NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikah Dengan Mantan

Perkenalan Tokoh

1. Farisa Irie Kwan (25 tahun), biasa dipanggil Risa, lulusan jurusan tata boga. Risa menyelesaikan kuliahnya tiga tahun yang lalu, saat ini dirinya bekerja di sebuah restoran di kotanya.

Risa anak dari Fero Kwan ( di panggil Fero) dan Iriana Dewi ( di panggil Dewi), ayahnya seorang dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD), sedangkan ibunya adalah seorang Fisioterapis.

Risa adalah anak kedua dari dua bersaudara, bisa dikatakan dirinya adalah si bungsu. Risa memiliki kakak laki-laki bernama Alvaro Kwan (30 tahun), Aro adalah seorang dokter spesialis kadaruratan medis (Sp.EM).

Walaupun seluruh keluarganya berprofesi di bidang kesehatan, tapi Risa memilih jalan lain yang berbeda dari ayah, ibu ataupun kakaknya. Risa memiliki cita-cita sebagai seorang juru masak (Chef) yang sukses, karena itu, dirinya menempuh pendidikan di jurusan tata boga. Beruntungnya, ayah dan ibunya tidak pernah memaksakan Risa untuk memilih jalan hidupnya dalam hal pendidikan.

Tapi, dalam hal lain, seperti suami masa depan Risa, orangtuanya akan memaksa Risa, karena itu menjadi takdir Risa yang menjadi korban perjodohan dari perjanjian orangtuanya dengan teman baik mereka.

•••

2. Arjuna Kaivan (27 Tahun), biasa dipanggil Juna, lulusan jurusan kedokteran tiga tahun yang lalu, diusianya yang masih dua puluh tujuh tahun, Juna telah berhasil mendapatkan sertifikat kompetensi kedokteran dan telah melewati program intership.

Saat ini, Juna sedang menjalani pendidikan profesi dokter pasca sarjana (spesialisasi), ia mengambil progam pendidikan dokter spesialis bedah toraks kardiovaskuler. Dirinya baru saja memasuki awal tahun pertama sebagai dokter residen atau dokter umum yang melanjutkan pendidikan sebagai dokter spesialis.

Juna menempuh progam dokter spesialis di rumah sakit universitas Medicalis. Pria itu menjadi dokter residen di rumah sakit  yang di pimpin oleh ayahnya.

Ayah Juna (Henry Kaivan) adalah seorang dokter spesialis jantung dan spesialis bedah, namun kini ia adalah pemimpin dari rumah sakit universitas Medicalis sejak lima tahun yang lalu, setelah pemimpin sebelumnya meninggal karena sakit jantung.

Sedangkan ibu Juna telah meninggal sejak dirinya masih bayi, ibunya meninggal saat melahirkan dirinya.

Kurangnya kasih sayang dari sang ibu dan tegasnya pendidikan dari ayahnya, tidak membuat Juna menjadi sosok pria yang dingin. Justru ia menjadi pria yang suka menebar pesona ketampanannya.

Juna adalah seorang playboy berkelas elite sejak masa sekolah dulu.

Bahkan Risa pun berhasil ia dapatkan, gadis itu berhasil ia jadikan salah satu koleksi mantan kekasihnya

Mereka berpacaran saat Risa memasuki tahun pertama sekolah menengah atas, sedangkan Juna saat itu adalah seniornya di tahun ketiga atau tahun terakhir sekolah menengah atas.

Juna dan Risa berpacaran hanya berlangsung selama empat bulan, Risa diputuskan oleh Juna karena pria itu bilang jika dirinya sudah bosan dengan gadis itu.

Berakhirnya kisah cinta masa mudanya yang buruk, membuat Risa sangat membenci Juna. Bagi Risa, Juna adalah pria yang seharusnya tidak ada di bumi ini. Bahkan jika di dunia ini hanya ada satu laki-laki dan itu adalah Juna, ia tidak akan pernah mau bersama pria itu, sekalipun Juna adalah pria cerdas, tampan dan kaya.

Ayah Juna dan Ayah Risa adalah teman satu angkatan, mereka berdua adalah teman dekat sejak sekolah menengah atas. Perjalanan panjang yang mereka lakukan bersama dalam menempuh impian sebagai seorang dokter membuat mereka semakin dekat satu sama lain, keduanya sudah seperti saudara kandung sendiri.

