NovelToon NovelToon

Perjalanan Cinta CEO Muda

Perkenalan

'Aku hanya selalu ingat kau mencintaiku sampai aku lupa kau juga bisa pergi karena ku'

...----------------...

Berawal dari pertemuan tidak disengaja dengan seorang gadis, Gio Pratama Ananda, seorang CEO muda dan berbakat dari keluarga terpandang justru jatuh cinta pada gadis yang baru pertama dia lihat. Bahkan tau namanya pun tidak tapi dia sudah mengagumi sosok gadis cantik tersebut.

Laki-laki dengan paras tampan, digilai banyak perempuan dan dengan kehidupan yang jauh diatas cukup, namun semua itu tidak membuatnya sombong dan melupakan orang-orang dibawahnya yang juga membutuhkan. Meski terkesan dingin dan cuek, namun siapa sangka jika dia adalah laki-laki yang begitu baik dan peduli sesama.

Meski dengan kehidupan yang serba berkecukupan, namun tidak menjamin kehidupannya akan baik-baik saja. Menjadi putra pertama dan pewaris utama dikeluarganya, bukan hal mudah untuknya terlebih lagi menjadi sosok Abang yang harus melindungi adik perempuannya yang menjadi incaran banyak orang.

Bertemu dengan seorang gadis cantik dengan kehidupan yang bertolak belakang dengan kehidupannya membuatnya mengerti arti memaknai hidup dan menghargai sesama.

Kaiyara Zoe, sosok gadis sederhana dengan kehidupan yang serba kekurangan dan kesusahan membuat gadis itu terpaksa bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan neneknya.

Sosok gadis tanggung yang mampu tumbuh ditengah-tengah kehidupan kota yang kejam dan mampu berdiri kembali ketika dunia menjatuhkannya.

Ada banyak kesedihan dan penderitaan yang harus dia hadapi, namun karena neneknya lah yang mampu membuatnya bertahan sampai hari ini. Kedua orang tuanya sudah meninggal sedari dia masih kecil, membuatnya harus menjadi sosok wanita tangguh dan mandiri.

Semuanya berjalan mulus sesuai yang diinginkan, sampai akhirnya Gio melakukan kesalahan yang tidak akan pernah Ara maafkan.

Lalu bagaimana kelanjutan kisah mereka ??

Akankan semuanya menjadi kembali baik atau justru menyerah dan kembali ke kehidupan masing-masing ???

...----------------...

Part 2. Awal

Langkah tegas Gio membawanya menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah terdapat Ayah, Bunda dan Adiknya. Dengan senyum manis,, Gio menatap keluarganya dengan tatapan teduh berbeda jika dia menatap orang lain, dingin dan tajam.

"Hari ini kuliah ?", tanya Gio pada Gea, adiknya setelah duduk di kursi meja makan tepat dihadapan bundanya.

"Iyaa, kenapa memangnya?", tanya gadis manis pemilik lesung pipi yang tengah asik dengan makanannya.

"Pulangnya mau Abang jemput ?", tanya Gio membuat Gea mengangguk semangat. Dia paling suka merepotkan abangnya ini.

"Mau tapi nanti kita harus beli es krim sebelum kembali kerumah", kata Gea dengan mata berbinar.

"Gak boleh banyak makan makanan manis dek", kita Kevin mengingatkan.

"Tapi Yah...",

"Stok dirumah masih banyak", balas Kevin cepat.

"Baiklah", ucap Gea menunduk lemas.

Namun belum cukup beberapa menit,, Gio sudah menyodorkan kotak berbalut kertas kado berwarna biru muda dan pita berwarna putih.

"Untuk kamu karena berhasil masuk perguruan tinggi negeri dengan usahamu sendiri", kata Gio tersenyum kearah adik kesayangannya.

Mata Gea seketika berbinar mendapat hadiah dari Abangnya karena jarang sekali laki-laki itu memberikannya hadiah, meski dia tahu Gio mampu memberikannya.

"Bunda, Ayah.. Abang berangkat", kata Gio beranjak dari tempat duduknya lalu menyalami kedua orang tuanya.

"Hati-hati",.

Setelah berpamitan pada kedua orang tuanya,, Gio melangkah menuju mobil yang sudah disiapkan hendak ke perusahaan miliknya. Kuliahnya hari ini kosong jadi dia akan menggunakan waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya, jadi besok dia hanya tinggal mengecek beberapa pekerjaan dan menyelesaikan tugas kuliahnya.

