Di sebuah ruangan. Seorang gadis sedang terduduk di bibir ranjang yang luas. Sorot matanya menunjukkan rasa takut dan khawatir. Kedua jari tangannya meremas satu sama lain. Sepasang mata itu tak henti-hentinya menundukkan pandangannya.
Dia bernama Allisha Maura Azzalea Martin. Putri kedua dari keluarga Martin, berusia 19 tahun. Ia telah terjerat pernikahan dengan lelaki yang seharusnya menjadi Kakak iparnya sendiri. Yang menyebabkan situasi ini terjadi tak lain adalah kakak-nya sendiri. Vallerie Saddifa Martin. Putri sulung dari keluarga Martin.
Entah kenapa, Vallerie kabur dari pernikahan. Maura selalu tau, kalau Vallerie begitu mencintai Daren, begitupun sebaliknya. Namun, entah apa tujuan sebenarnya dari Vallerie sampai ia melarikan diri pernikahan. Sampai membuat adiknya sendiri harus menggantikannya untuk berdiri di altar pernikahan, bersama kekasihnya.
'Apa aku akan menyerahkan diriku sepenuhnya pada orang yang seharusnya menjadi Kakak iparku?' Hatinya terus saja, menerka-nerka kemungkinan apa yang akan terjadi jika seseorang sudah menjadi sepasang suami istri.
Kini, Maura semakin dilanda kegelisahan. Matanya kini mulai menelisik setiap sudut ruangan itu. Pandangan yang awalnya tak berani untuk melirik, kini ekor matanya mulai menyapu setiap sudut kamar itu.
Seketika Pandangan Maura mulai terhenti pada sebuah pintu. Matanya menatap tajam pintu yang berada di depannya itu.
Derap langkah mulai terdengar dari luar pintu itu. terdengar begitu jelas dan meyakinkan. perlahan, ganggang pintu itu terlihat bergerak, seperti ada seseorang yang mencoba untuk masuk ke dalam sana.
Kreekkk ...
Orang itu mulai memasuki kamar Maura. Sedikit demi sedikit tubuh pria itu mulai terlihat. Maura pun semakin dibuat ketakutan dikala pria itu sudah menunjukkan dirinya, berjalan mendekat ke arahnya.
Lelaki itu kini sudah berdiri di depan Maura. Rasanya, Maura tidak berani untuk memandang sosok yang tengah berdiri di depannya itu.
"Apa kamu sekarang sudah puas!"
Suara lelaki itu terdengar menggelegar di telinga Maura. Setiap kata yang keluar dari mulut lelaki itu begitu aneh baginya. Ia tidak paham dengan maksud dari Lelaki itu. Namun, itu terdengar cukup menyakitkan.
'Apa maksudnya?!' batin Maura, yang masih tidak mengerti dengan yang dimaksud oleh lelaki itu.
"Maura! Kenapa bahkan sekarang kamu tidak berani menatap mataku?!" tukasnya, dengan nada suara yang sedikit naik.
"Kak Dareen ...?" Maura berkata dengan lirih.
***
Dareen Aldari Ganendra. Putra satu-satunya dari keluarga Ganendra. Ralat, dia adalah putra pertama dari keluarga itu. Ya! Masih ada satu lagi putra kedua dari keluarga Ganendra. Keluarga terpandang di Negara X. Darren, sosoknya yang tampan, dengan sorot mata yang tajam, sering kali berhasil membuat para wanita yang melihatnya jatuh hati hanya dalam sekali melihat.
Di usianya yang baru menginjak 24 tahun, ia sudah berhasil menjadikan perusahaan yang berada di bawah kendalinya berada diurutan nomor satu di Negaranya, dan berada di urutan nomor empat di dunia.
***
"Aku rasa ... bahkan, kamu sudah tidak pantas mengatakan itu!" ketus Darren.
"Kak Dareen, Kenapa?"