Karena itu, mereka membuat sebuah perjanjian, perjanjian yang sangat kuno dan jarang terjadi di dunia modern. Mereka berjanji untuk menikahkan anak mereka.

Awalnya, Aro yang akan menjadi korban perjanjian itu. Tapi, ternyata istri Henry melahirkan seorang anak laki-laki, dan lagi, istri Henry meninggal setelah melahirkan. Karena itu, Fero dan Dewi melakukan progam kehamilan lagi, lalu lahirlah Risa, seorang gadis yang akan menjadi korban perjodohan kedua orangtuanya.

Perjodohan, dimana Risa harus menikah dengan mantan pacar yang sangat dibencinya.

•••

Tokoh Utama Pendukung

★ Deonaldo (27 tahun, 10 bulan lebih tua dari Risa, 2 bulan lebih muda dari Juna), biasa di panggil Deon. Deon adalah teman baik Risa saat di universitas jurusan tata boga. Mereka berdua cukup dekat sampai pernah beredar gosip kalau keduanya berpacaran.

Dalam hatinya yang paling jujur, Deon menyukai Risa, hanya saja, Deon tidak ingin mengungkapkan perasaannya pada Risa, karena ia pikir kalau pertemanan akan bisa bertahan lebih lama dibandingkan dengan berpacaran. Maka dari itu, selama ini, Deon hanya bisa memendam perasaannya.

✍✍✍

©Visual karakter Farisa Irie adalah Wonyoung IZ*ZONE .

©Visual karakter Arjuna Kaivan adalah Kitsarkorn Kanoktorn (Tong) .

©Visual karakter Deonaldo adalah Yoo Yeon-Seok .

✍Cerita ini hanya fiktif belaka, untuk kedua visual karakter hanya sebagai pendamping cerita, bukan sesuatu yang benar terjadi di dunia nyata.✍

Married?!

Hal-hal yang sudah ditentukan oleh pencipta tidak akan pernah dapat diubah, karena itu adalah takdir — Terpaksa menikah dengan mantan.

•••

"Pertama masukkan irisan bawang putih dan bawang merah, tumis sampai tercium aroma dari bawang tersebut—"  Suara dari layar televisi itu menggema ke penjuru ruang keluarga, disana sebuah keluarga kecil terlihat duduk bersama menikmati tayangan televisi yang di putar oleh Risa.

Disela-sela keheningan itu, dua orang paruh baya yang merupakan ayah dan ibu dari dua kakak beradik terlihat saling bertatapan satu sama lain. Mereka seperti hendak mengatakan sesuatu tapi selalu urung karena kekhawatiran yang lebih dulu menyelimuti diri.

"Risa." Panggil sang ibu, pada akhirnya mereka harus mengatakan apa yang ingin mereka sampaikan pada putri mereka itu.

"Iya?" Ucap Risa tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar televisi.

Kakaknya, Aro yang seakan memahami situasi saat itu, ia lantas merebut remote televisi dari tangan Risa, lalu menekan tombol power untuk mematikan televisi yang menyala.

"Kakak! Kenapa dimatiin? Itu tadi bagian intinya." Keluh Risa, ia menatap kakaknya itu dengan raut wajah masam.

"Mama panggi kamu tuh, kamu jangan gak sopan gitu dong, kalau orangtua manggil tuh di jawab." Ujar kakaknya.

Lalu kemudian, terdengar hembusan nafas dari diri Risa, gadis itu masih di liputi oleh rasa kesal, karena harus melewatkan tayangan yang sudah lama ia nanti-nantikan.

"Kan tadi udah aku jawab."

"Risa." Kali ini ayahnya yang memanggil namanya.

"Iya? Ada apa?"

"Papa sama mama mau ngomong penting sama kamu." Kata sang ibu.

"Apa?" Tanya gadis itu, kemudian mengubah posisi duduknya, ia menghadap ke arah orangtuanya yang sedang menunggu kesiapannya untuk mendengarkan perkataan mereka.

"Begini, papa kan punya seorang teman baik." Ucap sang ayah.

"Iya, terus?" Tanya Risa.

