NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Mas Paijo

Chapter 1: Salam Kenal

Nama "Paijo" mempunyai jumlah angka:

P \= 16

A \= 1

I \= 9

J \= 10

O \= 15

Sehingga jumlah angka dalam nama itu adalah 51.

Dalam hitungan Jawa nama tersebut mempunyai arti kepribadian yang Bertanggung jawab, melindungi, merawat, bermasyarakat, seimbang dan simpatik.

sumber: Google

Tapi benarkah arti nama Paijo cocok untuk seorang Ahmad Ranvir Al Ghazali itu?

Flashback On...

"Paijo Paijan rak kerjo rak iso jajan!!!!"

Paijo Paijan tidak bekerja tidak bisa jajan!

Suara riuh anak-anak menyoraki nama Paijo. Anak kecil berusia genap enam tahun itu, sering menjadi bahan ejekan teman-teman sebayanya saat bermain. Nama aslinya adalah Ahmad Ranvir Al Ghazali, menurut orang tua terdahulu jika seorang anak di beri nama terlalu berat sehingga tidak kuat maka anak itu akan sering sakit-sakitan. Itulah yang dialami Ranvir saat usianya beranjak satu tahun. Mau tidak mau orang tua mereka memberi nama alias yaitu Paijo agar dia selamat dan sembuh dari sakitnya. Alhasil nama Paijo yang lebih populer di bandingkan nama aslinya.

Bapaknya sangat menyayanginya. Apalagi setelah melahirkan Paijo sang istri harus diangkat rahimnya karena terdapat tumor ganas yang membahayakan kesehatan. Jadilah Paijo anak tunggal yang mereka miliki. Tapi saat Jo berumur lima tahun sang Ibu meninggal karena tiba-tiba kesehatannya memburuk.

Sang Bapak yang merawat dan mengasuh Jo sendiri. Sampai lima tahun kemudian Bapaknya memutuskan untuk menikah lagi dengan seorang janda beranak satu. Istri barunya memiliki anak laki-laki yang seumuran dengan Jo. Namanya Jaelani Akbar. Tumbuh bersama, entah mengapa seiring dengan waktu yang berjalan, sang Bapak sering membanding-bandingkan antara Jo dan Jae.

Jo yang dianggap selalu seenaknya dan susah diatur sedangkan Jae tumbuh menjadi anak yang penurut dan selalu membanggakannya.

Flashback off...

Dua puluh lima tahun kemudian...

"Kamu kenapa susah sekali di atur Jo! Bapak hanya ingin kamu meneruskan kuliah. Bapak sudah sabar menunggu kamu sampai siap! Tapi kenyataannya kamu malah bekerja serabutan tidak jelas seperti itu! Mau di bawa kemana masa depan kamu?!"

Sekarang sang Bapak sangat sukses, menjadi seorang Kepala Desa yang terhormat dan memiliki warisan tanah yang berhektar-hektar.

Wajar dia ingin Jo mengikuti jejaknya. Berulang kali dia membujuk agar Jo mau melanjutkan kuliah, tapi berulang kali juga Jo menolak.

Jo hanya garuk-garuk kepala, padahal kepalanya tidak gatal karena baru tadi pagi dia keramas. Mendengarkan khutbah Bapaknya lama-lama panas juga telinga Jo.

"Bapak tidak usah pusing memikirkan aku, aku mau gimana-gimana terserah aku!"

PLAKKK....

Satu tamparan keras mendarat di pipinya. Jo hanya diam. Bertengkar dengan Bapaknya seperti makanan pokok yang harus dia telan setiap hari. Sama-sama keras kepala dan memilik pendirian yang kuat.

Ibu tiri yang sebenarnya baik hati itu hanya bisa menutup mulutnya. Dia tidak menyangka akan terjadi tragedi tamparan maut seperti ini.

"Sudah marahnya? Kalau sudah Jo pergi sekarang!" Dengan santai dia beranjak memilih pergi keluar rumah.

"Dasar anak tidak bisa diatur!!!"

"JO!!!"

Jo tidak berniat berhenti, dia tetap pergi dari rumah yang selalu tidak nyaman baginya.

