NovelToon NovelToon

The Secretary

BAB 1

Sudah sekitar 2 tahun Shani Natya menjalani hari-harinya sebagai seorang sekretaris. Sejak kecil ia diasuh oleh Rumi, kakak ibunya. Karena kedua orang tua Shani telah meninggal.

Shani kehilangan sosok ibu tepat pada saat ia lahir ke dunia. Rima, betapa malang nasibnya ketika baru saja melahirkan putri pertamanya. Dokter bilang, kematian Rima disebabkan oleh emboli paru-paru, ada penyumbatan darah di sana.

Kemudian waktu Shani mulai belajar berjalan, ayahnya juga ikut dipanggil Tuhan. Yudhi Laksmana, pria itu memang sudah mulai sakit-sakitan sejak istrinya tiada. Tekanan batin dan capek fisik membuat kesehatan Yudhi menurun, dan pada akhirnya ia didiagnosis meninggal karena penyakit jantung.

Bersyukur, Shani masih punya keluarga yang tulus menyayanginya. Rumi adalah seorang janda cerai mati yang tidak memiliki anak. Oleh sebab itu ia merawat dan menganggap Shani seperti putri kandungnya sendiri.

Melihat tragisnya takdir keluarga Shani dan Rumi, tidak sedikit juga tetangga dan orang-orang kampung menggunjingnya. Tapi apa yang bisa dilakukan 2 orang itu? Rumi selalu menasihati Shani agar ikhlas dan sabar atas semuanya.

Dan setelah Shani beranjak dewasa, ia pergi merantau. Dengan berat hati Shani meninggalkan Rumi sendirian di kampung halaman. Lagi pula semua itu adalah perintah Rumi, dan Shani harus patuh.

Shani berkuliah dan mencari pekerjaan di sebuah kota besar. Rumi sebagai orang tua angkatnya bekerja keras membiayai semua keperluan. Wanita itu bekerja sebagai ART dengan sebuah keluarga kaya di kampung seberang, dan terkadang ia juga menjual nasi bungkus dengan menitipkannya di warung-warung tetangga.

Seusai lulus kuliah, Shani mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan advertising. Itu adalah perusahaan iklan terbesar di kota. Shani mendapatkan posisi yang lumayan baik, ia bergabung bersama 4 orang lainnya di bawah gelar sekretaris.

Di ruang sekretariat yang sangat nyaman itu Shani ditemani 2 orang senior dan 2 orang yang bisa dikatakan sebagai sahabatnya. Jia dan Andra adalah partner yang usianya tidak jauh berbeda dengan Shani. Mereka sering menghabiskan waktu istirahat siang bersama di kantin, atau kadang juga makan keluar kantor.

“Shani, kamu disuruh Pak Wirawan ke ruangannya sekarang,” ujar Bu Sandra, salah seorang senior sekretaris setelah menerima panggilan telepon.

Wirawan Argantara adalah seorang CEO dari perusahaan itu, Argantara Group. Melalui kabar burung dari bisik-bisik karyawan kantor, CEO Argantara Group akan segera diganti. Dan anak tunggal Wirawan adalah sebagai kandidat utamanya.

Banyak pihak yang bertanya-tanya akan hal itu. Kenapa seorang Wirawan Argantara mengambil pensiun terlal cepat? Padahal fisik dan usianya mungkin masih sanggup untuk bekerja.

Setelah perintah dari Bu Sandra, Shani bergegas menuju ke ruang direktur utama. Pikirannya mendadak waswas karena takut jika akan menerima teguran dari Wirawan atas pekerjaannya yang tidak atau kurang tepat. Atau mungkin juga atas kecerobohannya.

Shani ingat jika kemarin ia tidak sengaja menghapus file data scan surat masuk minggu lalu di komputernya. Tapi beruntung file itu masih dapat dikembalikan melalui recycle bin. Kalau tidak Shani bisa mampus kena damprat Bu Mika, senior sekretaris satunya yang terkenal galak sekali.

Shani mengetuk pintu fiberglass warna cokelat tua itu, kemudian membukanya. Wirawan tersenyum ramah dengan kedatangan Shani. Dan satu lagi, di sana ada seorang pemuda tampan tengah duduk di sofa juga menatap Shani yang baru saja tiba.

Wirawan pun mempersilakan Shani untuk ikut duduk di sofa. Shani bersyukur, sepertinya ekspektasi buruknya tadi tidak kenyataan. Tapi ia juga bingung dengan situasi saat ini.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Shani inisiatif, ia tau jika atasannya itu suka pegawai yang aktif dan kompeten.

“Mulai hari ini saya ada tugas khusus untuk kamu,” jelas Wirawan serius. “Tolong dampingi putra saya selama 1 bulan ke depan.”