"Kami— kami membuat sebuah perjanjian—"

"Perjanjian apa?" Tanya Risa yang menyela perkataan ayahnya.

"Papa dan teman papa itu dari dulu pengen punya ikatan kekeluargaan, jadi kami punya perjanjian kalau nanti kami sudah menikah, kami mau jodohin anak kami."

"Terus?" Tanya Risa, ia mulai mencemaskan satu hal ketika mendengar kata pernikahan keluar dari mulut ayahnya.

"Papa mau kamu menikah dengan anak temen papa." Jawab Fero, ayah Risa.

"Papa gak lucu deh, papa lagi bercanda kan?" Tanya Risa. Ia menatap ayahnya dengan tatapan menyelidik dan penuh harap, ia berharap jika ayahnya sedang melontarkan candaan padanya.

"Papa lagi serius Risa. Papa gak bercanda." Jawab ayahnya.

Risa memejamkan matanya sejenak, ia merasakan dunianya seakan runtuh seketika, gadis itu kemudian membuka matanya dan menatap kedua orang tuanya dengan raut muka yang tidak dapat di jelaskan.

"Kenapa gak kak Aro aja yang di jodohin? Kenapa harus aku?" Tanya Risa, dirinya mulai mencoba mencari alasan agar terhindar dari perjodohan yang menurutnya tidak masuk akal itu.

"Ck, kamu udah gak waras ya? Anaknya om Henry itu laki-laki. Kamu mau nyuruh  kakak nikah sama sesama jenis? Maaf ya, kakak masih normal." Jawab sang kakak.

"Ya kan bisa sama anaknya yang perempuan. Emangnya om Henry gak punya anak perempuan apa?"

Terlihat Fero — ayah Risa menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan dari putrinya itu.

"Istri om Henry meninggal waktu ngelahirin anak pertama mereka. Kalau aja anak pertama mereka itu perempuan, mungkin Aro yang akan kami jodohkan, bukan kamu. Tapi sayangnya, anak om Henry itu laki-laki. Tapi kamu tenang aja Risa, dia itu pria yang baik dan juga tampan, sangat sempurna untukmu." Ujar Dewi, ibu Risa.

"Risa nolak, Risa gak mau di jodohin, Risa gak mau di paksa nikah sama orang yang gak Risa kenal. Pokoknya gak akan pernah mau." Kata Risa, gadis itu kemudian bangkit dari duduknya, lalu berlari meninggalkan ruangan itu menuju ke dalam kamarnya.

"Risa!" Panggil ayahnya dengan suara lantang, tapi gadis itu sama sekali tidak menghiraukan panggilan yang terdengar seperti peringatan ditelinga nya.

Ayahnya pun akhirnya memilih berdiri dan berjalan cepat mengikuti putrinya, Fero berhasil menahan lengan Risa ketika anaknya itu hendak menaiki anak tangga pertama.

"Denger papa, kamu gak punya hak buat nolak, papa udah janji sama om Henry soal pernikahan ini, kamu jangan buat papa malu. Terserah kamu suka atau enggak, kamu tetep bakal nikah sama dia." Kata sang ayah sembari melepaskan tangannya yang memegang lengan Risa.

"Papa— sejak kapan papa jadi orang yang suka maksa? Dulu papa gak pernah gini, tapi kenapa sekarang papa sama mama maksa Risa buat nikah sama orang yang gak Risa kenal?" Tanya Risa dengan nada suara yang mulai bergetar, gadis itu menahan isak tangis yang sebentar lagi akan pecah.

"Karena selama ini kami terlalu manjain kamu dan udah nurutin semua kemauan kamu, sekarang gantian kamu turuti kemauan kami, tolong sekali ini aja, patuh sama papa, sama mama. Ini semua juga untuk kebaikan kamu Risa." Jawab Fero, masih mencoba memberi asupan kepercayaan pada putrinya itu.

Risa menggelengkan kepalanya, kakinya perlahan-lahan melangkah, menapaki satu-persatu anak tangga, tapi kemudian ia menghentikan langkahnya, Risa berbalik dan kembali menatap ayahnya yang masih berada di bawah tangga.

"Gak, Risa gak mau pa. Risa bahkan belum pernah ketemu sama dia, gimana Risa bisa nikah sama dia? Risa mohon pa, Risa mohon batalin pernikahan ini." Pinta Risa.

