NovelToon NovelToon

MENTARI TANPA EMOSI

Sendiri

Seorang gadis tergeletak dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Mataku terbelalak dan tubuhku berkeringat dingin serta tanganku gemetar tidak terkendali. Aku menatap kedua tanganku dengan takut. Aku merasa telah melakukan kesalahan besar. Bayangan di hatiku semakin menenggelamkan diriku ke dunia fana.

Semua adalah salahku, semuanya adalah salahku. Semuanya karena kesalahanku.

Aku yang melakukannya. Aku tidak sengaja melakukannya. "Apa yang telah kuperbuat?"

“Hah!”

Aku dengan cepat membuka mataku, nafasku terengah-engah serta wajahku yang sudah berkeringat dingin. Aku sempat bingung di mana aku berada, tapi aku sadar kalau aku masih berada di dalam atap gedung sekolah. Tidak, sebagian orang menyebut tempat ini adalah menara sekolah, karena bentuk atapnya yang meruncing.

"Mimpi? Tadi hanya mimpi buruk."

Mimpi itu berhasil membuat nafasku tersenggal, aku tidak menyangka mimpi itu membangunkanku dari tidur. Aku melihat jam di pergelangan tanganku, jam masih menunjukkan pukul 10:28 pagi, istirahat tersisa masih 2 menit lagi. Waktu ini kupakai untuk merenung kejadian di masa lalu. Masa lalu yang tidak dapat kuingat. Kejadian yang mengerikan itu tidak dapat kuingat kembali. Hilang begitu saja seperti hangus terbakar.

‘Aku tidak bisa mengingatnya.’ batinku.

Lalu kuratapi langit-langit yang berawan. Merasa hembusan angin yang menerpa wajahku dengan lembut.

‘Aku hidup sendirian.’

Aku hanya tahu satu hal bahwa di dunia ini, ada manusia yang bahagia dan manusia yang tidak bahagia.

Aku yang tidak bisa merasakan diantara perasaan kedua tersebut, hanya merenung memeluk kedua tekuk kakiku, sesungguhnya di dunia ini apapun selalu berpasangan, tetapi aku tidak memilikinya.

"Apakah aku sungguh seorang manusia?" itulah yang ada di benakku sekarang, pertanyaan yang konyol tetapi inilah kenyataannya, bahwa aku tidak seperti manusia yang hidup dengan beragam emosi.

Rasa bosan ini selalu menghampiriku setiap saat, sesuatu yang kumiliki telah pergi melupakanku, tetapi aku tidak bisa merasakan benci ataupun suka. Rasa hampa, hanya itu yang kurasa. Kenapa rasanya sepi, tidak ada istimewanya di dalam perasaanku ini.

Aku lelah dengan semua ini...

"Apa aku menghilang saja yak?" pertanyaan itu kulontarkan tanpa sadar lagi dan lagi.

Aku mulai berdiri dengan tatapan kosong, dan mengambil langkah menuruni tangga, setelah aku makan siang di atap sekolah.

Bel sudah berbunyi, lorong sekolah seketika berisik karena murid-murid yang masuk ke kelas begitu gaduh dan dengan santainya aku memasuki kelas 12- A. kemudian duduk di kursi belakang dekat dengan jendela kelas, di sana adalah tempat yang paling bagus ketika kamu tidak mempunyai teman, karena kamu bisa melihat dunia luar dengan puas.

Akan lebih keren jika gambar di jendela ini berubah menjadi gambar hutan atau taman bunga. sayangnya yang kulihat sama saja, hanya ada rumput, pohon dan beberapa murid yang keluar karena ada urusan.

Lagi-lagi aku merasakan bosan ketika guru itu menjelaskan sejarah, kantung mataku tak tahan lagi untuk bertahan. Aku sudah menguap berkali-kali, aku harus bertahan karena sebentar lagi akan pulang.

Bel berbunyi kembali. Aku harus bergegas pulang dan berbelanja untuk kebutuhan besok, seiring matahari tenggelam, aku berjalan di trotoar sambil melihat sekitarku, mereka yang tertawa riang dan mereka yang bersedih karena sebab, rasanya hatiku teriris karena iri.

'Kenapa kebahagiaanku menghilang begitu saja? Kenapa?’

'Kenapa?'

"Hei!!! Lucy!!! Berhenti!!"

Lamunanku hilang setelah ada yang meneriaki namaku, aku berbalik arah untuk mengetahui sosok yang memanggilku itu.

"Kamu tidak perlu berteriak seperti itu," ujarku.