Baginya, waktu adalah uang dan dia tipe orang yang paling tidak suka menyia-nyiakan waktu yang dia punya. Selagi dia masih bisa, dia akan selesaikan. Hal ini juga yang membuatnya sampai sekarang belum juga menemukan pujaan hatinya. Jika dilihat, umurnya sudah cukup untuk memulai sebuah hubungan dan memikirkan dirinya tapi itu semua tidak berlaku pada seorang Gio Pratama Ananda.

Pernah suatu hari Gea, adiknya bertanya padanya kapan dia akan memikirkan kebahagiaannya sendiri dan jawabannya dari dulu tidak pernah berubah. Dia akan selalu menjawab "ketika adik dan kedua orang tua ku sudah berhasil ku bahagiakan". Baginya, dunianya hanya berputar pada Ayah, Bunda dan adik kesayangannya.

Gio menghentikan laju mobilnya saat melihat lampu berubah menjadi merah. Matanya menatap lurus kedepan dengan mengetuk-ngetukkan jarinya pada stir mobil membentuk nada sendiri sambil menunggu lampu berubah menjadi hijau.

Detik berikutnya, matanya menangkap sosok gadis cantik berkuncir kuda memakai baju kaos berwarna pink soft dan jeans panjang serta Sling bag berwarna hitam sedang berbicara dengan seorang nenek tua, seperti menawari bantuan.

Dan benar saja, beberapa detik kemudian, Gio melihat gadis itu membantu nenek itu menyebrang jalan dengan senyum manisnya. Gio tidak dapat mengalihkan pandangannya dari gadis cantik dan manis itu. Jika dilihat-lihat umur gadis itu sama dengannya.

...----------------...

Dengan tergesa-gesa, Ara berlari menuruni tangga untuk segera menemui neneknya yang sudah menunggunya di meja makan.

Rumah minimalis berlantai dua itu adalah satu-satunya harga yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Dia sebenarnya ingin menjualnya dan mengganti dengan rumah sederhana yang cukup untuk dia dan neneknya. Bukan tanpa alasan dia ingin menjualnya dia membutuhkan modal untuk membuka usaha sendiri dan sisanya bisa dia gunakan untuk menutupi biaya mereka sehari-hari, tapi neneknya selalu melarang dengan alasan terlalu banyak kenangan dirumah ini.

Jika orang yang baru mengenalnya melihatnya hanya sekilas, pasti orang akan beranggapan jika dia ini orang berada karena memiliki rumah bagus dan bertingkat tapi sebenarnya tidak seperti itu, kata neneknya rumah ini adalah hasil kerja keras ayah dan bundanya sewaktu masih hidup. Neneknya juga mengatakan jika rumah ini dibangun sebagai hadiah untuk dirinya kelak jika sudah lahir. Namun, belum sempat ayah dan ibunya menunjukkannya padanya, kedua orang tuanya sudah dipanggil sang pencipta disaat usianya belum menginjak satu tahun.

Rumahnya ini memang tidak sebesar rumah orang-orang kaya pada umumnya karena ayahnya yang meminta untuk dibuatkan rumah minimalis berlantai dua, dan itu yang menjadi tempat tinggal mereka sekarang.

"Nek, Ara berangkat yah", kata Ara sambil melangkah mendekati neneknya.

"Gak makan dulu ?", tanya Muti, neneknya.

Makanan dimeja sudah tertata rapi, tapi sayang sekali dia tidak bisa berlama-lama sekarang, ada pekerjaan yang harus dia selesaikan sebelum masuk kampus hari ini.

Ara kuliah ?, Yap, dengan bantuan otaknya yang jenius, Ara berhasil mendapat beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas impiannya, dan itu yang membuatnya tak henti-hentinya bersyukur karena meski hidup dalam kesusahan, dia masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk melanjutkan pendidikannya.

"Ara bawa bekal aja, Ara buru-buru, nek", kata Ara memasukkan nasi, tahu dan tempe ke dalam tempat bekalnya.

"Kamu kerja lagi ?", tanya Nenek.

"Iya Ara ada pekerjaan hari ini, karena Ara masuknya siang jadi Ara ambil jam kerja pagi sama sore nanti", balas Ara menatap neneknya dengan tersenyum.

"Kamu gak mau berhenti saja ?", lagi-lagi pertanyaan seperti itu terlontar dari mulut neneknya yang semakin menua.

