#Episode1
Kisah di mulai oleh kelahiran seorang putra dari keluarga konglomerat yang sudah lama menantikan seorang putra dalam pernikahan mereka.
Keluarga itu menyambut kelahiran putra mereka dengan penuh suka cita.
"Hallo... Bagikan Makanan kepanti Asuhan untuk rasa syukurku atas kelahiran putraku yang telah lahir dengan selamat," ucap Harendra pada ARTnya melalui ponselnya.
ART dan para pekerja yang lain segera menyiapkan makanan yang akan di bagikan ke panti Asuhan.
Harendra pun masuk kembali ke ruangan istrinya yang sedang menidurkan putranya di pundaknya.
"Ria... Bagaimana bayi kita apa dia menyusahkanmu?" tanya Harendra
"Tenanglah... Dia sangat manis.. dia tidak mungkin menyusahkanku.. iya kan sayang?"
ucap Ria mencium bayi mungilnya.
Harendra terseyum dan duduk di tepi tempat tidur Ria.
Harendra pun nemegang tangan Riya.
"Terimakasih karena kamu memberikan ku seorang putra yang sehat dan Tampan," ucap Harendra mengecup tangan Ria.
"Terimakasih juga telah bersabar menunggu kelahiran putra kita setelah 11 tahun pernikahan kita," ucap Ria terseyum.
"Aku sangat mencintaimu.. bahkan jika kamu tidak memberikanku putra aku akan tetap mencintaimu,"
"Ssttttt... Jangan ucapkan hal itu... Putra kita telah lahir tidak baik kamu mengatakan itu,"
ucap Ria menutup mulut Harendra dengan jarinya.
"Maafkan aku sayang aku terlalu mencintaimu... Hingga aku mengatakan itu,"
"Apa kamu mencoba merayuku?"
"Aku tidak merayumu aku bersungguh2 mencintaimu.. bahkan bukan dikehidupan sekarang saja, di kehidupan berikutnya pun aku ingin selalu bersamamu," ucap Harendra mengusap pipi Ria.
Ria sangat terharu mendengarnya
"Aku juga sangat mencintaimu," ucap Ria.
Mereka pun menyatrukan kening mereka.
Sura tangis bayi membuyarkan kemesraan mereka
"Sepertinya putraku kita cemburu," cap Harendra tersenyum.
Ria pun tersenyum lalu menhusui bayinya.
*****
Rumah.
"Ooohhhh..... enak sekali jadi orang kaya," ucap Tante Hema sambil makan anggur dengan menaikan kedua kakinya di atas meja.
"Hidup ini benar2 tidak adil.. lihatlah.. Harendra bergelimang harta seperti ini.. sedangkan aku? Gajiku hanya cukup untuk keperluan sehari-hari saja," ucap Om Ruslaan
"Itu karena kamu terlalu bodoh... Contohlah adikmu dia sukses menjadi pengusaha dan menjadi salah satu orang terkaya di negri ini," ucap Tante Hema.
"Beraninya kau menghinaku?" ucap Om Ruslaan kesal.
"Aku bosan hidup miskin bersamamu, kita hanya menumpang di rumah adikmu ini.. adikmu itu sangat pelit, padahal dengan uang yang begitu banyak dia bisa membelikan rumah mewah untukmu," ucap Tante Hema.
"Aku bisa saja memintanya membelikan ku rumah, tapi tujuanku bukan itu,"
ucap paman Ruslaan terseyum licik.
"Lalu apa tujuanmu? Apa kamu memiliki rencana?" tanya Tante Hema penasaran
"Ya... Karena aku menginginkan rumah ini dan seluruh aset Harendra," jawab paman Ruslaan.
"Tapi bagaimana caranya? Bertahun2 kita numpang disini tapi kamu tidak bisa melakukan apapun.. dan... Sekarang Harendra telah memiliki keturunan pasti seluruh hartanya akan jatuh kepada putranya, sedangkan kita? Anak kita? seumur hidup kita semua akan menumpang hidup dengannya!!" ucap Tante Hema kesal.
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi, bagaimanapun caranya aku harus menguasai harta Harendra," ucap Om Ruslaan memikirkan sesuatu.
"Praaankkkk....." Suara gelas jatuh mengagetkan Tante Hema dan Om Ruslaan.