Daren tersenyum ketir. "Kamu tanya, kenapa?" Dareen kemudian mencengkram dagu milik Maura dengan kasar, membuat Maura menatap sepasang mata Dareen yang terlihat penuh dengan amarah. "Kamu sengaja menggantikan Vallerie, dan menikah denganku! Sekarang ... katakan padaku, di mana Vallerie sebenarnya?!" ucapnya kemudian.
"Akhh." Maura merintih kesakitan, cengkraman Dareen itu benar-benar membuatnya sakit. "Kak Dareen a-aku minta maaf. T-tapi ... aku sendiri juga merupakan korban. A-aku sama sekali tidak berharap pernikahan ini terjadi." Maura mencoba membuat Darren tidak salah paham padanya.
Daren melepaskan cengkeramannya dengan kasar, ia kemudian tersenyum di sudut bibirnya. "Korban? Kamu bilang ... kamu adalah korban?! Maura, aku tau kamu sengaja melakukan ini untuk keuntunganmu sendiri, benar, kan?"
"Aku ... aku benar-benar tidak mengerti dengan yang kamu katakan. Kak Darren! Kenapa kamu bisa menuduhku seperti itu?!" teriak Maura, yang kini mulai kehilangan kesabarannya.
Darren kemudian menghimpit kedua pipi Maura dengan sangat kuat. "Sudah aku katakan, kamu tidak berhak lagi memanggilku seperti itu! Aku merasa muak dengan sikap kamu yang sok polos itu!" Dareen semakin mempererat cengkraman-nya. "Sekarang aku akan memperingatkan-mu satu hal. Aku ... tidak pernah mau menjadi suami-mu. Aku ... tidak pernah mencintaimu. Dan jika kamu masih tidak mau memberitahuku di mana Vallerie. Aku pastikan ... setiap detik dalam hidupmu, akan berakhir menyedihkan!" kelakar Daren, setelah itu langsung menghempaskan cengkraman-nya dengan sangat kasar, sampai membuat Maura terjatuh di atas ranjang.
'Kak Daren ... kenapa kamu seperti ini?' batin Maura. Kini, bulir air mata mulai hadir di pelupuk matanya, Maura benar-benar tak mengerti dengan sikap dari suaminya itu.
'Jika kamu tidak bersedia menerima pernikahan ini. Lalu ... kenapa saat itu, kamu bersikap seolah tidak merasa keberatan? Aku sempat berpikir ... pernikahan ini adalah pernikahan yang sangat aku nantikan, dan yang bisa membuatku merasa bahagia. Tapi, ternyata
... semua yang terjadi justru sebaliknya. Ternyata ... kamu begitu tidak menginginkan kehadiranku di sisimu,' batin Maura.
"Dan, satu lagi. Jangan pernah berpikir kalau aku akan menyentuhmu. Aku tidak akan pernah melakukan itu. jadi ingatlah apa yang aku katakan tadi. Sebelum semuanya terlambat, lebih baik ... kamu secepatnya katakan di mana Vallerie berada!" tukas Dareen, dengan penuh penekanan. Kemudian berbalik dan melenggang pergi meninggalkan Maura yang masih terdiam di atas ranjang.
Maura tak bisa menahan air matanya lagi. Kini, cairan bening itu sudah mulai membasahi pipi Maura yang terlihat memerah karena perlakuan Darren tadi. Maura tidak bisa menyembunyikan air matanya lagi, ia sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang baru saja ia rasakan itu.
'Kenapa? Kenapa aku yang bersalah?! Kenapa justru aku yang mendapatkan rasa sakit ini? Dan kenapa ... kenapa aku harus mencintainya!' Maura menelusup-kan wajahnya pada kedua tangannya. ia tenggelam dalam air mata yang masih mengalir dengan deras di pipinya.
'Kakak, sebenarnya kamu di mana?' batin Maura, yang mempertanyakan keberadaan kakak perempuannya itu.
Ya, Maura memiliki perasaan lain terhadap Dareen. Ia menyukai Dareen. Saat pertama kali Vallerie membawa Darren untuk bertemu dengan keluarganya, di sana Maura melihat Sosok Dareen. Senyumnya yang terlihat sangat tulus menyapa Maura, Tatapan matanya yang terlihat hangat saat menatapnya.
