Seorang gadis menyeret kopernya dengan malas masuk ke dalam apartemen, gadis berusia 24 tahun itu tak lain adalah Summer Rindu Mahawira yang baru saja tiba dari Indonesia. Kepulangannya kali ini ke tanah air untuk menghadiri pesta pernikahan kakak keduanya, Samuel Rumi Mahawira. Summer sendiri mempunyai 3 orang kakak yaitu, Sienna Ambarukma Mahawira berusia 30 tahun, Samuel Rumi Mahawira berusia 28 tahun, dan Sean Alexi Mahawira berusia 26 tahun.
Dari ketiga kakaknya, Summer hanya dekat dengan Samuel Rumi, hal itu terjadi karena ia tidak tinggal bersama dengan saudaranya di kediaman Mahawira. Summer sendiri sejak kecil telah diasuh oleh Puspita Mahawira yang tak lain adalah neneknya. Di saat semua orang tidak mempedulikan Summer, ada Samuel yang selalu datang mengunjungi dan bermain bersama.
Hubungan Summer dengan kedua orang tuanya pun tidak dekat seperti layaknya anak bungsu kebanyakan. Ada jarak yang sangat lebar antara Adyuta dan Rowena selaku orang tua kandungnya. Terkadan muncul pertanyaan di benaknya, kenapa ia berbeda dengan saudara-saudaranya yang lain, perlakuan bahkan kasih sayang Adyuta dan Rowena tidak pernah didapatnya hingga ia tumbuh dewasa.
Summer pernah menanyakan hal itu kepada Puspita "apakah ia benar anak kandung atau anak dari wanita lain dan bukan lahir dari rahim Rowena" namun dengan jelas Puspita saat itu menegaskan bahwa Summer adalah anak kandung dari Adyuta dan Rowena. Adyuta sendiri adalah anak semata wayang Puspita dan Albert Mahawira.
Albert Mahawira, kakeknya adalah seorang pengusaha yang sangat sukses, memiliki perkebunan teh terbesar di Indonesia. Bukan cuma perkebunan, namun termasuk juga dengan pabrik pengelolahannya. PT Mahawira Jaya tak hanya bergelut di bisnis teh namun mengembangkan usahanya ke bisnis perhotelan dan resort. Beberapa perkebunan teh di Lembang, Bogor dan kota dingin lainnya terdapat resort atau hotel berbintang milik keluarga Mahawira.
Sayang tak dapat di tolak, untung tak dapat diraih. Albert Mahawira menghembuskan napas di usia muda yakni 55 tahun. Saat itu Summer baru berusia 2 tahun, belum tahu apa-apa. Ia hanya mendengar cerita dari Puspita, neneknya.
Sepeninggal Albert, Adyuta papanya langsung mengambil alih Mahawira Jaya. Di saat itu pula, Summer di boyong oleh Puspita meninggalkan kediaman orang tuanya. Mereka kemudian tinggal di Lembang bersama di rumah besar dengan pemandangan puncak yang sangat indah.
Ketika Summer menginjak usia 17 tahun, ia harus pasrah menerima permintaan Adyuta untuk mengambil jurusan kedokteran ketika lulus sekolah nanti. Puspita saat itu menasehati anaknya, bahwa Summer mempunyai cita-cita yang berbeda dengan keinginan Adyuta. Namun pria paruh baya itu tidak mau mengerti, malah mengancam jika tidak mendengar keinginannya, Summer akan dinikahkan layaknya Sienna yang menikah di usia 19 tahun dengan anak relasi bisnis Adyuta.
Summer yang berotak encer akhirnya di terima di Universitas Negeri di Bandung, dengan jurusan sesuai keinginan papanya. Alih-alih tinggal bersama di kediaman Mahawira, Summer memilih mengontrak rumah di dekat kampus, tentu saja Puspita neneknya ikut tinggal bersama dengannya. Namun ketika Summer sedang menjalani program koas yang tinggal menghitung bulan akan berakhir, Puspita jatuh sakit. Summer pun harus merelakan kepergian grandmama begitu ia memanggil neneknya setelah 4 hari di rawat di Rumah Sakit tempatnya menjalani program koas.
Summer sempat terpukul dan jatuh, namun ada Samuel yang menemani adik bungsunya untuk bangkit dan menyelesaikan program dokternya. Ya, Summer seorang dokter umum. Namun jiwanya tidak berada di situ, dan Adyuta tidak puas dengan pencapaian dokter umum Summer. Papanya menginginkan Summer melanjutkan kuliah sebagai spesialis jantung. Ketakutan akan mati muda seperti halnya Albert yang meninggal karena serangan jantung, mendorong Adyuta menekan Summer untuk menjadi dokter ahli jantung.
Summer berontak, berbekal akan pesan terakhir Puspita untuk mengejar cita-citanya, ia meninggalkan Indonesia. Puspita sendiri mewariskan seluruh aset kekayaannya kepada Summer. Tanpa dukungan materil dari Adyuta beserta Mahawira Jaya pun, Summer bisa hidup berkecukupan di New York. Tempat tinggalnya selama setahun terakhir.
Summer memilih New York, karena ia melihat banyak artis Hollywood berkuliah di NYU - New York University, walau ia tidak punya niatan untuk menjadi artis melainkan menjadi pelukis. Ya, sejak kecil Summer sudah memiliki bakat itu, yang kata Puspita menurun dari ayah dari Albert, kakek buyutnya.
Sejak belia Summer telah mengikuti berbagai lomba melukis dan pastinya ia selalu mendapatkan juara. Ratusan piala berjejer di lemari khusus di pesan Puspita untuk cucu kesayangannya itu. Namun sayang, semuanya kandas ketika Summer harus mengikuti keinginan Adyuta.
...
Summer menatap nanar kondisi apartemen terbarunya, walau terlihat bersih namun ia belum sempat membuka kotak-kotak kardus berisi pakaian dan peralatan dari apartemen lamanya. Summer hanya memindahkan barang, kemudian terbang kembali ke Indonesia. Alasan kepindahan Summer karena ia merasa jauh dari kampus, kemudian ia tak tahan dengan tetangganya yang tiap hari bertengkar.