"Risa, papa udah bilang sama kamu tadi, papa itu udah janji sama om Henry, papa gak bisa batalin pernikahannya gitu aja. Papa minta maaf sama kamu, berapa kalipun kamu nolak, kamu bakalan tetep nikah sama dia. Jadi dari sekarang kamu harus siap. Satu lagi, besok malam mereka mau dateng ke rumah kita buat makan malam sekaligus untuk ngelamar kamu, bisa dibilang, besok malam kamu bakalan resmi bertunangan sama dia." Ujar ayah Risa.

Setelah mengatakan beberapa kalimat yang seperti kilat menyambar pohon, ayah Risa pergi berlalu dari hadapan putrinya itu, dengan berat hati, ia meninggal putrinya yang sedang terpukul berat oleh kata-katanya.

Aro, kakak Risa, ia berlari menghampiri adiknya. Menjadi penyangga bagi tubuh Risa yang terasa lemas, gadis itu terlihat lunglai, semua terjadi begitu tiba-tiba, kenapa ayahnya tidak memberitahukan hal ini beberapa hari sebelumnya atau bahkan lebih baik sejak dirinya masih kecil, dengan begitu, mungkin ia bisa lebih menerima kenyataan ini.

•••

Seorang pria paruh baya berdiri di depan pintu kamar putranya yang terbuka, dapat terlihat oleh pandangan matanya, putranya itu sedang fokus membaca buku medis.

Tok. Tok. Tok

Suara ketukan itu membuyarkan konsentrasi Juna yang sedang mempelajari beberapa bahan materi yang akan di praktekkan esok hari.

Juna menoleh ke arah ketukan pintu itu, tampak oleh penglihatannya, sang ayah yang mulai melangkah masuk ke dalam kamarnya.

"Apa kamu ada waktu buat ngobrol sama ayah?" Tanya Henry, sang ayah. Pria paruh baya itu meraih buku yang Juna pegang, kemudian ia duduk di samping putranya itu sembari membaca buku yang ia ambil dari Juna.

"Ayah mau ngomong apa sama aku?" Ucap Juna yang balik bertanya kepada sang ayah.

Juna paham dengan sifat ayahnya itu, sekalipun ia berkata sibuk, ayahnya tetap akan memaksa dirinya untuk meluangkan waktu.

"Hal kecil, tapi penting buat ayah." Jawab sang ayah tanpa mengalihkan pandangan dari buku yang dibacanya.

"Apa?"

"Ayah mau kamu nikah." Ucap Henry yang sontak langsung ditanggapi rasa terkejut dari Juna.

"Apa?! Nikah? Kenapa tiba-tiba ayah nyuruh Juna nikah? Lagian aku masih sibuk sama program spesialisku." Ujar Juna.

"Tapi setau ayah, kamu itu masih bisa ngeluangin waktu buat gonta-ganti pacar tiap bulan." Kata Henry sembari menutup buku yang dibacanya, lalu meletakkannya ke atas meja.

"Ayah, masalahnya tuh beda. Nikah sama pacaran itu bener-bener beda banget. Nikah itu satu hal yang serius, beda sama pacaran yang cuma— main-main." Ucap Juna.

Henry menatap Juna dengan senyum tipis, pria paruh baya itu menatap putranya sejenak.

"Makanya ayah suruh kamu nikah, biar kamu bisa serius sama yang namanya perempuan. Lagian, kamu mau sampai kapan main-main terus hah?"

"Ayah—"

"Kamu tenang aja, kamu gak perlu susah-susah cari pasangan. Ayah udah cariin calonnya buat kamu. Ayah mau kamu nikah sama anak temen baik ayah." Ujar Henry yang menyela perkataan Juna.

Mendengar perkataan ayahnya, Juna tersenyum masam, ia mengalihkan pandangannya ke sembarang tempat, sikapnya itu sudah mengutarakan sebuah penolakan atas perintah sang ayah.

"Besok malam kita dateng ke rumah temen ayah itu, ngelamar anaknya. Jadi besok, kamu itu udah resmi tunangan sama anaknya om Fero." Kata Henry.

"Ayah gak mengharapkan penolakan. Seperti biasa, kamu harus jadi anak yang penurut." Ujar Henry untuk yang terakhir kalinya, pria paruh baya itu kemudian berdiri dan berjalan keluar dari kamar putranya.

