NovelToon NovelToon

Pria Kedua

Aira Alundra

...Promo novel :...

Dia Aira. Aira Alundra. Gadis bermata cokelat dengan rambut lurus yang bukan berasal dari proses rebonding. Rambut itu asli sejak dia lahir. Tinggi badan Aira sekitar 158, dengan tubuh ramping. Namun dia bukan kurus.

Pipinya tidak tirus dan penuh dengan jejak diet ketat. Dia tidak perlu melakukan banyak program mengecilkan tubuh. Seberapa banyak dia makan (lebih banyak dari porsi seharusnya) dia tetap akan bertubuh seperti ini. Berat badannya hanya berkisar diantara 48-49 kg.

"Ai, di panggil Pak Yuta." Kepala Yeri muncul dari balik pintu berwarna abu-abu milik ruangan Aira yang terbuka.

Aira yang mengerjakan sesuatu mendongak. "Ngapain?" tanya Aira was-was. Karena jika manager itu memanggil, pasti ada saja tugas yang belibet.

"Entahlah. Paling juga di suruh nyari nota pembelian yang sudah satu tahun umurnya." Yeri mengatakan dengan santai. Beda dengan Aira yang bibirnya langsung berdecak saat mendengarnya. Kepala Yeri langsung hilang begitu melihat decakan kesal Aira. Tiba-tiba pintu terbuka lagi. "Ingat. Harus segera ke ruanganku sekarang juga. Pak Yuta sudah menunggu," ujar Yeri sambil menunjukkan telunjuknya memperingatkan.

"Iya ..." Aira menjawab malas. Lalu dia berdiri dari kursinya. Menutup semua laporan yang akan di kerjakannya dan bergegas ke ruangan manager.

Kakinya terasa sangat berat untuk menuju ke sana. Akhirnya sampailah dia di depan pintu Pak Yuta. Mengetuk pintu dan masuk saat terdengar suara pak Yuta mempersilahkan. Aira masuk dan menunduk memberi hormat.

"Aira, bisa carikan saya nota pembelian ini." Pak Yuta menyerahkan foto gambar Hand Pallet berwarna kuning. Aira mendekat untuk menerima foto itu. "Kalau tidak salah satu tahun yang lalu kita beli. Sekarang butuh lagi karena kebutuhan yang begitu mendesak."

Benar kata Yeri. Tugasnya ini lagi. "Baik, Pak." Aira mengangguk.

"Oh, ya Aira ... Selamat atas pernikahanmu ya ... Mungkin sangat telat karena sudah hampir satu bulan," ujar pak Yuta.

"Tidak apa-apa, Pak. Terima kasih," ujar Aira maklum. Senyuman manis ia hiaskan di bibirnya. Tidak mungkin dia protes hanya karena orang ini tidak muncul di malam pernikahannya. Dia manager. Sementara dirinya sendiri hanya staff junior. Lagi pula, amplop berisi uang sebagai kado pernikahan sudah sampai di tangannya lewat Yeri. Tentu dia hanya harus bersikap ramah, bukan?

"Saya permisi." Pak Yuta mengangguk. Manager satu ini memang tidak datang pada pernikahannya. Beliau sedang berada di luar kota untuk berlibur bersama keluarganya.

Aira kembali ke ruangannya untuk mengambil kunci. Lalu bergegas untuk masuk ke gudang kecil yang berisi dokumen milik keuangan. Membongkar lagi laporan yang sudah tertata rapi demi tugas mulia dari manager fashion tempatnya mencari sesuap nasi.

Sungguh terlalu manager satu ini, gerutu Aira saat mencari sendirian di gudang.

Aira adalah staff junior keuangan department store yang dimiliki oleh pemilik mall terbesar di kota ini.

Pintu di ketuk. Aira menoleh. Rupanya Yeri. Bibirnya tersungging senyum yang tak lain adalah cara mengejek Aira karena di beri tugas oleh pak Yuta.

"Jangan hanya tersenyum mengejek di sana. Kemari dan cepat bantu aku." Aira berkata dengan geram.

"Ih, tidak mau. Itu tugasmu. Tugasku hanya untuk melihatmu saja." Yeri yang merupakan staff HRD junior itu bersidekap sambil tersenyum geli melihat Aira menggerutu.

"Atasanmu itu ribet saja. Tinggal menyuruh beli tanpa harus membandingkan harga kan bisa." Aira gusar.