Tante Hema dan Om Ruslaan pun melihat ke arah suara itu.
Rupanya gelas itu jatuh dari tangan Neli. (ARTnya)
Wajah Neli terlihat sangat shock dan ketakutan begitu Tante Hema dan Om Ruslaan mendekatinya.
"Apa kamu menguping pembicaraan kami..?" tanya Tante Hema.
"**... Ti... Tidak nyonya aku tidak mendengar apapun... A.. aku hanya... Maksudku kakiku tersandung jadi gelas ini jatuh dari tanganku." ucap bibi Neli.
"Dengar... Jika kamu mendengar sedikit saja pembicaraan kami, jangan pernah berani mengatakan kepada siapapun... Jika kamu berani... Tamatlah riwayat mu," Ancam Om Ruslaan.
"Aku tidak mendengar apapun tuan... Tidak mendengar apapun," ucap bibi Neli lalu pergi ke belakang.
"Pembantu tua itu benar2 mencurigakan," ucap Tante Hema.
"Tenanglah... Jika dia berani macam2 aku akan membuatnya di usir dari rumah ini," ucap paman Ruslaan dengan tatapan liciknya.
*****
Bibi Neli masuk ke kamarnya, ia berdiri di balik pintu dengan perasaan takutnya.
"Aku tidak begitu jelas mendengar apa yang mereka katakan, tapi firasat ku mengatakan jika mereka merencanakan sesuatu pada Tuan dan Nyonya Harendra," ucap Neli
"Ya Allah lindungilah keluarga ini dari Orang2 Yang berniat jahat pada Tuan dan Nyonya Harendra.. (Do'a Neli dengan menadahkan kedua tangannya.
*****
Rumah Sakit.
"Lihatlah...saat dia tidur dia benar2 terlihat seperti Malaikat," uap Harendra terseyum.
"Ya... Dia benar seperti malaikat... Aku tidak bisa menggambarka betapa bahagianya diriku atas kehadirannya," ucap Ria terus menatap Bayinya.
"Oh ya Harendra.... apa kamu sudah mempunyai nama untuk bayi kita?" tanya Riya.
"Ya tentu... Aku telah menyiapkan nama untuknya," ucap Harendra tersenyum.
"Lalu apa nama yang ingin kamu berikan," tanya Riya penasaran.
" Kemarilah," Harendra menggendong bayinya.
"Namamu adalah Rehaan... Rehaan Harendra Wicaksono... Semoga kelak kamu akan menjadi anak yang Soleh," Bisik Harendra di telinga sang bayi
"Apa kamu menyukainya?" tanya Harendra.
"Ya.. nama itu sangat manis," ucap Ria terseyum.
"Baiklah Rehaan... Tidurlah bersama ibumu," ucap Harendra memberikan bayinya pada Ria.
Ria menggendongnya dan menciumi bayinya.
Bersambung....
Pagi hari.
Harendra dan Ria meninggalkan Rumah sakit.
"Hari ini benar-benar hari yang sangat membahagiakan untukku.. Karena hari ini putra kita sudah di perbolehkan pulang," ucap Ria bahagia.
"Ya kamu benar, bibi Neli pun pasti sudah tidak sabar menyambut bayi kita," ucap Harendra.
"Ya.... Seperti kita menginginkan adanya buah hati di dalam pernikahan kita, bibi Neli juga ikut menantikan kehadiran seorang bayi dalam pernikahan kita," ucap Ria terseyum.
"Ya Bibi Neli benar - benar setia kepada kita, dia bekerja kepada kita sejak kita menikah, tapi sedikitpun dia tidak pernah melakukan kesalahan apa lagi mengeluh," puji Harendra
"Ya, makanya aku sudah menganggapnya seperti kakaku sendiri," tambah Riya.
"Ya... Kita beruntung memilikinya," ucap Harendra.
"Tapi bagaimana dengan Abang ipar, Apa dia jadi memimpin perusahaan kita yang ada di Surabaya?" Tanya Ria.
"Entahlah aku belum sepenuhnya percaya padanya... Sekarang dia bekerja denganku saja tidak pernah beres," ucap Harendra tertawa
"Lalu apa kita harus menunggu putra kita besar..? (Ucap Riya terseyum)
"Rafael dan Putra kita akan menghendel semua perusahaan kita, aku yakin mereka akan menjadi pengusaha yang lebih sukses dari aku," ucap Harendra terseyum.