Pasangan suami istri dari Mexico itu terlalu drama jika sedang terlibat adu mulut. Bukan hanya cekcok beserta lemparan benda-benda namun sudah memasuki ranah kekerasan dalam rumah tangga. Terakhir ia ingin campur tangan dengan melerai ketika sang suami menyeret istrinya, namun apa yang didapatnya berupa hardikan membuat nyalinya ciut.
Memilih pindah ke tempat baru adalah jalan keluar yang aman bagi Summer yang belum tahu banyak tentang kota ini.
Setelah mengganti pakaian yang diambilnya dari koper, Summer mulai membuka kardus yang ia tandai sebagai peralatan dapur. Satu persatu dibukanya dengan perlahan. Suara lengkingan marah membuat Summer menghentikan pekerjaan berbenahnya.
Ia pun berjalan menuju tembok pembatas dengan apartemen sebelah. Sungguh makelar apartemen ini telah membohonginya, wanita berbadan bongsor Mrs. Shonne mengatakan jika tempat barunya kedap suara. Kebohongan besar ! Bahkan ia dengan jelas mendengar suara meninggi dan marah dari seorang wanita, sayup-sayup suara pria meredamkan amarah si wanita.
Sial ! Umpat Summer yang lalu berjalan mengambil kotak persegi beserta pemantiknya dari dalam tas. Summer menyalakan sebatang rokok lalu menyesap asap bernikotin itu dengan nikmat. Gadis itu kemudian membuka pintu yang mengarahkan ke balkon pribadi apartemennya. Sambil menekuk kedua lutut, ia memasang earpods dan memutar lagu favorit Puspita dengan kencang.
Summer awalnya bukan perokok, ia melakukan ini ketika mengingat grandmama-nya. Puspita adalah seorang perokok berat, ia mengesap sebatang bernikotin ketika mengingat Albert cinta sejatinya. Dan sekarang Summer meneruskan kebiasaan neneknya itu.
And sometimes when we touch
The honesty's too much
And I have to close my eyes
And hide
I want to hold you till I die
Till we both break down and cry
I want to hold you till the fear in me subsides
Summer mengikuti suara Dan Hill yang merdu, ia bersenandung sambil tersedu sedan mengingat raut wajah Puspita. Andai grandmamanya masih hidup, pasti Summer membawa serta ikut dengannya ke kota metropolis ini.
Mama, namaku Rindu... Sekarang aku pun rindu semua hal tentangmu...
Tawamu, pelukanmu, masakanmu..
Mama... Betapa kesepiannya Rindu di sini..
...
Summer baru saja hendak menutup pintu lift namun sepasang tangan menahan laju pintu, dengan cepat ia pun menekan tombol pintu terbuka.
"Thank you." Ucap pria yang menggunakan hoodie hitam dipadukan jeans hitam, sepatu converse merah. Jika melihat tampilannya Summer memastikan pria itu berstatus sama hal dengannya, seorang mahasiswa.
"Darling..." Suara gadis yang mengikuti si pria yang berhoodie hitam dari belakang. Mendengar suara itu Summer akhirnya tahu jika kedua orang yang se-lift dengannya tak lain adalah tetangga apartemennya yang melakonkan drama semalam.
Summer terdiam, namun sempat melirik kedua orang sedang berbincang tersebut. Dari logat bicara, Summer berkesimpulan jika si gadis berambut coklat asli Amerika bagian selatan, sementara si pria berasal dari Irlandia atau mungkin Skotlandia. Summer belum bisa membedakan logat kedua negara tersebut. Pria Britania Raya sangat jarang didapatnya di kota ini, atau mungkin ia yang kurang luas pergaulannya.
Sejak itu Summer acap kali bertemu dengan tetangga idolanya, kadang pria itu sedang sendiri namun kadang pula berdua dengan kekasihnya yang luar biasa seksi. Namun syukur tidak pernah adalagi pertengkaran yang mengusik ketenangan Summer dari pasangan tersebut.
Apartemen Summer mempunyai dua kamar, satu untuk tempat tidur dan satunya dipakai sebagai studio tempatnya melukis. Ruang tamu tergabung dengan dapur yang sangat lengkap menunjang hobby memasaknya, peralatan stainless merupakan salah satu syarat utama Summer mencari apartemen.
Sepulang kuliah, ia memilih berkutat dengan lukisan abstrak yang dimulainya sejak kemarin. Panggilan video membuat Summer menghentikan kegiatan kreatifnya.
"Hai cinta... " Sapa Nadine sahabatnya sejak sekolah
"Hai juga cinta, kau tampak cantik sekali sayang dengan jas putihmu." Canda Summer kepada wanita berambut pendek di layar ponsel. Sahabatnya itu adalah seorang dokter sama dengannya. Nadine kemudian memilih mengabdikan diri melayani masyarakat di pedalaman Papua.
Nadine tergelak tawa memamerkan wajah cerianya
"Harusnya kau tidak menggantung jas putihmu di lemari, cinta... Tapi yah, sekarang kau mengejar impianmu sayang. Oh yah, aku menelepon karena sangat rindu dengan Rindu !"
Keduanya tergelak tawa lagi...
"Kamu harus menggantinya dengan kata kangen, bukan pakai namaku Ine" ucap Summer memanggil nama panggilan sahabatnya itu
"Iya deh.. aku kangen... Maaf tidak sempat ke Bandung waktu Kak Rumi menikah. Pasienku banyak dan kasihan jika aku meninggalkan mereka lama"
"Tidak apa-apa cinta. Kau sedang mengabdi di sana, sungguh teladan bagi dokter-dokter pemalas seperti aku ini."
Nadine menggelengkan kepala tidak setuju.
"Rindu.. omong-omong gimana sudah punya pacar ? Gebetan ? Atau tetangga yang keren ?"
Summer mencebikkan bibirnya ke layar ponselnya, Nadine pun tertawa keras.
"Aku punya tetangga, mungkin di matamu ia keren. Tahu tidak, ia mirip Nicholas Saputra !!"
Nadine terpekik heboh, layar ponselnya bergerak tidak stabil
"Kamu berbohong !"
"Hei Nadine Antari ! Sejak kapan aku membohongimu, pria yang belum aku tahu namanya itu mirip Rangganya Cinta. Mungkin versi Britishnya dan pria itu tinggi. Nico berapa sih tingginya ? Secara kamu fans beratnya !" Ucap Summer dibarengi senyum menyeringai
"178 cm, menurut wiki"
"Oh... Tetanggaku lebih tinggi. hmmm pria itu sekitar 188 cm Ine"
Tawa riang dari Nadine membuat Summer ikut terhibur
"Tunggu aku di sana, kamu jangan pindah apartemen. Kau harus mengajaknya berkenalan, Rindu. Apakah ia single ?"
Nadine menaikturunkan kedua alisnya
"No ! Ia sudah punya pacar dan sangat cantik, luar biasa seksi !"
"Ahhh dasar kau, aku mending mengharap Mas Rangga saja, jelas-jelas masih single"
"Iye, lebih besar peluang antara Jakarta dengan pedalaman Papua, hahaha.. ketimbang pedalaman Papua dengan New York "
"Ah sial ! Coba dekat sudah kugigit pipimu itu Rindu"
"Sayangnya jauh" Summer dan Nadine pun terbahak tawa "Kau terima saja kakak tersayangku itu"
Nadine mendengus kasar memalingkan muka sesaat "Kak Seanmu yang paling jahat se- Mahawira ? Terima kasih banyak, toko sudah tutup. Andai Kak Samuel Rumi yang mengejarku, pastinya dengan lapang dada aku menerima. Sayang sainganku terlalu berat, pacar dari jaman sekolahnya yang sekarang jadi kakak iparmu"
Summer mengulum senyum, mendenguskan tawa
"Mungkin Sean akan sadar jika bersamamu, bertobat sepenuhnya. Tidak playboy, bad boy dan semua sifat yang kamu sayangi itu Ine" sindir Summer mengingat kelakuan kakaknya yang membuat ampun semua orang
"Dokter Summer Rindu, maaf-maaf ye. Eikeh tidak sudi menikah dengan kakak Seanmu"
"Jangan terlalu benci... Nanti jatuh cinta banget ma Sean" goda Summer
"Jika itu terjadi, pasti ada yang salah dengan isi kepalaku. Ingat itu anak muda !"
Summer tertawa lebih keras karena ucapan sahabatnya. Memang benar jika sejak mereka sekolah Sean gencar mengejar Nadine yang dengan jelas kakak ketiganya itu seorang playboy, mempunyai pacar di mana-mana, dan tentu saja sahabatnya itu menolak mentah-mentah.
Dan terakhir kemarin di pesta Samuel, Sean kembali mengutarakan niatnya untuk melamar Nadine.
...
Summer baru saja keluar dari toko alat lukis di dekat kampusnya dan tubuhnya terhalangi oleh seorang pria berbadan tinggi besar. Pria terakhir yang ingin ditemuinya di Kota New York.
"Hai Rindu.. seperti yang aku katakan dua minggu lalu, aku pasti bisa menemukanmu di kota ini."
Summer menaikkan pandangannya, pria sahabat kakaknya sedang memandangi dengan sorot mata tajam, pria yang mempunyai sifat yang mirip dengan Sean Alexi Mahawira, playboy, bad boy, dan dingin.
Ya, Jason Cyrus Udayana berdiri tepat di hadapannya.
###
tetangga idola, sengaja belum dimunculkan full face karena Summer belum tahu namanya 😊
Jason
Summer Rindu
"Kak Jason..." Ucap Summer gugup. Hanya sekilas ia menatap wajah pria yang memancarkan dominasinya dengan mudah. Sejak mengenal Jason sekitar 7 tahun lalu, Summer hanya bisa berdiri paling lama 10 menit di hadapan pria itu. Terakhir saat pernikahan Samuel Rumi, Jason menanyakan kabarnya kemudian mengatakan jika ia akan ke New York dalam waktu dekat. Hanya dua minggu berselang, pria berbadan tinggi besar membuktikan ucapannya
"Kamu tidak terlihat senang melihatku." Jason menatap lekat gadis yang dikejarnya selama bertahun, satu-satunya wanita yang tidak merayap ke kakinya. Jangankan berharap Summer melakukan itu, sekadar berbincang lama pun tidak pernah terjadi.
Summer mendesah pelan kemudian tertunduk menatap sepatunya mungkin juga sepatu Jason yang mengkilat hingga pantulan sekitar terekam pada alas kaki bermerk tersebut.
"Aku tidak menyangka akan bertemu Kak Jason di sini."
"Bukankah aku mengatakan akan menemukanmu di New York, bahkan kau tidak pernah menyebutkan tempat tinggalmu dengan jelas. Tapi aku tidak pernah melupakan jiwa seni yang mengalir di darahmu, Honey. Selama dalam radarku, aku pasti bisa menemukanmu. Di mana pun itu." Ucapan Jason membuat bulu di tangan Summer meremang, jantungnya seolah berhenti berdetak. Bagaimana mungkin pria di depannya ini mempunyai segudang wanita, jika apa yang dirasakan Summer justru membuatnya ingin lari dan bersembunyi.
"Lehermu akan sakit jika hanya melihat jalanan, Rindu. Tataplah wajahku." Perintah Jason.
Summer pun menaikkan kepalanya dan berusaha memecahkan rekor dalam memandang wajah Jason. Mungkin sebentar lagi, rekor tersebut tercatat di Museum Rekor Indonesia.
"Sudah makan ?" Tanya Jason dengan suara lebih lembut. Tanpa meminta persetujuan Summer, ia mengambil totebag yang berisi alat lukis dari tangan gadis berpakaian casual dan sangat sederhana. Jason telah mengencani berbagai macam wanita, namun ia tidak pernah mendapatkan gadis yang memiliki kekayaan keluarga hampir menyamai kekayaannya namun berpenampilan seperti Summer. Kebanyakan wanita akan berpenampilan menyolok mata hingga Jason bisa dengan mudahnya menjatuhkan pilihan sebagai teman tidur.
"Makan sianglah denganku. Kau masih seorang vegan ? Tapi seperti sudah tidak. Aku melihatmu menyantap daging saat di pesta Samuel. Jadi... Menu makan siang hari ini adalah pilihanku."
Punggung Summer seolah menegang akibat sentuhan pelan Jason.
Keduanya melangkah atau lebih tepatnya Summer mengikuti Jason. Dia pun merutuki diri dalam hati karena ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjauh dari pria itu.