"Lihat di komputer keuangan kan bisa, Ai ... "

"Jangan bercanda. Kamu tahu sendiri bagaimana jika pak Yuta saat sudah menyuruh sesuatu." Yeri menipiskan bibir sambil mengangkat bahu. "Jangan berlagak tidak tahu. Dia atasanmu."

"Dia juga atasanmu kan..."

Aira mendengkus. "Kamu tahu. Dia barusan mengucapkan selamat atas pernikahanku barusan." Kali ini Aira tertawa pelan. Teringat lagi ucapan dari manager muda itu.

"Yah ... daripada tidak sama sekali, bukan? Apalagi baru setahun ke depan lagi, dia baru mengucapkan selamat untukmu."

Aira mendengkus lagi. Kali ini karena merasa lucu dengan kalimat Yeri barusan.

"Lagipula, kamu sudah dapat angpao pernikahan walaupun orang itu tidak muncul di pernikahanmu. Apalagi yang kamu tunggu?" Aira langsung terkekeh pelan.

Soal menikah? Ya. Aira sudah menikah di usianya yang muda. Dia menikah dengan Eros Pranata.

Eros pranata adalah kepala cabang sebuah perusahaan yang merupakan penghasil produk-produk rumah tangga dan pemeliharaan kesehatan diri. Di usia Eros yang sudah 26 tahun, dia belum menikah. Ini membuatnya bebas dekat dengan siapa saja, bahkan Aira. Tidak ada batasan umur saat berteman, bukan?

Aira mengenalnya, karena Pima bekerja disana sebagai staff bagian penjualan yang meliputi barang keluar dari gudang dan di terima oleh sales untuk di distibusikan ke berbagai daerah. Mereka dekat karena sering bertemu saat Aira muncul di kantor perusahaan Pima untuk bertransaksi penukaran uang logam.

Karena Aira juga bertanggung jawab soal penukaran uang kecil yang digunakan sebagai uang kembalian para kasir di departement store, dia juga melakukan kerja sama dengan beberapa bank.

Hanya mengandalkan penukaran pada bank kadang tidak mencukupi. Tim keuangannya perlu tambahan uang kecil, terutama logam pecahan lima ratus rupiah. Pima berbaik hati membantu Aira melakukan penawaran kerjasama. Aira menerima semua uang logam yang diterima kantor Pima di tukar dengan uang tunai dengan nilai tukar 50.000 dan 100.000.

Aira tidak pernah mencoba ingin tahu soal dunia lain_ kehidupan seorang Eros Pranata selain menjadi suaminya dan teman-teman yang dulu di kenalnya. Teman Eros adalah temannya juga. Sebelum mengenal Eros, Aira sudah mengenal hampir mereka semua. Aira mengenal mereka semua. Karena mereka juga adalah teman Pima.

Semua sangat akrab dengan Aira. Dimana ada mereka, di situ ada Aira. Hubungan pertemanan antara lelaki dan perempuan sungguh mustahil jika tidak ada cinta sekalipun di tengah-tengah mereka.

Ya ... Mereka mengenal Aira juga karena rasa tertarik. Ada rasa ingin mengenal dan dekat saat berkenalan dengan gadis berumur 19 tahun itu. Gadis yang tenang dan kadang juga dingin itu akan berubah ramah dan lucu saat di ajak bicara. Intinya, dia kurang bisa memulai percakapan jika bukan orang lain yang memulainya. Gadis ini jarang memulai obrolan terlebih dahulu.

Gadis ini tidak pernah mengindahkan sebuah perhatian. Bagi Aira, perhatian mereka hanyalah sekilas info yang perlu di lihat tanpa perlu di pahami. Dia hanya memberikan cinta pada Eros Pranata. Pria yang mapan. Itu yang terlihat oleh mata Aira. Itu tidak salah.

Perkenalan dan pertemuan yang intens membuat Aira dan Eros semakin dekat. Itu membuahkan hasil, mereka akhirnya pacaran dan menikah. Eros memantapkan diri melamar Aira. Tentu hal ini di sambut dengan suka cita oleh gadis itu. Karena dirinya juga menginginkannya.

Sampul yang terbuka

Sah!