Mobil Mereka pun sampai.
Bibi Neli yang melihat kedatangan mereka pun langsung berlari menghampiri mobil mereka.
"Hati-hati bibi...' ucap Ria yg melihat bibi Neelu berlari.
Harendra hanya tersenyum melihat bibi Neli yang sangat antusias menyambut kedatangan mereka.
"Maafkan aku Tuan.. Nyonya... Aku terlalu bersemangat melihat bayi kalian..
ucap bibi Neli langsung mengambil bayinya dari tangan Ria.
"Hati2 bibi..." ucap Ria khawatir
"Tenanglah Nyonya... Aku juga memiliki seorang putri.. dan aku tau cara merawat bayi dengan baik," ucap Neli tersenyum.
"Lihatlah itu Ruslaan... Pembantu itu benar2 cari muka di depan Ria dan Harendra," ucap Tante Hema.
"Ya kamu benar... Aku hawatir dia mendengar rencana kita dan mengatakan pada meereka,
Jika itu terjadi maka rencanaku untuk merebut harta mereka akan gagal total," ucap Om Ruslaan.
"Itu tidak boleh terjadi.. jika itu terjadi kita akan benar - benar menjadi gelandangan," ucap Tante Hema.
Harendra dan Ria pun melihat ke arah Om dan Tante Hema yg cuma berdiri di pintu.
"Apa kalian tidak akan memberi selamat kepada kami...?" ucap Harendra
"Oh... Ya tentu... Tentu... Selamat Harendra... Selamat untuk kelahiran putramu," ucap Om Ruslaan memeluk Harendra.
"Terimakasih Bang Ruslaan Terimakasih," ucap Harendra.
"Selamat untuk mu Ria," ucap Tante Hema mencium kedua pipi Ria.
"Terimakasih Mbak..." ucap Ria terseyum.
"Baiklah mari kita masuk," ucap Harendra.
Mereka semua masuk kedalam, sedangkan bibi Neli langsung membawa bayinya ke kamar Tuan dan Nyonya Harendra.
Begitupun Harendra yg menuntun Ria naik keatas.
Bibi yang sudah menidurkan Rehaan di kamarnya berpapasan dengan mereka di tangga, bibi pun terseyum melihat Harendra dan Ria.
"Ada apa bibi...? Kenapa bibi senyum2 seperti itu..? tanya Harendra.
"Saya sangat bahagia melihat Tuan Dan Nyonya selalu mesra meskipun pernikahan Tuan dan Nyonya sudah menginjak 11tahun Lebih," ucap bibi Neli terseyum.
"Itu harus bibi... Pasangan kita adalah pelengkap hidup kita, jika kita tidak memperlakukan ia dengan baik.. bagaimana hidup kita menjadi lengkap..?" uap Harendra yg membuat hati Ria Berbunga - bunga.
"Nyonya Ria benar - benar beruntung," ucap bibi Neli.
"Kami juga beruntung miliki bibi," ucap Ria
"Lihatlah... Antara majikan dan pembantu sudah tidak ada batas... Bisa - bisa pembantu itu yang mendapatkan warisan dari pada kita," ucap Om Ruslaan.
"Kita harus menyingkirkan pembantu itu dari rumah ini," ucap Tante Hema dengan kekesalan dihatinya.
Malam Hari.
"Kita tunggu... Sebentar lagi pasti pembantu itu keluar dari kamar Harendra," ucap Om Ruslaan.
"Ya sepertinya bayi mereka sudah tidur," ucap tante Hema.
"Lihatlah... Lampu Tidurnya sudah di nyalakan," ujar Om Ruslaan.
"Cepat bersiaplah... Pembantu itu akan segera keluar," ucap Tante Hema yang melihat bibi Neli keluar dari kamar Harendra.
"Ya baiklah," ucap Om Ruslaan lalu berlari ke tangga dan menuangkan minyak di tangga.
"Cepat cepat..." ucap bibi Hema menyuruh Ruslaan kembali karena bibi Neli hampir sampai di tangga
Om Ruslaan pun berlari dan bersembunyi di balik tiang.
Bibi Neli sampai di tangga dan mulai menuruni anak tangga.