"Habisnya aku panggil, kamu tidak merespon, huum," ia langsung cemberut karena aku tak meresponnya kembali.

"Ada perluh apa sampai kau mengejarku begitu?"

"Biar kutebak, kau pasti membeli itu lagi, kan?" ucapnya dengan menunjuk plastik yang kugenggam.

"Aku hanya belanja kebutuhan hidupku saja," jawabku.

Aku memegang erat plastik yang ada di tanganku dan menyembunyikannya di balik badanku.

"Iya benar, kebutuhan hidup untuk bunuh diri, kan?" ucapnya dengan kesal.

Aku berkeringat dingin saat ia mengatakan itu, ia tersenyum kemenangan dan berkata.

"Yup, seperti yang sudah kuduga, apapun yang kau bawa selalu mencurigakan."

"Hufft~ ketahuan lagi~" keluhku sambil menghembuskan nafas.

Aku pulang ke rumah bersamanya, tetapi yang duluan masuk adalah dia padahal ini adalah rumahku. Alisnya tiba tiba mengernyit ketika melihat suasana dapur dan kamarku yang berantakan.

"Apa kau bisa hidup mandiri jika seperti ini terus?"

Dia memandangiku dengan raut wajah yang marah, tetapi aku tidak bisa memandanginya.

"Bukankah ini hidupku, untuk apa kau mempedulikanku?"

"Apa kau tidak peduli dengan orang-orang yang selalu mengkhawatirkanmu?" ucapnya seolah-olah dia peduli padaku.

"Aku tidak merasakan ada yang khawatir padaku, mereka terkadang sibuk pada kehidupannya sendiri, begitupun denganku."

"Kau pikir aku tidak mengkhawatirkanmu?"

Dia mengenggam tangannya dengan erat. Aku bisa merasakan rasa sakit dan aura marahnya pada diriku, aku mundur beberapa langkah.

"HEI!! BERIKAN PLASTIK ITU PADAKU!!"

Dia berteriak dan merenggut plastik belanjaan dari tanganku dengan kasar. "Apa kau marah?" itu yang kupertanyakan sekarang, jelas-jelas dia marah, untuk apa aku bertanya.

Dia tidak menjawab dan hanya sibuk pada isi kantung plastik itu. Aku pun memutuskan untuk mendekatinya perlahan dan berbisik kepadanya.

"Aku memang mengatakan tidak ada yang khawatir tentangku, tapi kamu berbeda, kamu selalu peduli padaku bukan?" Aku berbisik begitu didekat telinganya, mencoba untuk memendam emosinya. Tetapi... Dia malah diam begitu? Apa aku membuatnya marah lagi?

"Kenapa?" tanyaku dengan perasaan kurang enak.

"Tidak apa-apa kok," dia mengubah nadanya menjadi anak malu yang cemberut.

"Kali ini aku memaafkanmu."

"Oh benarkah?" tanyaku untuk menyakinkan.

"Iya, kau senangkan sekarang?"

"Biasa saja," jawabku dengan nada datar.

"Iiih kau ini, harusnya senang dan bilang terima kasih," katanya tak terima.

Hanya mengucapkan terima kasih saja sampai repot-repot mengeluarkan amarah. Mau tidak mau, aku harus menuruti permintaannya saja daripada ia terus mengomel di samping telingaku.

"Baiklah, terima kasih," ucapku dengan pasrah.

"Nah begitu."

....

“Cahaya akan menciptakan sebuah bayangan dan bayangan tidak akan ada tanpa cahaya. Dengan saling melengkapi, keduanya tidak akan dapat terpisahkan.”

Teman

Dia lagi-lagi menyita semuanya. Aku hanya pasrah melihat semua barang yang kubeli ia keluarkan dan membuangnya ke tong sampah dengan kejam. Apakah dia tidak berpikir untuk mengembalikannya dan menukarnya dengan uang? Semua uang yang ada di dompetku jadi terbuang sia-sia saja.

"Jika kau berpikir aku tidak menjualnya dan menukarnya dengan uang, itu karena aku bisa tertangkap oleh polisi, karena menjual barang yang seharusnya tidak boleh digunakan manusia, jika duitmu kosong melompong itu adalah salahmu membeli barang yang merugikanmu sendiri, ini pertama kalinya aku bertemu manusia sepertimu," ucapnya menatapku tajam.

"Aku bukan manusia," aku membuang pandanganku darinya, dia itu seperti punya kemampuan membaca pikiran seseorang, setiap aku berupaya untuk bunuh diri selalu saja dihadang olehnya.