Dampingi? Shani tak mengerti. Wirawan pun melanjutkan penjelasannya.

“Ini adalah Darren, anak saya,” ucap Wirawan memperkenalkan pemuda berjas yang duduk di sampingnya kepada Shani. “Sebenta lagi Darren akan mengambil alih jabatan saya. Tolong kamu bantu dia untuk mengenalkan diri dengan lingkungan perusahaan.”

“Darren baru kembali dari Amerika beberapa minggu ini. Jadi kamu tau kan yang harus dilakukan apa saja?”

Shani sedikit tertegun. Bagaimana caranya ia membantu seorang putra CEO untuk mengenalkan diri dengan lingkungan perusahaan? Terus, kenapa harus dirinya yang membantu?

“Iya, Pak.” Hanya itu yang bisa dikatakan Shani. Ia tidak mungkin menolak atau berprotes pada bosnya. Alih-alih didengar, bisa-bisa ia malah dapat surat PHK.

Wirawan tersenyum. Ia senang jika Shani menyanggupi perintahnya. “Ya sudah, kalau begitu kamu bisa kembali bekerja.”

“Baik, Pak. Saya permisi,” pamit Shani menunduk tipis pada bos dan calon bosnya, kemudian berlalu pergi.

...◦○⭕○◦...

“Darren, mulai sekarang kamu harus fokus dengan perusahaan. Papa tidak mau kamu pergi ke klub-klub malam lagi. Kamu mengerti?”

Darren mendecak setelah mendengar tuturan papanya. “Terserah.” Jawabnya acuh tak acuh, lalu meninggalkan ruangan itu.

Wirawan menghela napas gusar. Seharusnya ia tidak mengirim putranya keluar negeri. Hal yang awalnya dianggap baik, entah kenapa jadi seperti penyesalan olehnya.

Darren Kadet Argantara, ia menghabiskan waktu sekitar 5 tahunan tinggal terpisah dengan keluarganya di Negeri Paman Sam. Dulu ia menolak saat papa dan mamanya memaksa untuk mengkuliahkannya ke sana. Karena merasa tertekan, Darren mulai mencoba hal-hal baru.

Klub-klub malam menjadi tempat yang paling banyak Darren kunjungi. Pesta dan mabuk-mabukan sesekali Darren lakukan. Darren terjerumus ke dalam pergaulan bebas.

Berhubungan badan dengan beberapa teman gadisnya, jujur saja Darren pernah melakukan itu. Laki-laki mana yang tak tergoda saat seorang bule cantik dengan bodi memikat mengajaknya untuk love shot satu malam. Apalagi jika laki-laki itu adalah Darren.

Tapi sudah 2 tahun terakhir ini Darren berhenti dari kegiatan panasnya. Wirawan mendapati info dari hasil penyelidikannya bahwa putra tunggalnya itu sudah tidur dengan 4 orang gadis yang berbeda. Ia memberi peringatan keras pada Darren dan syukurnya anak itu mendengarkan.

Darren memang berhenti melakukan one night stand, tapi kebiasaannya main ke klub-klub malam masih belum sembuh. Padahal baru beberapa hari di Indonesia, Darren sudah mengunjungi 2 diskotek. Walaupun di sana Darren hanya mencicipi anggur dan tidak menggubris para pelacur yang menggodanya, tapi hal itu semakin membuat Wirawan jengah.

Keputusan Wirawan sudah mutlak, ia akan segera meninggalkan jabatan dan memberikannya kepada Darren. Wirawan ingin anak laki-lakinya itu bisa menjalani kehidupan dengan baik dan benar. Ia harap, Darren akan menjadi pimpinan yang bertanggung jawab nantinya.

...◦○⭕○◦...

Shani kembali memasuki ruangan sekretariat. Ia menghela napas berat, lalu duduk membaringkan kepala ke meja kerja. Pikirannya berisi bayang-bayang tatapan tajam anak Pak Bos.

Shani mengingat betapa angkuhnya ekspresi Darren saat di ruangan direktur utama tadi. Ia tidak menerima senyuman sama sekali dari Darren, hanya sorotan mata yang terkesan mengintimidasi. Apakah ia akan kacau setelah ini?

Shani kembali menyibuk dengan tugasnya. Tidak berselang lama Jia dan Andra memasuki ruangan. Shani memperhatikan 2 rekannya itu tampak asik membicarakan sesuatu.

“Sha, tebak gue tadi ketemu sama siapa!?” seru Jia sedikit heboh.

Berhubung Bu Sandra dan Bu Mika tidak ada di ruangan, Jia pun dengan bangganya berbicara informal. Lagi pula pas jam luar kantor Shani, Jia, dan Andra selalu santai mengobrol. Karena hal itulah ketiganya dekat.