Menurut Aira, sah di dalam pernikahan akan menjadi ikatan tulus yang absolut antara dua orang dengan dua pemahaman dan segalanya yang berbeda. Sah adalah mutlak bagi pasangan untuk tetap setia sampai akhir hayat hidup. Nyatanya, cerita ini berkata lain. Sah itu di anggap hanya sebagai simbol. Sampul. Eros tidak benar-benar mengerti arti kata sah.

Sepulang kerja sekitar jam 5. Motor matic yang di kendarai Aira melaju menuju kantor tempat Eros bekerja. Dia ingin menemui suaminya, juga saya hello pada Pima. Dengan wajah dan hati senang karena akan bertemu sang suami, Aira berkelok menghindari pengendara lain dengan cepat dan akhirnya tiba di perusahaan Eros.

Gerbang perusahaan masih terbuka karena memang belum waktunya pulang. Aira datang lebih awal karena jam kerjanya memang lebih awal di banding Eros. Security di posnya keluar saat melihat Aira.

"Halo Mbak. Mencari pak Eros yah?" tanya security yang masih muda itu. Rupanya dia mengenal Aira.

Aira yang sudah turun dari atas motor tersenyum. "Iya."

"Masuk saja, Mbak. Duduk di dalam. Mungkin sebentar lagi pak Eros pulang," ujarnya ramah. Aira mengangguk dan mendekat ke motor maticnya. Bermaksud mendorong motornya. "Naik aja Mbak Enggak apa-apa." Aira mengangguk. Menyalakan motor dan menyalakan mesin.

Sesampai disana, Aira duduk. Tepukan pada bahunya membuatnya menoleh.

"Hei, sudah muncul di sini saja." Pima menyapa.

"Hei." Aira langsung berdiri dan tersenyum. "Iya. Mau pulang bareng Eros."

"Bukannya dia sudah pulang lebih awal tadi..."

"Oh, ya? Kok aku enggak tahu ya."

"Jadi istri gimana, sih. Pak Eros pulang karena ada acara penting bersama teman sekolahnya. Kok kamunya enggak tahu?" Pima meringis melihat temannya masih belum paham. Aira jelas tidak mengerti. Wajahnya masih tampak kebingungan.

"Jadi Eros sudah pulang?" tanya Aira menegaskan.

"Ya. Beberapa waktu lalu. Mungkin enggak lama." Pima melihat arloji di tangannya.

Sedikit pengetahuan membuat kita tidak terlalu banyak berpikir. Aira tidak ingin tahu banyak soal Eros lebih dalam lagi. Bukan tidak peduli. Lebih banyak tahu kadang menjadi bumerang bagi diri kita sendiri. Namun ketidaktahuan juga menyesatkan.

Seperti pertama kali Aira menemukan sosok lain dari seorang Eros Pranata yang dikenalnya sebagai suami yang perhatian.

Netra Aira menyaksikan sendiri bukti kebenaran tentang apa yang dirasakannya. Awalnya dia ragu itu adalah suaminya.

Eros memandang Nara kemudian mengecup kening perempuan yang terlihat ingin bermanja di dada lelaki itu. Disana. Di sebuah taman sebuah jalan yang agak jauh dari kantor Eros. Di sudut yang tidak terlalu terang. Tangan Eros memegang jari-jari Nara. Mungkin itu dianggap hanya sebuah sikap singkat yang berarti lain. Namun ... apapun arti pegangan tangan dan kecupan itu, bukankah tidak tepat bagi Eros yang sudah memiliki istri?

Aira yang sengaja datang ke kantor Eros untuk mengajaknya pulang sambil menemui Pima terkejut. Aira tidak berteriak. Aira tidak marah. Tubuhnya diam sejenak. Aira terpaku sekilas melihat kejadian barusan. Dia membeku. Setelah sadar, dia mendatangi mereka yang terlihat sudah akan pergi.

Tidak. Kalian harus berada disana saat aku mendekat.

"Hai istriku," sapa Eros melangkah maju mendekatkan diri terlebih dahulu. Aira menganggap ini adalah sebagai tindakan lelaki ini melindungi perempuan dengan tubuh penuh berisi itu. Eros melindunginya!  "Kamu menemuiku?" tanya Eros sambil langsung memeluk tubuh istrinya. Ini menyamarkan pertemuannya dengan perempuan itu. Juga memberi peluang kepada perempuan itu untuk segera pergi.

"Siapa dia?" tanya Aira.

"Siapa, Ai?" tanya Eros seperti tidak paham maksud istrinya.