"Lagi-lagi kau mengatakan itu, aku alien-lah, hantu-lah, atau mayat hidup-lah, pantas saja di antara temanmu yang dulu tidak ada yang bisa bertahan bersamamu."

Seperti yang ia katakan, aku tidak memiliki teman di kelasku. Hanya dia saja yang masih berteman dengaku walau kita berbeda kelas, aku kira dia juga tidak bertahan denganku selama seminggu.

ini sudah 1 tahun, kenapa dia tidak menghilang dari kehidupanku. Kalau dia tidak ada di kehidupanku, mungkin aku juga tidak ada di sini.

"Apa ini permen? Sepertinya ini tidak masalah."

Akhirnya dia tersenyum lalu memberikannya padaku, aku ingin menerimanya dengan lega hati, tetapi dia mengurungkan niatnya dan memperhatikan permennya lagi.

"Tunggu, tunggu, ini bukan permen yang biasa dimakan orang normal."

"Kau berpikir aku bukan orang normal?" ujarku sambil mengernyitkan alisku.

"Haaa~aku tidak pernah melihat permen seperti ini, berbahaya dibuang saja."

Aku pikir bentuk seperti itu tidak akan ketahuan, tetap saja dia begitu teliti dan membuangnya.

"Kamu hentikan... Sudahlah... Apa gunanya kamu melakukan ini?"

"Panggil aku Niki!! Aku ini temanmu, tau!!"

Lagi-lagi dia merengek seperti anak kecil, aku harus mengalah daripada dia membawaku ke tempat psikolog itu lagi.

"Akhirnya sudah kubuang semuanya, malam ini kau makan saja bersamaku, aku akan membawakan makanan untukmu dan kita akan makan bersama-sama yak, sudahlah urungkan niat bunuh dirimu itu, jika terjadi apa-apa, tolong ceritakan semuanya kepadaku."

'Dia tidak ada bedanya dengan mereka yang meninggalkanku, Tetapi jika aku membatahnya, dia akan lebih cerewet lagi,' ucapku dalam hati.

"Hei kau melamun terus yak, bisakah kau fokus sekali-kali." Niki menganyunkan tangannya di hadapan wajahku.

"Iya... "

"Ya ampun, kau itu seperti tidak punya tenaga yak, kita sudah satu tahun berteman tetapi kau belum menunjukkan rasa bahagia sedikitpun padaku, apa kau tidak senang berteman denganku?"

"Entahlah, aku tidak tau."

"Hah? Walau aku tidak paham, yaa setidaknya kau tidak membenciku, kan? Jadi aku masih bisa bertahan bersamamu," ucapnya dengan senyum kemenangan dengan memperlihatkan deretan giginya.

Aku mulai berpikir dia dimanipulasi oleh teman sekelasnya yang selalu menggosip tentang diriku.

"Apakah kau disuruh atau ditantang oleh temanmu untuk bertahan bersamaku selama lamanya dan memperoleh uang saat kau menang?"

"Eeh!! kenapa kau berpikir aku seperti itu!? Dengar yak, aku berteman denganmu karena keinginanku sendiri, tau!!"

"Oh baiklah, jika perkataanku benar, dimohon untuk berbagi hadiahnya."

"Kau hanya menginginkan uangnya saja yak, huft~"

.....

"Semua orang sama.... Jadi jangan bosan ketika ada orang yang terus mengatakan 'apakah kamu baik baik saja?' Kecuali untuk orang yang tidak peduli padamu."

Penawaran

"Hari ini aku memasak soup, jadi nikmatilah!"

Entah kenapa ia begitu antusias dengan masakannya sendiri, jika makanan ini berwarna ungu dan beracun. Aku dengan senang hati memakannya, tetapi itu tidak akan pernah terjadi.

Lebih estetiknya jika itu adalah apel beracun, karena aku menyukai apel yang berwarna merah seperti darah.

"Cepat makan, keburu dingin."

Dia selalu mengomel padaku, bagiku dia mirip ibu tetangga sebelah yang selalu memarahi anaknya yang pulang dengan keadaan mabuk.

"Hei Lucy, ternyata kau betah di tempat seperti ini, walaupun tempatnya sederhana dan lumayan bagus, tetapi tetanggamu itu tidak bisa berhenti berteriak sehari pun, yak?"

"Sudah terbiasa."

"Begitu yak."

Sepertinya dia merasa terganggu dengan tetangga sebelahku, pada akhirnya ia mulai menggosip tentang anak tetangga sebelah. Walau aku tak berniat membicarakannya, dia terus mempertanyakan anak tetangga yang mabuk itu.