Sedangkan Om Ruslaan dan Tante Hema terus memantaunya dari balik tiang.
Tangga demi tangga bibi Neli lewati hingga sampai akhirnya bibi Neli menginjak minyak yg paman Ruslaan tuang.
"Aaaaaaaaaaaaaa....aaaaaaaaaaaa...." Triakan bibi Neelu mengagetkan semua orang, hingga Harendra dan Ria keluar dari kamarnya.
"Bibiiiiiii.....!!! "Triak Harendra yang melihat tubuh Bibi Neelu terguling di tangga.
Harendra dan Ria pun menuruni tangga.
"Tunggu...." ucap Harendra menghentikan Ria.
"Lihatlah... Ada minyak disini..." ucap Harendra menunjuk minyak yg ada di tangga.
"Siapa yang menuang minyak dalam tangga...?" tanya Ria.
"Sudahlah Ria kita lihat keadaan bibi dulu," ucap Harendra.
Ria pun mengangguk dan menuruni tangga secara perlahan-lahan.
"Bibiii..." Ria menaruh kepala bibi di pangkuannya.
"Kemana Asisten yang lain?" Triak Harendra
Para Asisten pun datang, begitupun dengan Om Ruslaan dan Tante Hema ikut datang mendekat.
"Ada apa ini..?" tanya Om Ruslaan pura - pura.
"Oh apa yang terjadi dengan bibi Neli.?" Sambung Tante Hema.
"Sudahlah telfon dokter sekarang..!!! triak Harendra pada Tante Hema.
"Dan kamu... Bersihkan tangga sekarang juga," Bentak Harendra pada Asistennya.
Asisten pun mengangguk dan langsung membersihkan tangga.
"Bibi... Bangunlah bibi," ucap Harendra sembari menepuk - nepuk pipi bibi Neli.
Bibi Neli terlihat setengah sadar.
"Bibi jangan tutup matamu... Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu," ucap Ria menangis.
"Kenapa dokter masih belum datang juga," ucap Harendra kesal.
"Aku akan menghubungi nya lagi," ucap tante Hema.
Beberapa saat kemudian Dokter pun datang.
"Maaf tuan jalanannya macet," ucap dokter.
"Baiklah sekarang cepat periksa dia," ucap Harendra panik.
"Kalau dilihat dari tulang kakinya, sepertinya ada tulang yang retak," ucap dokter.
"Apa...?" tanya Ria shock.
"Itu baru dugaanku saja Nyonya.. tapi untuk memastikan sebaiknya kita membawanya ke rumah sakit," ucap dokter.
"Baiklah kita kerumah sakit sekarang," ucap Harendra.
"Baiklah mari kita berangkat sekarang," ucap dokter.
"Ria jaga putra kita, aku akan mengantarkan bibi ke rumah sakit," ucap Harendra memegang wajah Ria dengan kedua tangannya.
Riya pun mengangguk
"Baiklah... Bang Ruslaan bantu aku membawanya ke mobil,"ucap Harendra pada paman Ruslaan.
Paman Ruslaan pun mengangguk dan membawa bibi Neli ke dalam mobil
Harendra di temani Om Ruslan mengantar bibi Neli ke rumah sakit..
Bersambung....
Dokter keluar dari ruang Operasi.
"Dokter bagaimana keadaanya," tanya Harendra khawatir.
"Ada sedikit pergeseran di tulang sendinya, mungkin ini membutuhkan waktu untuk dia berjalan normal kembali," jelas dokter.
Om Ruslaan yang mendengar tersenyum jahat.
"Lalu apakah ada keretakan lain?" tanya Harendra lagi.
"Untuk keretakan tidak ada, hanya tulang sendinya saja yang bergeser, tapi anda jangan Khawatir, kami sudah menanganinya," jelas Dokter lagi.
"Apa ini berarti bibi Neli tidak bisa berjalan dengan Normal lagi?" tanya Om Ruslaan yg membuat Harendra marah.
"Ee... Maksudku... Apa bibi Neli bisa berjalan dengan normal lagi?" kilah Om Ruslaan.
"Untuk kembali normal seperti nya sulit karena mengingat usianya yang sudah cukup tua..
Jadi kemungkinan dia harus mengenakan tongkat untuk membantunya berjalan," ucap Dokter.