Maura benar-benar tidak pernah menyangka kalau Dareen akan berubah menjadi seperti ini setelah Vallerie kabur dari pernikahan mereka. Dan bahkan menimpakan semua kesalahan itu pada Maura.
Namun, Maura tidak pernah sekalipun berpikir untuk mendapatkan Dareen. Selain ia tau kalau Darren adalah calon kakak iparnya. Ditambah lagi ... Maura juga sibuk mengurusi kuliahnya.
***
Darren terlihat sedang menuruni anak tangga, ia terlihat begitu dipenuhi dengan amarah. Sampai Darren tiba di ruangan kerjanya, mendudukkan tubuhnya dengan kasar. menyandarkan tubuhnya pada penyangga kursi itu.
Darren menghela nafas berat. 'Vallerie ... sebenarnya kamu berada di mana? Kenapa kamu pergi begitu saja dari pernikahan kita.'
Flash Back__
Maura sedang terdiam di kamarnya, memandang ke arah luar jendela. Entah apa yang saat ini ia pikirkan.
Maura masih terlihat termenung di sana. Ini adalah hari bahagia Kakaknya. Maura juga ikut berbahagia atas itu.
Namun ... yang membuatnya termenung adalah, karena dia juga menyukai orang yang sama dengan Kakaknya itu. Tetapi, meski begitu, Maura masih tau apa takdir dan haknya. Pria yang ia sukai sebentar lagi, akan menjadi Kakak iparnya. Bagiamana mungkin Maura masih bisa mempertahankan perasaan yang seharusnya ia buang jauh-jauh itu.
'Maura, kamu harus semangat. Kamu harus bahagia, hari ini adalah hari pernikahan Kak Vallerie, bagaimana mungkin aku bisa merasakan perasaan seperti ini. Maura, semangat!' batin Maura yang menguatkan hatinya sendiri. Seraya sebelah tangannya yang mengepal ke atas. Seolah dia mengatakan, kalau dia itu kuat. Meskipun kenyataannya. Hatinya tidak-lah sekuat itu.
Tok ... tok ... tok!
Terdengar, seseorang mengetuk pintu kamar Maura dengan cukup keras. Mungkin, Jika Maura tidak mengunci pintunya, orang yang mengetuk pintunya itu akan menerobos masuk begitu saja.
"Maura! Buka pintunya cepat!"
"Itu suara Ibu? Ada apa Ibu memanggilku?" ucap Maura pelan, seraya pikirannya terdapat berbagi macam pertanyaan.
"Iya, Bu!" Maura pun membuka pintu kamarnya itu dengan cepat.
Dengan langkah yang cepat, saat pintu sudah terbuka lebar, dengan tiba-tiba ... Ibu Maura pun menyeret Maura masuk, ke dalam kamar Maura lagi. Setelah itu, langsung menutup pintu kamar Maura rapat-rapat.
"Ibu, Ibu ... kenapa? Kok kayak lagi kebingungan gitu?" tanya Maura, yang melihat raut wajah ibunya itu terlihat begitu khawatir.
"Kakak kamu kabur dari pernikahan!"
Maura begitu terkejut bukan main saat mendengar apa yang ibunya itu katakan.
"Itu gak mungkin Bu, Kakak gak mungkin kabur dari pernikahan. Kakak itu sangat mencintai pacarnya," ucap Maura, yang tidak percaya jika Kakaknya itu telah melarikan diri.
"Terserah jika kamu tidak mempercayainya. Tapi sekarang adalah waktunya kamu untuk membalas kebaikan orang tuamu yang telah merawat-mu, 'kan?"
Maura mengerutkan keningnya, ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh ibu ya itu. "Maksud Ibu apa?"
"Ini, pakai ini. Selamatkan kehormatan keluarga kita. Dan kita juga tidak bisa membiarkan keluarga Ganendra menanggung malu karena ulah Kakak, mu, itu." Ibu Maura pun segera menyerahkan sebuah gaun pengantin yang berada di tangannya itu untuk dipakai.
