"Putri Ruby ... Putri Ruby ...." Terdengar teriakan dayang-dayangku yang sedang mencariku di halaman belakang istana yang bergaya Eropa.
Disaat dayang-dayangku sedang sibuk mencariku, aku malah sengaja bersembunyi di balik pohon besar bersama dengan seorang pangeran tampan. Dia adalah Pangeran Hanz, seorang pangeran sekaligus Putra Mahkota yang akan menjadi Raja di Kerajaan Karoling, nama kekaisaran Eropa tempat saat ini aku berada.
"Putri, jika kau tak ingin kembali bersama mereka, maukah putri ikut denganku sebentar melihat indahnya bunga-bunga tulip yang sedang bermekaran di taman kerajaanku?" tanya Pangeran Hans.
"Hmm, baiklah Pangeran." Aku menunduk dengan wajah merah tersipu malu.
Di hamparan bunga tulip yang sedang bermekaran dengan indahnya, diiringi dengan hembusan angin yang menari-nari membelai gaun khas bangsawan Eropa yang kugunakan, sosok pangeran tampan itu berlari pelan sambil menggenggam tanganku.
Dengan senyuman rupawan dari bibirnya yang tipis nan merah muda, alis tebal yang membuat pandangan matanya menjadi lebih romantis dan membunuh, serta hidung mancung proporsional yang membuat sulit untuk mengalihkan pandangan, Pangeran itu pun melihat kearahku sambil berkata, "Putri Ruby aku sangat menyayangimu ...."
.
.
.
.
.
"Woy ... Ruby, banguuuun!" Udah jam 05.30 nih, kamu nggak sekolah apa? Inikan hari pertamamu di sekolah baru!" teriak Ibuku dari arah dapur yang sedang membuat sarapan.
"Ahh sial, mimpi itu lagi," gumam ku lirih.
"Iya Ibu, Ruby udah bangun ini kok." Aku pun bergegas lari ke kamar mandi.
Iya benar, barusan semua itu hanyalah mimpi. Menjadi seorang putri di kerajaan Eropa, pangeran tampan, gaun nan indah, perhiasan mewah, dan bunga tulip. Semua itu hanyalah mimpi yang ku alami. Salah, mimpi yang sangat sering kualami sampai-sampai aku bisa membuat novel romansa dengan mimpi-mimpi itu. Aku sempat terheran bagaimana mungkin aku bisa mengalami mimpi yang sama berulang-ulang. Apakah semua mimpiku itu hanya sekedar bunga tidur?
Dan kenyataannya sekarang, aku adalah Ruby gadis SMA biasa berusia 16 tahun yang baru saja pindah di Kota X karena urusan pekerjaan orang tuaku. Aku adalah seorang anak tunggal yang dikenal cukup ceria, memiliki rambut panjang berwarna pirang alami kecoklatan, berkulit putih, dan memiliki wajah yang cukup cantik. Aku juga dikenal sebagai 'dewi sekolah' di sekolah lamaku karena penampilan dan tubuhku yang dianggap cantik dan menarik.
Tapi dibalik itu semua aku juga sering bersikap ceroboh, kadang impulsif, sering melakukan hal-hal konyol tanpa disengaja, dan juga jomblo. Walaupun banyak laki-laki yang sudah menyatakan perasaannya padaku, tetapi rasanya aku belum menemukan sosok lelaki yang sama seperti pangeran dalam mimpiku. Entah mengapa aku jadi sedikit terobsesi dan berharap menemukan laki-laki sepertinya di dunia nyata.
"Ruby, lama amat sih mandinya, kamu mandi atau ngelamun? Cepetan nggak usah luluran nanti telat!" teriak Ibu sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
"Iya Bu, masih pakai shampo nih," jawabku.
Walaupun sekarang aku tidak dilahirkan sebagai putri bangsawan yang memiliki banyak harta seperti dalam mimpiku, tapi aku cukup senang karena memiliki orang tua yang sangat menyayangiku seperti sekarang ini.