"Ara kan sudah berapa kali bilang, Nek. Kalau Ara berhenti bekerja kita mau makan apa? ", jawab Ara dengan lembut. Dia tahu neneknya ini khawatir tapi jika dia tidak bekerja, dia akan memberi makan apa pada neneknya. Dia begitu menyayangi neneknya karena hanya dia satu-satunya keluarga yang Ara punya dan juga begitu menyayanginya.

Tidak ada beban sama sekali saat Ara mengatakannya, karena itu memang benar, dia tidak ada tempat untuk bergantung apalagi meminta, pantang untuknya meminta pada keluarganya yang lain ketika dia masih bisa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri.

"Tapi Ara....",

"Udah ah, nenek mah selalu gitu. Ara gak papa kok. Ya udah Ara berangkat yah, assalamualaikum", kata Ara dan langsung menyalami tangan neneknya lalu beranjak meninggalkan rumahnya.

Neneknya menatap kepergian cucu kesayangannya dengan sendu, selama ini gadis itu tidak pernah mengeluh padanya. Bahkan menangis pun jarang sekali, dia hanya akan menunjukkan air matanya jika dia merindukan kedua orang tuanya. Tidak ada sedikit pun dia mengeluh atau merasa lelah menjalani harinya yang berat seperti ini.

Bekerja dan kuliah adalah kesehariannya dan neneknya tau itu pasti sangat melelahkan, belum lagi dia harus bergelut dengan tumpukan tugas setiap malamnya.

"Putri mu sekarang tumbuh menjadi gadis tangguh, Aira", gumam Muti.

...----------------...

Dengan langkah kecil, Ara melangkah menuju jalan raya untuk mencari kendaraan yang akan membawanya ke tempat kerjanya. Untung saja tempat kerjanya tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Namun, belum sampai Ara menemukan kendaraan umum, matanya menangkap sosok gadis kecil dengan pakaian lusuh tengah mencari sesuatu di tong sampah.

Melihat itu, hati Ara sakit. Dia bisa merasakan bagaimana sulitnya hidup dan berjuang ditengah-tengah kehidupan kota yang padat dan kejam ini.

Ara mendekati gadis kecil itu lalu berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan gadis mungil itu.

"Dek, ini kakak ada makanan", kata Ara menyodorkan kantong plastik berisi kotak bekal yang dia bawa tadi.

Gadis kecil itu menatap Ara dengan mata berbinar.

"Benar untuk aku?", tanya gadis itu.

Ara mengangguk dan tersenyum manis, membuat gadis itu senang bukan main karena akhirnya hari ini dia bisa makan. Namun, tiba-tiba gadis itu menolak membuat Ara mengerutkan keningnya.

"Tapi kakak nanti makan apa ?", tanya gadis itu.

"Gak papa, kakak sudah makan tadi. Ambil yah", kata Ara.

"Bener ?"

"Bener dong, dimakan yah. Kakak mau berangka dulu, dah", kata Ara berlalu pergi setelah gadis itu menerima pemberiannya.

Setelah beberapa menit berjalan, Ara kembali melihat seorang nenek tua yang sepertinya hendak menyebrang namun takut.

Ara mengamati setiap orang disekelilingnya, tidak ada yang berniat membantu semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing dan mengabaikan sekitarnya. Ara menggeleng pelan melihat bagaimana keadaan sekarang. Semakin hari kepedulian antar sesama seakan hilang dan manusia berubah menjadi makhluk yang individualisme.

Ara menghela nafas pelan lalu membantu nenek itu menyebrang. Dia melakukan itu semua bukan karena ingin mendapat pujian atau hanya sekedar dianggap baik, bukan. Dia melakukan itu tulus dari hatinya, terserah orang mau beranggapan seperti apa tentang dirinya yang jelas, dia hanya ingin membantu sesama.

Tanpa Ara sadari, seseorang sedari tadi mulai dari sejak Ara datang sampai gadis itu tersenyum manis saat berhasil membantu orang lain. Orang itu terus memperhatikan dan memujinya karena dizaman seperti sekarang, sudah jarang sekali ada seseorang yang mau membantu sesama.

"Cantik", batinnya

...----------------...

Part 3. Mengenal namanya

Gio menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi kebesarannya, kerjaannya baru saja selesai membuat laki-laki tampan itu menghela nafas lega.

Ponsel yang sedari tadi berbunyi, membuatnya berdecak kesal. Dia tahu itu dari adiknya yang tidak sabaran ingin segera dijemput.

"Dasar gadis nakal", kata Gio terkekeh kecil.