"Perempuan yang sedang bersamamu tadi?" kejar Aira. Dia tidak ingin Eros mengelak.

"Aku tidak sedang bersama ... Oh, teman kuliahku dulu? Itu Nara." Aira menatap Eros tidak percaya. Di luar dugaan, Eros tidak menyembunyikan nama dan kebenaran bahwa dia sedang bersama seorang wanita. "Maaf, aku tidak memberitahumu soal aku yang ada acara dengan teman kuliah." Eros mengaku.

Tangan Eros menyentuh bahu istrinya.

"Aku melihatmu menciumnya." Aira langsung mengatakannya. Dia mau keraguannya tuntas.

"Mencium? Tidak Aira. Pasti kamu salah lihat."

"Aku melihatmu dari kejauhan, Eros." Aira tetap bersikukuh bahwa dia tidak keliru.

Eros tersenyum. "Kamu pasti kelelahan sehabis bekerja. Ayolah kita pulang. Aku akan memijit tubuhmu hingga besok bugar lagi. Kamu bawa motor? Titip di kantorku saja. Besok aku akan menyuruh seseorang mengantar motor ke kantormu." Eros segera mendorong tubuh istrinya perlahan.

Kejadian itu adalah yang pertama bagi Aira tahu, bahwa Eros bukanlah suami yang setia. Kejadian selanjutnya adalah saat Aira menemukan jejak-jejak percintaan mereka dalam ponsel milik suaminya. Sudah bisa di pastikan bahwa Eros berselingkuh. Lelaki ini benar benar sudah bertindak di luar wilayah sebagai seorang suami dari Aira Alundra.

Dia berselingkuh dengan junior saat masa kuliahnya dulu, Nara. Nara adalah seorang perempuan matang yang mengerti dengan benar cara perempuan bersikap dan bertingkah. Keanggunan dan ramah tamah seorang perempuan ada padanya. Namun keanggunan itu berubah jadi racun bagi kehidupan rumah tangga Eros dan Aira. Perempuan cantik itu masuk sebagai duri.

Namun wanita ini tidak segera mengungkap semuanya. Dia masih membutuhkan waktu yang tepat menanyakan perihal perbuatan suaminya. Aira istri yang tenang dalam menanggapi perselingkuhan suaminya.

Hari ini saat Aira off kerja, dimana itu merupakan rutinitas dari jadwal di pekerjaannya. Suaminya datang dari kantor. Eros nampak sangat bahagia saat dia sudah pulang dari kantor.

"Aku membawa brownies kesukaanmu." Tangannya membawa sekotak kue bronis dengan rasa dark chocolate. Rasa manis dengan sedikit kecapan rasa pahit di lidah. Aira menyukai itu. Semakin pahit rasa cokelatnya, berarti mereka memakai coklat dengan kualitas baik.

Setelah menunjukkan satu kotak brownies itu, Eros meletakkan di atas meja. Memeluk tubuh istrinya dan mengecup keningnya. Mata Aira menyipit. Bukan gelenyar menyenangkan, tetapi rasa muak yang menggelegak di seluruh tubuhnya. Kecupan ini mengingatkan dirinya saat menemukan Eros mengecup pelipis Nara.

"Kenapa tidak memelukku balik? Kamu sedang masa menstruasi? Jadi moodmu tidak baik?" tanya Eros masih dengan memeluk tubuh kecil itu.

"Bukan."

"Ada apa? Apakah ada kata-kata dari keluargaku yang menyakitimu?" Mereka memang masih tinggal satu rumah dengan mertua.

"Bukan mereka."

"Siapa?"

"Kamu." Mendengar ini tangan Eros langsung turun dari kedua lengan Aira dan menjauhkan tubuhnya.

"Apa yang kamu bicarakan, Aira? Kamu bilang aku yang sudah menyakitimu? Benar?" tanya Eros dengan mata mengecil dan memiringkan kepala menelusuri ke arah wajah istrinya yang menatapnya datar.

"Ya. Kamu yang sudah menyakitiku," jawab Aira dengan raut wajah menjadi sedingin es. Eros masih menyipitkan mata untuk berpikir.

"Apakah ini masih soal Nara?" Aira hanya mendengkus mendengar pertanyaan suaminya. Tangannya melepaskan tangan Eros pada dua lengannya. Lalu berjalan menuju kotak brownies yang ada di atas meja nakas.

