Siang itu, tepatnya tanggal 14 di bulan Februari tahun 2004. Ketika matahari membentuk bayangan 110 derajat, atau kira-kira pukul 14 Waktu Indonesia Bagian Barat. Kapal Sinabung jurusan Belawan-Tanjung Priok transit di Pelabuhan Sekupang Batam.
"Hmmm ... akhirnya sampai juga" Rudi bergumam pelan.
Dengan kepala tegak dia memandang pelabuhan dari atas kapal.
"Batam, Aku di sini!" teriaknya dalam hati.
Dia melangkah dengan pasti menuruni tangga kapal menuju pelabuhan, menuju tanah impiannya.
Pertama kali menginjakkan kaki di pelabuhan, tiba-tiba seseorang menghampirinya dan berkata.
"Bang, mau dibantu?".
Dengan bingung Rudi menjawab, " ma'af Pak, dibantu apa ya?."
Melihat kebingungan Rudi, akhirnya Bapak tersebut tahu bahwa Rudi baru pertama kali datang ke Batam dan segera menjelaskan situasi yang ada.
Bahwa setiap orang yang masuk atau datang ke kota Batam tanpa memiliki Kartu Tanda Penduduk kota Batam harus melakukan pendaftaran secara resmi dengan meninggalkan Kartu Tanda Pengenal dan sejumlah uang jaminan kepada Dinas Kependudukan kota. Atau dengan cara tidak resmi seperti yang sedang ditawarkan Bapak tersebut. Yaitu dengan hanya membayar uang sebesar enam puluh ribu rupiah semuanya beres.
Dasar orang Indonesia asli yang menjunjung etika instan, Rudi akhirnya menerima bantuan Bapak tersebut.
Dengan menyerahkan uang sejumlah tersebut, akhirnya Rudi bisa keluar dari Pelabuhan.
Sambil menyulut sebatang rokok, Dia menunggu Taksi lewat.
Tujuan pertama yang akan dia datangi adalah rumah saudara yang masih terbilang Kakeknya.
Kakeknya bernama Dahnil yang bertempat tinggal di Komplek perumahan HPM Batu Aji.
Sebenarnya Rudi punya saudara kandung di Batam. Rudi adalah anak tertua dari empat orang bersaudara. Adik pertama Rudi sudah tinggal di Batam selama dua tahun. Adiknya bernama Doni yang masih berumur 21 tahun. Selepas tamat dari bangku SMK Teknik , Doni langsung merantau ke Batam.
Tapi karena berbagai pertimbangan, Rudi lebih memilih tempat tujuan pertamanya adalah rumah Kakek Dahnil.
Seorang tukang ojek, yang sedang mangkal di samping Halte menghampiri Rudi.
"Bang, pinjem api.."
Tanpa menjawab, Rudi menyodorkan puntung rokoknya yang masih setengah terbakar.
Tiba-tiba Taksi yang ditunggu berhenti di depan Halte. Dengan spontan Rudi berdiri dan berniat masuk ke dalam taksi tersebut.
"Bang, ini rokoknya tertinggal!" tukang Ojek sedikit berteriak.
"Buang saja Bang," Rudi membalas sambil masuk ke dalam Taksi dan duduk di jok depan di samping Supir.
Supir Taksi yang melihat kejadian itu berkata pelan, "Bang, bisa jadi itu rokok terakhir, Abang."
Lama Rudi memaknai kata-kata Supir tersebut, dan akhirnya Dia tau jawabannya setelah beberapa bulan berlalu.
Taksi meluncur dengan kecepatan sedang menuju Batu Aji, yaitu daerah tempat Kakek Dahnil berada.
Di sepanjang jalan Rudi mengingat kembali bagaimana dia sampai di kota ini. Ketika Rudi baru tamat dari kuliahnya,Dia berkenalan dengan seorang gadis cantik bernama Erlin. Selama dua bulan saling menjajaki dan semakin akrab.
Akhirnya mereka berniat untuk membawa hubungan tersebut ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pernikahan.
Ketika Rudi mengutarakan niatnya kepada kedua orang tuanya, Ibunya setuju dengan keinginan anaknya.
Tapi Ayahnya berkata lain, Dia tidak setuju dengan niat Rudi.
"Aku bekerja banting tulang, untuk sekolahmu bukan untuk ini."
"Bukan untuk melamar anak gadis orang, tanpa menggunakan Ijazah terlebih dahulu."
"Pergilah merantau, jika kamu telah berhasil, mengenai jodoh bukanlah suatu masalah."
"Jangankan satu bahkan tiga orang akan antri menunggu untuk Kamu lamar."
Semua kata-kata dari Bapaknya masih terngiang-ngiang dengan jelas di telinga Rudi.
Dengan berat hati akhirnya Rudi melangkah pergi meniggalkan kampung dan Erlinnya.
Sekarang Rudi ada di sini, di Kota Batam.
Dengan mengepalkan tangannya, "Aku harus sukses." Dia bergumam.
Setelah melalui perbukitan dan hutan akhirnya daerah Batu Aji mulai terlihat.