"A-apa? T-tapi ... bagaimana mungkin Maura bisa melakukan itu Bu, Maura tidak bisa menikahi orang yang seharusnya menjadi Kakak ipar Maura sendiri," lirih Maura yang mencoba menolak apa yang di perintahkan oleh ibunya itu.
"Maura! Apa kamu sungguh tidak mempunyai perasaan balas Budi pada keluargamu ini. Hah?! Apa kamu sungguh ingin membuat keluarga kita malu?!" sentak ibu Maura.
Maura pun hanya bisa menundukkan wajahnya, ia tidak tau apa yang harus ia lakukan lagi. Ia tidak mungkin bisa menikahi pria yang seharusnya menjadi Kakak iparnya sendiri. Itu sama saja dengan ia menghianati Kakak-nya sendiri.
"Keira, kamu juga tau ... sekarang perusahaan ayahmu hampir bangkrut. Jika kamu menggantikan Kakak-mu untuk menikah dengan Tuan Darren. Perusahaan Ayah-mu masih bisa di selamatkan," lirih ibu Maura, yang membujuk Maura agar mau menuruti keinginannya itu.
"Tapi ... Bu, Maura--" potong Maura yang bisa bisa melanjutkan perkataannya itu.
Ibu Maura pun melanjutkan. "Maura, hanya kali ini saja, kamu gantikan Kakak-mu menikah dengan Tuan Darren. Sementara itu keluarga kita akan mencari Kakak-mu. Jika dia sudah ditemukan, kamu bisa berpisah dan melepaskan Tuan Darren."
'Ya, saat aku bisa mendapatkannya. Dan pada akhirnya ... aku juga yang harus melepaskannya,' batin Keira.
"Maura, Ibu mohon, tolong lakukan ini untuk keluarga kita," pinta ibu Maura.
"Tapi, Bu. Meskipun Maura menggantikan Kakak untuk menikah, Apakah Tuan Darren bisa menerima ini, Bu. Tuan Darren sangat mencintai Kakak. Dia mungkin tidak akan menerima pernikahan ini, Bu," ujar Maura, memberikan pengertian pada ibunya.
"Kamu tidak perlu memikirkan itu untuk sekarang. Ibu yakin, Tuan Darren juga akan mengerti dengan situasi sekarang ini. Dan Keluarga Ganendra juga pasti tidak ingin menanggung malu, Karena pernikahan putra pertamanya itu gagal karena si pengantin wanitanya kabur dari pernikahan.
Maura merenungkan ucapan ibunya itu. Benar, jika Maura menerima pernikahan ini, Maura bisa menyelamatkan kehormatan dua keluarga, sekaligus bisa menyelamatkan perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut itu.
Maura juga tidak akan terlalu menderita, karena pada dasarnya, Maura memang mencinta lelaki yang seharusnya menjadi Kakak iparnya itu. Tuh, pada akhirnya ... Maura juga akan melepaskan Darren jika Vallerie kembali.
Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah, apakah Maura sanggup melepaskan orang yang ia cintai itu untuk orang lain?
"Baiklah, Bu. Maura akan mengikuti keinginan Ibu, itu."
"Bagus, kalau begitu. pakailah baju yang Ibu berikan tadi. Berdandan lah secantik mungkin." Ibu Maura pun segera keluar kamar, setelah mendengar kalau Maura mau menerima pernikahan itu.
***
'Apa?! Dia menerimaku, untuk menjadi istrinya? Jelas-jelas dia tau kalau aku bukanlah wanita yang dia cintai. Kenapa?' batin Keira.
Ya, Darren menerima Maura sebagai pengantin wanitanya. Saat mengucap janji suci. Darren terlihat begitu yakin dengan apa yang ia katakan itu. Maura pun dibuat kebingungan. Bagiamana mungkin, Darren bisa menerima wanita asing yang bahkan tidak ia cintai.
Orang-orang yang menghadiri pernikahan itu, mereka sama sekali tidak tau, kalau ternyata pengantin wanitanya telah berganti. Jika saja mereka sampai mengetahuinya, mungkin Maura lah yang akan menjadi bahan omongan mereka.