Aira pernah bertanya. Sekali. Jawaban Eros adalah ... Nara hanya teman biasa. Aira tidak berusaha mencerca dan mengejar jawaban yang bisa mengungkap semua. Aira tidak meneruskan pertanyaannya.

Eros memutar tubuhnya untuk mengikuti langkah Aira. "Apa kamu masih mencurigaiku?" tanya Eros dengan wajah penuh perhatian. Aira tidak terpengaruh.

"Tidak. Aku tidak mencurigaimu." Tangan Aira menyentuh kotak berwarna dominan coklat itu. Membuka dan diam. Tubuhnya masih membelakangi Eros.

"Lalu ini soal apa? Kamu terlihat sangat marah padaku."

Aira membalikkan tubuhnya dan menghadap Eros, "Ya. Aku sangat marah padamu. Aku tidak mencurigaimu berselingkuh dengan Nara, tapi aku menuduhmu." Mata Aira memancarkan sorot benci yang kentara.

"Menuduh? Apa yang kamu katakan Aira? Sudah aku katakan bahwa aku tidak ada hubungannya apa-apa dengan Nara, kecuali ..."

"Diamlah," potong Aira. Aku sudah menemukan bukti hubunganmu. Berhenti saja memberi alasan. Percuma." Mendengar Aira berkata seperti ini, Eros terkesiap tanpa sadar. Matanya melihat ke arah sebuah sudut, dimana dia telah lalai meletakkan sesuatu di sana. Aira melihat itu.

Tiba-tiba tubuh Eros berkeringat. Dalam hawa yang dingin ini, dia berkeringat tanpa sebab. Namun Aira tahu penyebabnya. Dia tidak terkejut dengan perubahan mimik suaminya barusan. Eros pasti sudah berpikir soal kartu sd yang ia letakkan sembarangan. Ia lupa. Ia lalai. Itu menandakan ini waktunya semua terbongkar. Mereka sudah pada puncaknya untuk terjatuh bersama-sama.

Pada saat itu dering ponsel Eros menghancurkan keheningan yang membentang. Ada sebuah nama yang membuat mata Eros melebar. Bukan sebuah nama yang patut di curigai sebenarnya. Namun Aira tahu pasti, itu nomor ponsel Nara. Eros diam tidak beranjak menuju ponselnya yang berada tepat di sebelah kotak brownies.

Yang di takutkan Eros menjadi nyata, dengan tenang Aira mengambil ponsel itu dan mendekatkan ke dekat telinganya.

Kesalahan

"Eros ...," sebut suara manja di sana. Mungkin setelah tahu panggilannya di terima, tanpa berpikir lain suara itu menganggap bahwa Eroslah yang sedang menerima panggilan. "Kamu sudah pulang, sayang? Aku merindukanmu." Suara penuh dengan kata cinta terucap disana.

Aira tidak hanya mendengar kalimat itu sendirian. Setelah suara perempuan itu menyebut nama Eros dengan nada penuh sensual, Aira menekan tombol loud speaker. Kalimat itu bisa di dengar oleh mereka berdua.

Wajah Eros menegang, begitu juga tubuhnya. Sebuah tamparan mengenai wajahnya dengan telak. Tanpa memakai telapak tangannya, Aira sudah bisa memukul Eros dengan keras.

"Eros, kenapa kamu diam saja?" tanya suara itu mulai sadar bahwa sejak tadi tidak ada suara Eros dalam sambungan telepon ini. "Eros? Kamu marah karena aku tidak mau di sentuh olehmu malam itu?" Pertanyaan yang mengandung banyak unsur sensualitas. Panas. Telinga Aira panas. Wajanya memerah seperti berada sangat dekat dengan api. Matanya juga panas. Aira ingin menangis.

Eros menelan salivanya sendiri. Suara manja yang biasanya indah dan membuai dalam kehangatan, sekarang seperti sedang menyudutkannya. Menciptakan rasa menyeramkan yang begitu mencekam. Ingin rasanya Eros segera menutup ponselnya untuk menghentikan obrolan ini.

"Eros ...," sebut perempuan itu penuh perhatian dan sayang. Ya, suara ini tidak akan bisa mengucapkan kalimat manja dan sayang kepada Eros kalau mereka tidak dekat dan sering bertemu. Aira menggertakkan gigi-giginya sambil mengatupkan rahang. Perempuan yang masih muda ini ingin mencabik, memotong, dan mengulitinya. Tangan satunya yang tidak beraktifitas apa-apa mengepal kuat.