“Siapa?” tanya Shani sembari melirik Andra sebentar.

“Anaknya Pak Bos. Ganteng banget sumpah!” Jawab Jia hiperbolis.

“Gantengan juga gue,” sanggah Andra menyibak ambang rambut klimisnya membuat Jia mencebik.

Walaupun ukuran tampan dan cantik seseorang itu berbeda-beda, Shani akui jika Darren memang oke. Pawakannya yang tinggi dan gagah juga tampang yang rupawan sempat membuat Shani kikuk dan merasa salah tingkah. Tapi tetap saja, tatapannya mematikan.

“Eh, kalian tau nggak kalo gue baru aja dapet tugas khusus dari Mister CEO?" tanya Shani pada Jia dan Andra.

“Tugas khusus apaan?” Jia mengernyit.

Shani menengok kanan kiri memperhatikan keadaan. Setelah dirasa tidak ada pihak asing yang lewat, ia mulai menyuara. Shani ragu memberitahu Jia dan Andra, tapi akan lebih baik jika mereka tau.

“Gue disuruh dampingi anaknya Pak Bos buat 1 bulan ke depan," ungkap Shani sedikit berbisik.

“Hah?!” seru Jia dan Andra bersamaan.

“Iya, gue dimintai tolong buat bantu Pak Darren ngenal lingkungan perusahaan selama 1 bulan ke depan.” Shani cemberut. “Kayaknya kerjaan gue bakalan ribet, deh,” keluhnya.

Jia terkekeh. “Kok bisa, sih? Kenapa harus lo?”

“Ya mana gue tau." Jawab Shani mengedikkan bahu.

Andra terdiam. Ia ingat beberapa waktu lalu Wirawan menceritakan sedikit tentang bagaimana perilaku anaknya saat di Amerika. Apakah Wirawan bisa menjamin kalau Shani akan baik-baik saja jika berhubungan dengan putranya itu?

5 orang di bagian sekretariat memiliki tugas masing-masing. Shani bertanggung jawab atas surat masuk dan mengarsip, Jia bertanggung jawab atas pengelolaan kas kecil, dan Andra bertanggung jawab untuk memanajeri kegiatan atasan. Kalau Bu Sandra dan Bu Mika, mereka tentu juga punya tugas tersendiri.

Untuk tugas dan tanggung jawab Andra, laki-laki itu tentu punya kedudukan yang sedikit lebih tinggi daripada Shani dan Jia. Andra juga lumayan dekat dengan Wirawan. Setiap kali ada rapat dan perjalanan bisnis, Andra selalu menemani Wirawan, di mana pun itu dan apa pun itu.

Dan mungkin setelah Wirawan lengser, Andra akan ganti memanajeri Darren.

...◦○⭕○◦...

Jangan lupa LIKE, VOTE, dan beri HADIAH untuk karya ini. Yuk KOMEN di bawah.

BAB 2

“Bu Shani, Anda sudah ditunggu Pak Darren di mobil.” Seorang OB tiba-tiba menghampiri Shani di ruangan kerjanya. Shani yang sudah bersiap untuk pergi makan siang bersama Jia dan Andra pun mendadak harus membatalkan rencana.

Dengan batin yang sedikit merungut Shani berjalan menuju halaman kantor. Di sana Darren menyedekapkan tangan bersandar pada pintu sedan mewahnya tampak memperhatikan Shani dari kejauhan. Shani pun dengan langkah gugup mulai mendekat ke arah Darren.

“Selamat siang, Pak,” sapa Shani menunduk enggan menatap mata Darren yang tajam menakutkan.

“Kenapa lama sekali?” tanya Darren terdengar dingin.

“Maaf, Pak.” Mungkin meminta maaf adalah jawaban yang tepat. Shani juga tidak berani mengatakan kalau tadi ia masih mengobrol sedikit dengan Jia dan Andra mengenai Darren yang digosipkan sombong dan galak.

“Masuk ke mobil,” suruh Darren acuh tak acuh.

“Kita mau ke mana, Pak?” tanya Shani. Ini adalah waktu istirahat, tidak mungkin kan calon bosnya itu mengajaknya makan siang? Ini di luar jam kantor, dan mereka baru saling mengenal.

“Tugas kamu hanya menjawab dan menuruti perkataan saya. Masuk!”

“Ba-baik, Pak.” Dengan dada berdebaran Shani pun memasuki mobil hitam itu. Shani menyimpulkan kalau gosip tentang Darren yang katanya galak ternyata adalah benar.

“Kenapa kamu duduk di situ? Kamu pikir saya ini supir kamu? Pindah ke depan!" Darren yang melihat Shani duduk di kursi tengah langsung berprotes.