Walau sangat tidak menyukai Jason, namun Summer tidak menyiakan makanan yang di pesannya sesaat tadi. Pria berwajah tegas memilih restoran berbintang 3 dari Michelin yang berada di pusat kota New York. Ibarat Oscar di dunia perfilman, Michelin adalah penghargaan tertinggi di dunia kuliner. Makanan yang hanya indah untuk di pandang dan sangat tidak mengenyangkan. Oh yah, harga 1 menu pembuka di restoran ini bisa membeli 20 hotdog di kedai dekat kampus Summer.
"Jika New York bisa membuatku makan siang denganmu, mungkin aku akan lebih lama tinggal di sini." Garpu di tangan Summer mendadak bergetar mendengar ucapan Jason. Matanya melotot sambil mengatupkan rahang.
"Tidak akan ada kedua kali. Bahkan jika Kak Jason tinggal selama setahun di kota ini." Ucap Summer datar
Jason tertawa, si pria dingin di depan Summer benar-benar menampakkan barisan giginya.
"Sebesar itukah kau membenciku? Ceritakan kenapa bisa aku sangat kau hindari, sementara aku sangat ingin dekat denganmu."
Kembali bulu di tangan Summer meremang.
"Tidak ada yang perlu diceritakan, ini aku apa adanya."
"Kau apa adanya.. yang tidak menyukaiku.. ." Jason memaksa tersenyum walau terlihat hambar dan kecewa akan sikap datar gadis yang tak lelah dikejarnya.
Summer memilih menghabiskan dessertnya, ia ingin cepat menghabiskan sesi makan siang terkutuknya lalu mengucapkan salam perpisahan 'semoga tak melihat wajah Jason, berpuluh tahun kemudian'
Sayang keinginan Summer tidak sesuai dengan realita yang terjadi. Sejam kemudian Jason terduduk manis di sofa ruang tengahnya. Ia lupa bagaimana caranya hingga mengiyakan atau mengijinkan tempat pribadinya didatangi oleh pria itu. Namun satu kejadian di lift yang tidak bisa ia lupakan begitu saja. Tetangga beserta si kekasih seksi se-lift dengannya menuju lantai 8 tempat tinggal mereka. Summer bisa melihat bagaimana kekasih tetangganya itu mencuri pandang kepada Jason, sementara pria yang jelas adalah pacarnya berada tepat dalam gamitan tangan.
Menilai dari postur tubuh, Jason dan pria yang di matanya mirip Nicholas Saputra mempunyai tinggi badan yang sama. Namun pria yang bersama Summer, mempunyai tubuh berisi dan kekar berbanding terbalik dengan tetangganya yang tidak melatih otot tubuhnya di Gym.
Semakin kesini Summer yakin jika tetangganya berusia di bawah umurnya. Ya mungkin Nicholas Saputra mempunyai seorang adik dari negara Britania Raya.
"Jadi kau hanya akan berdiri di situ sambil memegang nampan, Rindu?" Jason menatap Summer yang berjarak 2 meter dari sofa
"Duduklah dekatku." Sambung Jason menyesap kopi arabica yang sengaja Summer bawa dari Indonesia. Menurutnya hanya kopi nusantara cocok dengan lidah pribuminya, kopi di New York terkesan lebih lembut dan manis.
Summer mendudukkan tubuhnya di pinggir sofa, menyisakan jarak 1 dudukan dari tempat Jason.
"Katakan Rindu, kenapa kau tidak menyukaiku ? Selama ini aku terus berusaha dekat denganmu, tapi sekali pun kau tidak pernah menanggapi. Kurang apa aku di matamu ?
Tanpa berbalik ke arah Jason pun Summer tahu jika pria itu tengah memandangnya.
"Baiklah Kak Jason..." Ucap Summer masih menghargai sahabat kakaknya itu, sekaligus pria yang sangat sukses di dunia ekspor impor beserta berbagai bisnis lain termasuk pabrik nikotin yang diisapnya adalah satu usaha perusahaan yang dikelola oleh Jason Cyrus Udayana.
"Setelah ini aku ingin kakak tidak mendatangiku ataupun mendekatiku. Jujur aku tidak menyukai Kak Jason, itu karena kakak mempunyai sifat dan kelakuan yang sama dengan Sean. Walau aku tidak tinggal bersama dengan Sean, tapi setidaknya aku tahu perilakunya. Se-kota Bandung dan Jakarta sepertinya tahu double trouble yang dimaksud adalah Kak Jason dan Kak Sean.
Jason membalikkan badan dengan menaikkan paha kanannya separuh ke atas sofa.
"Cerita itu hanya kisah lama, Rindu. Kami sudah tidak seperti itu lagi. Sean dan aku bertahun-tahun ini telah fokus dengan bisnis. Kenapa kau masih hidup dengan berita tidak benar adanya." sanggah Jason
Bohong besar ! Aku pernah menangani pasien yang hampir mati kehabisan darah karena aborsi dan itu adalah hasil kebejatanmu. Kejadian tersebut baru berapa tahun yang lalu. Ya.. saat aku memulai program koas. Dengan jelas aku mendengar pembicaraan wanita-wanita yang mengunjungi si pasien. Menyebutkan namamu !
"Rindu.. kau melamunkan apa ?" Ucap Jason lembut namun tidak membuat hati Summer melemah.
"Mungkin lebih baik Kak Jason keluar dari apartemenku." Summer bangkit dari duduknya dan berdiri tegang menunggu reaksi Jason, pria playboy yang dulunya tidak semaskulin ini namun tidak culun juga.
Mata Jason menyapu kepada tubuh tinggi semampai milik Summer, gadis yang kemudian kikuk karena tahu dirinya dipandangi.
Pria berbadan tinggi besar itu pun berdiri bukannya berjalan menuju pintu namun malah mendekat ke arah Summer.
"Apa kau takut dengan kejadian 7 tahun lalu ? Membuatmu trauma.. itu juga yang menjadikan dirimu tidak pernah mempunyai seorang kekasih?" Ucap Jason dengan kedua tangan menarik tubuh Summer menempel pada tubuhnya. Gadis yang tadinya merasa kuat sekarang seolah tak berdaya dalam dominasi pria itu
Mata Summer mulai berkabut, dia menggigit bibir bawahnya serta pandangan menunduk menatap kancing baju, bukan! Otot dada Jason !