"Pak, sudah cukup! malu kalau di dengar tetangga." Ibu tiri berhati mulia itu berusaha menenangkan suaminya.

"Sebenarnya apa yang diingkan anak itu? Keluyuran saja bisanya, kerja serabutan seenak jidatnya. Aku malu punya anak seperti dia. Bikin Pusing!"

"Mungkin dia punya alasan sendiri kenapa tidak mau kuliah. Kenapa Bapak tidak coba menanyakan apa yang dia mau secara baik-baik?"

"Aku tidak bisa bicara baik-baik jika berhadapan dengan dia. Rasanya langsung kebawa emosi."

Salma diam dan entah mendapat bisikan dari mana. Tiba-tiba muncul ide gila yang sulit di cerna oleh akal sehat.

"Bagaimana kalau kita nikahkan saja dia, barangkali setelah menikah dia menjadi lebih dewasa."

"Hah...apa kamu bercanda? Aku menyuruhnya masuk ke perguruan tinggi dia selalu berkilah. Ini apa yang terjadi jika aku memintanya menikah? Omong kosong!"

"Kan belum dicoba, mana kita tahu bisa berhasil atau tidak!" Ibu tiri bernama Salma itu berusaha meyakinkan suaminya.

"Terus siapa yang mau di jodohkan dengan laki-laki seperti dia?!"

"Tenang, aku tahu siapa gadis yang tepat untuknya."

"Kamu yakin?"

"Apa salahnya kita coba!"

***

Sebulan kemudian Jo pulang kerumah, setiap kali bertengkar dengan Bapaknya dia memilih pergi dalam waktu yang cukup lama. Dan kembali lagi saat dia kehabisan uang. Biasanya Ibu Salma yang akan memberikan uang bulanan untuk Jo secara diam-diam. Walaupun begitu sebenarnya Bapak Jo tahu dan selama ini membiarkannya begitu saja.

"Ibu ingin bicara sedikit dengan kamu. Ibu memang bukan ibu kandung kamu tapi Ibu selalu mengagap 'mu sama seperti Jae. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?"

"Hah, tidak perlu memikirkan aku. Ibu cukup memberikan aku uang dan jangan cemaskan aku. Aku baik-baik saja."

Tanpa mereka sadari ternyata Bapak Jo yang pulang dari kantor Kepala Desa, mendengar percakapan mereka.

"Apa aku bilang! Dia itu tidak bisa diajak ngomong baik-baik. Percuma!" Bapak Jo masuk dan duduk menyilang kan kaki.

"Aku pulang untuk pinjam uang sebagai modal usaha. Kalau Bapak masih mau menganggap ku anak. Berikan aku modal."

"Usaha apa? Kamu bisa apa?" Lagi-lagi nada meremehkan dari Bapak Jo.

"Apa begitu caramu meminta pertolongan?"

"Lalu aku harus bagaimana? Apa aku harus bersujud memohon-mohon? Drama sekali."

Bapaknya sudah naik darah tapi sang anak masih saja clegekan.

"Terserah kamu mau kuliah atau bekerja sesuka hati 'mu. Tapi Bapak mau kamu kali ini menuruti keinginan Bapak!"

Wah apalagi ini?

"Menikahlah dengan gadis pilihan Bapak!"

"Apa? Menikah? Bapak bercanda kan? Jo baru ingin membangun usaha dari bawah. Kenapa malah Bapak minta aku menikah. Mau di kasih makan apa anak orang?"

"Otak kamu ternyata masih bisa berpikir memberi nafkah. Lalu kenapa dari dulu selalu menolak untuk melanjutkan pendidikan! Kalau kamu Kuliah otomatis nanti cari kerja kantoran kan enak. Hidup mapan berkecukupan. Lihat Jae sekarang dia sudah sukses di Jakarta "

"Kemana-mana pada ujungnya Bapak selalu saja membandingkan kami. Otak kami berbeda, tidak bisa di samakan. Ditambah lagi dari dulu Bapak selalu ingin aku masuk Sekolah tinggi akuntansi Negara. Aku sama sekali tidak tertarik." Nada Jo naik satu oktaf.