Setelah selesai mandi akupun langsung bergegas ke ruang makan untuk sarapan bersama Ibu dan Ayahku.
"Ruby, rambutmu kok basah gitu nggak di keringin dulu?" sahut Ayahku sambil menyeruput kopi dan membaca koran harian.
"Nggak usah Ayah, nanti kena angin waktu berangkat naik sepeda kering sendiri kok hehe," jawabku sambil menyantap makanan dengan terburu-buru.
"Hmm ... ya gitu tuh, kalau mau tidur baca komik terus sampai larut malam, tidurnya juga sampai ngelindur manggil-manggil pangeran, jadi susah bangun kan paginya!" celetuk Ibuku.
"Masak sih Bu, Ruby ngelindur gitu? Kayaknya karena Ruby kelamaan ngejomblo deh hehehe ...." Ayah tertawa terbahak-bahak sambil membentangkan korannya.
"Ruby ini sebenarnya anak kandung Ayah sama Ibu bukan sih? Kok kompak bener kalau ngejekin Ruby, untung aja Ruby sayang kalian," balasku sambil senyum ceria.
"Idih gombal lapuk," celetuk Ibu sambil menahan senyum karena tersipu.
Setelah selesai makan aku pun bergegas karena waktu masuk tinggal 15 menit lagi, padahal jarak sekolah dan rumahku lumayan jauh.
"Ayah, Ibu, aku berangkat dulu ya? Udah hampir telat nih, dadaah ...." Aku lari menuju sepeda berwarna pink kesayanganku yang sudah terparkir di halaman rumah.
"Ruby, hati-hati jangan lupa pakai jaket yang tebal karena diluar dingin!" sahut Ibu.
"Ahsyaap Bu, makasih ya Ibuku sayang," cengirku sambil tersenyum kearah Ibu.
Pagi itu cukup dingin lantaran hujan tadi malam yang cukup deras. Tak lupa akupun memakai jaket yang cukup tebal dan berhati-hati membawa sepeda karena jalanan masih licin dan banyak kubangan air. Sambil terus mengecek jam yang ada di tangan dan berburu dengan waktu.
Tiba-tiba dari belakang muncul mobil mewah melaju kencang dan membuat cipratan kubangan air dan tanah lumpur mendarat mulus di wajah dan jaketku. Akibatnya wajahku penuh dengan lumpur dan beruntung tidak mengenai seragamku karena terlindungi oleh jaket yang kupakai.
"Woi dasar ... turun lo!" Aku turun dari sepeda dan berteriak kencang.
Mobil mewah Limbirghini Ivintidir berwarna kuning edisi terbatas itupun lalu berhenti dan menepi, tak lama tampak seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan pakaian supir turun dari mobil tersebut.
"Maaf Nona saya tidak sengaja karena Tuan saya terburu-buru harus segera sampai di sekolah," ucap Pak Supir itu sembari menghampiriku.
"Lah tapi saya kan juga mau ke sekolah Pak, dan sekarang wajah saya jadi kotor semua kena lumpur mirip bebek yang mandi di sungai kan jadinya, dan juga mana tuan bapak yang ada didalam mobil harusnya dia juga turun dan minta maaf!" Aku mencoba mengatur nada bicara sebisa mungkin karena menahan emosi.
Tak lama jendela belakang dari mobil itupun tiba-tiba bergerak turun dan terdapat sosok laki-laki yang memakai seragam yang sama persis denganku sedang menatapku dengan tajam dan mengernyitkan dahinya seolah mengejek. Dan anehnya lagi, wajah laki-laki itu terlihat mirip dengan pangeran yang ada di dalam mimpiku.
Tidak mungkin! Kenapa dia bisa terlihat begitu mirip?
"Pak Jony, cepat kasih aja uangnya." Laki-laki itu berteriak dengan nada yang berat namun terdengar tegas.
"Apaaa? Heh aku nggak butuh ya uang dari kamu. