NovelToon NovelToon

NEGERI KABUT DARAH (EPS. 2)

1. Awal

Dua tahun setelah kejadian itu Beni, Anita dan Aini masih tetap bersahabat, kecuali Anita dan Beni karena mereka masih menjalin kasih hingga saat ini, mereka pun kini memasuki masa kuliah di kampus yang sama walaupun dengan jurusan yang berbeda, yang sudah menginjak akhir semester empat dan telah menyelesaikan ujian akhir semester, artinya sebentar lagi mereka akan menikmati waktu libur yang cukup panjang.

Di tempat baru itu mereka telah memiliki sahabat baru lagi. Vika, Dimas dan Daniel, mereka telah berteman sejak awal masuk kuliah dan semakin hari keakraban mereka semakin bertambah, hingga tak terasa dua tahun sudah mereka menjadi sahabat, hingga akhirnya petaka pun menimpa mereka berenam hingga harus bertahan hidup di tengah hutan belantara yang di huni oleh suku yang tak mengenal peradaban dan terisolasi dari dunia moderen, namun mereka bukanlah musuh yang sebenarnya, karena yang mengerikan justru tetap ada disekitar mereka. Mengintai serta menunggu waktu yang tepat untuk memangsa.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah mereka akan selamat?

Akankah harus ada yang terbunuh?

Next Chapter...

NEGERI KABUT DARAH

"Aaaaaaahhhhhhhhh...."

Sebuah kelompok Suara kompak dalam satu waktu, namun sayangnya bukan dari paduan suara yang sedang mengadakan konser di panggung besar, karena mereka tak sedang berada di atas panggung, dan mereka juga bukan sekelompok penyanyi ataupun musisi, mereka hanyalah sekelompok orang dengan tujuan masing-masing, kecuali enam orang sahabat yang memang memiliki satu tujuan yang sama, karena memang mereka berangkat bersama dan juga memiliki rencana yang sama, yaitu berlibur. Namun nahas bagi mereka, karena kini mereka sedang berada di atas sebuah pesawat yang memang masih mengudara, namun dengan kondisi sangat kurang baik, dan bisa di pastikan sebentar lagi mereka akan mendarat dalam keadaan darurat.

Pesawat yang mereka tumpangi kini sedang berada di atas sebuah hutan  besar dan luas dengan beberapa pegunungan kecil mengelilinginya, dan sebuah kabut yang entah kenapa kabut itu sangat tebal dan berwarna pekat, mengelilingi area hutan serta pegunungan tersebut.

Semakin lama pesawat semakin menukik turun ke arah hutan tersebut untuk berhenti, atau tepatnya terpaksa berhenti berusaha untuk menyelamatkan diri walau pada kenyataannya mereka menjemput mati.

Lagi, suara jerit ketakutan menggema di seluruh penjuru kabin pesawat tersebut. Terbayang kematian berada semakin dekat dengan mereka. dengan kondisi seperti ini beberapa dari mereka mulai teringat dengan dosa yang dulu pernah mereka lakukan semasa hidup di dunia, namun sepertinya sudah begitu terlambat untuk menyesalinya, dan berfikir tentang itu dalam kondisi seperti ini adalah sesuatu hal yang sia-sia.

Bruaaaakkkkk....

Dentuman suara menggema di tengah hutan hingga gemuruhnya menelusur sudut-sudut gelapnya rimba, membuat para penghuninya penasaran seketika, namun hewan-hewan itu lebih memilih menjauh dari pada harus memenuhi rasa penasaran mereka. Suara tersebut mampu membubarkan kawanan sebagian hewan, namun tidak dengan sesuatu yang berada di sana. Mereka justru merasa terusik dengan kejadian yang baru pertama kali mereka alami.

Pesawat tersebut mendarat di tengah hutan gelap dan lebat, ke dua bagian sayap pesawat hancur berserakan akibat menghantam pepohonan besar menjulang di tengah area hutan. Badan pesawat terbelah menjadi beberapa keping bagian bersama dengan potongan-potongan tubuh penumpang yang ikut tercabik oleh ganasnya hutan tersebut. Darah segar mengalir di setiap sudut kabin pesawat yang kondisinya tak utuh lagi. Beberapa penumpang yang masih bernyawa, bernapas dengan cepat seolah di hutan ini tak tersedia oksigen yang cukup untuk mereka, namun di hadapannya kini nampak lah malaikat maut yang siap mencabut nyawanya.