Flash Back Of__
Cahaya mentari, tampak telah menunjukkan sinarnya. Cahaya itu memasuki celah-celas kecil yang ada di kamar Maura.
Maura yang terganggu oleh cahaya itu pun, segera menutupi wajahnya dengan selimut. Rasanya, saat ini dia benar-benar mengantuk sekali. Sulit sekali untuknya bangkit dari tidurnya.
Sampai ingatannya membawa dia pada seseorang, Darren. Maura pun seketika itu juga langsung terbangun dari tidurnya, melihat jam di ponselnya. Bagiamana pun sekarang Maura sudah menjadi istri seseorang, ia harus melakukan kewajibannya menjadi seorang istri.
Maura pun segera turun dari ranjangnya. Ia pergi untuk membersihkan tubuhnya di kamar mandi.
Beberapa menit Kemudian, Maura pun tampak telah selesai, ia juga sudah mengenakan baju kasualnya, ia terlihat cantik di tambah dengan sedikit riasan di wajahnya.
Maura pun segera keluar dari kamarnya. Ia menuruni anak tangga untuk pergi ke dapur. Tentunya, maksud Maura adalah untuk memasakkan suaminya itu makanan yang enak.
***
Darren tampak baru saja keluar dari kamarnya. Ia menuruni anak tangga itu, menuju ruang makan. Dengan pakaian Formal-nya, Darren tampak terlihat begitu mempesona.
Pelayan di sana pun mulai menyiapkan makanan untuk Darren, berbagai makanan yang memanjakan lidah terdapat di sana. Dan jelas, itu semua yang membuatnya adalah Maura.
"Di mana perempuan itu?" tanya Darren dingin, pada pelayan yang menguapkan sarapan untuknya itu.
"Nyonya ... dia--"
"Dia pasti masih tidur, kan? Wanita itu memang tidak memiliki pekerjaan. Bahkan hidupnya saja hanyalah bermalas-malasan," tukas Darren.
"Tapi, Tuan. Nyonya--"
"Sudah lah, kamu tidak perlu membelanya. Sekarang kamu bisa pergi." Darren pun mulai memakan makanan yang ada di depannya itu. Ia tampak begitu sangat menikmatinya.
"Baik Tuan."
"Tunggu!" tahan Darren, yang membuat pelayan itu menghentikan langkahnya.
"Iya, Tuan. Apa Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan itu.
"Ini, makanan ini sangat enak. Biasanya ... kalian tidak pernah memasak seenak ini. Apa ada orang baru di tempat kalian memasak?" tanya Darren, yang tidak pernah menyangka kalau masakan istrinya lah yang sedang ia makan saat ini.
"Mmm ... itu, Tuan. Ny-Nyonya yang memasaknya," ujar pelayan itu gugup.
"Maura?!" Darren, mulai menyadari kalau yang memasakkan makanan untuknya itu adalah istrinya sendiri.
"B-benar, Tuan," ucap pelayan itu, membenarkan perkataan Darren.
"Buang semua makanan ini, jangan sisakan satupun!"
"Ta-tapi ... Tuan?" Pelayan tampak ragu untuk menuruti perintah Darren.
"Apa kamu ingin membantahku?!" teriak Darren, seraya tangannya menggebrak meja dengan cukup keras.
"T-tidak, Tuan. Baik, saya akan segera membuang semua makanan ini." Pelayan pun mulai mengambil makanan itu dan akan membuangnya. Sementara Darren, dia pun langsung pergi dari tempat itu dengan perasaan yang buruk.
Tanpa di sadari, Maura juga ada di sana memperhatikan mereka. Ia begitu sakit hati saat Darren membuang dengan sengaja makanan yang ia buat itu.
Yang awalnya, Maura mengira Darren akan menyukainya, dan mulai berhenti untuk menyalahkannya. Namun, sepertinya semua itu salah. Darren justru membuang makanan yang baru saja ia puji itu, setelah tau siapa pembuatnya.
