NovelToon NovelToon

Yes! We Are Twins

PROLOG

...Kenzo Jiran Bagaskara...

Sebuah mobil sport berwarna merah terang baru saja memasuki area parkiran sekolah, yang mampu menarik perhatian para siswa dan siswi sekolah menengah atas yang berada di area sekitaran parkiran.

Para siswi yang tahu siapa pemilik mobil tersebut pun mulai saling berkerumun, berteriak, dan bahkan saling dorong mendorong hanya untuk melihat sang pemilik mobil tersebut.

"Kyaaa!!! Kenzoo!!!"

"Gilasehh! Udah berminggu-minggu gue gak liat diaaa!!!"

"Jadi penasaran mukanya kek gimana!? Makin ganteng kali yaaa,"

"Itu kakel kita yang terkenal karena ceweknya di mana-mana itu?"

"Kyaaa!! Malaikatkuuuu!!!"

Teriakan demi teriakan itu terus bersahutan. Seolah tak pernah bosan, mereka tanpa henti terus saja meneriaki nama Kenzo seperti itu.

Kenzo yang sedari tadi namanya terus diteriaki pun akhirnya mulai keluar dari mobil mewahnya. Sebuah kacamata hitam dengan blazer berwarna biru dongker khas kebanggaan SMA Naruna yang sengaja dia sampirkan di bahu kirinya, terlihat cool, membuat para siswi berteriak histeris kepanasan.

"Anjay, gilaak ganteng bangeeett!!!"

"Pantes aja sih ceweknya banyak, orangnya aja ganteng gitu. Gue juga mau kali jadi salah satu pacarnya!"

Kenzo atau pemilik nama lengkap Kenzo Jiran Bagaskara, anak lelaki dari sepasang suami-istri Kenan Jiran Bagaskara dan Chelsea Nolla Bravani yang usianya telah memasuki usia 17 tahun. Masuk kelas XI tahun ini.

"Lex!" Kenzo menyahut salah satu sahabatnya yang baru saja turun dari mobil sport lain, seraya memakaikan blazer di tubuhnya.

Alex atau sering dipangil Lex oleh teman-temannya, berjalan cool seraya membenarkan posisi blazer yang dia kenakan. Rambutnya yang sedikit berponi tampak dipomade ke atas. Memperlihatkan jidat paripurnanya yang membuat para siswi oleng, saking gantengnya.

Wajahnya yang tampan, dan wataknya yang kalem sekaligus berotar pintar, seringkali mendapat pernyataan cinta secara terang-terangan dari beberapa siswi. Khususnya, dari kalangan para senior.

Oh ya, Alex sering dijuluki sebagai ' Cowok Sejuta Fans'. Mungkin karena lelaki itu terlalu tampan, makanya dia dijuluki begitu. Namun, Alex tidak pernah menggubrisnya. Dia hanya diam, dan acuh tak acuh. Sangat bertolak belakang dengan Kenzo.

"Langsung ke kelas?" Sahutan Alex yang ditujukan pada Kenzo, mendapat respon berlebihan dari para siswi yang masih berada di sekitaran sana.

"Gilaaakk!! Alex suaranya adem banget!"

"Aah... punya gue ituuu..."

Alex mendengus sebal mendengar teriakan para siswi yang menurutnya begitu menjengkelkan. Sementara Kenzo? Dia hanya diam dan tak terlalu memedulikan. Terkadang, Kenzo juga akan membalas teriakan para siswi dengan memberikan flying kiss kepada mereka.

Dan respon para siswi? Jangan tanya! Kalian tahu pasti respon mereka seperti apa. Histeris dan paling parahnya, pingsan di tempat!

"Ntar. Nunggu si Haykal sama yang lain, biar barengan!" Balas Kenzo, seraya menyandarkan punggungnya pada badan mobil sport miliknya.

Kenzo, Alex dan Haykal adalah perkumpulan cowok-cowok ganteng namun bertingkah somplak dan absurd semasa kelas sepuluh. Tidak! Masih ada lagi! Bukan hanya mereka bertiga.

Tak butuh waktu lama bagi Kenzo dan Alex menunggu, bunyi klakson mobil yang merentet dibarengi dengan kedatangan tiga buah mobil yang baru saja memasuki area tempat parkir, mengundang senyum di wajah Kenzo.

Cowok itu dengan sok cool-nya, menaikkan salah satu tangannya berniat untuk menyahut sohib-sohibnya yang lain.

"Enggak usah lo sahut juga mereka bakal nyamperin." Suara datar milik Alex, menghentikan niatan Kenzo untuk berteriak menyahuti para teman-temannya.

"Iya juga ya, haha." Balas Kenzo, ngakak sendiri. Dan Alex memilih diam tak menanggapi lebih.

Ketiga mobil sport tadi yang baru saja memasuki area parkiran sekolah, akhirnya para pemilik mobil tersebut mulai menampakkan diri mereka masing-masing.

Teriakan demi teriakan heboh para siswi semakin menjadi, kala netra mereka melihat kedatangan salah satu cowok yang begitu mereka idam-idamkan dari bentuk perawakan tubuhnya yang tinggi dan besar. Bukan gemuk! Lebih ke besar nan berotot. Juna atau pemilik nama lengkap Arjuna Wiratmaja.

Juna dengan ditemani dua orang temannya yang lain yang baru saja turun dari mobil mereka masing-masing, Rio dan Azka, berjalan ke arah dua sahabatnya yang telah menunggu kedatangan mereka.

"Wuihh... Bro! Udah lama kagak ketemu kita! Gimana kabar lo pada, Bro?" Kenzo menyambut hangat Juna, Rio dan juga Azka.

"Anjaaaay, gak tau aja lu pada! Kabar gue buruk, alias zonk! Ditambah nih ya, selama libur panjang ini gue diajarin bisnis sama bokap gue. Sialan banget gak sih?" Rio menyahut, membuat keempat sahabatnya menertawakan nasib libur panjang cowok itu yang berakhir mengenaskan.

"Kesian banget si, lo! Kek gue dong, molor ae gua mah di kasur. Cuman ya, ujung-ujungnya dimarahin si Mbok," Juna si pemilik badan gede menyela.

"Molor ae bisanya lu! Pantesan badan lo gede!" Azka yang sedari tadi diam menyimak, menimpali.

"Gede gini juga banyak cewek yang demen, btw," balas Juna. Kelimanya pun tertawa renyah.

"Si Haykal mana? Jangan bilang kalo tuh anak mau bolos lagi!?" Suara Alex yang datar, menghentikan tawa keempatnya.

"Bener juga! Si Haykal mana, Yo?" Juna beralih bertanya pada Rio.

"Kok lo nanya gue? Meneketehe,"

"Bahasa apaan tuh, Yo? Baru denger gue," Kenzo ikut menyela.

"Yang begituan aja kagak tau lo! Ketinggalan jaman banget dah, lu, Zo!" Balas Rio. Semuanya kembali tertawa. Garing memang, tapi begitulah nyatanya.

"Woy, Brother!" Suara teriakan dari arah belakang kelimanya, mengalihkan fokus mereka.

Seorang cowok dengan blazer yang tampak kesusahan ketika hendak dipakai, berjalan gontai ke arah mereka berlima. Dia, Haykal. Cowok yang sedari beberapa saat yang lalu tengah dibicarakan oleh Kenzo dkk.

"Baru nyampe lo?" Seruan ketus dari Azka, dibalas helaan napas panjang oleh Haykal.

"Kagak. Gue baru aja mau pulang nih," balas Haykal asal.

Kenzo dan Alex memilih geleng-geleng kepala atas sikap Haykal yang sama sekali tidak bisa berubah.