"Oh Tuhan... Rindu. Itu hanya sebuah ciuman." Entengnya berbicara si pria dominan
"Ya ! Bagimu hanya sebuah ciuman biasa. Tapi itu ciuman pertamaku ! Harusnya aku melakukan itu dengan pria yang aku cintai. Bukan dengan sahabat kakakku yang datang ke rumah, yang membawa serta kekasihnya." Ucap Summer lantang, dia tersinggung dengan ucapan Jason menganggap sepele kejadian 7 tahun lalu yang masih terekam jelas dalam ingatannya.
Saat itu Summer berusia 17 tahun, kejadian itu terjadi di kediaman orang tuanya. Hari itu Summer menghadiri ulang tahun ketiga cucu pertama Mahawira yang tak lain anak dari Sienna, Devon.
Summer yang sedang ingin mengambil minuman di dapur bertemu dengan Jason. Kejadian berikutnya pria berusia 22 tahun menciumnya dengan paksa, memagut bibirnya dan tak lupa memberikan tanda merah di lehernya. Sejak itu Summer tidak pernah berani lebih lama berada di dekat Jason.
Dan 7 tahun kemudian, ia melakukan kesalahan besar.
"Jadi itu ciuman pertamamu, Honey ?" Ucap Jason melembut, sebelah tangannya memegang pipi gadis yang menutup mata.
"Berarti ini ciuman keduamu, Rindu." Jason melabuhkan bibirnya ke bibir merah merekah, sekian lama berusaha akhirnya ia mendapatkan kesempatan ini.
"Aku membencimu..." Summer lirih dengan air mata membanjiri pipinya. Ia membenci dirinya yang tak bisa melawan perbuatan Jason. Tubuhnya seolah tak berdaya, sama halnya 7 tahun lalu.
"Sayangnya aku tidak... Aku sangat menyukaimu, Rindu. Semakin kau menjauh, semakin aku berusaha mendekatimu. Semakin kau mengatakan membenciku, semakin kuat pula keinginanku untuk memilikimu. Sebanyak apapun wanita dekat denganku, hanya kaulah satu-satunya yang ingin aku nikahi." Jason menyeka air mata Summer dengan pelan.
"Itu takkan terjadi.. tidak akan ada pernikahan. Kau adalah laki-laki terakhir yang ingin kutemani untuk hidup bersama !" Sergah Summer dengan tubuh bergetar, bergidik ngeri membayangkan duduk di pelaminan dengan pria yang tak disukainya.
Sambil mengulum senyuman Jason mendekap Summer dalam dadanya.
Tahukah kau, jika kau satu-satunya wanita yang membuat jantungku berdetak secepat ini, Rindu !
"Aku bilang semakin kau mengatakan itu mustahil, aku akan mewujudkannya lebih cepat dari perkiraanmu, Honey!"
Jason menaruh bibirnya pada puncak kepala Summer.
"Tolong.. pergilah Kak Jason ." Summer bergumam pelan dengan perasaannya campur aduk. Di antara ketidaksukaannya kepada pria yang mendekapnya, terselip rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang.
"Baiklah.. besok aku akan kembali lagi." Jason menurunkan badannya menatap lekat wajah gadis yang membuatnya tergila.
"Rindu.. kau mempunyai kecantikan dan kepribadian yang berbeda, sejak pertama bertemu denganmu 7 tahun lalu, itu pula yang membuatku tak bisa menahan diri untuk menciummu. Namun setelah itu kau malah menghindariku. Sekarang aku tidak akan berhenti hingga kau menjadi milikku." Jason mengelus pipi pualam Summer, gadis yang merunduk tak berani menaikkan tatapannya menentang wajah tegas dan dingin seorang Jason.
"Sampai ketemu besok Rindu." Pria itu kembali mengecup pipinya ringan kemudian melangkahkan kaki menjauh, berikutnya bunyi pintu tertutup menandakan pria itu telah pergi.
Sambil menjatuhkan air mata Summer melangkahkan kaki ke kamar tidur. Mengepak pakaiannya.
...
Bunyi barang di lempar dan teriakan dari apartemen sebelah kembali terdengar. Summer yang sedang menikmati makan malam harus mendamaikan jiwa dengan drama pasangan sebelah, tepatnya sang kekasih yang kembali melengkingkan suaranya.
Ini adalah salah satu alasan Summer tidak menginginkan sebuah hubungan serius. Pertengkaran yang tidak berguna.
Tak lama kemudian drama tetangga berhenti, ketika Summer hendak keluar meninggalkan apartemen dengan ransel berisi pakaian, ia akan mengungsi menghindari Jason.
Ting tong !
Ia baru saja berdiri di depan pintu dan bel apartemennya berbunyi.
"Maafkan aku mengganggumu malam-malam. Tapi apakah kamu mempunyai kotak P3K ?" Ucap pria tetangganya
"Tuhan !" Pekik Summer melihat kondisi tetangganya, darah berceceran dari lengannya, wajah memar dan pelipisnya pun seperti tergores benda keras "pacarmu juga terluka ?" Sambungnya menengok ke belakang.
"Gianna sudah pergi, ia tak terluka sedikit pun."
Hati Summer seolah tersayat mendengar bisikan pilu dari tetangganya. Ia pun membimbing pria itu menuju sofa dan lalu mengambil tas berisi peralatan medis miliknya.
Pria berwajah yang ternyata tidak mirip Nicholas Saputra itu pun menatap gerak-gerik Summer.
"Aku harus menjahit tanganmu, lukanya terlalu dalam." Ucap Summer setelah membersihkan luka pria itu
"Aku dokter yang berlisensi, jadi serahkan padaku." Sambungnya tenang yang membuat pria itu terlihat lebih santai.
"David Riley, kau bisa memanggilku Riley." Ucap pria berlogat Britania yang pasrah ketika tetangganya memberikan cairan pembersih luka di pelipisnya.
"Summer."
"Kau mempunyai nama yang indah Dokter Summer." Riley mencoba tak meringis ketika Summer menyentuh luka di pipinya.
"Kau sungguh mencintai wanita itu, Riley. Hingga kau mau menerima perlakuan sadis seperti ini. Maaf, aku berbicara dari sudut pandangku." Geram Summer tidak bisa menahan bibirnya mencetuskan isi kepala. Bagaimana tidak tangan Riley mendapatkan 5 jahitan, di tambah luka di wajah yang katanya di hantam dengan vas bunga.