Tidak ingin semakin memanas, Ibu Salma mencoba menengahi. "Sudah, kalau begini terus tidak ada jalan keluarnya. Lebih baik kita membuat kesepakatan bersama. Dengarkan Ibu, Bapak 'mu ingin menjodohkan kamu dengan Yunita Saraswati putri dari pemilik Toko Bagong Mas yang terbesar di Kendal. Kamu kenal dia kan?"

"Apa? Menikah dengan Saras? Aku bahkan sudah kenal dia sejak masih kecil dan ingusan. Dia cengeng dan cerewet. Demi tanah Bapak yang luasnya dari ujung Barat ke ujung Timur. Aku menolak perjodohan ini!" Jo sudah pasang kuda-kuda untuk segera kabur

"Hah...! Pikirkan lagi, jika kamu menolak jangan harap mendapatkan sepeserpun dari kami!" Dengan Jumawa Bapak Jo memperingatkan.

"Tidak perlu berpikir, kalau kalian tidak bisa membantu memberikan aku modal untuk usaha. Aku bisa cari sendiri!" Dia bangun dari duduknya dan berniat meninggalkan ruang tamu itu.

"Tunggu Ibu bilang! Jika kamu menolak untuk di jodohkan setidaknya kamu temui dulu gadis itu! Bukankah sudah lama kalian tidak bertemu? Setelah itu bagaimana pun hasilnya, Ibu akan turuti permintaan 'mu! Kamu butuh uang berapa?"

Jo berhenti, jika dipikir-pikir tidak ada salahnya aku turuti. Aku memang sangat butuh uang itu. Tawaran Ibu tirinya cukup menguntungkan.

Dia membalikan badan lagi, "Apa itu artinya kalaupun aku tidak jadi menikah dengan Saras, Ibu tetap akan memberi 'ku uang?"

"Iya..." Salma mengangguk penuh keyakinan. Sebenarnya Bapak Jo merasa tetap saja ini jalan mustahil. Tapi dia menahan emosi dan apa yang ada di pikirannya, dan membiarkan Salma mengurus bagian tawar-menawar ini.

"Baiklah kalau begitu. Aku akan menemuinya. Kapan? dan dimana?"

_

_

_

_

_

Yuhu happy reading 😁

jangan lupa like, komen, vote yang banyak🙏

Chapter 2: Bertemu Saras

Satu Minggu setelah perdebatan sengit, mereka sampai juga di rumah pemilik Bagong Emas Terbesar di Kabupaten Kendal.

"Assalamualaikum..."

"Wa'alikumsalam....silahkan masuk Pak Kades, wah tambah kelihatan muda aja sekarang."

"Hahaha...Bapak berlebihan memujinya. Uban sudah kemana-mana lihat ini." Tawa mereka pecah bersama.

Keluarga Pak Bagong menyambut mereka dengan ramah. Acara berlangsung dengan saling memperkenalkan para tetua dan sanak saudara. Keluarga Pak Bagong memang keluarga besar. Dan keluarga ini masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat Jawa. Tak pelak Sarah sebagai anak gadis di keluarga ini hanya bisa menuruti perintah orang tuanya.

"Tunggu dulu ini dari tadi kita ngobrol, tapi kenapa Nak Sarah belum juga keluar."

Paijo juga heran, semua yang duduk di sini kebanyakan Ibu-ibu bertubuh gendut. Dia yakin walaupun sudah lama tidak bertemu dengan Sarah, saat kecil gadis itu memang cukup manis.

"Maaf gadis sekarang memang butuh waktu lebih untuk sekedar berhias. Sebentar biar saya pastikan ke kamarnya dulu, permisi."

"Ibu"

Semua orang menoleh ke asal suara. "Itu dia, kenapa kamu membuat kami menunggu. Cepat duduk sini!"

Mereka menatap Sarah dengan mata terkagum. Dia memang gadis yang cantik. Memakai baju gamis kekinian berwarna biru muda dengan aksen lengan panjang berbentuk balon lengkap dengan kerudung yang menutup kepalanya.

Dengan sopan dia mencium tangan kedua orang tua Jo. Dia juga berjabat tangan langsung dengan laki-laki yang akan di bertunangan dengannya. Kemudian memilih duduk di samping Ibunya.