Laki-laki itu lalu bangkit dari duduknya dan pergi menjemput adiknya sesegera mungkin sebelum dia mendapat ceramah panjang dari gadis yang selalu membuatnya repot itu.

Saat berjalan menuju parkiran, banyak karyawan yang menunduk hormat padanya dan beberapa dari mereka terutama perempuan memuji ketampanan laki-laki itu namun Gio sama sekali tidak ambil pusing dia hanya menampilkan wajah datarnya sambil terus berjalan menuju parkiran.

Setelah memasuki mobilnya, Gio langsung menancap gas menuju kampus tempat adiknya kuliah yang tidak terlalu jauh dari perusahaannya.

Selama beberapa menit mengemudikan, Gio akhirnya sampai ditujuannya.

Gio berdecak kesal saat mengetahui jika adiknya belum juga ada disana.

"Ngapain nelfon terus kalau belum selesai, dasar", gumam Gio. Sekitar 10 menit menunggu, orang yang dia tunggu akhirnya datang juga, matanya menangkap sosok adiknya tengah berjalan kearahnya, tapi tunggu... dia tidak sendiri, dia bersama seorang gadis cantik yang Gio lihat tadi pagi. Yap, gadis yang menolong seseorang menyebrang. Gadis itu sedang berjalan bersama adiknya entah apa yang mereka bahas.

Lamunannya buyar saat suara ketukan pada kaca mobilnya mengagetkannya. Gio membuka kaca mobil, tapi pandangannya mengikuti gadis yang tadi bersama adiknya itu.

"Maaf bang, Gea lama", kata Gea namun tidak dibalas Gio. Dia masih sibuk mengamati gadis manis berambut panjang yang seperti sedang menunggu sesuatu itu, jemputan mungkin atau kendaraan umum.

Gea mengikuti arah pandang abangnya dan tersenyum saat mengetahui jika kakaknya itu sedang mengamati seorang gadis.

"Namanya Kaiyara Zoe, biasa dipanggil Ara tapi Gea panggilannya kak Ara, mahasiswa terpintar dikampus Gea, satu jurusan dengan Gea dan seumuran dengan Abang", jelas Gea panjang lebar membuat Gio menoleh padanya.

"Kamu kenal ?", tanya Gio penasaran.

Jika kalian berfikir Gio adalah orang yang mengedepankan gengsi, maka kalian salah. Gio adalah tipe orang yang selalu berbagi cerita dengan keluarganya tidak ada yang harus ditutupi terlebih jika dia menyukai sesuatu, maka dia akan mengatakannya. Tidak seperti orang pada umumnya yang lebih mengedepankan gengsi dan tidak mau menceritakan apapun pada keluarganya.

Gea adalah tempat dia berbagi dan begitupun sebaliknya, keduanya dididik menjadi saudara yang saling memahami dan melengkapi serta menjaga satu sama lain.

Gea beranjak masuk kedalam mobil dan duduk di samping Gio yang masih menatap Ara dari jauh.

"Gea kenal", jawab Gea singkat membuat Gio kembali menoleh padanya.

"Kak Ara itu gadis pintar tapi tidak sombong, Gea kenal dia dan Gea lumayan dekat dengan dia karena dia tempat Gea belajar. Selain karena jurusan kami sama, kak Ara juga pintar dan ramah banget jadi Gea suka", jawab Gea.

"Abang suka ?", tanya Gea.

Gio tidak tahu harus menjawab apa. Dia mengangumi perempuan itu sedari dia melihatnya tadi pagi, tapi dia tidak bisa menyimpulkan jika itu rasa suka atau hanya mengangumi kecantikan dan kepedulian gadis itu.

"Abang gak tau, Abang juga baru liat dia tadi pagi dijalan. Gak mungkinkan Abang langsung suka gitu ajakan", balas Gio.

Setelah dirasa hari semakin sore, Gio memutuskan untuk segera pulang sebelum omelan ibu negara menyambut mereka.

Gea mengangguk mendengar jawaban abangnya.

"Kalau Abang ketemu lagi dengan dia besok, itu tandanya Abang sama kak Ara jodoh", kata Gea tersenyum manis.

"Apasih dek", kesal Gio.

"Gak papa bang,, Kak Ara gadis baik dan Gea setuju dia sama Abang", kata Gea lagi.

"Serah kau", balas Gio.

...****************...