Harendra pun sedih mendengarnya.
"Baiklah saya tinggal dulu.," ucap dokter
Harendra pun mengangguk
"Berarti jika pembantu tua itu tidak bisa berjalan dengan normal dia tidak lagi bisa bekerja, dan jika dia tidak bekerja maka rahasiaku akan aman," Ucap Ruslaan dalam hati.
"Aku akan menemui bibi Neli dulu," ucap Harendra pada Ruslaan.
Om Ruslaan pun mengangguk.
"Bibi bagaimana keadaanmu?" tanya Harendra.
"Saya baik - baik saja tuan.. maafkan saya jadi merepotkan tuan," ucap Neli.
"Apa yang bibi katakan... Bibi adakah bagian dari keluarga kami, sudah jadi tanggung jawab kami jika terjadi sesuatu pada bibi," ucap Harendra.
"Tuan dan nyonya begitu baik pada saya... Hingga tidak memandang saya adalah pelayan kalian," ucap Neli menangis.
"Jangan katakan itu bibi... Bibi sudah seperti kakak bagi kami... Jangan membuat kami malu dengan mengatakan jika bibi pelayan," ucap Harendra.
"Aku berniat mengabdikan seumur hidup ku pada tuan.. tapi ternyata Tuhan tidak mengizinkan ini.. dengan keadaanku yang seperti ini tidak mungkin saya terus bekerja di rumah Tuan..
(Tangis Neelu)
"Jangan pikirkan itu... Bibi tidak perlu bekerja lagi cukup temani kami," ucap Harendra.
"Tidak tuan yang ada aku hanya akan merepotkan tuan dan nyonya," ucap Neli.
"Baiklah... Jangan bicarakan ini Sekarang.. sekarang bibi beristirahatlah," ucap Harendra menutup pembicaraan.
******
Seminggu kemudian
Dokter pun mengizinkan bibi Neli pulang.
Harendra menjemput bibi Neli dan membawanya pulang kerumah.
"Bibiiii.... " Ria menyambut bibi dengan hangat.
"Bagaimana keadaan bibi..?" tanya Ria.
"Seperti yang nyonya lihat.. saya tidak bisa lagi berjalan seperti dulu," ucap bibi Neli sedih.
"Kami akan mencari dokter terbaik untuk bibi.. jadi bibi jangan khawatir," ucap Ria.
"Maafkan saya Nyonya... Tapi saya tidak mau merepotkan nyonya dan tuan," ucap bibi Neli.
"Kami tidak merasa di repot kan," sambung Harendra.
"Iya saya tau.. tapi dengan keadaan dan usia saya, saya ingin beristirahat di kampung saja tuan..nyonya," ucap bibi Neli.
"Tapi bibi... Siapa yang akan membantuku mengurus Rehaan..? Semua Asisten disini laki2 mereka tidak mungkin mengurus bayi," ucap Ria.
"Mungkin nyonya Hema bisa membantu nyonya mengurus Den Rehaan," ucap bibi Neli.
Ria menatap Tante Hema
"Ee... Bukan aku tidak mau membantumu adik ipar... Kamu tau sendiri kan... Jika pinggang ku sering sekali sakit," ucap Tante Hema beralasan.
Ria pun menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Baiklah jika begitu aku akan menyuruh putriku membantumu," ucap bibi Neli.
"Putrimu...?" tanya Ria memastikan.
"Ya.. putriku, dia baru saja menyelesaikan sekolah menengah pertamanya dan dia mengatakan ingin segera bekerja, barang kali dia mau membantu Nyonya," jelas bibi Neli.
"Tapi ini pekerjaan rummah tangga, dia kan masih sangat muda.. apa dia mau mengerjakan pekerjaan ini..? Apa lagi dia juga harus mengurus Rehaan..?" tanya Ria lagi.
"Aku akan bicara padanya... Putriku meskipun masih muda tapi dia anak yang mandiri, dia juga anak yang penurut, pasti dia akan mendengar perintahku," ucap bibi Neli.
"Baiklah jika bibi merasa yakin... Aku setuju..." ucap Ria tersenyum.
"Baiklah nyonya kalau begitu aku izin pulang sekarang," ucap bibi Neli berpamitan.