Bau alkohol yang cukup menyengat ketika cowok itu tiba diperkumpulan Kenzo dkk, membuat kelimanya kompak berpikir pada satu kemungkinan besar.

Haykal, cowok ini pasti habis mabuk semalam.

"Abis mabok lo?" Kenzo mengeluarkan pertanyaannya yang ditujukan pada Haykal.

"Iya, nih. Gue lupa kalo besoknya harus sekolah lagi, sorry." Balasnya seraya menyengir kuda. Dan yang lain hanya terdiam seraya memandang kecewa pada Haykal.

"Kurang-kurangin maboknya, Kal. Gak bagus buat kesehatan. Apalagi lo-nya masih SMA." Alex mengeluarkan nasihatnya. Dan yang diberi nasihat hanya menyengir tanpa dosa.

"Iye-iye, Lex! Gue usahain ye? Lo emang sahabat baik gua dah, yang selalu ngingetin gua mana yang baik dan mana yang salah," Haykal menerobos tubuh Azka dan Rio yang hampir menutupi tubuh Alex. Lengannya lalu terangkat untuk merangkul bahu Alex jantan.

Juna dan yang lain berdecak. "Alex doang sahabatnya. Kita bukan kayaknya," Kenzo berkata sok dramatis yang diangguki serempak oleh Rio, Azka dan Juna.

Alex dan Haykal terkekeh kompak. "Lo semua juga sahabat baik gue! Kita sahabat sejati, iye gak?" Seru Haykal, membuat teman-temannya menyahut setuju.

"Mending kita ke kelas. Pegel gue di sini terus," ungkap Kenzo.

"Masuk kelas pala lu, hah!? Kelasnya aja belom dibagi, ya kali, Bos!? Diem di sini aja napa?" Juna membalas ngegas pada Kenzo.

"Kalem dong, Jun. Ngegas ae lu!" Azka berucap, membuat Juna sontak mendelik padanya.

"Gue dari dulu emang kayak gini, njir!" Protes Juna. Kelimanya kembali tertawa.

"E-eh, btw, kok anak-anak pada ngilang? Perasaan tadi pas kita dateng rame banget, deh!? Kok sekarang jadi sepi?" Azka menyahut. Dan yang lain malah melirik ke sana ke mari untuk memastikan apa yang dikatakan Azka barusan.

Namun, baru saja salah satu dari mereka, yaitu Kenzo, melirik ke belakang, seseorang yang sangat familiar berjalan gontai ke arah mereka berenam dengan tampang yang begitu mengerikan.

Kenzo menepuk-nepuk bahu Rio cukup kasar yang kebetulan cowok itu berdiri di sampingnya. Rio tentu saja kesal dengan apa yang dilakukan Kenzo padanya.

"Dih, apaan si lo, Zo! Sakit, napa?!" Kenzo masih setia memukul keras-keras bahu Rio, karena cowok itu belum juga melirik ke belakang.

Sampai pada pukulan terakhir dari Kenzo, Rio berbalik dengan berbagai unek-unek yang siap ia lontarkan, namun terjeda kala melihat seseorang di hadapannya sudah berkacak pinggang dengan raut wajah tidak bersahabat.

Dan yah, seorang guru bertubuh tidak terlalu tinggi, berkepala botak, memiliki perut buncit dan berkumis baplang, tengah memerhatikan interaksi keenam siswanya.

Kenzo dan Rio menyengir tanpa suara. Keduanya sok-sok an menjadi anak baik-baik, padahal merekalah biang onar di sekolah ini.

"KENZOOO!!!" Pekikan guru tersebut menyadarkan Azka, Juna, Haykal, dan juga Alex yang sebelumnya masih tidak menyadari kedatangan salah satu guru mereka.

Tubuh keenam cowok itu seketika menegang, lalu mulai berbaris ke samping dengan tegap. Diliriknya, Pak Ucup, guru matematika kelas sepuluh, menatap mereka dengan tatapan garang.

Keenamnya sontak saling pandang ke arah masing-masing. Mereka bertanya-tanya lewat tatapan mereka. Lalu menjawab dengan mengendikkan bahu, merasa tidak mengetahui kenapa salah satu guru galak di sekolah mereka tersikap demikian.

"Pagi, Pak! Kenapa tampangnya udah garang aja, Pak? Oh ya, anak-anak lain mana, Pak? Kok, sekolah sepi? Pada pulang atau gimana nih Pak?" Dengan tampang selengeannya, Kenzo bertanya merentet pada guru tersebut. Membuat emosi sang guru langsung terpancing.

"Kalian berenam," Pak Ucup tampak berucap geram seraya menjeda sejenak ucapannya. "Masuk ke kelas kalian!" Lanjutnya, dengan nada suara tak bersahabat.

Keenamnya langsung cengo, seraya kembali saling menatap ke arah masing-masing.

"Lha? Emang kelas kita di mana, Pak? Kok gak ada yang kasih tau kita kelas kita di mana!?" Rio menyela. Tatapannya lalu beralih menatap pada Azka yang berada di sebelahnya.

"Kalian ini ya! Makanya kalau ada chat dari grup kelas itu baca baik-baik! Bukan malah ngegame, WA-an sama pacar! Kali-kali kek, bacain grup chat!" Cerocos Pak Ucup, membuat keenamnya berdesis pelan.

"Ya udah. Terus kelas kita di mana?" Pertanyaan Kenzo, membuat Pak Ucup sontak memelototi cowok itu.

"Enggak sopan kamu bicara sama guru! Kalian berenam masuk di kelas XI IPS 4, kelas saya! Cepat masuk kelas!" Bentak Pak Ucup. Seketika itu juga, Kenzo dkk langsung ngacir menuju kelas yang dimaksud sang guru.

Kelas XI IPS 4 yang berada di lantai tiga. Bangunannya menghadap lapangan luas milik SMA Naruna.

...Cast tambahan:...

...Alexi Erza Adhitama...

...Azka Argi Naruna...

...Rio Guinanda...

...Arjuna Wiratmaja...

...Haykal Adiwangsa...

*Edit (sebelumnya visual Haykal kelupaan)

...****...

...Kanza Putri Bravani...

Sebuah mobil mewah mengkilap sengaja berhenti tepat di depan sebuah gerbang tinggi milik salah satu gedung sekolah menengah atas yang termasuk ke dalam jajaran sekolah elite di kota metropolitan, Jakarta.

Seorang sopir pribadi sengaja turun dari mobil tersebut dan membukakan pintu mobil bagian kedua untuk mempersilakan salah satu majikannya.

Dan tak lama setelah pintu mobil terbuka, tampaklah seorang gadis remaja berseragam SMA, keluar dari mobil mewah itu dengan anggun.

Raut wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi. Sudah menjadi kebiasaannya ketika diantar jemput ke sekolah oleh sang sopir, pasti raut wajahnya seperti itu.

Namun sebelumnya, jangan anggap bahwa gadis itu adalah sosok yang pendiam dan tertutup. Nyatanya, gadis itu adalah sosok yang sangat bawel, cerewet, berisik, dan agak sedikit bar-bar. Oh ya, dia juga jago sama yang namanya berantem. Dan dia juga adalah salah satu biang onar di SMA Melati. Sekolah menengah atas yang hanya dikhususkan untuk siswa perempuan.

Oh ya. Namanya, Kanza Putri Bravani. Anak perempuan dari sepasang suami istri Kenan Jiran Bagaskara dan Chelsea Nolla Bravani yang usianya baru menginjak angka 17. Memiliki seorang saudara kembar menyebalkan bernama Kenzo.

Gadis itu terlihat biasa saja ketika dirinya berjalan memasuki gerbang sekolah. Dirinya bahkan tidak peduli ketika banyak siswi-siswi yang berada di sekitarnya berbisik-bisik menggosipinya.