"Ya... Aku sangat mencintainya...2 jam yang lalu.. tapi sekarang kami telah berpisah."
Summer menghela napas dengan kasar, kemudian membereskan peralatan medisnya.
"Ya... Kau mengambil langkah terbaik Riley." Ucap Summer berjalan menuju dapur, membuka sarung tangan karetnya lalu mencuci tangannya hingga bersih.
Riley tak melepaskan pandangan pada gerak gerik Summer. Sisi hatinya tersentuh akan kemurahan hati sosok asing yang selama ini hanya terdiam ketika mereka bertemu di dalam lift. Saat Gianna melukai tubuhnya, ada Summer menutupnya dengan lembut.
"Sebagai dokter, ini kali pertama aku mendapatkan kasus pria dilukai oleh wanita. Umumnya, yang terjadi adalah sebaliknya. Setahuku, cinta tak seperti ini Riley. Bukan melukai, namun saling menyayangi. Seamarah apapun tidak boleh menyakiti pasangan. Maaf jika aku mengoceh tapi aku tidak bisa menahannya. Ya, hubungan kalian tidak sehat. Selama 2 minggu kita bertetangga dua kali pula kalian bertengkar. Pikirkan dirimu, sampai kapan kau mau dilukai seperti ini." Cerocos Summer menceramahi Riley, pria yang baru dikenalnya 40 menit lalu.
"Ini yang terakhir kali." Sahut Riley menatap kagum wajah si dokter cantik.
"Janji ?"
###
David Riley
Jason Cyrus
alo kesayangan ♥️,
thank you sudah singgah di novel terbaruku..
namun jangan berharap aku terus update, karena author mempunyai banyak novel on going 🤭
love,
D 😘
Dear Kak Jason,
Maaf saya harus memberitahu lewat surat ini, bahwa saya menolak untuk bertemu lagi dengan Kak Jason.
Saya tidak berada di apartemen, saya jamin kakak tidak akan menemukan di mana sekarang saya tinggal.
Jadi, saya mohon kakak untuk kembali ke Indonesia daripada membuang waktu untuk hal yang tidak penting.
Summer
Jason membaca berulang kali surat yang dititipkan Summer melalui tetangganya, pria yang mempunyai bintik di wajah dan dari logat bicaranya Jason tahu jika tetangga Summer seorang berkewarganegaraan Scotland.
Surat Summer pula yang menemani Jason kembali ke Indonesia, ia paham jika menuruti ego untuk bertemu gadis itu lagi sepertinya suatu hal yang mustahil. New York kota yang besar, belum lagi jika Summer pergi ke kota lain.
Jason sampai menghapal perkata surat gadis itu, ia merasa tersinggung dengan Summer mengerdilkan dirinya sendiri dengan mengatakan ia tidak penting, ckckck.. gadis itu tidak tahu bagaimana posisinya di hati Jason sampai harus terbang ke New York di tengah jadwal pekerjaan yang sangat padat.
Pastinya Jason tidak pernah mengejar seorang wanita seperti ini, terbang melintasi benua dan hanya mendapat sebuah ciuman.
Jason meraih telepon genggamnya sesaat kakinya menapaki landasan pacu, ia kemudian melangkah lebar menuju mobil mewah yang telah menunggu kedatangannya.
Jason sesaat berdeham lalu menekan tombol memanggil
"Halo paman"
"Halo Jason, bagaimana? Sudah bertemu dengan Rindu ?" Suara Adyuta terdengar riang di ujung telepon
"Iya paman, kami sudah bertemu"
Adyuta terkekeh riang "jadi bagaimana ?"
"Ya.. kita teruskan kesepakatan paman, Merger PT Udayana dengan PT Mahawira." Jason tersenyum simpul.
"Sudah di Jakarta bukan? Kita lanjutkan pembicaraan ini sambil makan siang nak Jason. Oh ya, jangan panggil paman lagi.. mulai sekarang panggil papa, seperti Rindu memanggilku"
Jason terbahak tawa.
"Baik Pa, sejam lagi kita bertemu."
"Aku tunggu nak"
Jason menyeringai saat menutup panggilannya ke Adyuta Mahawira, ia lalu menatap layar ponselnya, foto Summer yang diambilnya secara diam-diam saat mereka makan bersama.
"Ini kau bilang dirimu tidak penting sayang ? Tidakkah kau tahu jika aku selalu memikirkanmu, dan aku telah merencanakan ini semua berapa tahun terakhir. Sebentar lagi Dokter Summer Rindu adalah milikku seorang." Jason mengecup layar datar ponselnya.
...
Summer menyusuri Houston Street atau orang menyebutnya dengan Soho. Pusat kota Manhattan, yang mana segala hal bisa ditemukan di daerah ini mulai dari restoran kelas atas, tempat berbelanja, hiburan malam hingga galeri seni.
Summer memutuskan mengunjungi galeri terbesar di pusat kota selepas jam kuliahnya, Soho Gallery selama seminggu ini memamerkan hasil karya pelukis idolanya, Carter Noble. Pelukis yang tenar awal tahun 90an, kemudian meninggal karena over dosis narkotika 5 tahun lalu. Lukisan Carter Noble tidak pernah untuk diperjualbelikan, ada seseorang yang telah memiliki semua hasil karya yang dipamerkan di galeri tadi.
Dengan melihat lukisan Noble Carter membuat mood Summer lebih baik dari sebelumnya. Tangannya pun gatal ingin cepat sampai di apartemen dan melukis sesuatu yang bertolak belakang dari lukisan yang dilihatnya tadi.
"Summer..." Seru pria memanggilnya ketika melewati Corner Restaurant.
Summer pun sontak berbalik dan melihat tetangganya yang seminggu lalu mendapatkan kekerasan dalam hubungan pacaran berdiri dengan senyuman merekahnya
"Riley, Wassup ?"
Pria yang dihampiri Summer tertawa kecil lalu memeluknya sebentar, sapaan khas orang luar.
"Aku sangat baik-baik saja, bisa dikatakan hebat. Yeah, aku merasa hebat dengan kondisiku sekarang. Terima kasih untukmu Dokter Summer, berkat dirimu aku melewatinya." Riley menyunggingkan senyuman manis dan tulus
"Aku ikut senang mendengarnya Riley."