Namun takdir berkata lain, pada kecelakaan mengerikan tersebut keberuntungan masih berpihak pada enam orang sahabat yang masih selamat walaupun dengan kondisi syok serta mengalami beberapa luka ringan.

2. Sahabat

Dua tahun telah berlalu sejak kejadian nahas itu, mereka yang kini hanya bertiga sepakat untuk melupakan semua hobi yang dulu sangat mereka cintai, hingga menjunjung tinggi bagai sebuah pedoman hidup yang mereka jalani, namun setelah kenyataan yang terjadi ideologi itu hilang tak berarti. Mereka lebih memilih hidup normal seperti orang lain, yang tak terlalu mengejar ambisi tak pasti.

Hubungan Beni dan Anita masih terjalin dengan baik, sementara Aini terkadang masih menutup diri. Trauma itu masih membekas di benaknya, hampir setiap hari menghantui kehidupannya hingga tak bisa menjalani hari-harinya seperti biasa. Namun Beni dan Anita, sebagai seorang sahabat yang mengalami kejadian yang sama, paham dan mengerti akan keadaan Aini, mereka tak pernah meninggalkannya dan selalu memberi dukungan agar Aini bisa kembali seperti semula.

"Hei... Udah lama nunggu?"

Beni yang baru selesai dengan mata kuliahnya hari itu menghampiri Anita kekasihnya yang telah menunggu di kantin kampus mereka, namun Anita tak sendiri di sana, ia bersama Aini dan Vika sahabat baru mereka, dan Beni pun datang tak sendiri, ia datang bersama Dimas serta Daniel.

"Enggak kok."

Mereka semua telah saling mengenal satu sama lain, dan bisa disebut saat ini mereka bersahabat, walaupun seperti berpasang-pasangan namun yang berpasangan di antara mereka hanya Beni dan Anita saja, masih langgeng melanjutkan hubungan sejak SMA.

"Gimana rencana kita nih? UAS kan udah mau beres."

Mereka sebelumnya telah membahas tentang ini, namun pembahasan sebelumnya belum berakhir karena mereka belum sepakat pada tempat tujuan yang mereka pilih.

"Ya udah, gini aja, gimana kalau kita perginya ke tempat yang ramai?"

Beni mengusulkan pergi ke tempat yang sudah pasti banyak dikunjungi ketika musim liburan tiba bukan tanpa alasan, ia tahu apa yang di pikirkan kekasihnya serta Aini. Sedikit banyak mereka pasti terbayang dengan kejadian dua tahun lalu yang hampir membuat semuanya terbunuh, karena Beni sendiri pun masih ingat jelas dengan kejadian itu, namun ia berusaha selalu tetap kuat dan melupakan kejadian itu.

"Ya udah deh, mending kita ke Bali aja, banyak pemandangan bagus tuh...hehehe." Ucapan Daniel akhirnya memancing semua orang untuk tersenyum dan tertawa, mereka tahu betul apa yang dimaksud oleh Daniel sebagai sebuah pemandangan bagus, namun Aini tak sedikitpun tertawa seperti yang lainnya, bukan karena ia tak mengerti maksud ucapan Daniel, tapi saat ini pikirannya sedang melayang jauh menerawang membayangkan semua yang pernah terjadi di masa lalunya.

"Aini..."

Anita memegang bahu sahabatnya itu, ia tahu kalau Aini sedang melamun. Seketika Aini tersadar dari lamunannya dan menoleh ke arah Anita kemudian tersenyum menutupi apa yang sedang ia pikirkan, namun Anita sudah bisa menebaknya walaupun Aini tak mengatakannya sedikitpun.

"Itu sih pengennya loe... Dasar mata keranjang." ujar Vika menimpali ucapan Daniel dengan ketus namun malah membuat yang lainnya semakin tertawa. Mereka sudah terbiasa dengan mengobrol seperti ini, yang selalu diselipkan candaan sehingga suasana menjadi lebih menyenangkan.

"Enak aja, mana ada buaya punya mata keranjang."

Kali ini Dimas menimpali dengan tak kalah usilnya.

"Sialan loe, gua cowok paling setia di dunia."

Daniel membela diri dengan tampang di ekspresikan menjadi seimut mungkin yang justru malah membuat yang lainnya merasa aneh pada Daniel dengan ekspresinya seperti tadi.

"Udah udah, jadinya kita kemana nih?"

Beni menengahi agar pembicaraan mereka tak melebar kemana-mana, dan semua bisa segera ditentukan, mengingat waktu berlibur hanya tinggal beberapa saat lagi.

"Ya udah, kita ke Bali aja deh."