Juna menatap kepergian sang ayah dengan wajah datar, ia beranjak dari tempat duduknya, melangkahkan kakinya untuk menutup pintu kamar.

"Seperti biasa, kamu harus jadi anak yang penurut. Ck, hidupku kan selama ini emang udah ada di tangan ayah, selalu aja harus nurut." Gumam Juna yang mengulangi kembali ucapan ayahnya tadi.

💐 thanks for reading this novel. don't forget to favorite, like, comment and vote.💐

✍ Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada persamaan nama tokoh, karakter, tempat kejadian ataupun peristiwa yang terjadi.✍

Pertemuan

Kembali bertemu dengan seseorang yang dibenci, ada dua pilihan, yaitu saling menyerang atau meluruskan kesalahpahaman. — Terpaksa menikah dengan mantan.

***

Hari berlalu begitu cepat. Malam yang sangat dihindari oleh Risa telah datang beberapa jam yang lalu.

Risa menatap pantulan dirinya dari sebuah cermin besar yang ada di kamarnya, gadis itu menarik nafas dan mengehembuskannya berulangkali, membuang semua getaran yang membuncah di dalam hatinya.

Gaun yang ia pakai sangat indah, tapi menyimpan sejuta keburukan didalamnya. Warnanya yang gelap namun berani sangat bertolak belakang dengan perasaannya saat ini.

Risa diselimuti rasa takut dan juga emosi, ia takut setelah ini hidupnya tidak semulus seperti yang telah ia harapkan selama ini.

Menikah adalah hal yang sakral, setiap orang berharap itu hanya akan terjadi sekali dalam seumur hidup, begitupun dengan Risa, tapi pernikahan yang semacam ini, apakah akan baik-baik saja?

Keluhan demi keluhan tak bersuara yang terucap dari dalam hatinya menjadi wadah dari semua rasa yang saat ini menyelimuti diri gadis itu.

"Risa, kamu baik-baik aja kan?" Tanya Aro. Pria itu masuk ke dalam kamar adiknya, ia menutup pintu kamar itu, lalu berjalan mendekati Risa.

"Apa aku kelihatan seperti orang yang akan baik-baik aja setelah dipaksa nikah sama orangtua dan sama sekali gak bisa nolak?"

"Maafin kakak ya, kalau aja anak om Henry itu perempuan, seharusnya kakak yang ada di posisi kamu sekarang." Ucap Aro.

"Ini bukan salah kakak kok. Semua ini salah mereka yang udah buat perjanjian kuno kayak gini." Kata Risa.

"Tapi Risa, coba kamu ambil sisi positifnya, mungkin ini yang terbaik buat kamu." Ujar Aro.

Risa tersenyum masam menanggapi ucapan kakaknya itu.

"Sisi positif? Dari segi mana yang kelihatan positif? Kalau kakak ada di posisi aku, kakak bakal tau apa yang Risa rasain saat ini." Kata Risa.

Aro tampak menghela nafasnya, ia tidak mampu menjawab perkataan Risa yang skakmat baginya.

Kedua kakak beradik kandung itu kemudian diam dalam keheningan. Sampai akhirnya, suara pintu terbuka memecah keheningan yang terjadi di dalam kamar itu.

"Risa — eh Aro, kamu juga ada disini. Ayo kalian berdua cepet dateng ke ruang makan, mereka udah dateng." Ujar Dewi, ibu dari dua bersaudara itu. Setelah menyampaikan hal itu, Ia kemudian pergi dan kembali menutup pintu kamar.

"Ayo." Ajak Aro sembari mengulurkan tangannya.

Risa diam tak bergerak, ia menatap uluran tangan dari kakaknya itu cukup lama. Aro dengan sabar menunggu Risa menyambut uluran tangannya itu.

"Kak, bisa tolong bantu Risa kabur dari rumah gak? Risa beneran gak mau di paksa nikah." Tanya Risa, tatapannya beralih pada Aro.

"Maaf Risa, kakak—"

"Gak bisa? Ya udahlah, lupain aja." Ucap Risa, menyela jawaban dari kakaknya.

Gadis itu kemudian meraih uluran tangan dari sang kakak, Aro tersenyum melihatnya.