Kawasan Perumahan mulai tampak di kiri dan kanan jalan.
Bersambung....
###
Hai Readers ...
Ini adalah karya pertamaku.
Mohon Krisarnya ya ...
Makasih,
😊😊😊
🙏🙏🙏
Sekitar pukul 15 Bagian Barat Waktu Indonesia, Rudi sampai di tempat tujuan yaitu di rumah Kakek Dahnil. Alamat Kakek Dahnil gampang ditemukan karena tepat di samping mesjid Perumahan HPM.
Kakek Dahnil sehari-harinya bekerja sebagai Dukun Patah Tulang sekaligus Nazir mesjid di Perumahan HPM tersebut.
Dan juga diwaktu luangnya berprofesi sebagai Guru ngaji di mesjid tersebut.
Setelah membayar ongkos Taksi, Rudi turun dan melangkah ke depan rumah Kakek Dahnil. Kebetulan si Kakek sedang duduk di beranda bersama istrinya yang bernama Nek Fatimah.
Setengah Rudi berucap " Assalamu 'alaikum, Kek... Nek.."
"Wa 'alaikum salam" Dengan ekspresi kaget Kakek dan Nenek menjawab.
"Ehh.. kamu Rudi anaknya Abdul, bukan?" tanya kakek.
Sambil menjabat dan mencium tangan Kakek dan Nenek, Rudi menjawab, "benar Kek, saya anak Pak Abdul dan Bu Azizah" balas Rudi.
"Wah... sudah besar kamu ya.." seru Nek Fatimah.
"Silahkan masuk Rud.." ucap Nek Fatimah sambil berlalu ke dapur menyiapkan minuman.
Setelah duduk, Rudi dan Kakek Dahnil bertanya jawab seputar kabar keluarga di Medan. Dengan gamblang Rudi menjelaskan semua pertanyaan sang Kakek. Dari kabar orang tua Rudi, Nenek Aminah yaitu Kakak dari Nek Fatimah sekaligus Nenek kandung Rudi Ibunya dari Bu Azizah.
Sampai kabar sanak saudara yang lain yang berada di Medan.
Sekitar setengah jam bercerita, waktu sholat Ashar pun tiba. Kakek mengajak Rudi untuk sholat berjamaah.
Selesai berwudhu, Rudi masuk ke mesjid. Di pintu mesjid kakek Dahnil menunggu Rudi. "Rud, coba kamu tarik sekali." ucap kakek sambil tersenyum.
Dengan bingung Rudi menjawab, "tarik apa,kek?"
"Maksud Kakek, coba kamu yang azan" ucap Kakek.
"Owh.. Baiklah, Kek." gumam Rudi sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dengan langkah mantap, Rudi berjalan menuju tempat muazzin.
Rudi segera mengumandangkan azan versi Mesir yang mendayu-dayu. Bagi orang yang mendengarnya, andaikan dia seorang muallaf maka akan semakin teguh imannya.
Begitulah setelah selesai azan, sholat pun didirikan.
Usai sholat berjamaah, Rudi dan Kakek Dahnil kembali ke rumah.
Sore itu Rudi langsung mengutarakan niatnya datang ke Batam yaitu untuk mencari kerja dan sekaligus minta bantuan ke Kakek Dahnil untuk dicarikan pekerjaan.
Konon katanya menurut cerita saudara, Kakek Dahnil banyak kenal dengan orang-orang penting di kota Batam ini. Dari manajer Perusahaan, Ketua Ormas sampai aparat Pemerintah. Dan biasanya siapa yang minta tolong untuk dicarikan pekerjaan selalu berhasil melalui koneksi Kakek Dahnil tersebut.
Tapi kali ini jawaban Kakek Dahnil bagai ikan jauh dari panggang.
"Soal itu, sekarang susah memasukkan orang kerja" ucap Kakek Dahnil dengan wajah yang menyesal.
"Ternyata begitu.." Jawab Rudi dengan muka kecewa.
"Tentu Kakek akan usahakan, kamu tenang saja" Kakek Dahnil menyemangati Rudi.
"Pertama-tama kamu urus dahulu tanda pengenal kamu yaitu Kartu Tanda Penduduk kota Batam. Mengenai pengurusannya nanti kenalan kakek akan bantu" ucap kakek sambil tersenyum.
Lagi-lagi cara instan tanpa Surat Pindah dari tempat asal. Hanya menyediakan pasphoto ukuran 3x4 satu lembar, beserta uang sebesar dua ratus lima puluh ribu rupiah.
"Minggu depan KTP kamu diantar kemari" ucap kakek sambil menyimpan uang dan data-data Rudi. Untuk diserahkan nanti malam kepada kenalan Kakek yang bekerja di Dinas Kependudukan.
"Andaikan saja mencari kerja juga bisa instan, betapa sempurnanya" Gerutu Rudi dalam hati.
Sepertinya perjuangan Rudi akan segera dimulai.
Bersambung...
####
Terimakasih Buat Teman-teman yang sudah mendukung karya alakadarnya ini.