“Iya, Pak.” Jawab Shani menurut, kemudian ia beranjak berpindah tempat duduk ke kursi depan.

Darren pun mulai melajukan mobilnya. Di dalam perjalanan keduanya sama-sama membisu. Shani sangat gugup sampai kedua tangannya mengepal dengan keringat dingin.

“Mulai sekarang kamu bekerja penuh dengan saya. Kamu harus selalu siap saat saya butuhkan. Kamu mengerti?” Kali ini Darren menyuara.

“Tapi Pak, bagaimana dengan pekerjaan saya di kantor?”

“Kamu tidak usah bingung soal itu. Saya akan membereskan semuanya.”

“Baik, Pak.”

“Dan 1 lagi. Selama kamu bekerja dengan saya, kamu harus menuruti semua perintah saya. Saya tidak ingin mendengar kata tidak. Kamu paham?”

“Iya, Pak.” Entah bagaimana perlakukan Darren pada Shani nantinya, Shani hanya harus mengiyakan semua ucapan Darren karena itu adalah aturannya. Shani cuma bisa berharap agar Darren tidak memberikannya perintah yang aneh-aneh.

...◦○⭕○◦...

Shani dan Darren sampai di sebuah mall di pusat kota. Sejak di parkiran tadi Shani hanya membuntuti Darren. Ia tidak mengerti, kenapa laki-laki itu mengajaknya ke mall?

Darren menuju sebuah toko tas mewah. Kemudian seorang pelayan menghampirinya. “Ada yang bisa saya bantu?” tawar pelayan itu tersenyum ramah pada Darren.

Darren enggan menjawab, ia malah menoleh pada Shani yang tengah berdiri di belakangnya. “Pilihkan saya 1 tas wanita yang menurut kamu paling bagus.” Darren mengeluarkan kartu kredit dari dompetnya dan memberikannya ke Shani. “Bayar dengan itu. Saya tunggu di sana,” sambung Darren menatap sebuah kafe di seberang toko tas itu.

“Baik, Pak.” Jawab Shani menunduk singkat pada Darren.

Darren pun pergi, dan Shani mulai memilih tas sembari ditemani seorang pelayan toko itu. Shani sengaja memilih tas yang harganya cukup mahal. Ia tidak menyangka akan memegang sebuah black card milik Darren???

Kali ini Shani juga sedikit ingin balas dendam. Sejak awal Darren selalu berbicara semena-mena padanya, sekarang Shani akan membalasnya. Lagi pula tas branded seharga 30 jutaan itu tidak akan menguras limit black card milik Darren, kan?

Selesai membayar tas, Shani pun menghampiri Darren yang tampak duduk menyendiri mengotak-atik ponsel di meja kafe nomor 5. Sebenarnya Shani sedikit kepo soal kenapa Darren membeli sebuah tas wanita. Apa tas itu untuk pacarnya?

“Permisi, Pak. Ini kartu dan tasnya,” ujar Shani menyodorkan black card milik Darren dan paper bag besar berisi tas yang baru dibelinya.

Darren hanya mengambil kartu kreditnya dari tangan Shani. “Kamu bawa tasnya. Ayo kita pergi,” ajaknya beranjak dari tempat duduk.

Batin Shani menggerutu memandangi punggung Darren yang berjalan menjauh. Kenapa calon bosnya itu tidak pengertian sekali dengan keadaan perutnya? Apa Darren tidak ada niatan mentraktirnya makan atau sekedar membelikannya minum di kafe itu?

Dalam perjalanan menuju parkiran mobil Shani mengumpati Darren dalam hati. Kartu kreditnya aja unlimited, tapi empatinya limit! Shani merasa dirinya sial sekali sekarang.

Shani terus mengikuti langkah jalan kaki Darren yang cepat. Gadis itu tergesa-gesa. Sekitar 5 meter di dekat tempat mobil Darren terparkir, Shani tidak sengaja menubruk tubuh Darren yang tiba-tiba berhenti dan berbalik menoleh padanya.

Mata Shani membelalak melihat wajah Darren yang begitu dekat dengannya. Pandangan keduanya beradu. Dan secepatnya Shani menjauh menarik jarak dari Darren.

“Maaf, Pak.” Dengan segera Shani meminta maaf, ia menunduk mencoba menutupi salah tingkahnya.

“Kamu lapar?” tanya Darren memastikan.

“Iya, Pak.” Tanpa ragu Shani menjawab dengan jujur tapi masih menunduk.

Melihat hal itu bibir Darren tersenyum tipis. Ada 2 hal yang ia simpulkan, pertama, Shani hanya menuruti aturannya untuk selalu menjawab iya, kedua, Shani sebenarnya memang belum makan siang. Tapi memang betul, 2 kesimpulan itu adalah alasan Shani yang sesungguhnya.