Setelah sepakat, akhirnya telah di putuskan bahwa liburan kali ini mereka akan mengunjungi pantai di wilayah pulau dewata, Bali.

Obrolan mengenai rencana liburan selesai, merekapun pergi ke sebuah pusat perbelanjaan dengan menggunakan mobil milik Beni. Anita duduk di samping Beni yang menyetir, sementara Aini berada di kursi tengah bersama Vika, sedangkan Dimas dan Daniel duduk di kursi paling belakang. Mereka pergi ke sebuah pusat perbelanjaan untuk sekadar mencari perlengkapan persiapan liburan, mulai dari pakaian renang hingga beberapa keperluan perempuan lainnya. Dalam perjalanan, Aini kembali terdiam tak menanggapi obrolan yang lainnya, ia hanya duduk melihat ke arah jendela dengan tatapan kosong, pikirannya melayang jauh membayangkan sesuatu yang buruk yang telah menjadi trauma dalam hidupnya. Memang sulit menghilangkan trauma yang dialami seseorang, terlebih trauma itu berasal dari kejadian yang begitu mengerikan, namun sahabat Aini masih sangat bersyukur karena trauma itu tak sampai membuatnya gila, Aini hanya mengalami depresi ringan.

"Aini, loe mau beli apa aja?"

Anita berusaha mengalihkan Aini dari lamunannya, berharap ia mengerti bahwa ia tak sendiri, namun sepertinya Aini tak mendengar ucapan sahabatnya itu karena ia masih tetap diam tak menanggapi apa yang baru saja Anita tanyakan.

"Aini..."

Anita sedikit berteriak lebih keras, mungkin dengan begitu Aini bisa mendengarnya.

"Eh, iya, maaf kenapa, Ta?" Akhirnya Aini tersadar dari lamunannya, Anita tersenyum melihat Aini, begitu juga dengan yang lainnya, melihat tatapan para sahabatnya seperti itu, Aini malah merasa heran.

"Ko? Kalian kenapa?"

Pertanyaan Aini kini yang tak mendapat respon dari yang lainnya, mereka masih saja tersenyum menatap Aini.

"Loe jangan ngelamun aja, masih ada kita di sini, yang selalu ada buat loe, lupain semua masa lalu, karena sekarang kita masih bisa bareng di sini, dan juga kita punya sahabat baru."

Ucapan Anita benar, Vika yang duduk di sebelah Aini langsung memeluknya, namun tanpa sadar hawa dingin terasa di tengkuk Vika yang membuatnya merinding, lalu sesaat kemudian seperti ada sebuah tangan yang perlahan memegang pundaknya.

3. Waktu

"Dasar buaya, nyari kesempatan aja." Vika dengan keras memukul tangan itu hingga sang pemilik mengaduh kesakitan.

"Yaelah Vik, cuma megang doang juga, gak meluk ini, tapi kalau boleh meluk juga gak apa-apa."

Daniel mendengus dengan sedikit meringis sambil mengusap punggung tangan yang kesakitan akibat pukulan dari Vika tadi, sedangkan yang lainnya malah menertawakan tingkah mereka yang memang sedikit konyol.

"Ben, ACnya kecilin dong, dingin nih."

Vika adalah tipe orang yg lumayan galak walaupun pada dasarnya ia orang baik dan nyaman kalau dijadikan sahabat.

"........."

Setelah selesai dengan kegiatan mencari perlengkapan untuk berlibur ke Bali mereka di mall itu, mereka memutuskan untuk berpisah, Daniel dan Dimas tak langsung pulang, karena mereka ada acara lain dengan teman mereka yang lain, sedangkan Beni, Anita, Aini dan Vika langsung pulang menggunakan mobil Beni.

Vika yang rumahnya berada paling dekat di antarkan Beni terlebih dulu, hingga menyisakan Beni, Anita dan Aini saja dalam satu mobil.

Beni kini hanya duduk sendiri di depan karena Anita menemani Aini duduk di kursi belakangnya.

Di perjalanan menuju ke rumah Aini, semua hanya terdiam dengan pikiran masing-masing, Beni tak tau harus berbuat apa dalam kondisi seperti sekarang ini, bahkan hingga sampai di depan sebuah rumah bercat putih yang sederhana itu pun mereka masih saja saling terdiam. Aini dan Anita turun dari mobil Beni. Mereka berpisah dan baru akan bertemu kembali esok hari untuk menjalani aktifitas seperti biasa.

"Ta, makasih ya, loe emang sahabat terbaik gua." Aini memeluk Anita begitu erat, seolah-olah merek akan berpisah dalam waktu dekat.