"Maaf, Eros tidak bisa berbicara denganmu kali ini." Aira memberikan jawaban atas rasa heran dan gelisah yang tersirat dalam suara perempuan itu. Perempuan disana tercekat mendengar sebuah suara perempuan lain menjawab pertanyaannya. Eros juga menahan napas sejenak karena terkejut. Jantungnya berdetak kencang. Dadanya berdebar tidak karuan. Eros pucat pasi.

"K-kamu ...." Bicara perempuan itu mulai terbata. Dia mungkin tidak menduga akan di sahuti oleh suara perempuan.

"Hai, Nara. Ya. Aku bukan Eros. Aku Aira istrinya." Jawaban tenang yang bisa di ucapkan Aira membuat perempuan itu justru gelisah. Eros melihat Aira dengan wajah pucat pasi. Lelaki yang menurut hukum adalah suaminya itu menjadi bungkam.

Ketakutan langsung menyerbu wajah tampannya. Eros tidak bisa membantah atau menyela. Dia tertangkap basah. Kalau bisa, Aira ingin menangis sekarang. Meluapkan marah dan sakit hatinya. Sekarang, di depan Eros suaminya.

Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya. Memaki dan menghujat dia. Lelaki yang mengesahkan hubungannya tapi juga membuatnya jengah dengan perbuatannya. Namun entah di karenakan apa, Aira tidak bisa menitikkan airmata. Terlalu sakit hingga hanya bisa bersikap dingin dan menusuk.

"Ada yang ingin kamu katakan, Eros?" tanya Aira seraya menyodorkan ponsel itu ke arah Eros. Ponsel masih tersambung. Ini seperti jalan untuk menyuruhnya bunuh diri. Aira seolah memberikan pisau tajam agar Eros menggorok lehernya sendiri. Manik mata Eros hanya melihat ponsel yang ada di tangan istrinya. Lalu mendongak, untuk melihat ke arah raut wajah sangat dingin yang tercipta di dalam wajah Aira, istrinya.

"Tidak ...." Dengan suara parau Eros menjawab. Suaranya juga seperti di paksakan untuk dapat mengeluarkan kata-kata.

Nara di sana masih juga diam tanpa menutup ponselnya. Menit dan detik pada ponsel Eros masih berjalan. Mungkin karena terkejut, Nara tidak segera mengakhiri pembicaraan.

"Tutuplah Nara. Jika tidak ... aku yang akan berbicara denganmu. Panjang lebar dan tidak dengan bahasa yang halus. Melainkan sumpah serapah yang akan kamu dengar," ucap Aira penuh dengan geraman nada marah yang mengental. Seperti ingin mencabik-cabik dan membunuh. Terdengar nada ponsel disana di putus. Itu pertanda Nara mengakhiri sambungan ponselnya.

Perempuan di depan Eros menghela napas panjang. Ada rasa sakit yang teramat sangat dalam di sana. Setelah menundukkan pandangan dan diam sejenak menata suasana hati, Aira mengalihkan pandangan ke arah Eros.

"Sekarang bicaralah ... Apa yang bisa kamu katakan padaku lagi selain pembantahan? Bukti bahwa kamu berselingkuh sudah ada. Lalu apa yang akan kamu katakan?" Nada bicara Aira tidak meninggi. Justru terkesan datar. Tidak ada amarah meluap-luap di sana. Namun pertanyaan istrinya sanggup membuat Eros gagap.

"T-tidak a-ada."

...----------------...

...----------------...

Aira bangun tidur dengan pening menyerang kepalanya. Kedua tangannya terangkat lalu memegang kepala. Menahan rasa nyeri yang tiba-tiba saja datang. Tubuhnya kembali meringkuk di atas ranjang. Mencoba memulihkan rasa sakit yang menyerang.

Selang beberapa menit Aira meringkuk dan mengerang dalam kesunyian dengan posisi yang sama, akhirnya rasa nyeri itu perlahan luruh. Ini masih pagi. Matahari belum nampak menghangatkan bumi beserta isinya. Hanya saja Aira harus bangkit dari tidur dan membersihkan diri.