Darren kembali mendatarkan senyum tipisnya sebelum Shani melihat. Ia pun kemudian mengajak Shani ke sebuah rumah makan. Mereka memesan dan menikmati makan siang bersama.

“Nanti malam kamu harus ikut saya,” titah Darren.

“Ikut ke mana, Pak?" tanya Shani ragu-ragu.

“Jangan banyak tanya, ikut saja.”

“Baik, Pak.”

...◦○⭕○◦...

Shani dan Darren kembali ke Argantara Group. Darren menghentikan mobilnya tepat di pinggir jalanan depan gerbang kantor. “Kita ketemuan di Zui Cafe jam 7 malam. Kamu pakai baju seperti ini saja,” ujar Darren melirik busana Shani dari atas ke bawah dengan singkat.

“Baik, Pak.” Jawab Shani, kemudian ia turun dari mobil.

Setelah pintu sedan hitamnya ditutup kembali oleh Shani, Darren langsung mengegasnya pergi meninggalkan Argantara Group. Shani pun berjalan menuju ruang kerjanya. Ia ingin merilekskan tubuh seusai menghadapi calon bosnya yang menurutnya kaku dan sedikit kejam.

Lalu sore ini sehabis jam kantor Shani dipanggil oleh Wirawan untuk ke ruangannya. Niat Shani ingin cepat-cepat pulang dan istirahat, tapi ia malah disuruh menghadapi para atasannya lagi. Sejak pagi tadi Shani dominan berurusan dengan CEO perusahaan dan putranya.

“Apa saja yang kamu lakukan dengan Darren siang tadi? Apa dia sudah mulai membuka diri dengan perusahaan?”

Napas Shani hampir saja tersekat mendengar pertanyaan Wirawan. Yang ia lakukan siang tadi bersama Darren? Shani bahkan tidak mengajari Darren apa-apa soal perusahaan, yang mereka lakukan hanya pergi ke mall dan makan siang di sebuah restoran mahal.

Shani tertunduk. “Maaf Pak, siang tadi Pak Darren hanya mengajak saya pergi beli tas di mall dan makan siang.” Apa pun yang terjadi Shani harus jujur pada Wirawan.

“Pergi beli tas?” Wirawan mengernyit bingung.

“Iya, Pak. Pak Darren tadi membeli sebuah tas wanita,” jelas Shani.

“Untuk siapa?”

“Saya tidak tau, Pak.”

Wirawan mendadak berspekulasi soal untuk apa putranya itu membeli sebuah tas wanita. Setahu Wirawan sampai saat ini Darren belum memiliki pacar. Atau tas itu untuk istrinya?

Namun Wirawan juga tau kalau Darren sebenarnya bukan tipe anak yang suka memberi hadiah kepada papa dan mamanya. Darren justru sangat suka membangkang dan sulit menurut atas nasihat Wirawan dan Fiona, mama Darren. Lalu jika nanti bukan untuk mamanya, untuk siapa tas itu?

“Lalu apa lagi yang kalian lakukan?” Wirawan kembali menanyai Shani.

“Tidak ada, Pak. Pak Darren hanya menyuruh saya untuk selalu menuruti semua perintahnya. Bahkan saya diminta untuk bekerja secara penuh dengan beliau.”

Wirawan tertegun. Bagaimana bisa anaknya sudah berani sewenang-wenang begitu dengan karyawannya? Tapi cara bicara dan sikap jujur Shani membuat Wirawan percaya akan sesuatu.

“Shani, saya menawari kamu gaji 2 kali lipat untuk bulan ini asalkan kamu mampu melakukan sesuatu untuk saya. Bagaimana? Apa kamu tertarik?”

Shani yang tadinya lelah ingin segera rebahan di tempat tidur di rumahnya mendadak bersemangat. Gaji 2 kali lipat untuk bulan ini? Bahkan gaji bulanan Shani saja sudah melebihi UMR kota, apalagi kalau dijadikan 2 kali lipat!???

“Sesuatu apa, Pak?" tanya Shani ragu-ragu.

Wirawan tersenyum karena Shani tampak antusias. “Saya akan memberikan gaji 2 kali lipat untuk kamu pada akhir bulan ini. Itu juga belum ditambahi dengan bonus dan reward yang kamu dapatkan untuk 1 bulan ke depan.”

“Tugas kamu sangat sederhana. Kamu hanya harus mampu mengatur Darren agar tidak melenceng dari jalanan lurus. Kamu harus membuat putra saya fokus pada Argantara Group.”

“Dan 1 lagi. Kamu harus selalu melaporkan semua kegiatan Darren pada saya. Khusus untuk 1 bulan ini saja selama kamu mendampingi Darren. Kamu sanggup?”

