ponsel ku ke televisi pintar agar kami semua bisa melihat gambar keluarga di Seoul.
"Hai... " Eomma, Appa dan Keenan menyapa bersamaan sambil melambaikan tangan. "Wah lagi pada kumpul semua, ya?" Wajah mereka bertiga muncul di layar televisi besar milik Kakek Madin.
Setelah bertukar kabar, aku memutuskan untuk. kembali ke apartemen. Ini sudah malam dan aku sudah lelah. "Apa gak nginep aja, Ngel?" Aunty Marlin tampak berat membiarkan ku menyetir malam - malam begini. Selain itu aku belum tahu seluk beluk Jakarta dengan baik.
"Gak papa Aunty, nanti Angel tanya sama om google." aku meyakinkan Aunty Marlin kalau semuanya akan baik - baik saja. "Lagian Angel gak bawa baju Aunty. Baju Angel ada di apartemen semua."
Negosiasi panjang pun terjadi, tapi akhirnya Aunty Marlin membiarkan ku pulang dengan syarat seseorang dari organisasi akan mengikuti mobilku sampai ke apartemen.
Aku menurut, lagi pula aku pikir dari pada aku kesesatmalam - malam begini. Yang bertugas mengawalku malam ini bernama Harada. Keturunan Jepang, mirip Yakuza.
Rambut panjang diikat asal - asalan. Dua kancing atas kemejanya terbuka memperlihatkan tato yang ada didada. Entah dimana Kakek mendapatkan orang kejam seperti dia.
Sedetik kemudian aku ingat pesan Eomma. "Jangan pernah menghakimi orang sebelum mengenalnya. Karena kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya mereka alami."
"Mari nona." Aku berpamitan sejenak sebelum masuk ke dalam mobil. Harada sendiri menaiki motor besarnya.
** Kediaman Madin **
"Blue minta Harada untuk menjaga Angel." Madin memberi perintah. Walaupun ia sudah pensiun tapi kata - katanya tetap saja titah yang harus dilakukan.
"Selama Angel disini, keselamatannya tanggung jawab kita. Aku tidak mau apapun terjadi pada cucuku."
Blue menangguk menerima perintah dari ayah mertuanya. Sebelum Angel tiba di Indonesia, Alana sendiri secara pribadi telah menitipkan Angel pada Blue dan Marlin.
"Ayah kenapa?" Marlin duduk disebelah ayahnya yang nampak khawatir. "Ayah khawatir Angel?" Madin mengangguk.
"Yah... Angel masih terjebak dengan trauma nya. Angel masih takut dan tidak percaya dengan laki-laki. Kalau ayah terus membatasi dia bagaimana Angel bisa sembuh" Angel sudah seperti anak sendiri bagi Marlin.
"Kita hanya perlu mengawasi Angel, yah... Biarkan Angel mengobati dirinya sendiri."
"Bilang sama Harada, ayah gak mau Angel terluka seujung kuku pun. Ayah sendiri yang akan menghukum Harada bila Angel sampai menangis apalagi terluka. "
Marlin hanya geleng - geleng kepala. Baik Richard dan ayahnya sama saja. Terlalu overprotective sehingga membuat Angel terkekang.
"Ish... Alana mengirim Angel kesini supaya bebas dari kekangan Richard. Ini ayah sama aja kayak Richard. Keluar kadang singa masuk kadang harimau ini mah namanya." Marlin tidak habis pikir dengan para lelaki ini.
di masukin daftar Favorit ya Angel dan Harada, like dan komen biar aku masih semangat nulis ya. kasi hadiah mawar juga buat mereka, okeh...
makasii
Harada benar - benar mengantarkan ku sampai apartemen. Ia juga ikut naik ke lantai unitku. "Berikan nomor ponselmu." Harada menyodorkan ponsel padaku dengan wajah datar sok cool. Tadi aja di rumah kakek sok panggil aku nona.