Mereka berjalan beriringan meninggalkan kamar Risa menuju ruang makan.

Saat memasuki area ruang makan, Risa terus menundukkan kepalanya, detak jantungnya berpacu cepat seperti sedang terpancing adrenalin.

"Ada kakak disini, jangan takut." Bisik kakaknya sembari menggenggam erat tangan sang adik, memberikan dukungan mental pada diri Risa.

"Risa?" Sebuah suara memecah kesenyapan yang terjadi, suara maskulin itu membuat Risa mendongakkan kepalanya, memastikan jika apa yang terlintas di pikirannya harus salah.

Tapi ternyata dugaannya benar, suara familiar yang sangat di bencinya, itu adalah suara Juna, mantan kekasihnya, pria pertama yang berani mencampakkan dirinya dengan alasan sudah bosan dengannya.

Risa membelalakkan matanya, menatap tajam ke arah orang yang paling di bencinya di muka bumi ini.

"Hiperseksual?! Ngapain kamu ada disini? Kamu kok bisa masuk ke rumahku?" Tanya Risa dengan perasaan yang sudah dipenuhi emosi.

"Hip—hiper—seksual?" Aro terdengar mengulangi salah satu kata yang Risa ucapkan, sebuah kata yang membuat semua orang di ruangan itu menatap Juna dan Risa secara bergantian.

Juna yang mendapat tatapan itu merasa canggung, ia menatap Risa tajam, pria itu bahkan terdengar mendesis kesal ke arahnya.

"Kamu ngomong apa sih sa? Semua orang bisa salah paham loh sama kata-kata kamu tadi." Ujar Juna dengan senyum yang dipaksakan.

"Salah paham? Kenapa harus salah paham? Itu kan memang fakta." Balas Risa.

"Tunggu dulu, apa maksudnya ini? Kalian— kalian sudah saling kenal?" Tanya Fero, ayah Risa.

"Iya om, kami—"

"Dia kakak kelas Risa waktu Risa SMA pa." Sela Risa, ia tidak ingin Juna mengatakan jika mereka pernah berpacaran sebelumnya.

"Serius? Kenapa kamu enggak cerita sama mama?" Tanya ibunya.

"Kenapa Risa harus cerita? Lagian mana Risa tau kalau mama kenal sama dia." Jawab Risa.

"Sebenarnya kami—"

"Aduh! Kenapa enggak ada yang makan sih? Ayo cepat di makan makanannya, nanti kalau udah dingin enggak enak loh. Ayo dong di makan." Ujar Risa, gadis itu kembali menyela perkataan dari Juna, membuat pria itu tersenyum menyeringai ke arahnya.

Risa berjalan cepat ke arah meja makan, ia mengambil posisi duduk disamping ibunya, yang artinya ia duduk berhadapan dengan Juna.

"Risa, makannya pelan-pelan, jaga sikap kamu didepan calon suami sama calon mertua kamu dong." Bisik ibunya ketika melihat putrinya itu menyantap makanan dengan terburu-buru.

"Dulu kami pernah pacaran." Ucap Juna dengan sekali tarikan nafas.

Ucapan dari Juna itu membuat Risa tersedak, gadis itu benar-benar dibuat terkejut dengan apa yang baru saja Juna katakan.

Risa sampai terbatuk-batuk, tenggorokan dan hidungnya terasa pedas dan perih. Gadis itu terlihat memukul-mukul dadanya pelan sembari mencari air minum yang ada di meja makan itu.

"Ini." Juna menyodorkan padanya segelas air mineral, tanpa pikir panjang, gadis itu langsung menerimanya dan meneguknya habis.

Risa menghembuskan nafas leganya ketika tenggorokannya terasa lebih baik dari sebelumnya.

"Apa itu benar Risa?" Tanya Dewi, ibu Risa. Wanita paruh baya itu bertanya tentang ucapan Juna tadi.

Risa menoleh, menatap ibunya,

"Itu— aku sama dia emang pernah deket, tapi cuma deket aja dan enggak pacaran, beneran kok, cuma deket aja, dia aja yang asal bicara gitu." Jawab Risa.