Dia yang masih tinggal bersama mertua dalam satu rumah, harus bersikap sebagaimana mestinya seorang menantu yang baik. Bangun pagi dan membantu membersihkan pekerjaan rumah. Meskipun statusnya masih sebagai pengantin baru, dia tidak bisa berleha-leha saja tanpa melakukan kegiatan.

Setengah memaksakan diri, Aira bangkit dari tidur dan menuju kamar mandi yang terletak di depan kamar tidurnya. Pusing masih ada, akan tetapi rasanya tidak sesakit tadi. Apa Aira tadi malam tengah menangisi perselingkuhan suaminya? Ya. Aira memang menangis walaupun bukan dengan tangisan yang menyayat hati.

Tangisannya bisa dikatakan tangisan biasa jika di lihat dari segi itu adalah sakit hati yang parah. Aira tidak meraung-raung hingga membuatnya kelelahan dan pusing. Mata Aira tidak terpejam dalam beberapa jam tadi malam. Berpikir, berpikir, dan berpikir. Hingga waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Itupun mata Aira memejam perlahan bukan karena dia ingin. Mata itu kelelahan hingga akhirnya tidak sanggup menuruti kemauan si empu mata.

Mata Aira menemukan suaminya meringkuk di lantai beralaskan kasur lantai. Lirikan muak terlempar begitu saja tanpa terencana. Tadi malam dia memang tidak mengeluarkan kata-kata apapun setelah menangkap basah tersangka perselingkuhan itu.

Setelah membersihkan diri, kaki Aira melangkah menuju dapur. Bermaksud membantu ibu mertuanya yang hendak memasak.

"Kamu sudah bangun, Aira?" tanya mama Eros saat melihat menantunya muncul sudah rapi dan bersih. Wajah lelah terlihat dan membuat mertuanya ingin bertanya, "Kamu terlihat lelah dan pucat. Apa kamu sakit?" tanya beliau sambil menghentikan tangannya memotong wortel di atas talenan.

"Tidak. Saya baik-baik saja," ujar Aira berbohong. Tidak mungkin dia baik-baik saja dengan permasalahan yang muncul tadi malam.

"Benarkah? Jika lelah, kamu bisa beristirahat saja. Tidak perlu membantu mama. Sebentar lagi Bik misna datang." Itu nama seorang ibu yang seumuran dengan mama Eros. Beliau yang bekerja sebagai pembantu disini. Walaupun sudah punya pembantu, mama Eros masih rajin memasak di dapur.

"Aira tidak apa-apa, Ma. Aira ...." Bruk! Tubuh itu langsung ambruk di depan mama Eros saat ini juga.

"Eros! Eros! Istrimu pingsan!"

...----------------...

...----------------...

Bau aroma minyak kayu putih menyengat ke dalam indra penciuman Aira. Mata Aira terbuka dan melihat banyak orang rumah mengelilinginya. Mertua, Kisi (adik perempuan Eros yang masih sekolah), bik Misna berada di bagian ranjang paling jauh dari kepalanya sambil memijit kakinya. Juga ada Eros yang berdiri di samping. Meski lemah, Aira masih tidak bisa menghilangkan sorot mata dinginnya yang menusuk.

"Kamu sudah siuman, Ai? Hhh ... syukurlah. Mama sangat panik tadi." Mama yang menjadi saksi di tempat perkara pingsan tadi, menghela napas sangat lega.

"Kakak tidak apa-apa?" Kisi juga terlihat khawatir dengan kakak iparnya. Aira mengangguk. Mereka lumayan dekat karena jarak umur yang tidak jauh. Eros dan Aira menikah saat Aira masih berumur 19 tahun. Sementara Kisi kelas dua SMA berumur 17 tahun. Jarak yang sangat dekat layaknya seorang teman.

Eros diam tidak mengatakan apa-apa. Dia tahu, semua rasa simpatinya tidak akan mempan. Percuma.

"Sebenarnya Aira ini kenapa, Er? Tadi pagi datang ke dapur dengan wajah lelah dan pucat. Sampai akhirnya pingsan di depan mama." Mama menanyakan asal muasal pingsannya menantunya.

"Dia mungkin kelelahan," jawab Eros singkat. Pria ini tahu pasti bahwa itu mungkin di sebabkan emosi tadi malam soal dia dan Nara. Ini pasti tentang isi dari kartu sd yang lalai dia letakkan. Hingga menjadi bukti kuat bahwa dia memang berselingkuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!