"Kalian sudah saling kenal, Ibu tidak perlu repot memperkenalkan kalian lagi. Nak Jo tidak lupa 'kan dengan Sarah? Ibu masih ingat dulu waktu kecil kamu sering menggodanya. Kalau dia pulang menangis pasti karena kamu. Hehe..."

Jo hanya tersenyum, dalam hati dia masih berfikir bagaimana menggagalkan rencana perjodohan ini.

Sementara dalam hati Sarah hanya bisa berdoa, semoga dia menemukan kekurangan Jo apapun itu. Agar perjodohan yang menggelikan ini gagal. Ya walaupun dia terlihat tenang, ternyata dia juga belum terfikir untuk segera menikah. Tapi apa daya sementara dia harus menurut saja.

"Heh... kalian kenapa hanya diam? Apa kalian masih malu-malu untuk saling menyapa? Biasa saja." Seloroh Nyonya Bagong.

Jo dan Sarah hanya tersenyum, tapi dalam hati mereka sama-sama menghardik.

Kamu memang cantik, tapi sori kamu bukan tipe 'ku.

Kamu cukup tampan, tapi belum apa-apa aku sudah ill fill dengan nama 'mu PA-I-JO. Tidak bisa aku bayangkan saat akad nanti, nama 'mu bersanding dengan nama 'ku. Euuuuhhhhh....

Mata mereka berdua seperti saling mentransfer bau peperangan. Sampai Nyonya Bagong menyenggol lengan anak gadisnya.

"Apa lebih baik mereka kita beri sedikit ruang, untuk bisa bicara berdua?" Usul Nyonya Bagong lagi.

"Ide bagus Sis, kita para tetua bisa bercengkrama di ruang yang lain. Biarkan mereka di sini mengobrol di sini." Jawab Ibu tiri berhati malaikat.

"Tidak perlu kita yang pindah, di rumah ini ada ruang istimewa yang sangat nyaman untuk sekedar mengobrol. Biarkan mereka berdua yang pindah kesana."

Usulan Nyonya besar langsung di ACC oleh para suami. Mereka berdua di gelandang utama berpindah tempat.

Nyonya Bagong yang mengantar mereka ke sebuah ruangan kecil yang berdinding kaca. Ruangan itu terhubung dengan taman indoor yang penuh dengan tanaman hias dan bermacam-macam bunga.

"Santai saja, kalian bisa lebih santai mengobrol di sini. Nanti biar Mbak Jum yang mengantar teh kesini."

Saras masih dengan wajah datar dan santuy. Mereka berdua sekarang hanya duduk berdua.

"Hai, senang bertemu dengan 'mu lagi. Semenjak kamu lulus SMA sepertinya kamu tidak pernah kelihatan."

"Iya... saya melanjutkan kuliah di Malang. Dan baru kemarin pulang, sedikit mendadak karena mendapat kabar yang cukup membuat 'ku terkejut."

"Hahaha... bukankah ini konyol sekali. Kita sudah hidup di era modern tapi apa ini? Kita duduk untuk di jodohkan."

Saras mendelik tak percaya, dari bau-baunya laki-laki di depannya seperti juga tidak menginginkan perjodohan ini. Tapi sepertinya mulutnya harus di sumpal.

"Bisa kamu pelan 'kan nada suara 'mu? Jangan kira keluarga kita tidak mengawasi kita berdua. Lihat keatas! Mereka semua bahkan memindai kita dari atas."

Jo mendongak, benar saja dari tangga utama ruangan ini terlihat sangat jelas. Dia melihat Ayah, Ibu tirinya dan keluarga Saras yang berdesakan ingin melihat dirinya dan Sarah mengobrol. Yang terpergok pun pura-pura tidak melihat.

"Tapi jangan khawatir, mereka hanya bisa melihat. Tapi obrolan kita aman jika kamu bisa bicara sedikit rendah. Ok?"

"Baiklah, aku juga tidak ingin terlalu basa basi dengan 'mu. Demi tanah Bapak yang luasnya berhektar-hektar. Aku menolak perjodohan konyol ini! Aku belum siap untuk menikah." Ucap Jo dengan lirih.