'Dia ... apa dia segitu bencinya padaku, bahkan ... sampai membuang makanan yang aku buat dengan susah payah untuknya?!' batin Maura, yang merasakan kecewa yang begitu dalam.
Maura pun kembali ke kamarnya. Ia rasanya benar-benar terluka, perasaan yang benar-benar ia rasakan saat ini, membuatnya merasa tidak nyaman.
***
Darren di dalam mobilnya tampak termenung, seraya matanya yang menatap tajam jalan di depannya. Ia terlihat begitu gelisah. Itu benar-benar terlihat dari tatapan matanya.
"Sial!" maki Darren.
Entah apa yang membuatnya sampai seperti ini. Ia begitu gelisah, juga amarah yang ada pada raut wajahnya itu benar-benar terlihat dengan jelas.
Beberapa saat kemudian, Darren tampak mengangkat sebuah panggilan telepon. Ia menggunakan earphone-nya dan memasangkan itu di telinganya.
"Bagaimana? Sudah ada kabar?" tanya Darren, dingin, dengan masih menunjukkan wajah datar dengan nada yang terdengar menakutkan.
"Aku tidak ingin mendengar alasan apapun! Aku ingin tahu kabar itu secepatnya! Mengerti?!" Setelah mengatakan hal itu, Darren langsung menutup teleponnya.
Siapa yang tahu mungkin orang yang bercengkrama di balik teleponnya sedang merasa panas dingin karena mendapatkan perintah yang cukup menyeramkan dari Darren.
Tampaknya pria ini suka sekali memerintah!
"Vallerie ... kenapa kamu harus melakukan ini kepadaku?" gumam Darren, bersamaan dengan helaan nafasnya yang ia hembuskan perlahan.
***
Maura terlihat sedang termenung di bangku taman yang berada di kediaman Darren. Maura terduduk di sana dengan pandangan matanya yang terlihat nanar. Tampaknya ia masih begitu sedih dengan kejadian yang terjadi pagi hari tadi.
Tempat yang Maura tempati saat ini begitu luas. Taman yang ia tempati sebenarnya lebih seperti sebuah hutan yang indah. Dipenuhi dengan pepohonan yang rimbun. Juga bunga-bunga indah yang bermekaran.
Jika malam tiba, lampu-lampu yang menghiasinya berkerlipan dengan sangat indah. Menambah kehangatan yang terdapat di tempat itu. Itulah sebabnya, Maura begitu nyaman tinggal berlama-lama ditempat itu.
Maura, pikirannya masih tertuju dan terbelenggu pada sosok pria yang seharusnya tidak ia cintai. Tetapi mungkin Maura juga tidak salah, Darren adalah sosok pria yang sempurna. Lelaki itu memiliki wajah yang tampan, kulit putih dan rahang yang tegas. Siapa yang tidak akan terpukau pada sosok pria seperti Darren.
Lagipula sikap Darren terhadap Maura yang sewaktu dulu, saat ia masih menjalin hubungan dengan Vallerie yang tidak lain adalah kakak kandung Maura sendiri begitu baik.
Sebenarnya Maura mengetahui jika memang sikap Darren terhadapnya itu memanglah suatu hal yang wajar apalagi saat mengetahui Darren adalah calon suami dari kakaknya sendiri, yang mana memang sudah seharusnya Darren memperlakukan Maura seperti adiknya sendiri, 'kan? Namun Maura hatinya tidak bisa untuk ia kendalikan dengan benar, perasaannya selalu saja tidak karuan saat Darren datang ke kediamannya untuk bertemu dengan Vallerie.
"Kenapa aku harus mencintainya?! Kenapa aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini?!" gumam Alia, yang masih termenung di tempat yang sama.
Terkadang, Maura seringkali bertanya-tanya bagaimana kakaknya itu bisa bertemu dengan seorang seperti Darren. Lelaki itu yang sangat dikenal di dunia bisnis tentu pasti memiliki jadwal yang sangat padat.