Apakah dia menyukainya?

"Jadi begitu yak, itu sebabnya dia terus pulang malam," ucap Niki sambil memangku wajahnya dengan kedua tangan.

"Apa kau tertarik dengannya? Kau terus mempertanyakan tentang dirinya?"

"Tentu saja tidak!! Apa maksudmu!? Aku tak menyukainya sama sekali!!"

Niki yang berteriak seperti itu tidak bisa berbohong, lagipula aku mengatakan tertarik bukan menyukai.

"Jangan berisik, jika tetangga sebelah mendengarmu, mereka akan tersinggung nanti." Aku selalu memperingatinya, tetapi emosinya kadang tidak bisa dikendalikan.

"Oh iya maaf, aku lupa."

Dia menutupi mulutnya dengan tangan kanannya dan mulai duduk dengan tenang. Kami menghabiskan makan malam bersama. Setelah selesai, kami mencuci piring masing masing. Dan masuk kedalam kamar dan bersiap untuk tidur, kami selalu tidur bersebelahan semenjak dia berteman denganku.

"Niki... " panggilku.

"Iya kenapa?"

"Apa kau sudah menemukan jawabannya?"

"Tentang apa?"

Dia pura pura tidak ingat atau memang tidak ingat. Aku pun mencoba untuk mengingat pertanyaan yang pernah kulontarkan sebelumnya, tak sekedar hanya pertanyaan sederhana tetapi ini juga penawaran.

"Tentang bunuh diri bersama. Apakah kamu mau bunuh diri bersama---"

"Sudah kubilang aku tidak akan menjawabnya!!"

Huft~ padahal aku sudah menunggu jawabannya berbulan-bulan, tetap saja aku tidak mendapatkan jawabannya.

"Jangan pernah kau tanyakan hal itu lagi kepadaku yak!?"

"Aku juga sudah siap jika kau tidak menjawabnya. Wajar saja kamu menolaknya, karena kamu dan mereka semua masih memiliki hasrat untuk hidup, maka dari itu aku menyiapkan jawaban cadangannya dan sekarang aku sedang menunggu jawaban dari Jenny," sahutku provokasi.

"Jenny? Maksudmu gadis berkacamata si kutubuku itu?"

Niki yang tadinya rebahan di sampingku, berubah menjadi posisi duduk dan menatapku dengan takut.

"Ada apa?"

Aku bingung melihat raut wajahnya yang berubah itu, apa ada masalah dengan Jenny? Apa aku salah mengajak orang itu?

"Kau salah mengajak orang Lucy, apa kau tidak tau Jenny itu seperti apa?"

Apa yang kupikirkan ternyata benar, melihat raut wajahnya pasti ada yang mengganjal di pikirannya.

"Jenny itu anak si kutubuku yang memiliki kepribadian psikopat, memang sih dia pernah melukai beberapa temannya, tetapi entah kenapa dia tidak dikeluarkan dari sekolah yak?" pikir Niki.

Niki tampaknya berpikir terlalu keras, dia tidak berpikir bahwa kedua orang tua Jenny menyogok pihak sekolah untuk menutupi kesalahan apapun yang dilakukan Jenny. Orang tua Jenny adalah orang yang sangat dihormati dan memiliki 5 perusahaan terbesar di negara kami. Walaupun begitu, tetap saja rumor itu sampai pada orang luar, demikian juga mereka tidak bisa menuduh Jenny sembarangan karena kurangnya bukti.

Dan teman yang ia lukai telah keluar dari sekolah dengan membawa uang sogokannya untuk tak memberitahu kasus ini kesiapapun.

Jangan bepikir hidup Jenny aman dan tentram, ia dijauhi dan dicacimaki oleh teman-temannya, karena itu mungkin aku berpikir dia sedang putus asa dan tidak ingin melanjutkan hidup. Aku menawarkan bunuh diri ganda bersamanya, mungkin dia masih berpikir tentang penawaran yang kubuat.

"Cepat batalkan penawaran bodohmu itu!"

"Tidak mau, selamat tidur."

Aku langsung mengambil posisi berlawanan darinya dan tidak ingin mendengarkan ceramahnya yang panjang, karena aku sudah ngantuk berat.

"HEI JANGAN MENGABAIKANKU BEGITU!!"

Aku pun menutupi telingaku dengan bantal hingga menjelang pagi.

....

"Kupu-kupu yang sangat cantik. Belum tentu aman untuk didekati"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!