Saras tersenyum menghina, "Huh... PA-I-JO aku juga heran dengan orang tua 'ku. Apa tidak ada laki-laki yang lebih tampan dan punya nama yang lebih baik dari 'mu!"

"Apa!??? Heh, ingat aku memang tidak tampan tapi aku PA-I-JO adalah pria yang berkharismatik. CATAT!!!!" Saras hanya mencibir.

Keduanya seperti naik darah, menghujat satu sama lain. Tapi tentu mereka menahan diri agar suara mereka tidak terdengar ke telinga para orang tua yang masih lanjut menguntit dari tadi.

"Ayah bilang, aku harus menikah dengan 'mu karena masa depan 'mu cerah. Apa benar tahun depan kamu akan masuk ke Sekolah Akuntansi Negara?"

Hah, rupanya Ibu tiri berbohong dengan latar belakang 'ku. Mungkin ini bisa menjadi alasan agar perjodohan ini gagal. Good... otak 'ku memang cerdas.

"Kamu mau aku jujur?"

Saras terlihat antusias mendengarkan jawaban Jo. "Tentu! Aku tidak tertarik dengan kebohongan."

"Huh, kamu bahkan sudah bohong dengan menuruti pertemuan ini. Kamu kira aku juga tidak tahu jika sebenarnya kamu masih belum ingin menikah 'kan? Kenapa kamu tidak menolak saja dari awal!"

"Itu karena... Ah sudahlah. Jawab dulu pertanyaan 'ku tadi."

"Baiklah aku juga tidak begitu tertarik dengan alasan 'mu. Asal kamu tahu, aku sama sekali tidak ingin meneruskan kuliah. Apapun itu jurusannya. Aku tidak minat sama sekali. Apa laki-laki dengan latar pendidikan seperti ini bisa di terima di keluarga 'mu?"

"Jadi orang tua 'mu berbohong dengan mengatakan hal itu?"

"Hem..."

"Bagus, mari kita akhiri obrolan unfaedah ini. Senang bersapa dengan 'mu Mas PA-I-JO!"

Seakan saling memahami, mereka tidak perlu bicara panjang lebar lagi.

Gadis ini ternyata diam-diam pintar juga langsung menangkap apa maksud 'ku. ~ Paijo

Tidak perlu bersusah payah, apalagi berderai air mata untuk menggagalkan perjodohan ini. Sekali tepuk, semua game over. ~Saras

"Senang juga bersapa dengan 'mu Saras. Aku harap kamu tidak akan menangis sampai ingusan lagi seperti dulu"

"Jangan khawatir, aku punya banyak stok tisu kalau hanya untuk menyeka ingus!"

Keduanya tersenyum smirk. Saras melenggang pergi keluar dari ruang santai yang terasa seperti ruang uji nyali. Dia terlihat puas dan sama sekali tidak ada penyesalan di raut wajahnya.

Paijo, masih harus bermain drama selangkah lagi. Sebelum mereka keluar dari rumah ini.

Bersambung...

_

_

_

_

Happy reading 😁

like, komen, vote

bagi hadiah seiklasnya 🙏

Chapter 3: Minggat

PLAAAK...!!!!

BUG...!!! BUGGggggg...!!!

"Dasar anak edan! ga waras! bodoh!!!!"

BUG!!!

Paijo jatuh tersungkur di lantai, tak bergeming. Salma sudah histeris menangisi anak tirinya itu. "Cukup Pak! ya Tuhan!"

"Awas kamu Bu! biar aku bunuh sekalian anak tak berguna ini!"

"Dia sudah melempar kotoran di muka 'ku sendiri!" Salma memakai tubuhnya untuk menghadang suaminya yang membabi buta memukuli anaknya sendiri.

"Hiks...hiks... Pak maafkan dia, salahkan aku saja! aku yang punya ide gila ini!"

"Dia yang tak tahu diri! kita sudah berusaha mengarahkan dia, tapi apa balasannya hah!? manusia tak berguna!" Dada Pak Burhan naik turun, melihat istrinya yang ikut terduduk di lantai dan menangis, dia berhenti. Masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras.