Shani berpikir sebentar. Watak Darren yang seperti itu apakah bisa dikendalikan oleh Shani yang sejak awal saja sudah menciut menghadapinya? Tapi royalti yang ditawarkan Wirawan sangat menggiurkan.

“Baik Pak, saya akan mencoba sebisa mungkin,” seru Shani bersemangat. Masa bodoh jika harus menghadapi manusia seperti Darren. Ini semua demi gaji 2 kali lipat.

“Lakukan sebaik mungkin. Dan ingat, ini semua hanya kesepakatan antara kita berdua. Jangan sampai orang lain tau tentang ini.”

“Iya, Pak. Saya mengerti.”

...◦○⭕○◦...

Jangan lupa LIKE, VOTE, dan beri HADIAH untuk karya ini. Yuk KOMEN di bawah.

BAB 3

Selesai magrib Shani sibuk mempersiapkan beberapa berkas ke dalam sebuah map merah. Map itu nantinya akan Shani berikan kepada Darren untuk melancarkan aksinya. Shani tidak akan membiarkan gaji dobelnya lolos.

Setelah menyiapkan semuanya, Shani kembali merebahkan tubuh ke kasur. Ia menatap langit-langit ruang kamarnya sembari menghela napas panjang. Shani merasa kesepian, ia merindukan Rumi di kampung.

Sejak bekerja di Argantara Group Shani berhasil membeli sebuah rumah untuk sementara waktu ia tinggali selagi masih merantau di kota. Ada niatan pulang kampung berkumpul bersama Rumi di benak Shani, namun entah kapan itu akan terwujud. Shani hanya belum ada keberanian untuk kembali.

Sesekali Shani dan Rumi bertukar kabar melalui pesan pendek. Sekadar bertanya keadaan dan mengutarakan rasa kangen. Itu pun juga tidak setiap hari.

Shani pikir dirinya sekarang masih jauh dari kata sukses. Tabungan di rekeningnya belum seberapa. Ia juga punya tanggung jawab besar dengan pekerjaannya.

Apalagi sekarang Argantara Group sangat membutuhkannya. Sebulan ini pastinya Shani akan sangat sibuk. Tapi tidak apa, semua itu demi mencari nafkah.

...◦○⭕○◦...

“Kamu mau ke mana?” tanya Fiona pada putranya yang terlihat tampil kasual sembari menenteng sebuah paper bag besar.

Darren menuruni anak tangga tidak menggubris pertanyaan mamanya sama sekali. Ia berjalan cepat dan sesekali melirik jam tangan. Sudah hampir pukul 7, Darren harus segera ke Zui Cafe.

“Darren! Darren, kamu mau ke mana?!” Fiona memekik karena anaknya itu mengacuhkannya. Ia kesal melihat Darren pergi begitu saja tanpa salam atau juga pamit.

“Kenapa sih, Ma?” tanya Wirawan yang baru saja keluar kamar menghampiri istrinya ikut duduk di sofa ruangan itu.

“Itu anak kamu, ditanyain mau pergi ke mana nggak dijawab. Pamit juga enggak. Pake bawa-bawa paper bag gede lagi. Mau ke mana sih dia?” Fiona menggerutu.

Wirawan mendadak cemas. Apakah Darren akan pergi ke tempat dugem lagi? Satu-satunya jawaban yang bisa membantu adalah bertanya kepada Shani, siapa tau gadis itu mengetahui sesuatu tentang ke mana Darren akan pergi malam ini.

Wirawan bergegas mengirimi Shani sebuah pesan singkat.

Wirawan

Apa malam ini kamu ada agenda keluar bersama Darren?

^^^Shani^^^

^^^Iya, Pak. Pak Darren mengajak saya untuk bertemu di Zui Cafe jam 7 malam ini. Tapi beliau tidak mengatakan untuk apa dan kenapa.^^^

Wirawan

Pantau dia terus. Saya tunggu laporan dari kamu secepatnya.

^^^Shani^^^

^^^Baik, Pak.^^^

...◦○⭕○◦...

Pukul 7 malam tepat, tapi Darren belum juga tiba di Zui Cafe. Shani sudah menunggu Darren kurang lebih 15 menitan di halaman kafe itu. Tidak berselang lama sebuah sedan hitam yang tidak asing bagi Shani pun tiba.

Darren keluar dari pintu mobil dengan sebuah paper bag menatap keramaian ruangan kafe dari luar sana. Shani dengan cepat menghampiri Darren yang masih berdiri di samping mobil. Malam ini calon bosnya itu terlihat tampan sekali.

“Selamat malam, Pak,” sapa Shani menunduk tipis pada Darren.