"Untuk apa?" aku pikir aku gak akan berurusan lagi dengan Yakuza ini lagi setelah malam ini.
"Menghubungi mu, apalagi?" aku langsung cemberut. Malas berdebat lebih panjang, aku memasukan nomor ponselku secara acak. Tanpa pamit, aku masuk apartemen.
Hanya lampu ruang tamu yang menyala. Benar - benar sepi tidak seperti saat di Seoul. Eomma akan menyambut ku kadang dengan senyuman kadang dengan omelan.
Aku masuk ke kamar utama, kamar yang dulu ditempati Eomma dan Appa. Samar - samar aku ingat kepindahan kami kemari. Eomma waktu itu sedang mengandung.
Aku barbaring diranjang empuk. Oh.. tubuhku benar - benar butuh istirahat. Aku masih punya satu hari sebelum aku mengurus kuliahku disini.
Ah... rasanya untuk mandi saja tidak sanggup.
**Apartemen Harada**
"Kamu sudah mengantarnya?" suara Blue terdengar dari ponsel Harada yang sedang di loudspeaker.
"Sampai dengan pintu apartemen." Harada melepaskan jaket kulitnya.
"Bagus." Blue menutup teleponnya tanpa basa basi.
"Aaiishh kenapa aku harus jadi baby sitter." Harada mengacak rambutnya.
Sebenarnya ia kesal pada Blue yang menungaskannya menjaga gadis manja yang masih cucu Madin. Harada tidak bisa menolak karena ini tugas dari Sang Alfa sendiri yaitu Madin.
Harada lebih suka tugas lapangan. Langsung melakukan kontak fisik dengan lawannya. melayangkan pukulan dan tendangan. Membanting dan menangkis serangan lawan.
"Semoga gue gak lama jadi baby sitter. " Harada pergi untuk membersihkan dirinya.
** Apartemen La Vie **
Aku mengerjabkan mata ketika sinar matahari mulai menembus tirai abu - abu yang menutupi jendela.
Aku melirik jam yang menempel di dinding lalu kembali menutup seluruh tubuhku dengan selimut.
Biasanya Eomma akan masuk ke kamarku dan menarik selimut yang menutupi tubuhku.
"Eomma... " Suaraku, aku buat semanja mungkin ketika panggilan video tersambung.
"Angel ada apa? Kamu sakit?" Eomma terlihat khawatir. "Eomma akan minta Aunty Marlin untuk melihatmu."
"필요 없어, 엄마"
pil-yo eobs-eo, eomma
Tidak perlu, eomma.
"Aku hanya merindukan rumah."
"Kalau begitu pulang saja. Tidak usah melanjutkan misimu lagi. Kita pikirkan cara lain."
"Tidak, Eomma."
"Telepon Eomma jika kamu rindu rumah, okey? Baiklah, Eomma harus pergi, Appa sudah menunggu." Gambar Eomma hilang, Eomma sudah mematikan panggilan video nya.
Aku sudah siap dengan pakaian santai, hari ini aku akan jalan - jalan ke Mall supaya hari ini berjalan cepat.
Orang yang pertama aku lihat saat keluar kamar adalah.
Harada!
Dia sedang santai duduk disofa sambil nonton tivi. Sudah seperti rumah sendiri. Untuk apa dia sini sepagi ini?
"Ngapain kamu ada disini?" aku berdiri tepat di depannya.
"Nonton tivi." bener - bener ini orang, jawabnya santai banget kayak tuan rumah.
"Memang kamu tidak punya tivi?" Dia tidak menganggapi pertanyaan ku. Aku geleng - geleng gak sanggup menghadapi orang ini sekarang. Butuh energi besar untuk menghadapi orang cuek seperti dia.
"Kamu mau pergi?" Kini Harada duduk bersamaku dimeja makan. Tanpa permisi dia duduk dikursi yang masih kosong.
Harada yang berpakaian serba hitam ditambah dengan cupluk dikepalanya, terlihat seperti anggota band rock.