Paijo tidak menangis sama sekali. Di hatinya dia sudah membulatkan tekadnya untuk pergi jauh meninggalkan rumah.

"Kamu tidak apa-apa 'kan? biar ibu ambilkan es buat mengompres luka kamu!"

"Tidak usah! Ini sama sekali tidak sakit. Justru kata-kata Bapak yang lebih menyakitkan!" Paijo bangkit dan ikut menenggelamkan diri ke kamar.

Tengah malam saat semua orang sudah tidur. Paijo mengemasi beberapa lembar pakaian dan memasukkannya ke tas ransel hitam. Dia berniat minggat dari rumah tempat dia tumbuh sejak kecil itu.

Sebelum pergi dia masuk ke kamar Bapaknya. Meninggalkan kunci motor miliknya di atas meja kecil. Dia berniat minggat tanpa membawa satu-satunya benda berharga yang Bapaknya berikan. Namun kemudian Paijo ingat dia tidak punya sepeser uang pun. Melirik diatas nakas, dia hendak mengambil beberapa lembar uang dari dompet milik Bapaknya. Aku pinjam! batin Jo. Tiba-tiba tangannya di cekal. Jantungnya seakan berhenti saat itu juga.

Paijo bernafas lega saat sadar tangan yang memegangnya adalah tangan ibu tiri yang bagaikan peri. Salma menarik Paijo keluar kamar. Jangan sampai membangunkan singa yang terlelap. Bisa semakin geger genjer tengah malam begini.

"Kamu mau kemana?"

"Pergi!" jawab Jo singkat.

Salma paham betul kebiasaan anak tirinya itu. Tapi apa harus begini terus? Dia mengeluarkan sebuah amplop dari laci. "Bawa ini! Ibu tepati janji ibu. Andai sedikit saja kamu menurut dan mau di jodohkan dengan Saras. Mungkin keributan ini tidak akan terjadi."

"Bukankah kami berdua sudah terbiasa ribut. Dan perjodohan itu hanya omong kosong. Maaf tapi aku tidak suka di dekte. Ini hidupku, aku yang akan menentukan jalanku sendiri."

"Huh...Sombong dan keras kepala."

"Pergilah! Jangan pulang kerumah, sebelum kamu menjadi orang sukses dan kaya raya!" Salma sebenarnya tidak tega mengatakan itu. Di dalam hati dia berharap dengan begitu Jo akan berusaha membuktikan pada Bapaknya bahwa dia bisa sukses dengan jalannya sendiri.

"Baik! terimakasih." Jo menerima amplop itu.

Dia melangkahkan kakinya dengan mantap keluar dari pintu rumah. Sedikit pun dia tidak menengok kebelakang. Salma mengantar dengan pandangan matanya hingga punggung Jo menghilang di kegelapan.

Pergi dan cepatlah kembali. Buktikan pada Bapak 'mu sendiri, jika kamu juga bisa menjadi orang sukses!

****

Paijo bertekad pergi ke Malang, Jawa timur. Menyusul kakek yang merupakan ayah dari bapaknya sendiri. Berbekal alamat dan uang dari ibu tirinya. Dia mencari bus patas di terminal Mangkang dengan tujuan Malang. Sepi dan gelap. Setelah bertanya pada seorang petugas terminal berseragam dinas perhubungan. Jo baru tahu jika bus dengan tujuan ke Malang hanya bisa naik dari terminal Terboyo. Itu artinya dia harus naik angkutan lagi menuju Terboyo. Tengah malam begini, tentu sulit menemukan angkutan.

Sial! harusnya aku pergi pagi atau siang. Malam begini mana ada angkutan. Dasar bodoh! Heh... tapi aku 'kan minggat. Pergi tengah malam saja aku masih ketahuan. Apalagi siang hari! Hemftt...

Paijo berdiri di tepi jalan di depan terminal Mangkang. Melihat beberapa truk yang berhenti saat lampu menyala merah, terlintas dalam otaknya untuk menumpang.

"Bos arah Terboyo?"

"Iya!" seru supir dari dalam.

"Numpang boleh?!"

"Masuk!" Paijo tersenyum gembira. Welcome to the jungle. Masih banyak orang baik di jalan.