“Ayo kita masuk,” ajak Darren enggan menyapa balik.

Batin Shani mendecak sedikit kesal. Apa Darren sedingin itu? Laki-laki itu bahkan juga tidak bertanya sudah berapa lama ia menunggu dirinya, setidaknya basa-basi sedikit, lah.

“Maaf Pak, tapi untuk apa kita ke sini? Apa Bapak mau berkencan dengan seseorang?” tanya Shani memberanikan diri. Kali ini ia harus bisa melawan Darren dan membuatnya sedikit terbuka. Shani perlu menggali informasi agar ada bahan untuk dilaporkan pada Wirawan.

Darren melempar tatapan maut ke arah Shani. “Bukan urusan kamu. Ayo cepat kita masuk,” seru Darren bersikokoh tidak mau menjawab. Tapi Shani juga tidak mau kalah.

“Ini jelas urusan saya, Pak. Lagi pula saya hanya bertanya untuk apa Bapak mengajak saya ke kafe ini. Kalau sebenarnya ini tidak penting, saya juga punya urusan pribadi di rumah,” tukas Shani enggan menatap Darren, tapi setidaknya ia berani untuk speak up.

Darren merasa aneh pada gadis di depannya itu. Siang tadi Shani tidak seberani sekarang. Semua yang Shani katakan hanya iya dan baik, Shani selalu menurut, tapi sekarang kenapa gadis itu berubah sok melawannya?

Daripada berkecamuk dengan pikiran yang bukan-bukan, lebih baik Darren sedikit leleh pada gadis itu. “Saya ke sini untuk undangan pesta ulang tahun teman SMA saya.” Jawab Darren dengan suara tegas membuat Shani tertegun.

“Apa ada lagi yang mau kamu tanyakan?” Darren mengintimidasi Shani dengan sorot matanya.

“Kenapa saya harus ikut Bapak menghadiri undangannya? Saya rasa ini semua bukan urusan kantor.” Dan kali ini Shani memang ingin tau alasan Darren mengajaknya ke undangan pesta ulang tahun teman SMA-nya itu.

“Ini memang bukan urusan kantor. Tapi kamu ingat kan dengan perjanjian tadi siang? Kamu itu sudah bekerja dengan saya secara penuh. Kamu juga setuju jika saya butuhkan setiap saat. Jadi jangan banyak berprotes!”

Kali ini Shani tidak bisa melawan. Memang benar dirinya sudah mengiyakan hal yang Darren sebutkan. “Baik, Pak.” Jawab Shani menunduk.

Darren mendecak kesal pada Shani. Ia berjalan dengan langkah lebar menuju ke dalam ruang kafe itu. Shani pun mengikutinya.

...◦○⭕○◦...

“Hai, Darren.” Seorang gadis dengan dress merah seatas lutut menghampiri Darren yang tengah duduk di kursi bar bersama Shani.

“Hai.” Darren menyapa balik gadis itu dengan senyuman manis.

Batin Shani berdecih. Apa-apaan calon bosnya itu? Sejak pagi tadi ia tidak melihat Darren tersenyum sebahagia itu. Alih-alih senyuman, yang Shani dapatkan hanya perintah dan perintah. Dan sekarang karena seorang gadis cantik, Darren mau memberikan senyuman terbaiknya?

“Dia siapa? Pacar kamu?” tanya gadis berbaju merah itu melirik Shani.

“Bukan, dia sekretarisku.” Jawab Darren menatap wajah Shani terkesan malas.

Gadis berbaju merah itu tersenyum ramah pada Shani. “Aku Zuilu. Panggil aja Zui,” ujarnya mengajak Shani berjabat tangan.

“Shani.” Dengan senyuman cantiknya Shani juga turut memperkenalkan diri.

Zui adalah teman SMA Darren. Beberapa hari lalu Darren bertemu Zui di sebuah halaman tempat diskotek. Saat itu 2 orang pria tampak memaksa menyeret-nyeret Zui untuk hal yang tabu.

Karena merasa kasihan melihat seorang perempuan menangis berusaha membebaskan diri dari 2 berengsek jelek, Darren pun menolongnya.

Kejadian beberapa hari lalu ...

Darren hendak pulang setelah dari kegiatan menyenangkannya. Saat akan memasuki mobil ia melihat seorang gadis berteriak meminta tolong. Kala itu halaman parkir tempat hiburan malam yang Darren kunjungi cukup sepi, hanya ada dirinya dan 3 orang asing di sana.

Dengan bogem dan tendangan kuat Darren berhasil melumpuhkan 2 pria kurang ajar yang tampaknya ingin memperkosa seorang gadis yang ditolongnya. 2 pria itu lari pergi, dan si gadis berterima kasih pada Darren. Namun saat mata mereka saling bertemu, Darren dan si gadis mulai mengingat sesuatu.