Dan Vallerie yang saat ini adalah seorang artis yang cukup terkenal. Namun kehidupan pribadinya seringkali begitu tertutup sehingga media sulit untuk menggalinya lebih dalam. Termasuk hubungan percintaannya.
Ya, meskipun Vallerie adalah seorang artis, tetapi Darren juga adalah seseorang yang begitu terkenal. Bahkan ketenarannya melebihi artis papan atas. Namun tidak pernah ada satupun media yang berhasil mengungkit hubungan keduanya.
Darren tidak merasa keberatan jika hubungan mereka harus diketahui public. Lagi pula, berita itu pasti akan menjadi trending topic, karena yang menjadi pemeran dari berita itu adalah seorang pengusaha terkenal, yang sangat sulit untuk mengetahui tentang Darren.
Berulang kali ia ingin mengungkapkan itu ke hadapan media. Tetapi Vallerie yang justru menahannya untuk mengungkapkan semua itu. Entah apa alasan Vallerie melarang Darren melakukan hal itu.
Dan bahkan, saat pernikahan antara keluarga Martin dan Ganendra itu diketahui public, itu benar-benar menjadi trending topic. Beritanya bermunculan dimana-mana, dan itu bisa dipastikan bertahan dalam waktu yang lama juga.
Tetapi tetap saja, identitas dari wanita yang dinikahi oleh Darren tidak diketahui. Wajahnya sama sekali tidak diperlihatkan ke hadapan public. Yang sudah dipastikan, ini karena Darren. Darren yang tidak ingin identitas Maura diketahui, karena dalam hatinya, Vallerie adalah satu-satunya yang akan menjadi istrinya.
***
"Maura! Maura! Aku tahu kamu di dalam, cepat keluar! Jangan mencoba untuk menghindariku!"
"Siapa itu? Suara itu ... sepertinya aku mengenali suara itu," gumam Maura, yang menerka-nerka pemilik dari suara yang terdengar begitu nyaring di luar sana.
Pemilik dari suara yang begitu nyaring sudah dipastikan adalah seorang pria. Bayangkan saja, suara itu sampai di telinga Maura, padahal, jarak dari luar gerbang sampai di mana Maura terduduk saat ini, benar-benar jauh sekali.
Apa suaranya tidak habis dipakai untuk berteriak sekencang itu?
"Nona, seseorang memanggil anda dari luar. Apa perlu untuk saya mengusirnya?" ujar seorang pelayan pria, setelah baru saja datang dan memberitahukan kedatangan orang itu.
"Ah, tidak! Jangan! Biar ... aku akan menemuinya sekarang," ujar Maura ramah, ia seketika langsung bangkit dari duduknya dan berniat untuk menghampiri pemilik suara itu.
Maura langsung berjalan dengan tempo yang cepat, ia mulai menghampiri dari mana arah suara itu berasal.
Hingga setelah menempuh perjalanan yang cukup memakan waktu, akhirnya Maura sampai di gerbang keluar yang berada di kediaman yang ia tempati itu.
Maura tampak terdiam seraya matanya yang sedikit mengerjap saat melihat siapakah orang yang berdiri di depan gerbang itu dengan ekspresi yang terlihat marah. Ya, orang itu tampaknya sedang marah kepada Maura.
Dan Maura sangat mengenal siapakah sosok lelaki itu. Cepat-cepat Maura membukakan gerbang di hadapannya dan segera menghampirinya.
"Kenapa kamu--"
"Tidak di sini. Aku akan menceritakan semuanya nanti. Sekarang, ikut denganku dulu!" ujar Maura, yang langsung menarik tangan lelaki itu entah ke mana. Lelaki yang mendatangi Maura itu pun dibuat kebingungan dengan sikap Maura kali ini.
"Hei! Sebenarnya kamu mau membawaku ke mana?!" Tanya lelaki itu yang ingin tahu kenapa Maura harus menariknya seperti saat ini.
"Aku akan menceritakan semuanya nanti, tugas kamu hanya diam dan ikut denganku!" ujar Maura, ketus. Kenapa susah sekali untuk membuat lelaki itu diam?!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!