Kanza tahu betul apa yang tengah mereka bicarakan. Harta, tahta, dan rupa.

Terlahir dari keluarga kaya raya yang bergelimbang harta, bukan tidak mungkin jika netizen di luaran sana tidak sirik. Apalagi, Kanza juga terlahir memiliki paras yang cantik, tinggi semampai dan kulit yang bagus. Netizen-netizen semakin menjadi untuk terus menggosipinya.

Oke. Back to topic. Kanza menghentikan langkah kakinya ketika beberapa siswi berdiri angkuh menghalangi jalannya. Kanza tahu betul siapa gadis-gadis itu. Terakhir kali sebelum libur panjang akhir tahun, Kanza mendapat masalah hanya karena berurusan dengan ketiga gadis itu dan hampir membuatnya dikeluarkan dari sekolah.

Mengingat kejadian itu membuat Kanza spontan meringis. Dia tidak ingin kembali mendapat masalah dan membuat malu kedua orang tuanya. Terutama sang mami.

Ketika Kanza memilih mengalah dan memutuskan untuk berjalan ke samping kiri, Della, salah satu gadis yang menghalangi jalannya, ikut ke sebelah kiri untuk mencegah Kanza.

Kanza menoleh tajam, namun gadis itu malah tersenyum sok manis padanya.

Mencoba terus sabar, Kanza akhirnya berjalan ke samping kanan. Namun lagi-lagi seorang gadis menghalangi jalannya. Namanya, Rima.

Kanza memutar bola matanya malas. Gadis itu lantas menoleh sinis pada Della, Rima, lalu kemudian pada gadis satunya lagi yang berdiri di tengah-tengah. Namanya, Prilly.

"Bisa minggirin dulu anak buah lo? Sorry, gue harus ke kelas. Gue gak ada waktu buat nemenin mereka berdua main. Gue sibuk soalnya," Kanza berucap spontan.

Prilly, Della dan Rima yang semula jaraknya terpisah, kini mulai mendekat satu sama lain. Ketiganya tersenyum sinis menatap Kanza dari atas sampai bawah.

"Ehm. Gimana kabar lo, wahai musuh bubuyutan? Kabar lo fine-fine aja, kan?" Prilly buka suara.

Kanza berdecih. Ia juga muak mendengar kalimat sok kenal dan sok akrab dari Prilly. Gadis itu menatap Prilly seraya berkacak pinggang.

"Kenapa? Sekarang lo udah mulai kepo sama kehidupan gue? Wah! Artis dong gue!? Sampe kabar aja ditanya-tanya." Kanza menatap penuh percaya diri seraya menyunggingkan smirk di wajahnya.

"Artis?" Prilly berucap remeh yang membuat Kanza seketika mengubah raut wajahnya menjadi datar.

"Cewek kasar kayak lo tuh, gak pantes jadi artis! Paham lo!?" Prilly menusuk-nusukkan bahu Kanza sedikit kasar, sehingga tubuh Kanza perlahan memundur.

Kanza tertawa sinis. "Mau lo sebenarnya apa, sih? Lo kalo gak ada urusan sama gue, jangan gangguin gue! Lo tahu sendiri, kan, kalo gue itu jago karate? Lo mau gue jadiin samsak?" Kanza menundukkan wajahnya ke wajah Prilly seraya menatap gadis itu sinis.

"Dasar pendek! Cebol! Lebay! Manja! Minggir lo!" Tekan Kanza, lalu gadis itu mulai berjalan melewati tubuh Prilly seraya menabrak bahunya cukup kasar.

Tubuh Prilly yang memang pendek dan mungil itu langsung terhempas, namun tidak berujung dramatis, seperti tersungkur ke tanah. Gadis itu masih bisa menahan bobot tubuhnya, lalu mulai menarik napasnya dalam-dalam untuk meredakan emosinya.

Pikirnya, yang seharusnya kebakarang jenggot hari ini adalah Kanza, bukan dirinya.

"Eh, girls! Kata Mamih gue, nih, ya! Nyokapnya si Kanza dulu katanya cuman sekretarisnya Bokapnya!" Kanza spontan menghentikan langkah kakinya, ketika mendengar Prilly berkoar menyebut nama kedua orang tuanya.

"Hah?! Serius lo, Prill? Orang rendahan dong!"

"Terus-terus?"

Prilly and the gang tersenyum puas saat melihat Kanza tidak bergerak dari tempatnya berdiri.

"Katanya sih, dulu waktu jadi sekretaris tuh, dia gak bener. Kerjaannya ngegodain bosnya sampe hamil, dan sampe harus terpaksa nikah gitu," celotehnya lagi, membuat Kanza yang sedari tadi diam dan mencoba mengendalikan amarahnya, mulai terpancing suasana.

Kanza berbalik menghadap Prilly dan kedua teman alaynya itu yang terlihat sedang tersenyum puas.

"Oh, ya? Jadi... mereka...?! Terus, anak yang dulu hamil di luar nikah itu, si Kanza?" Dengan tidak sopannya, Rima berucap cukup lantang yang membuat para siswi saling berkerumun mengelilingi mereka. Dan seketika itu juga, gosip soal Kanza dan keluarganya mulai tercipta.

"B*rengsek, lo! Jangan asal fitnah keluarga gue! Lo pikir lo tau apa? Hanya karena Nyokap lo dulu ditolak sama Bokap gue, lo sama Nyokap aneh lo itu ngada-ngada sampe ngarang cerita yang aneh-aneh!" Kanza yang sudah emosi pun mulai melangkahkan kakinya perlahan, seraya membuang asal tas sekolahnya yang bernilai puluhan juta rupiah. Bisa dibilang kalau tas sekolahnya adalah edisi terbatas, kado pemberian ibunya di hari ultahnya yang ke 17 kemarin.

Kanza menatap dingin seraya terus melangkahkan kakinya ke arah ketiga gadis itu yang sudah berani memancing emosinya. "Lo kalo benci sama gue, jangan bawa-bawa keluarga gue!" Kanza menghentikan langkahnya sesaat telah sampai di hadapan Prilly.

"Dasar cemen! Gak punya nyali! Nilai ujian pun lo masih nyuruh bawahan Bokap lo buat nyuri lembar jawabannya! Sebego itukah lo? Hm?" Kanza menyeringai. Tanpa diduga-duga, Prilly menampar pipi Kanza cukup keras yang membuat seisi sekolah heboh bukan main.

Kanza yang memang tidak ahli mengontrol emosi pun mulai tersulut. Tangannya mulai terangkat dan...

Bugh!

Sebuah bogeman mentah ia layangkan ke wajah Prilly. Gadis itu langsung tersungkur ke tanah dengan sudut bibirnya yang sobek mengeluarkan darah.

Dan saat itu juga, Prilly menangis seperti orang cengeng yang seperti tidak salah apa-apa, padahal sebelum ia menangis, gadis itu tersenyum bak iblis yang membuat Kanza semakin ingin menghajarnya.

"Nangis lo? Maju sini lo! Sekali lagi lo ngomongin keluarga gue yang enggak-enggak, gue—"

"Ampun, Zaa! Gue bilang gue gak sengaja! Kenapa lo mukul gue!?" Prilly dengan jiwa pemeran fake protagonis dalam sinetron pun mulai berakting. Kedua temannya yang tadi hanya menonton, kini mulai berjongkok bersama Prilly seraya ikut memeriahkan.

"Ya ampun Prill, lo gak pa-pa?" Rima si cewek sok dramatis kedua mulai berkaca-kaca.

"Za! Kok lo jahat, sih?! Lo gak boleh gitu sama Prilly, lo kan tau dia sakit?!" Dila, cewek paling nyebelin ketiga mulai ikut berkoar tidak jelas.

"Lo berdua udah gak waras, hah? Mau gue kasih pelajaran juga, kayak temen satu lo itu!?" Kanza sedang kesal, dan dia semakin dibuat kesal oleh ketiga cewek aneh itu. Berani-beraninya sok jadi tersakiti?

Saat Kanza hendak melayangkan kepalan tangannya ke arah mereka bertiga, sebuah pekikan keras dari arah belakang, menghentikan seraya mengalihkan perhatiannya. Tak terkecuali ketiga cewek alay itu dan seluruh siswi SMA Melati.

"KANZAA!!! APA-APAAN INI?! KAMU MENGGUNAKAN KEKERASAN PADA TEMAN KAMU SENDIRI, HAH?"

Sial!

Ini jebakan rupanya!

^^^To be continue...^^^

Hello hello gaissss!!! Pembaca awal Me VS Boss mana suaranyaaa!!! Aduhai, gaje sekali aku yak:) ahooyy... monmaaf kalo sequelnya selama kalian nungguin si doi peka, soalnya setelah naskah cerita aku selesai semua(enggak semua sih) jadi aku memutuskan untuk rehat dari kepenulisan. Cape bgt soalnya kemaren-kemaren pas masih nulis tuh gadang mulu, kadang makan juga telat cuman buat mikirin alurnya harus kek gimana biar oke, juga sempet down juga gara-garaaaaa.... ada deh yak:D maaf bangettt... yodah deh, mungkin segitu aja QnA nya. makasi yang udah baca Me VS Boss sampe tamattt*v* dan yang baru baca, selamat bergabung di dunia halu akuuu...:*

and, btw. cast-nya mungkin ada yg gk suka kpop, maaf ya! sebenarnya aku tuh bingung main cast nya mau siapa. kalo bule, jatohnya gak nyambung, soalnya kan, mama papanya di cerita sebelumnya kpop juga:( yodah, aku pke kpop lgi aja. kalian mau yg dihaluinnya siapa, terserah! kalo menurut aku sih yah mereka😂 oke deh, sampe jumpa di next episode😘 jangan lupa tinggalkan jejak like, komennya juga jan lupa... byee:*

Eps. 1

Waktu telah menunjukkan pukul 12 siang. Dan matahari tengah berada tepat di posisinya. Panas dan terik, tentu saja dirasakan bagi beberapa murid nakal yang tengah dihukum berdiri di tengah-tengah lapangan seraya unjuk hormat pada bendera yang berada di atas sana.

Kenzo, Alex, Haykal, Azka, Rio, dan juga Juna, adalah murid-murid nakal yang sedang dihukum berdiri di tengah-tengah lapangan tersebut.

Mereka berenam dihukum karena terlambat masuk kelas, dan juga karena sering berontak ketika diberi nasihat. Apalagi si biang onar Kenzo, Azka, Haykal dan Rio. Keempatnya adalah murid paling bawel kalau sudah diberi nasihat oleh guru. Sedangkan Juna yang biasanya paling cerewet, akan tiba-tiba jadi pendiam jika sudah berhadapan dengan Pak Ucup. Dan Alex? Dia mah anak baik, murid paling rajin, pintar, dan selalu menjadi kebanggaan guru.

Lho? Tapi kok ikutan dihukum?

Itu juga terpaksa sebenarnya. Walaupun Alex adalah murid kesayangan guru, jika cowok itu melakukan kesalahan, tetap harus dihukum.

Oke. Back to topic.

Kenzo dkk yang sudah hampir setengah jam berdiri di tengah lapangan pun mulai kegerahan dengan wajah mereka berenam yang mulai memerah. Keringat pun ikut mengucur dari dahi mereka. Membuat keenamnya terlihat seksi sampai tak sadar bahwa para siswi yang baru saja keluar dari kelas, memerhatikan keenamnya sampai memekik saking tidak tahannya melihat pesona mereka.

"Kalo tahu Gengnya Kenzo hari ini dihukum di lapangan, gue juga mau ikutaaannnn!!!!"

"Anjirlah, Alex seksi bangettt huwaaa!!!"

"Kenzo tuh, Cowok Playboy, tapi kenapa gue masih cintaaaa!!!"

"Aaaaa! MY HONNIIIIEEE KENZOOOO!!! GANTENG BANGET CI KALO LAGI DIHUKUM GITUUU... JADI PEN NYULIK, DEH!" Pekikan paling keras dari ujung tangga kelas sepuluh, membuat beberapa siswi yang tadinya masih setia mengagumi makhluk ciptaan Tuhan di lapangan sana, langsung mencebikkan bibir mereka seraya menatap sang pelaku dengan tatapan mencibir.

"Dih! Si Cewek alay mulai deh, genitnya!"

"Caper banget! Orang, Kenzo-nya aja B aja ama dia! Dih, jijik!"

Gadis yang tengah dibicarakan itu tidak peduli dengan respon anak-anak lain soal dirinya. Ia malah berlari menuruni tangga dengan tidak sabaran, hanya untuk menghampiri Kenzo seorang. Namanya, Monika. Anak kelas XI IPS 1 yang terkenal karena kecentilannya.

"Eh, ada Bidadari Neraka nyamperin Raja Dugong. Cocok gak sih, Bro!" Haykal yang memang mulutnya paling nyebelin, menyeletuk yang dibalas tawaan receh dari yang lain.

"Sembarangan Bidadari Neraka! Ini tuh, Bidadari Surga! Iya, kan, Honiiiee!" Monika dengan manja memeluk lengan Kenzo. Dan yang dipeluk hanya mendesis risih.

"Lo ngapain ke sini?" Kenzo menepis lengan Monika, namun bukannya menjauh, gadis itu malah semakin melekat pada Kenzo.

"Mau nyamperin Honiee!"

"Pergi! Gue keringetan, gak bau emang?" Nada bicara Kenzo yang semula datar menjadi lembut, beberapa siswi yang sengaja mendengarkan obrolan mereka tentu saja kesal sampai beberapa diantaranya memutuskan untuk pergi.

"Hmm... Enggak! Wangii!" Ucapnya manja. Haykal, Rio, Juna, dan Azka, refleks mual. Sedangkan Alex hanya berdecih jijik.

"Ak—"

"MONIIIKKK!!! NGANTIN YOOOKK!!!" Suara sahutan dari arah lain, menghentikan ucapan Monika. Gadis itu menoleh ke belakang, sudah ada kedua temannya berdiri seraya melambaikan tangannya. Mereka adalah Dayana dan Anggia.

"BENTAAAR!!!" Balas Monika. Kenzo dkk refleks memejamkan mata seraya menutup telinga mereka, saking kuatnya suara teriakan Monika.

"Honie, aku ngantin dulu, ya, sama mereka? Bentar kok, gak lama! Daa... Jangan kangeennn!!!" Gadis itu lantas melengos dengan langkah terburu-buru mendekati kedua temannya itu.

Azka menggeleng, Haykal mendengus, serta yang lain malah berdecak. Hanya Kenzo yang biasa saja. Toh, ngebaperin cewek sampe mereka bucin banget gitu adalah hobinya.

Anaknya Papi Kenan harus banyak ceweknya! Gak boleh kalah sama Kenan yang suka paling bucin sama Chelsea, sampai-sampai Kenzo dan Kanza sewaktu kecil tidak pernah dibiarkan oleh Kenan untuk tidur di ranjang yang sama dengan Maminya.

"Lo masih pacaran sama tuh Bidadari Neraka?" Azka yang mulai letih menyimak sedari tadi pun buka suara.

"Gak boleh gitu, Ka! Panggil nama orang tuh, yang bener!" Juna menyela.

"Jiaahh... Masih gak bisa move on lu, dari dia? Cewek masih banyak kali Jun, jangan sama yang udah diembat temen!" Haykal menimpali, namun detik setelahnya, tangan seseorang menyentuh bahunya. Dan dia adalah Alex. Cowok itu seolah tengah mengode Haykal untuk tidak berkata lebih lanjut.

Paham dengan kode yang diberikan oleh Alex, Haykal pun diam dan berdeham sesekali. Suasana pun mendadak akward. Tidak ada yang mengoceh seperti biasanya.

"Ganti baju yok! Gerah gue! Bisa item entar muka ganteng ciptaan Papi Kenan dan Mami Chelsea ini kena terik matahari kelamaan." Canda Kenzo, membuat kelima teman-temannya ngakak, sehingga melupakan kecanggungan yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Itulah Kenzo. Berbagai tingkah absurd-nya dapat memecah keheningan sampai kecanggungan yang melanda di sekitarnya.

...**Cast tambahan:...

...Monika**...

...****...

Brakk!!

Sebuah buku absen kelas, sengaja diletakkan kasar di sebuah meja di ruang guru. Seorang wanita setengah baya, yang adalah salah satu guru di sana, berjalan gontai dipenuhi amarah menuju kursi seorang murid yang menjadi pelaku kekerasan di sekolah.

Plaakk!!

Wanita setengah baya itu melayangkan tamparan keras pada siswinya yang telah berani melakukan kekerasan kepada siswi lain, yang juga adalah putrinya.

"KAMU! Berani sekali kamu ya, melakukan kekerasan pada Prilly!? Kamu tidak takut saya skor? Kamu tahu sendiri, kan, kalau saya adalah Kepala Sekolah di sini? Kamu juga pasti tahu, kalau Prilly adalah anak saya, iya kan? Berani sekali kamu, hah!?" Wanita bername tag Yunita itu hendak melayangkan tamparannya lagi pada siswi yang tak lain adalah Kanza.

Namun gerakannya terhenti ketika tangan seseorang menahan pergerakannya.

"Sejak kapan seorang guru boleh menyakiti muridnya?" Yunita terlihat sedikit menciut, sehingga wanita itu memutuskan untuk menarik kembali tangannya yang sebelumnya hendak melayangkan tamparan kedua.

"Kalau seorang siswa melakukan kekerasan, seorang guru harus mendidik dan menasihatinya. Bukan malah balik melakukan kekerasan. Kamu pikir, kamu pantas dipanggil sebagai Kepala Sekolah?"

Wanita itu semakin bungkam akan perkataan dari pria paruh baya yang usianya memasuki usia 50an, yang tak lain adalah direktur SMA Melati.

"Bagaimana jadinya jika kamu menjadi pengganti saya menjadi direktur di sekolah ini? Mungkin, sekolah ini akan hancur oleh sikap dan sifatmu yang tidak pernah bisa berubah!"

"Pah! Dia menyakiti Prilly, cucu Papah sendiri!" Yunita meninggikan nada suaranya. Pak Harlim atau yang dipanggil Papa olehnya itu pun mulai menatapnya dingin.

"INI SEKOLAH! BERANI SEKALI KAMU BICARA LANCANG PADA SAYA!"

Yunita kembali bungkam dan menciut. Pak Harlim mulai menarik napasnya dalam-dalam. "Sudah menelpon orang tua murid?" Tanyanya datar.

Yunita yang semula diam menciut, kini raut wajah wanita itu mulai sumringah kembali. "Sudah, Pak." Ujarnya, dan Pak Harlim hanya mengangguk dalam diam.

"Setelah orang tua murid datang, kamu yang harus mengurus semuanya. Jangan bertingkah tidak sopan! Keluarga Jiran bukan orang biasa!" Ucapnya, lalu melenggang pergi meninggalkan ruang guru.

"Baik, Pak."

...****...

Beberapa saat yang lalu, Kenan dan Chelsea, selaku dari orang tua Kanza tiba di sekolah karena panggilan mendesak dari kepala sekolah.

Sedari dalam perjalanan menuju SMA Melati, keduanya tidak habis pikir tentang apa yang disebutkan kepala sekolah soal kasus yang menimpa Kanza kali ini.

Walaupun ini bukan untuk yang pertama kalinya mereka dipanggil pihak sekolah, tapi kasus kali ini berbeda. Kanza sampai memukul temannya hingga berdarah hanya karena dia pandai bela diri.

Biasanya, kasusnya tidak akan separah ini. Paling hanya kasus saling jambak, saling mengganggu, dan kasus saling mendorong. Tidak ada yang berdarah.

Dan saat ini, Kenan dan Chelsea telah berada di ruang guru, tepatnya di ruang kepala sekolah dengan ditemani Chelsea yang sedang menangisi putrinya yang sering sekali membuat onar.

"Masalah apa lagi kali ini?" Kenan berucap to the point. Yunita, selaku kepala sekolah mulai membeberkan perihalnya.

"Putri Anda, Kanza, sudah melukai Prilly, teman sekelasnya dengan pukulan yang tidak main-main. Anda tahu? Dia itu preman! Gadis mana yang memiliki kekuatan sekuat itu, sampai-sampai membuat Prilly anak saya trauma dan harus di rawat di rumah sakit!"

Kenan menghela napasnya lelah. Pria yang sudah memasuki usia kepala empat itu pun mulai memijit pelipisnya yang berdenyut.

Pusing. Kenapa juga putrinya bisa menjadi seperti ini? Perasaan, ibunya dulu tidak seperti itu. Lalu, Kanza turunan dari siapa bisa sekuat itu?

"Ya sudah, kali ini saya harus bertanggung jawab seperti apa lagi?"

"Anda lupa? Sebulan yang lalu ketika kasus saling mendorong itu, saya bilang ini yang terakhir, kan? Kalau Kanza sampai terlibat kasus lagi, saya tidak bisa mempertahankannya. Dan seperti yang saya katakan waktu itu, saya dan pihak sekolah tidak bisa mempertahankan Kanza. Dia harus diskor!" Ucap Yunita. Seketika itu juga, Chelsea, selaku ibunya Kanza, mulai berdiri dan menghampiri meja kepala sekolah.

"Tidak! Tolong, pertahankan Kanza, saya mohon! Kanza tidak boleh diskor! Bagaimana dengan masa depan dia? Tolong, pikirkan sekali lagi!"

"Maaf, Bu. Saya tidak bisa. Itu sudah menjadi ketentuan sekolah," ujarnya sok prihatin, padahal dalam hati, Yunita sangat bangga bisa mengeluarkan Kanza dari sekolah.

Selain karena Kanza sering mengganggu putrinya, itu pun juga karena sebuah bentuk pembalasan dendam puluhan tahun lalu, karena cinta dan harga dirinya sering diinjak-injak oleh Kenan semasa SMA.

Rasakan itu!

"Saya mohon, setidaknya tolong berikan Kanza keringanan!" Melihat Chelsea memohon sembari menitikkan air matanya seperti itu, Yunita semakin berbangga hati. Ingin sekali dirinya tertawa jahat, namun ia urungkan.

"Maaf. Silakan." Ujarnya, seraya menunjukkan pintu keluar.

Chelsea sudah menahan diri untuk tidak berkoar sedari tadi, tapi ia menahannya demi tidak membuat putrinya malu. Chelsea tentu saja tidak terima jika putrinya diperlakukan tidak adil seperti ini. Dia pikir, Chelsea tidak tahu kalau Yunita sebenarnya bersikap seperti ini hanya untuk pembalasan dendam?

Hah! Lihat saja nanti. Chelsea akan membujuk suaminya dengan berbagai macam cara hanya untuk membalaskan dendamnya.

"Oke! Sayang, ayo pergi!" Raut wajah dan gaya berbicara Chelsea seketika berubah dari memelas menjadi badas.

Wanita yang masih sangat cantik di usianya yang tidak lagi seperti dulu itu menggandeng tangan suaminya, lalu menarik tangan putrinya yang sedari tadi hanya diam dan menunduk.

Selepas kepergian Keluarga Kecil Kenan dari ruangannya, Yunita lantas memandang pintu tertutup itu dengan tatapan tidak percaya.

Wanita bernama Chelsea itu benar-benar seperti yang dikatakan rumor. Benar-benar wanita yang berbeda dengan paras cantiknya, jika menyangkut soal keluarganya.

...****...

"Alasan apa lagi sekarang?" Kenan bertanya menuntut pada putrinya, ketika setibanya mereka di rumah.

Kanza hanya menunduk seraya membungkam bibirnya. Dirinya tidak berani jika sudah berhadapan seperti ini dengan papinya.

"Kanza... Itu Papi nanya. Jawab, Sayang." Chelsea, sang mami yang begitu lemah lembut, mencoba membujuk Kanza.

Jika sudah seperti ini, rasanya Kanza ingin menangis. Ia selalu lemah jika maminya sudah bicara seperti ini. Hingga pada akhirnya, Kanza mulai menangis dengan bibir yang mengatup.

"Prilly ngejelek-jelekin Mami. Dan Kanza gak suka itu. Makanya Kanza ninju mukanya sampai berdarah! Harusnya tadi Kanza pukulnya dua kali, bukan sekali. Huwaaaa...." Kanza mulai merengek seraya menaikkan volumenya.

Chelsea yang melihat itu hanya menghela napas, seraya mendekati putrinya kemudian memeluknya dari samping.

"Harusnya kamu biarin aja. Mami gak pa-pa, kok," ucap Chelsea. Kedua bola matanya mulai berkaca-kaca.

"Tapi, Kanza gak suka!"

"Kenapa kamu pukul sekali?" Sahutan Kenan, membuat Kanza dan Chelsea menoleh dan beralih menatapnya.

"Papi marah? Ma—"

"Harusnya berkali-kali, baru namanya seru! Dulu Papi juga jago berantem kaya kamu! Tos dulu dong!" Kenan memberikan high five, yang disambut ling-lung oleh putrinya.

"Kok, kita malah tos? Papi gak marah?"

"Sayang, iiihhh... bukannya dinasihatin anaknya biang onar, ini malah didukung, gimana si?" Chelsea geram. Suaminya ini memang sebelas-duabelas dengan putra-putrinya. Sama-sama absurd.

Udahlah, gak ngerti lagi!

"Becanda... Lain kali kalo berulah kek gitu, jangan kasih tahu Mami, oke? Kasih tahu Papi aja," ucap Kenan, yang semakin membuat Chelsea geram.

Kanza hanya tertawa dengan sikap papinya yang selalu santai dan malah mengajak bercanda, di saat-saat yang seharusnya tegang penuh aura hitam.

"Terus, sekolah Kanza gimana?" Kanza berucap dramatis. Berharap salah satu dari kedua orang tuanya akan membantunya dari masalah yang ia timbulkan lagi kali ini.

"Mami gak tahu! Minta aja tuh, sama Papi kamu! Mami udah malessss ngeladenin skandal-skandal kamu yang lebih dari skandalnya para artis!" Cerocos Chelsea, kemudian pergi meninggalkan Kanza dan juga suaminya menaiki tangga.

Sepertinya, Chelsea akan mengurung diri di kamar. Dan inilah kesempatan Kenan untuk kembali modus pada istrinya.

"Papi pergi dulu, ya? Jangan lupa makan yang banyak. Abis nangis butuh energi," ucapnya, kemudian melenggang meninggalkan Kanza sendirian di ruang keluarga.

Kanza menatap kepergian papinya dengan tatapan kesal sekaligus tidak percaya. Bisa-bisanya ia memercayakan masa depannya pada papinya dan bukan pada maminya!?

Sudah tahu Papi Kenan kalau diminta serius, malah ninggalin gitu aja.

Ini anaknya wooiii!!! Tolonglah, jangan ngegantungin begitu aja! Masa depan Kanza gimana inii!!???

"PAAPIIIIHHHH!!! PAPIH JAHAT! KANZA BENCI SAMA PAPIH!!!" Pekik Kanza seraya mencak-mencak di tempat.

"IYAA... PAPIH JUGA SAYANG SAMA KANZAA!" Balas Kenan. Kanza semakin dibuat gondok padahal oleh papinya sendiri. Gimana kalo si do'i yang bikin Kanza gondok? Otw putusin saat itu juga, fix!

^^^To be continue...^^^

Eps. 2

Saat ini, keluarga kecil Kenan yang terdiri dari dirinya, sang istri, Chelsea, kedua putra putrinya, Kanza dan Kenzo, berada di dalam ruang makan di rumah mewahnya.

Tidak. Bukan mansion Keluarga Jiran lagi. Keempatnya telah pindah ke rumah mewah yang lain, ketika usia Kanza dan Kenzo waktu itu telah menginjak usia lima tahun.

Di ruang makan tersebut sudah ada Kenan yang sedang menyantap sarapan pagi, Kanza yang baru saja turun dari kamarnya dan Chelsea yang sedang sibuk membereskan sedikit masalah di dapur. Sedangkan Kenzo? Cowok itu terlihat sedang berpikir keras sembari duduk di kursi yang biasa menjadi tempat duduknya untuk sarapan. Tepatnya, di samping Kanza.

"Pih!" Suara sahutan yang berasal dari Kenzo, terdengar memanggil nama Kenan yang tengah mengunyah sarapan pagi berupa semur daging, khas buatan Chelsea. Istrinya.

"Hem." Balas Kenan, sekenanya.

"Kenzo mau apartemen dong, Pih!" Permintaan Kenzo, mengundang tatapan penuh tanya dari Chelsea yang pada saat bersamaan baru saja menduduki salah satu kursi makan di samping suaminya, Kenan.

"Buat?" Kenan bertanya santai, seraya kembali melanjutkan sarapan.

"Yaa, buat Kenzo lah!" Balas Kenzo, membuat Kenan seketika menghentikan aktivitasnya.

"Kamu ini masih punya rumah. Buat apa apartemen? Kayak udah enggak punya orang tua aja," Kenan kembali mengunyah sarapannya, dan menghiraukan Kenzo yang tampak gelisah sendiri di kursinya.

"Tapi, Pih-"

"Enggak ada tapi-tapian, Kenzo! Dengerin tuh Papi kamu! Sekalipun Papi kamu ngizinin, Mami enggak, yah," potong Chelsea, seketika membuat Kenzo langsung beralih menatap maminya yang terlihat awet muda itu, dengan tatapan memelas.

"Mih," panggil Kenzo. Nada suaranya terdengar memelas. Kanza yang mendengarnya mengernyit jijik

"Mulai deh, manjanya," gumam Kanza, seraya memutar bola mata disela aktivitasnya meminum air.

"Berisik lo, Za!" Kenzo yang mendengar dengan jelas gerutuan Kanza, berucap sebal pada kakak kembarnya yang duduk di kursi makan di samping kirinya.

"Emang bener, kan? Dasar manja!" Kanza menjulurkan lidahnya ke arah Kenzo yang membuat saudara kembarnya itu menggeram kesal.

"Lu tuh yang manja! Kalo kesel sama gue, apa-apa ngadu Mami!" Balas Kenzo. Dan perang adu mulut pun, dimulai.

"Yah, daripada lo? Mau apa-apa minta Papi! Lo sama gue tuh gak jauh beda yah,"

"Jelas beda lah! Dasar tukang ngadu!"

"Dasar anak manja!"

"Lu tukang ngadu!"

"Elo anak manja!"

"Setoppp!!!" Chelsea menjerit, membuat seisi meja makan langsung hening seketika.

Sepasang manik mata Chelsea menatap garang putri dan putranya yang sedang menatapnya dengan ekspresi takut-takut.

Chelsea menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Sepasang matanya lalu beralih menatap tajam suaminya yang tampak salah tingkah ketika ditatap seperti itu oleh Chelsea. Lalu tatapan wanita setengah baya itu beralih kembali menatap Kanza dan Kenzo.

"Kalian berdua," geram Chelsea. Sebisa mungkin Kanza dan Kenzo menelan ludah mereka masing-masing.

Sial. Pengaruh maminya yang satu ini benar-benar mengerikan.

"Bisa enggak, sehariiiii aja jangan bikin ribut? Mami tuh capek dengerin perdebatan kalian mulu!" Lanjut Chelsea. Tatapan lelah, dia layangkan pada sepasang anak-anaknya yang tampak menunduk dalam.

Chelsea mendengus, lalu bangkit dari kursi dan meninggalkan sarapannya.

"Lho, Mih?! Mami kan belum sarapan?" Seruan Kenan, tak digubris sama sekali oleh istrinya.

"Bodo!" Teriak Chelsea. Kala dirinya hendak menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Kenan menghela napasnya seraya geleng-geleng kepala atas sikap istrinya yang tidak pernah berubah. Ngambekan, itulah Chelsea. Tapi kalau tidak seperti itu, bukan Chelsea namanya.

"Gara-gara kalian, tuh, Mami kalian mogok makan! Sebagai hukuman, Kenzo!" Kenan beralih menatap putranya.

Merasa namanya baru saja dipanggil, Kenzo pun menengadahkan kepalanya menatap raut wajah datar sang papi.

"Iya, Pih?" Kenzo bangkit dari kursi.

"Mobil kamu, Papi sita!"

"What? Kok gitu sih, Pih!? Mami marah juga kan bukan karena Kenzo doang," protes Kenzo. Tatapan matanya lalu beralih menatap kakak kembarnya dengan tatapan sinis nan menusuk.

"Apa lirik-lirik!?" Kanza menatap garang Kenzo.

Kenan kembali menghela napasnya, "Dan buat kamu, Kanza!"

Merasa namanya yang kini dipanggil, Kanza pun mengalihkan tatapan matanya pada sang papi sembari ikut bangkit dari kursinya.

"I-iya, Pih?"

"Kamu Papi hukum, beresin rumah ini bantuin Bi Asih." Ujar Kenan.

Dan disitulah, mulut Kanza menganga lebar. Sedangkan Kenzo? Cowok itu tertawa ngakak menertawakan nasib kembarannya yang harus beres-beres rumah.

"Mampus!" Ucap Kenzo tanpa vokal. Membuat Kanza spontan mengepalkan kedua tangannya.

"Eits, jangan seneng dulu, Zo!" Perkataan Kenan, membuat senyum di wajah cowok itu luntur seketika.

"Mobil kamu Papi sita, bukan berarti kamu boleh pake motor kamu buat berangkat ke sekolah," Kenzo mengernyit bingung.

"Lha, terus? Kenzo berangkatnya pake apaan dong, Pih?"

Kenan tersenyum miring membuat Kenzo sontak menatap papinya dengan sorot was-was. Otaknya mulai berpikiran negatif tentang apa yang akan dilakukan papinya selanjutnya.

Jangan-jangan...

"Pinter-pinter kamu aja, ke sekolah naik apaan. Mau naik ojek kek, taksi kek, nebeng temen kek. Oh, atau naik busway atau angkot juga gak pa-pa," terang Kenan. Sebuah senyum licik terbit di wajah tampannya.

Sial! Papinya ini benar-benar keterlaluan! Hanya karena istrinya ngambek akibat ulah tengil Kanza dan Kenzo, mereka jadi dihukum seperti ini.

Hiks. Taruh di mana muka ganteng gue, kalo gue berangkat naik ojek, batin Kenzo prihatin.

"Ya udah, ya. Awas kalo kalian berdua berani langgar! Papi potong uang jajan kalian 100%," ancam Kenan. Kanza dan Kenzo sontak menganga lebar atas perkataan papinya barusan.

"Ya itu mah bukan dipotong, Pih! Gak dikasih duit, itu baru bener," protes Kanza yang diangguki anggukkan mantap oleh Kenzo.

"Tuh, tahu. Ya udah, Papi berangkat kerja dulu. Daa," dan akhirnya, Kenan melengos meninggalkan kedua putra putrinya yang masih membeku di tempat dengan mulut yang terbuka.

"Kasian banget hidup kita, Za," gerutu Kenzo. Tatapannya masih setia tertuju pada punggung Kenan yang perlahan mulai menjauhi keduanya.

"Kita? Lo aja kali! Gue mah enggak ya, wleek." Kanza membalas usil, membuat Kenzo menatap datar pada gadis bertubuh langsing, berambut panjang bergelombang sepunggung, yang tak lain adalah kakak kembarnya.

"Apaan liat-liat?! Udah sono berangkat sekolah lo!" Usir Kanza.

Kenzo mencebikkan bibirnya seraya memelotot tajam pada Kanza.

"Kesian diskor dari sekolah. And, by the way, selamat beres-beres, Pembokat," kata Kenzo. Lalu berlari menuju pintu besar depan rumahnya, meninggalkan Kanza yang terdiam menahan emosi.

"APA LO BILAAANGGG!!??? KENZOOO!!! SINI LO!!! Enak aja lo ngatain gue pembokat! DAN GUE GAK DISKOR, YAHH!!"

*ps. Pembokat \= pembantu

...****...

"Halo? Kal, lo bisa jemput gue di rumah gak? Mobil sama motor gue disita bokap, nih!"

"...."

"Aarghh... lo udah di sekolah? Tumben? Kagak mabok lagi lo?"

"...."

"Ya udah, ya udah. Gue telepon yang lain aj-"

"...."

"Hah!? Mereka juga udah sampe?"

"...."

"Si Juna? Si Alex? Si Rio? Si-"

"...."

"Aarghh... k*parat lu pada! Auk!"

Tut tut tut...

Kenzo memutus kesal sambungan teleponnya yang berasal dari Haykal. Dirinya kesal, ketika ingin meminta bantuan pada cowok itu untuk menjemputnya di rumah.

Tapi kenyataan bahwa cowok yang biasanya sering telat itu telah sampai di sekolah, membuat Kenzo menganga tidak percaya.

Dan ketika Kenzo mengatakan akan menelpon temannya yang lain, Haykal dengan santainya mengatakan bahwa semua teman-temannya telah berada di sekolah, sedetik yang lalu.

Kesal? Tentu saja! Emang dasar temen laknat yang diminta bantuan malah gak ada! Benar-benar menyebalkan.

"Terus gue naik apa ke sekolah? Masa naik ojek?" Gerutu Kenzo sendirian.

Tak sadar, gerak-geriknya terus diperhatikan oleh seorang gadis yang tak lain adalah Kanza, yang menertawakan kesialan cowok itu, tepat di ambang pintu masuk.

"Kecian temen-temennya gak ada, uuu... Naik ojek aja sana," suara Kanza yang teramat menyebalkan, sontak mengagetkan cowok itu.

"Berisik, lo!" Kecam Kenzo, ditanggapi kekehan sinis oleh Kanza.

Setelahnya, suasana pun hening. Kanza yang berada tepat di belakang tubuh cowok itu yang tengah sibuk mengotak-atik ponselnya, mendadak kepo dengan apa yang tengah dilakukan cowok itu.

Perlahan, Kanza melangkahkan kakinya mendekat ke samping Kenzo. Menatap penuh selidik apa yang tengah dilakukan Kenzo dengan ponselnya.

Merasa ada seseorang yang berada di dekatnya, Kenzo sontak terperanjat ketika menyadari Kanza tengah mencari tahu apa yang dia lakukan.

"Ngagetin aja si, hidup lo! Beres-beres sana!"

Kanza mencoba sebisa mungkin untuk menahan tawanya menyaksikan cowok itu yang terlihat begitu salah tingkah. Apalagi ketika tangannya dengan lihai menyembunyikan ponselnya ke belakang punggungnya.

"Abis ngapain, Zo? Abis mesen gojek ya?"

Skakmat!

Kenzo yang dituduh seperti itu pun jelas salah tingkah. Cowok itu dengan gelagat anehnya, berdeham sembari membuang muka dari tatapan menyebalkan seorang Kanza Putri Bravani.

"So-sotoy, lu!" Balas Kenzo tergagap. Membuat Kanza semakin sulit untuk menahan tawanya, akibat gengsi cowok itu yang terlalu besar hanya karena baru saja memesan sebuah ojek online.

"Ooohhh." Balas Kanza, begitu menyebalkan di telinga Kenzo.

"Lo tuh-" belum sempat Kenzo menyelesaikan kalimatnya, seseorang dengan jaket dan helm serba hijau dengan sebuah motor matik yang dikendarainya, memasuki area pekarangan rumah mewah Keluarga Kenan.

"Permisi. Dengan Mas Kenzo?" Pertanyaan itu terlontar dari pria dewasa yang tak lain adalah sang ojek online yang beberapa saat yang lalu dipesan oleh Kenzo lewat sebuah aplikasi.

"Pftt," Kanza mencoba sebisa mungkin untuk menahan tawanya ketika kebohongan yang hendak diciptakan seorang Kenzo, gagal total karena kedatangan Mas Gojek itu yang datang tiba-tiba.

"Iya. Helmnya mana?" Kenzo membalas ucapan Mas Gojek itu dengan wajah yang ditekuk kesal sekaligus malu.

Mas tukang ojeknya itu hanya menurut memberikan helm lain pada Kenzo. Dan ketika Mas Gojek itu hendak menghidupkan motornya kembali, aksinya tiba-tiba ditahan oleh Kenzo.

"Kenapa Mas?" Tanya Mas Gojek keheranan.

"Saya aja yang bawa motornya. Mau ngebut, udah mau telat soalnya." Ujarnya. Seketika itu juga, Kanza tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan tingkah Kenzo.

"Ngapain ketawa?!" Kenzo berujar garang pada kakak kembarnya.

"Buruan, Mas. Ntar saya bayar lebih, deh," ujar Kenzo lagi, ditujukan pada Mas Gojek itu.

Mas Gojek itu awalnya sedikit ragu. Namun ketika mendengar kalimat Kenzo yang mengatakan akan membayar lebih jasanya, dirinya pun akhirnya setuju. Dan kini, Kenzo mulai menaiki motor matik milik Mas Gojek itu dengan raut wajahnya yang masih sama, ditekuk.

"Gak sekalian tukeran jaketnya, Mas Kenzo?!" Kanza meledek Kenzo dengan tawa yang masih melekat pada dirinya.

"Diem lu, Pembokat! Mending lo beres-beres rumah! Entar Papi ngamuk, gue kagak mau tanggung jawab ya," balas Kenzo. Sedetik kemudian, dia bersama Mas Gojek yang duduk menjadi penumpang di belakang, melenggang meninggalkan area halaman luas kediaman Keluarga Kenan.

Di sisi lain, Kanza sudah siap meluapkan emosinya dengan mencak-mencak tidak jelas. Berbagai sumpah serapah dia layangkan hanya untuk seorang Kenzo Jiran Bagaskara.

"DASAR NGESELLIIIINNNN!!!" pekik Kanza. Membuat satpam rumahnya yang baru saja membuka pintu gerbang depan, terlonjak seraya memegangi dadanya.

...****...

Kenzo terus memaki disela langkah kakinya menuju gerbang sekolah yang telah ditutup rapat.

Sialan! Ini semua gara-gara Kanza dan semua teman-teman laknatnya! Awas aja nanti! Batinnya menggerutu.

Ketika Kenzo hendak menggedor-gedor pintu gerbang, gerakannya tiba-tiba saja terhenti ketika netranya tidak sengaja menangkap seorang pria berseragam guru, berjalan sambil menunduk melihat ponselnya.

Sial! Itu Pak Ucup! Wali kelasnya di kelas XI IPS 4.

"Aarghh... kok bisa kebetulan gitu, sih?" Gerutu Kenzo. Sebelah tangannya menggaruk kasar tatanan rambutnya yang ditata rapi. Bukan rapi sih. Lebih kek jambul.

Ketika Kenzo sibuk dengan pikirannya tentang, bagaimana dirinya bisa masuk walau gerbang depan telah ditutup, Pak Ucup yang berada di kejauhan menangkap sosok Kenzo oleh netranya.

Kedua bola matanya membulat. Amarah yang sedari tadi tersimpan akibat salah satu muridnya yang tidak hadir dan tidak memberi kabar, membuatnya sontak berjalan gontai ke arah gerbang sekolah.

"KENNZOOOO!!!" pekikan Pak Ucup yang sangat Kenzo hafal di telinganya, sontak membuat Kenzo langsung terfokus pada sumber suara yang baru saja meneriakinya.

"Waduh!" Gumam Kenzo, tanpa sadar.

Kedua bola matanya juga membulat seraya berkedip bebarapa kali, ketika Pak Ucup dengan tidak sabarannya menyuruh seorang satpam penjaga sekolah untuk segera membukakan pintu gerbang.

"Ke mana saja kamu, hah? Berani-beraninya kamu telat!" Pekikan Pak Ucup kali ini benar-benar mengagetkan Kenzo yang sedari bebarapa saat yang lalu sibuk melamunkan tentang guru tersebut.

"Mas-"

"Eeh, tunggu Pak!" Kenzo menyela ucapan Pak Ucup, membuat guru tersebut langsung menghentikan ucapannya.

"Jangan pake kekerasan, Pak!" Perkataan Kenzo, tidak dimengerti Pak Ucup sama sekali.

"Siapa juga yang mau pake kekerasan?" Pak Ucup membantah garang, membuat Kenzo tiba-tiba saja menyengir kuda.

"Itu dia... ya udah Pak! Kalau begitu, saya- kabuuurrr," Kenzo berlari menerobos Pak Ucup yang berdiri di depan gerbang.

Hampir saja guru tersebut jatuh, jika tidak segera ditahan oleh satpam penjaga sekolah. Namun, bukannya salah satu dari keduanya mengejar tingkah tengil Kenzo, mereka berdua malah saling tatap menatap dengan posisi, Pak Ucup berada dalam pelukan sang satpam. Benar-benar seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

"COCOK, PAK!" teriakan nyaring dari kelas lantai atas, membuat keduanya lantas tersadar.

Lalu dengan soknya, Pak Ucup bergidik jijik sembari mengusap kedua lengannya. Tatapan matanya yang semula dia tujukan untuk sang satpam, kini beralih menatap kelas lantai atas. Sudah ada Kenzo dengan gelak tawa tertahannya, menatap guru dan satpam tersebut dengan sorot yang teramat menyebalkan.

"Dasar murid kurang ajar!" Pekik Pak Ucup, mencak-mencak tidak jelas menatap Kenzo yang ternyata tengah menertawainya di atas sana.

"Daa, Pak Ucup! Daa, Pak Satpam! Semoga langgeng!" Celetuk Kenzo, lalu melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertahan karena melihat adegan romantis antara Romeo dan Juliet.

Eh, Pak Ucup dan Pak Satpam maksudnya. Haha.

^^^To be continue...^^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!