Dukungan , Saran dan Kritik Anda sangat berarti bagi Penulis..
🙏🙏🙏
###
Malam Hari..
Rumah Kakek Dahnil tidak termasuk besar. Hanya ada tiga kamar tidur. Selain Kakek dan Nenek, ada dua orang anak Kakek yang tinggal bersamanya. Anak pertama bernama Salim dan sudah berkeluarga dan mempunyai dua anak.
Anak Kakek yang kedua bernama Suhadi yang sudah berumur kepala tiga tapi masih lajang. Salim dan Suhadi bekerja sebagai Supir.
Karena keterbatasan kamar, Rudi tinggal berdua di kamar Suhadi.
Sehabis makan malam, dan bercengkerama sebentar dengan Kakek Dahnil. Rudi mohon ijin istirahat karena kebetulan Kakek juga ada pasien.
Ketika Rudi sedang berbaring di ranjang, sambil menatap foto sang kekasih di balik sampul Diary, pintu kamar terbuka.
Suhadi masuk dan kaget " Ehh ternyata kau Rud?" dengan gaya Medannya yang kental.
"Iya Om" sambil berdiri dan menjabat serta mencium tangan Om Suhadi.
"Baru pulang kerja Om?" tanya Rudi.
"Iya nih Rud, sekarang lagi sepi penumpang makanya agak cepat pulang" dengan muka capek.
"Kapan kamu sampai di sini, kok enggak hubungi Om minta dijemput?" Sambil meletakkan HP di atas meja.
"Ehh iya Om, Aku takut ngerepotin lagian kan Om juga sibuk kerja?" Rudi menjawab sambil mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.
"Enggak apa-apa Rud, kalau memang perlu hubungi saja Om, kan kamu ada kontak Om?" Sambil meletakkan asbak di dekat Rudi.
Lalu Rudi menjelaskan dengan sebenarnya alasannya tidak menghubungi Om Suhadi. Karena hanya alamat rumah Kakek yang dia punya.
"Ahh... Pantesan" Om Suhadi menepuk punggung Rudi sambil tersenyum.
Dengan ragu Rudi berkata, "Om bisa minta tolong besok pagi antar aku ke tempat Doni?" Dengan wajah agak canggung.
"Doni adikmu ya, Rud?.
Aku juga sudah lama enggak ketemu dengan dia, entah bagaimana kabarnya.
Oke besok sehabis Om ngantar karyawan sekitar jam 9 pagi, aku jemput kamu di sini" pungkas Suhadi.
Setelah bercerita ngalor-ngidul dari kangkung, genjer sampai kembali ke kangkung mereka berdua pun tertidur.
Pagi pun tiba.
Sekitaran pukul 9 pagi, akhirnya Om Suhadi datang menjemput Rudi. Setelah pamit ke Kakek Dahnil merekapun berangkat menuju kediaman Doni. Tempat tinggal Doni berada di daerah Tanjung Uncang Kecamatan Sei Binti. Jarak dari kediaman Kakek Dahnil sekitaran 30KM.
Mobil Carry yang ditumpangi Rudi melaju dengan kecepatan sedang, karena mereka tidak buru-buru.
Di sepanjang kiri kanan jalan menuju tempat Doni, pada umumnya kawasan rumah sederhana. Pepohonan juga jarang jarang, jadi terkesan tidak asri bahkan mengarah ke kegersangan. Hingar bingar dan gemerlapnya Kota Batam yang selama ini Rudi dengar dari orang-orang ternyata jauh dari kenyataan. Rudi berfikir mungkin karena aku baru melihat secuil kota ini, mudah-mudahan saja sesuai dengan harumnya selama ini.
Sekitar setengah jam naik Mobil akhirnya kawasan tempat tinggal Doni mulai kelihatan.
"Ini.." Rudi mengernyitkan keningnya. Dia seakan tak percaya dengan yang dia lihat.
"Ini komplek apa, Om?" Tak sabar Rudi bertanya. Karena melihat wajah Rudi yang keheranan seperti baru pertama kali melihat hal yang aneh, akhirnya Om Suhadi menjelaskan. Bahwa kawasan yang sedang mereka datangi namanya kawasan Ruli atau Rumah Liar. Rumah yang hampir semua terbuat dari pallet dan triplek ditambah tambalan plastik di sana-sini. Rumah Liar adalah rumah yang dibangun di atas tanah Pemerintah Otorita Batam. Sehingga untuk menjadi hak milik tak akan pernah bisa. Jika suatu saat ada penggusuran, tak ada hak untuk minta ganti rugi.
Mendengar semua itu , Rudi semakin merasa asing saja.
"Sepertinya ini semakin menarik." gumamnya.
Bersambung.....
###
Hai Readers..
Up untuk hari ini agak terlambat.
Ini disebabkan ada revisi di episode pertama. Agar nyambung ceritanya ke episode selanjutnya.
Dan untuk kedepannya juga, judul novel ini akan mengalami perubahan.
.....
Met puas bagi yang menjalankanya.
tetap semangat!!
😊🙏🙏🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!