Riley mengangguk lalu tersenyum lebar
"Kau dari mana Summer?" tanya Riley melihat penampilan tetangganya yang terkesan lebih formal dari biasanya, blus pink di padu celana bahan.
"Soho Gallery, aku habis melihat lukisan Noble Carter." Summer tidak bisa menutupi kebahagian yang terpancar jelas di wajahnya
"Oh ya, bagaimana dengan lukamu ? Maaf aku menyentuhmu." Summer meminta ijin terlebih dulu kemudian bertindak seorang dokter memeriksa bekas jahitan di tangan Riley yang sepenuhnya telah mengering. Di wajah pun tak ada memar kecuali bekas goresan yang sama, telah mengering.
Riley tertawa kecil dengan perilaku Summer "ini pertama kali dalam sejarah hidupku di periksa oleh dokter di pinggir jalan."
"Sama buatku, pertama kali memeriksa pasien di pinggir jalan. Ini karena sejak aku kembali ke apartemen dan tidak pernah bertemu denganmu Riley."
Ya, Summer menginap di hotel selama 4 hari dan selama 3 hari belakangan ini ia tidak pernah melihat Riley bersileweran seperti biasanya.
"Apa kau sibuk ?" tanya Riley
"Tidak juga, tapi sekarang aku ingin kembali ke apartemen selagi otakku sedang ingin melukis."
"Kakakku sedang di sini, ia ada di dalam dan kami sedang makan siang, andai kau bersedia bergabung"
Summer menggelengkan kepala dengan pelan
"Mungkin lain kali. Kakakmu sedang berkunjung di New York?"
Riley mengedikkan bahu lalu memandang ke kaca restoran yang tak tembus pandang dari luar
"Finlay, nama kakakku. Ia di sini, aku harus menemaninya jadi selama itu aku tidak kembali ke apartemen. Tapi besok ia akan kembali ke Skotlandia. Baiklah Dokter Summer, aku tidak akan menganggu jiwa kreatifitasmu, mungkin lain kali aku membalas kebaikanmu. Dinner atau lunch bersama." Ucap Riley tulus
Summer mengulum senyum sembari mengangguk "panggil Summer saja, seperti aku katakan malam itu."
"Baiklah Summer, kalau aku pulang ke apartemen kita akan dinner bersama, aku yang traktir." kembali Riley menegaskan janjinya
Summer tertawa kecil dengan wajah berseri "Tentu saja Riley... Sampai ketemu besok" gadis Asia itu pun memeluk sekilas Riley sebagai salam perpisahan
"Sampai ketemu besok" Riley melambaikan tangannya yang dibalas hal yang serupa oleh Summer.
Pria tinggi berusia 23 tahun itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran, kembali ke tempat duduknya semula.
"Jadi... Itu pacar barumu Iley ?" Ucap pria yang memiliki darah sama dengannya.
Riley tersenyum miring lalu mengambil gelasnya yang berisi wine termahal yang dimiliki restoran itu.
"Bukan, ia tetanggaku. Summer, Dokter Summer yang menjahit luka di tanganku."
Mata pria di depannya membulat lalu menyunggingkan senyuman yang sama dengan adiknya.
"Cantik dan seorang dokter. Aku suka dengan rambutnya yang hitam dan kulitnya.. yeah berwarna coklat susu."
"Tidak Finnie.. Summer bukan gadis yang seperti kamu pikirkan. Tolong, jangan masukkan Summer dalam daftar wanitamu. Ia gadis baik-baik."
Robert Finlay yang tak lain ada saudara kandung Riley terlihat mendengus kasar memandang adik satu-satunya.
"Jika aku tidak boleh berarti kau ada hati dengannya ? Mau menggantikan Gianna yang kasar itu dengan Summer? ****** gila yang membuatmu meninggalkan Mersia, sementara kami membutuhkanmu di sana." Finley mengusap dagunya seolah gatal padahal hanya pelampiasan kecewa mengingat mantan adiknya
"Sebentar lagi aku menyelesaikan kuliahku Finnie, pasti aku kembali ke Mersia. Gianna hanya masa lalu, dan aku menyesali telah membuang waktu demi wanita itu."
"Dan patah hati membuatmu bijak lil bro.." sindir Finlay menggerakkan sedikit bahunya, terkesan meremehkan adiknya.
"Aku tidak patah hati, malah justru merasa lebih tenang setelah melepaskan Gianna. Harusnya telah lama aku melakukan ini." elak Riley menatap lurus kepada kakaknya, pria berwajah mirip dengan kakek mereka.
"Yeah yeah... Aku mengerti sekarang Iley. Kamu tidak patah hati karena ada Summer yang menjadi batu loncatanmu berikutnya. Tapi menurutku, mana mungkin wanita secantik Summer mau denganmu, apalagi ia mengetahui jika kamu lemah. Wanita butuh perlindungan dari seorang pria, sementara kau tidak bisa memberikan itu dek. Kau terlalu memuja wanita, mencintainya secara berlebihan hingga saat ia menindasmu kau tak menyadarinya. Sungguh memalukan bagi keluarga kita yang sangat terhormat."
"Tolong berhentilah kak. Cukup kau yang tahu kelakuan Gianna, jangan sampai keluarga kita mengetahui sifatnya. Baik Gianna dan orang yang aku kenal, tidak boleh tahu tentang keluarga kita."
"Termasuk Summer ?"
Riley terdiam sejenak mengalihkan tatapannya ke jalanan.
"Mungkin." Jawab Riley singkat
Finlay memberikan kode ke waiters yang menunggu di sampingnya untuk kembali mengisi wine di gelasnya.
Sambil melihat gelasnya terisi, ia mengulang wajah Summer dalam benak. Ekspresi Summer yang penuh perhatian, tawa kecil, senyuman simpul, entah kenapa Finlay menyukai gadis yang sama sekali belum dikenalnya.
...