"Mau kemana?" tanya nya lagi.
"Ke mall." jawab singkat - singkat aja.
"Aku antar." nada bicaraya kayak lagi merintah bawahan.
"Gak usah. Aku bisa pergi dengan Mang Karso."
"Aku tidak sedang minta persetujuan." Iihh benerkan orang ini lagi merintah bukan lagi menawarkan diri untuk mengantar. Nyebelin gak? Kenal juga enak eehh main perintah - perintah aja.
"Aku tidak sedang berdiskusi. Aku akan pergi sendiri." Mood makan jadi hilang karena berdebat sama Yakuza satu ini.
Aku siap dengan sling bag putih. Setelah memastikan Mang Karso juga sudah siap, aku bergegas menuju lift. Eh ternyata Yakuza a.k.a Harada ngikutin aku dibelakang.
"Aku sudah bilang aku akan pergi sendiri." aku harus tegas sekarang.
"Maaf nona, ini perintah Madin langsung." sekarang dia bicara dengan bahasa formal.
Kakek? Kakek yang minta orang untuk ngikutin aku? Dari pada penasaran aku telepon saja kakek.
Mendapat pembenaran dari kakek, aku tidak bisa berbuat apa - apa lagi. Tapi untungnya kata kakek, Harada hanya akan menjadi bayanganki, artinya dia tidak boleh terlihat sedang menjagaku dan berada disekitarku.
"Bagaimana nona? Anda puas?!" walaupun dia tersenyum, aku tahu Harada sedang meledek ku.
"Ingat kata kakek, tidak boleh terlihat. Jaga jarak dariku." aku mengibas - kibaskan tangan agar Harada menjaga jarak denganku.
Walaupun aku sudah tidak masalah lagi jika berinteraksi dengan orang baru, tapi entah kenapa alam bawah sadarku selalu mengatakan kalau yang laki - laki asing inginkan dariku hanya s*x.
Bayangan bagaimana pria itu dulu memaksanku dan mengatakan tubuhku indah masih saja terbayang. Dulu aku tidak begitu paham apa maksudnya karena aku masih enam tahun, tapi semakin dewasa aku mengerti apa yang laki - laki itu bicarakan dulu.
Ting!
Pintu lift terbuka, sebelum Harada masuk, aku sudah mencegahnya. "Ikut lift berikutnya."
Trauma ku tidak terlalu parah, tapi sangat menganggu. Di Seoul ada seorang teman kampus yang menyukaiku, tapi pada akhirnya dia menjauh karena berpikir aku tidak tertarik pada laki - laki.
Itu sebabnya aku ke Jakarta, tempat tidak banyak orang yang mengenalku. Tempat dimana aku bisa membiasakan diri hidup sendiri tanpa teman dekat.
"Mang, saya nyetir sendiri aja." Mang Karso kembali ragu - ragu. Mang Karso pasti takut melanggar perintah Appa.
"Gak papa, Mang. Kakek sudah suruh orang buat jagain saya." Aku memberi lirikan pada Harada yang sedang berjalan menuju motor besarnya.
Setuju gak sih, cowok mengendarai motor besar itu auranya beda. Kalau tato memberikan kesan gahar, tapi kalao motor itu kesannya manly banget. Macho.
Dan melihat Harada dengan jaket kulit hitam menaiki motor besarnya membuat aku menahan napas. Tapi dengan segera aku menyadarkan diriku dari khayalan itu mengingat Harada adalah orang yang menyebalkan.
"Oh.. ya sudah, non kalau udah ada yang jagain. Mamang jadi tenang." kali ini Mang Karso menyerahkan kunci mobil dengan suka rela.
Harada menghentikan motornya disebelah mobilku, membuka kaca helm, "Ayo jalan."
Iisshh orang ini menyebalkan.
di masukin daftar Favorit ya Angel dan Harada, like dan komen biar aku masih semangat nulis ya. kasi hadiah mawar juga buat mereka, okeh...
makasii
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!