“Darren?” panggil si gadis memastikan jika laki-laki yang baru saja membantunya adalah teman sekelas SMA-nya dulu.

“Zui? Kamu nggak pa-pa?” tanya Darren pada gadis itu yang ternyata adalah Zui.

Zui mengangguk. “Iya, aku nggak pa-pa. Makasih banyak udah nolongin aku.”

“Sama-sama. Kamu ngapain di sini?” tanya Darren membuat Zui sedikit tampak gelagapan.

Zui tidak mungkin mengaku pada Darren kalau sebenarnya dirinya adalah gadis yang suka mabuk-mabukan dan sesekali mencoba one night stand di tempat diskotek itu. Secepat mungkin Zui mengalihkan pembicaraan. “Aku tadi cuma nggak sengaja lewat dan ketemu 2 cowok berengsek itu. Kamu sendiri ngapain di sini?” timpal Zui melempar pertanyaan.

Dan sekarang giliran Darren yang tampak gelagapan. “Aku..., aku juga cuma lewat, kok.”

Zui tau jika Darren berbohong. Beberapa detik memperhatikan Darren membuat Zui mengagumi betapa tampannya teman SMA-nya itu. Sepertinya Darren juga masih kaya raya, Zui kan tau jika Darren itu anak pemilik Argantara Group.

Zui pun memutar otak dan mulai berusaha memanfaatkan situasi. “Darren, aku boleh nebeng kamu nggak? Udah malem banget, aku tadi pergi naik taksi. Apa kamu mau anterin aku sampe rumah?”

Dalam lupuk hati Darren yang paling dalam sebenarnya ia keberatan jika harus mengantarkan Zui pulang ke rumahnya. Tapi berhubung hari sudah larut dan Darren akan merasa bersalah jika terjadi sesuatu dengan Zui, ia pun berberat hati mau mengantarkan Zui pulang. Semata-mata hanya karena Zui itu seorang perempuan.

Darren dan Zui memasuki sedan mewah milik Darren. Batin Zui bergejolak senang. Mulai sekarang ia akan memutar otak agar bisa dekat dan punya hubungan khusus dengan Darren.

“Kayaknya aku baru lihat kamu sekarang, deh. Kamu ke mana aja setelah lulus SMA?" tanya Zui memulai obrolan di dalam mobil.

“Aku kuliah dan tinggal beberapa tahun di Amerika.” Jawab Darren masih terus fokus mengemudi.

“Oh....” Zui mengangguk-angguk. “Terus sekarang kamu lagi ngapain? Udah kerja?”

“Rencananya sih ngelanjutin perusahaan papaku.”

“Waw, kamu bakalan jadi CEO, dong?”

Darren tertawa kecil. “Yah, begitulah.”

Zui tersenyum.

“Kamu sendiri?” Darren bertanya balik.

“Aku sih nggak sesukses kamu. Aku cuma ngelola kafe kecil yang berhasil aku bangun beberapa waktu lalu.” Jawab Zui merendah.

“Cukup bagus.” Darren merespon. “Kafe apa?” sambungnya bertanya seraya menoleh Zui sebentar.

“Ya, kafe. Cuma buat nongkrong-nongkrong aja. Tapi ini bukan kafe buat anak-anak, sih.”

“Maksudnya?” Bibir Darren menyeringai mendengar penjelasan Zui yang ambigu.

“Ya, aku sedia anggur rendah alkohol. Tapi bukan arak atau narkoba. Kalau kamu tertarik kapan-kapan mampir aja. Aku kasih gratis khusus buat kamu.”

“Serius, nih?”

“He’eh. Serius.” Zui melempar senyum termanisnya berharap Darren bisa terpikat.

Darren hanya mengangguk dan terus melajukan mobilnya. Selang tidak lama Darren sampai mengantarkan Zui tepat di jalanan depan rumahnya. “Thank you ya, Ren,” ucap Zui pada Darren.

“Hem, sama-sama.” Balas Darren tersenyum tipis.

Zui mengeluarkan kartu kecil dari dalam dompetnya. “3 hari lagi aku ulang tahun. Dateng, ya,” suruh Zui memberikan sepotong kertas kecil berisi kartu namanya dan alamat Zui Cafe kepada Darren. Darren pun menerimanya.

“Hati-hati ya, Ren.” Zui menepuk pundak Darren dan mengembangkan senyuman terbaiknya lagi. Darren hanya diam tidak berekspresi, dan kemudian Zui pun keluar meninggalkan sedan hitamnya.

...◦○⭕○◦...

Jangan lupa LIKE, VOTE, dan beri HADIAH untuk karya ini. Yuk KOMEN di bawah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!