Sepanjang perjalanan menuju Terboyo mereka mengobrol. Supir truk terlihat senang karena mendapat teman mengobrol. Lumayan jadi tidak ngantuk.

"Ngirim apa Pak?"

"Kayu, biasalah buat bahan furniture. Kirim Jepara."

"Oh..." Paijo mengangguk-angguk. Dia yang minim pengalaman dan nekad minggat. Merasa setiap perkataan yang keluar dari mulut Pak supir seperti ilmu baru baginya.

"Berhenti di sini saja ya. Itu pintu terminalnya! Cari PO Handoyo yang lebih murah."

"Eh... tiketnya kira-kira berapa ya Pak?" takut kena calo.

"Paling seratus berapa gitu... tidak sampai seratus lima puluh. Kalau lebih dari itu jangan mau!"

"Oke... terimakasih Pak!" Truk bermuatan kayu itupun berlalu pergi meninggalkan Jo di tepi jalan. Jo berjalan masuk mencari loket PO yang di rekomendasikan tadi. Sepi hanya terlihat beberapa orang yang duduk di bangku-bangku di depan warung kopi.

"Kemana mas?" tanya seorang laki-laki sangar dengan lengan bertato.

Jo hanya pemuda kampung yang minim pengalaman. Sedikit drodog saat pundaknya di tepuk tadi. "Saya mau cari bus tujuan Malang. PO Handoyo sebelah mana Pak?"

"Ikut aku, ayok!" Menyeramkan! sama sekali tidak ada wajah ramah-ramah sedikit pun. Jo berjalan mengekor.

Pria sangar itu membawa Jo ke sebuah ruko kecil di pojok terminal. Oke, untung bisa baca. Papan bertuliskan nama PO terpampang di atas ruko. "Beli tiket di sini! Tunggu keberangkatan bus nanti jam enam pagi."

Jo ingin merutukki dirinya kembali. Kabur tengah malam sialan. Percuma, dia harus menunggu paling tidak dua jam lagi. Tidur dulu di sembarang tempat di terminal juga cukup beresiko. Dia tidak mau kecolongan. Bagaimana pun tadi Pak supir juga sempat berpesan untuk hati-hati. Aman dari calo tidak menjamin aman dari copet. Tetap waspada!

Dengan mata terkantuk-kantuk Jo duduk di bangku depan ruko. Pria sangar tadi terlihat bercanda dengan teman seprofesinya. Hanya tawa mereka yang menjadi tanda jika disini masih ada kehidupan.

Semakin pagi suasana terminal semakin ramai. Sayup-sayup terdengar penjual koran dan cangcimen, cangcimen, kacang, kuaci, permen, berteriak menawarkan dagangannya. Menunggu adalah hal yang membosankan.

"Mas itu busnya sudah siap. Masuk aja dulu. Setengah jam lagi kita berangkat."

Paijo mengikuti arahan pria sangar itu. Dia masuk ke dalam bus dan memilih kursi kosong yang dekat dengan jendela. Baiklah kursi ini lebih nyaman. **Aku bisa memejam**kan mata sebentar, tidak tahan sudah mengantuk berat.

Paijo mendekap tas ranselnya dengan sepenuh hati. Matanya sudah lengket seperti tertempel lem Castol. Tiba-tiba...

Brukkk...!!!

Kepala Jo terasa berputar-putar, pening. Sial! Tertimpa sebuah tas bermuatan berat saat sedang ngantuk-ngantuknya. Siapa yang tidak emosi. Paijo bangun dan bersiap mengumpat mengabsen nama-nama hewan sekebon binatang. "Anji...!!!

Umpatan itu tersangkut di tenggorokan. Saat Jo mengenali perempuan yang saat ini berdiri terpaku di hadapannya.

"Kamu!"

"Ma-af... tidak sengaja." ucapannya nyengir dengan wajah memelas.

Njir kenapa bisa bertemu dia di sini?

Minggat kog masih bertemu orang yang sama, apa-apaan ini?

.

.

.

.

Hai reader Budiman, jangan lupa like, komen, favorit cerita ini ya.🥰🥰🥰🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!