Summer kini mempunyai teman akrab yang tak lain Riley, tetangganya. Pria yang lebih banyak menghabiskan waktunya di apartemen saat keduanya tidak mempunyai kesibukan. Dari cerita Riley, Summer jadi tahu jika tetangganya itu berasal dari kota bagian bernama Angus, di Skotlandia. Namun keluarganya memilih tinggal di kota kecilnya yang bernama Montrose, jika di Indonesia kita mengatakan kota kabupaten. Riley berusia setahun dibawahnya sedang menyelesaikan program master di bidang hukum di New York University.
Riley pun telah membalas kebaikan Summer dengan membawanya ke restoran termahal yang berada di pusat kota Manhattan. Sangat royal menurutnya, namun Summer tidak bisa menolak kegigihan Riley untuk membalas budi.
"Jadi kita tinggal menunggu 20 menit dan masakan Indonesia pertamaku jadi?" Tanya Riley yang bolak-balik membuka penutup panci masakannya
Summer tertawa kecil yang sedang bersedekap "berhentilah membuka tutupnya Riley. Itu membuat proses matangnya lebih lama."
Riley memajukan bibirnya lalu melirik Summer "Aku tak sabar memamerkan di sosial mediaku."
"Kau sangat aktif di sosial media. Apa kau dan Gianna masih berteman ? Maksudku di sosial media ?"
Riley menaikkan kedua alisnya
"Jadi kau ingin memamerkannya kepada mantan pacarmu. Riley, apa kau masih berduka ? Aku pernah membaca jika pria lebih lama move on pasca putus cinta. Mereka akan mengatakan baik-baik saja, namun kenyataannya memendam rasa patah hati yang sangat."
"Kenapa kau bisa sangat tahu tentang percintaan Dokter Summer, jika kau sendiri tidak pernah jatuh cinta apalagi berpacaran." Ledek Riley menjulurkan lidahnya yang memicu kesal dari Summer, gadis itu pun lalu meraih sendok mengancam pria itu.
"Apakah wanita semua jahat, tahunya memukul."
Sontak Summer menaruh kembali sendoknya.
"Maafkan aku Riley. Mungkin kau sekarang mempunyai trauma terhadap wanita."
Riley memperpendek jarak di antara mereka hingga keduanya saling berhadapan.
"Kau salah Summer, aku sama sekali telah sembuh. Ya, jujur memang aku akui jika ingin memamerkan ke Gianna tentang proses move on-ku. Agar ia tahu bahwa semua telah berbeda sekarang, dan aku tidak trauma. Tapi untuk menjalin hubungan baru mungkin belum saatnya. Aku sedang menikmati mempunyai teman seperti kamu. Selama ini hidupku terfokus dengan Gianna, hingga aku sama sekali tidak mempunyai teman di kota ini. Teman-teman Gianna tak aku masukkan daftar orang dekatku, karena kami hanya bertemu di pesta dan restoran. Sekalipun mereka tak pernah ke apartemenku, begitu pun sebaliknya." Panjang Riley menuturkan kemudian menghela napas dalam.
"Selama kami berpacaran, tak sekali pun Gianna menyentuh dapur. Ia tidak bisa memasak, sama dengan aku."
Summer menepuk bahu Riley menyemangati "Kau sudah melakukan yang terbaik Riley, memperlakukan Gianna dengan membawanya makan di restoran. Ia pacarmu dulu bukan pembantumu apalagi tukang masakmu."
"Tapi memasak bersama ternyata romantis Doc."
"Apa kau sedang menggodaku Riley?"
Pria berambut ikal itu kembali ke depan kompor sambil tertawa kecil "Bisa dikatakan begitu." Sahutnya mencandai Summer. Bagi Riley kedekatannya dengan gadis ini adalah sesuatu yang spesial, ia sangat nyaman mempunyai seseorang yang bisa ditemani berbicara tanpa melibatkan hasrat.
"Apa yang kau lakukan ?" Summer melihat Riley mengambil foto semur daging buatan mereka
"Aku tidak sabar untuk memamerkannya." Riley langsung mengunggah foto yang diambilnya ke sosial media tak lupa menuliskan keterangan "belajar masak dengan Dokter Summer"
Summer terkekeh setelah membaca caption Riley "Gianna akan bertanya-tanya siapakah Dokter Summer, ah kau jahat Riley."
Riley mendengus kasar "Dia lebih jahat Summer... Kamu sudah melihat perbuatannya."
Bunyi telepon menghentikan Riley untuk melanjutkan ucapannya.
"Kakakku .." Riley seolah mengerti jika Summer ingin tahu siapa yang meneleponnya.
"Halo Finnie."
"Iley... Kau bersama dengan Summer ?" tanya Finlay tanpa basa basi
"Kenapa kau bisa tahu kak?" Balas Riley bertanya sambil melirik Summer di sampingnya
Suara tawa ringan dari Finlay terdengar di telinga Riley
"Aku melihat unggahan fotomu di sosial media lil bro. Semua berjalan baik ? Sekarang kau move on* dengan Summer-ku*?"
"Berhenti menyebut kepemilikan seseorang yang kau tak kenal Finnie. Kami hanya berteman, biar kamu paham."
"Kabar bagus untukku. Oh ya adekku tersayang, aku akan ke New York Jumat ini."
Summer yang penasaran akan pembicaraan Riley di telepon mendekatkan tubuhnya "Ada apa?" Tanyanya melihat tetangganya itu mendesis
"Kakakku akan ke New York besok lusa." jawab Riley
Sambil mengeryitkan alis Summer mencoba mengingat kakak Riley yang sepertinya baru sebulan yang lalu mengunjungi kota New York.
"Bukannya ia baru kesini, kalian bersaudara yang sangat akrab. Hampir tiap bulan mengunjungimu Riley."
Telepon yang belum terputus hingga Finlay dengan jelas mendengar percakapan Riley dan Summer
"Suaranya bagus.. merdu ! Iley, katakan pada Summer jika kedatanganku kali ini untuk bertemu dengannya. Kau tahu dek, aku sampai memimpikan tetanggamu itu."
###
Jason
Riley - kok aku ngerasa dia mirip dgn Nicholas Saputra, bagian mananya yah 😂
Finlay
alo kesayangan ♥️,
bad news, aku melukai tanganku tadi pagi.. maaf jika ada typo or something.. sekarang konsentrasiku sedang terpecah, jadi belum mengecek kembali penulisan dan tata bahasa chapter ini.. sorry 🙏🏻
love,
D 😘
6 Maret 2020
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!