"Kalau gitu bagus dong ris, kamu sama dia udah saling kenal dan pernah deket, mungkin kalian emang berjodoh." Ujar Aro, pria itu duduk di samping kanan Risa.

"Eh tunggu dulu, jangan bilang— kalau dia, dia— apa dia orang yang mau dijodohin sama aku?" Tanya Risa, gadis itu menatap ayahnya dengan jari telunjuk yang mengarah pada Juna.

"Emang kamu pikir mau di nikahin sama siapa? Om Henry? Ya gak mungkin lah." Ujar ayah Risa dengan candaan yang di sambut tawa oleh paman Henry dan yang lainnya.

"Nikah sama om Henry juga kayaknya lebih baik daripada nikah sama dia." Ucap Risa, membuat semua orang yang ada di sana menghentikan tawa mereka.

"Jangan asal ngomong, kamu mau nikah sama om-om?" Bisik Aro pada adiknya itu.

"Kenapa? Emang salah ya? Lagian kalau aku nikah sama om Henry, berarti aku bakal jadi ibu tirinya, terus— " Kata Risa sembari membayangkan ketika dirinya menjadi ibu tiri yang jahat untuk Juna.

Tapi kemudian, khayalannya yang terasa menyenangkan hatinya itu terpecah ketika suara tepuk tangan disertai tawa dari paman Henry terdengar.

"Selera humornya sangat bagus." Ujar Henry, pria paruh baya itu tampak mengakhiri tawanya dengan menyeka sudut matanya yang terasa berair.

"Gimanapun juga, om senang kamu dan Juna ternyata udah saling kenal bahkan pernah saling dekat. Itu artinya, kalian cuma perlu lebih dekat lagi dan saling membuka hati masing-masing." Ujar paman Henry.

"Kalau begitu, ayo bersulang untuk peresmian pertunangan mereka." Kata Fero, ayah Risa.

Suara dentingan dari gelas-gelas yang diangkat dan saling bertabrakan pelan itu mengawali hari suram bagi Risa.

"Apa ini risa yang masak? Kamu gak sia-sia loh sekolah jurusan tata boga, ini beneran enak, cocok sama lidah om." Ucap paman Henry.

Risa hanya tersenyum dan mengangguk menanggapinya.

"Juna kayaknya juga suka sama masakan Risa." Kata ibu Risa.

"Eh, iya tante, ini soalnya masakan Risa emang enak." Ujar Juna sembari mengedipkan sebelah matanya ke-arah Risa yang tengah menatapnya.

Risa memalingkan wajahnya dari Juna, gadis itu terdengar mendengus kesal dengan tingkah mantan pacarnya itu.

•••

Selesai makan malam, kedua keluarga itu tampak duduk dan mengobrol bersama di ruang tamu, memulai pembicaraan serius tentang pernikahan kedua anak mereka.

"Gimana kalau dua minggu lagi?" Saran dari ayah Risa.

"Kecepetan pa, jangan dua minggu." Keluh Risa.

"Lebih cepat kan lebih baik, gak perlu di tunda terlalu lama." Ujar ibu Risa.

"Iya bener, dua minggu lagi juga gak masalah, lebih cepat juga lebih baik." Kata Henry, ayah Juna.

"Kalau gitu, udah deal ya, dua minggu lagi mereka menikah." Ucap ayah Risa, Fero.

Risa menghela nafasnya lesu, ia melirik ke arah Juna yang sejak tadi hanya memasang ekspresi datar, pria itu tampak tenang, sama sekali tidak berniat untuk mengeluh atau memprotes perjodohan mereka, membuat Risa merasa semakin kesal karenanya.

Dari semua laki-laki yang ada di dunia ini, kenapa aku harus nikah sama dia? Kenapa harus dia yang di jodohin sama aku?! Dia itu bahkan enggak bisa setia, dia juga enggak pernah ngehormatin perasaan wanita. Laki-laki sejenis dia itu seharusnya enggak usah lahir di dunia ini, nyebelin, ah suram sudah masa depanku punya suami kayak dia. — Keluh Risa dalam hatinya.

💐 thanks for reading this novel. don't forget to favorite, like, comment and vote.💐

✍ Cerita ini hanya fiktif belaka. Mohon maaf apabila ada persamaan nama tokoh, karakter, tempat kejadian ataupun peristiwa yang terjadi.✍

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!