"Hati2 bibi... Kami akan sangat merindukanmu," ucap Ria memeluk bibi Neli.
"Tuan saya mohon izin tuan," ucap bibi Neli melipat kedua tangannya.
"Hati2 bibi... Sampai jumpa," ucap Harendra yang juga melipat kedua tangganya.
Bibi Neli pun berpamitan pada paman Om Ruslaan dan Tante Hema.
"Supir...antarkan bibi sekarang juga," ucap Harendra pada supirnya.
Supirpun mengantar bibi ke kampung halamannya di Purworejo.
*****
Kak Nayla... Kak Nayla....." Triak anak - anak berlarian memanggil nama Nayla.
Nayla pun yang sedang membeli makanan di dekat rumahnya menengok kebelakang.
Kibasan rambutnya menambah kecantikan senyumnya.
"Kak Nayla... Lihatlah siapa yang datang..."ucap anak itu menunjuk mobil yang tiba di depan rumah Nayla.
Senyum lebar di wajah Nayla pun terukir begitu melihat ibunya turun dari mobil.
"Ibuuuu...." Nayla langsung berlari hingga tak sadar membuang makanan yang ada di tangannya.
"Naylaaaa..." ucap ibu membentangkan kedua tangannya.
Naylapun berlari kepelukan ibunya.
"Apa kabar sayang?" tanya ibu sambil menciumi Nayla.
"Aku baik ibu.. bagaimana kabar ibu... Aku sangat merindukanmu ibu..." ucap Nayla menangis haru.
"Ibu juga sangat merindukanmu sayang.. sekarang ayo masuklah...
Ucap ibu melangkahkan kakinya.
"Ibu... Apa yang terjadi dengan kaki ibu...?" tanya Nayla kaget.
"Ibu terjatuh sayang makanya ibu pulang," ucap ibu.
"Lalu bagaimana keadaan ibu, apa rasanya sangat sakit?" tanya Nayla khawatir.
"Tenanglah sayang ibu baik2 saja, ibu masih bisa berjalan meskipun tidak bisa seperti dulu lagi,"
"Itu sebabnya aku tidak ingin melanjutkan sekolah ku.. karena aku tidak ingin ibu terus2an bekerja untukku," jelas Nayla.
"Baiklah sekarang ibu tidak akan pernah memaksamu untuk sekolah lagi, tapi ibu ada satu permintaan untukmu," ucap ibu.
"Apa itu ibu?" tanya Nayla penasaran.
"Bekerjalah di rumah Tuan Wicaksono untuk menggantikan ibu," ucap ibu.
"Apa...?!" Nayla kaget.
"Ya... Mereka begitu baik kepada ibu.. dan sekarang mereka sedang kerepotan karena baru saja memiliki bayi... Bisakah kamu bekerja disana... Paling tidak untuk beberapa hari sebelum mereka mendapatkan pengganti ibu... Apa kamu mau sayang... Demi ibu...?," tanya ibu memohon.
"Ibu Jangan memohon seperti itu padaku," Nayla memegang kedua tangan ibunya.
"Aku akan menuruti semua permintaan ibu.. permintaan ibu adalah perintah bagiku," ucap Nayla mengusap pipi ibu.
"Terimakasih sayang.... Ibu sangat bersyukur memiliki putri sepertimu," ucap ibu memeluk Nayla.
"Dan aku bangga memiliki ibu yang selalu memikirkan orang lain dari pada dirinya sendiri..
ucap Nayla terseyum.
"Baiklah jadi kapan aku harus berangkat?" tanya Nayla.
"Sekarang," Jawab ibu
"Sekarang...?" Nayla kaget.
"Ya... Sekarang.... Karena supir masih menunggumu diluar," ucap ibu tersenyum.
"Baiklah kalau begitu aku bersiap-siap dulu," ucap Nayla lalu masuk ke kamarnya untuk bersiap.
(Nayla pun telah bersiap)
"Ibu..." Nayla meneluk ibunya.
"Hati2 sayang.. bekerjalah yang rajin dan jaga kesehatanmu," ucap ibu mencium Nayla.
"Baiklah ibu kalau begitu aku berangkat dulu," ucap Nayla naik ke mobil.
Ibupun melambaikan tangan dengan seiring kepergian mobil Nayla meninggalkan rumah.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!