Setelah dari kampusnya,, hari ini Ara akan kembali bekerja, jam kerjanya sebenarnya hanya setiap malam sampai jam 10 tapi jika kuliahnya kosong, dia akan mendapatkan penambahan jam kerja, dan beberapa hari ini dia juga masuk sore karena jam kelasnya yang cepat selesai. Lelah ? sudah pasti tapi dia tidak punya pilihan lain. Jika dirinya hanya berdiam diri dirumah, dia akan memberi makan neneknya apa dan juga menutupi tabungannya dengan apa.

Neneknya sudah begitu tua dan dia tidak akan membiarkan neneknya itu bekerja hanya untuk menghidupinya sedangkan dia masih begitu kuat untuk mencari kerja.

Gadis itu bekerja di sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari kampusnya agar jika dia selesai kuliah, dia tidak harus berjalan terlalu jauh ke tempat kerjanya.

Gadis itu tidak pernah mengeluh sedikitpun, dia selalu menanamkan dalam dirinya jika dia itu bisa dan harus bisa. Dia punya mimpi dan mimpi itu harus terwujud untuk membanggakan neneknya, orang yang selama ini membesarkannya.

Bahkan, dia sedang mengusahakan agar segera selesai dan bekerja disebuah perusahaan besar dinegaranya ini, perusahaan yang menjadi impiannya selama ini.

Bukan tanpa alasan dia ingin bekerja disana, kabar yang dia dengar bahwa perusahaan itu selalu memperlakukan karyawan dengan baik dan tidak membeda-bedakan siapapun yang masuk kesana serta kebijakan-kebijakan yang tidak pernah menyusahkan karyawan membuatnya begitu ingin bekerja disana.

Bahkan cafe yang dia tempati bekerja ini merupakan salah satu usaha milik perusahaan itu, dan dia sendiri sudah merasakan bagaimana bagusnya kepemimpinan yang diterapkan disini. Disini saja sudah bagus seperti ini, bagaimana dengan yang ada di kantor pusat. Dia bertekat harus menyelesaikan pendidikannya dengan nilai dan keterampilan bagus agar bisa masuk keperusahaan itu.

Ara menyenderkan punggungnya pada sandaran kursi dan mengusap keringat yang mengalir dipelipisnya. Jam sudah menunjukkan hampir jam 10 itu artinya sebentar lagi jam kerjanya habis. Dijam begini, pelanggan sudah tidak banyak yang datang paling hanya beberapa itu pun hanya take away.

Namun jika sore sampai sampai jam 9, pelanggan benar-benar banyak, karena cafe ini memang salah satu cafe favorit dan cocok untuk para anak muda yang ingin menghabiskan waktu dengan teman-temannya.

Kadang Ara iri dengan mereka, bukan karena mereka memiliki banyak uang tapi karena mereka memiliki banyak teman. Sejauh ini, tidak ada yang terlalu dekat dengannya karena dia sama sekali tidak punya waktu untuk melakukan hal-hal yang biasa orang-orang lakukan dengan teman-teman mereka seperti jalan-jalan dan yang lainnya. Waktunya habis untuk belajar dan bekerja, hanya itu.

Dia hanya 'sedikit' dekat dengan adik juniornya yang selalu meminta bimbingan padanya. Entah apa yang membuat gadis itu justru meminta bantuan padanya bukan tidak mau membantu tapi dia tahu gadis itu merupakan putri dari salah satu konglomerat, yang artinya dia bisa membayar orang yang lebih pintar untuk membantunya tapi dia malah meminta bantuan padanya.

Tapi dia juga suka gadis itu, tidak sombong dan angkuh meski memiliki segalanya bahkan tidak malu meminta bantuan pada orang yang jauh dibawahnya terlebih lagi gadis itu begitu manis dan menggemaskan secara bersamaan membuat Ara begitu menyukainya.

"Kamu gak pulang ?", tanya seseorang membuat Ara membuka matanya yang sedari terpejam.

"Ini sudah jam 10, ayo pulang", ajak Nina, temannya yang juga bekerja disana.

Ara mengangguk dan meraih jaket tebal miliknya lalu membalutkannya pada tubuh mungilnya.

"Ayo", kata Ara beranjak.

Keduanya berjalan menuju pintu keluar cafe dan menunggu angkutan umum yang akan mengantarkan mereka pulang. Kebetulan arah rumah Ara dan Nina sama jadi mereka bisa pulang bersama.

Setelah beberapa menit perjalanan, Ara sampai dirumahnya. Setelan membersihkan diri dan memastikan apakah neneknya sudah tidur atau belum, Ara juga ikut istirahat. Hari ini begitu melelahkan untuknya.

...----------------...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!