"Iya Ni, gua sama Beni akan selalu ada buat loe, kalau butuh apa-apa loe jangan ragu bilang sama kita ya."

Setelah berpamitan, Anita kembali ke dalam mobil, namun kali ini duduk di depan menemani Beni.

"Ben, loe ngerasa ada yang aneh gak sama Aini?" Tak bisa menahan rasa penasarannya, Anita langsung bertanya hal itu pada Beni ketika mobil belum jauh melaju meninggalkan rumah Aini, karena dia merasa akhir-akhir ini Aini kembali murung, padahal sebelumnya secara perlahan namun pasti, Aini bisa pulih dari trauma "Pendakian Terakhir" mereka, yg membuat mereka hampir terbunuh oleh kejadian itu.

"Iya, gua juga ngerasa gitu Ta, tapi semoga aja dia gak kepikiran masalah itu lagi." Anita memikirkan hal yang sama dengan Beni, dia pun tak mau masa lalu itu selalu menghampiri mereka yang pada akhirnya mempersulit diri mereka sendiri untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Sementara itu, di seberang jalan, seseorang dengan berpakaian menggunakan sweater bertudung gelap, yang membuat wajahnya tersamarkan telah berdiri cukup lama sambil memandangi sebuah rumah sederhana bercat putih yang tak jauh dari tempatnya berdiri, menunggu salah satu penghuninya pulang dengan setia, namun justru ketika orang yang di tunggunya datang dengan di antarkan ke dua orang temannya menggunakan mobil, dia menghilang, bersembunyi di balik kegelapan, hanya putih dari bagian matanya sajalah yg dapat terlihat oleh remang lampu jalan, namun tatapan tajam itu tak sedikitpun berkedip memperhatikan orang yang sejak tadi di tunggunya seolah takut ketika dia mengedipkan mata sekejap saja dia akan kehilangan orang tersebut, dan setelah menurutnya dirasa cukup untuk saat ini, perlahan dengan mengendap dia meninggalkan tempat itu dengan sebuah senyum menyeringai, memperlihatkan ekspresi kepuasan akan hasil pengamatannya hari ini.

"..........."

Hari telah menjelang pagi, Aini tidur dengan sangat nyenyak hingga suara klakson mobil yang berhenti tepat di depan rumahnya memaksanya untuk membuka mata dan segera menuju ke jendela untuk melihat siapa yang sepagi ini sudah mengganggu tidur nyenyaknya. Setelah mengetahui siapa yang berada di depan rumahnya dan setelah melirik jam yang ternyata sudah menujukan pukul 07.13 pagi, dengan tergesa-gesa Aini pergi ke kamar mandi untuk bersiap pergi ke kampus, karena di depan Beni dan Anita sudah menunggunya, dan sepertinya sudah cukup lama mereka menunggu di sana.

"Maaf telat." Dengan tersenyum merasa bersalah Aini segera meminta maaf sebelum Anita sahabatnya itu menceramahinya.

"Loe kemana aja sih non, jam segini baru bangun? Semalem habis ketemu pangeran?" Tak seperti yang di bayangkan Aini, Anita tak marah sama sekali, bahkan menanggapinya dengan candaan. Aini tersenyum tak menjawab pertanyaan Anita, dan Anita pun tersenyum melihat sahabatnya sudah bisa sedikit tersenyum kembali, jauh di dalam hati dia berharap semoga Aini bisa cepat melupakan kejadian dulu, agar liburan mereka nanti bisa lebih menyenangkan.

Tiiinn...

Sebuah sepedah motor hampir saja menyerempet mobil Beni, pengendara motor itu seketika berhenti dan melihat ke arah Beni yang merasa geram dengan ulah pengendara itu.

"Anjixx tu orang, udah salah nantangin lagi." Beni turun dari mobilnya hendak menghampiri pengendara tersebut, namun ketika Beni hampir sampai, pengendara itu pun langsung tancap gas meninggalkan Beni yang kontan saja membuat Beni semakin murka, Anita turun dari mobil lalu menghampiri dan menenangkan Beni kekasihnya itu.

"Udah, gak usah di ladenin." Beni pun akhirnya mereda, walaupun jauh di lubuk hatinya, umpatan pada pengendara sepeda motor itu masih saja di lakukannya.

Namun jauh di depan sana, di balik helm hitam yang di pakainya, seseorang tersenyum puas telah membuat Beni marah, dia melajukan sepedah motornya dengan sangat cepat menembus padatnya lalu lintas di pagi hari itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!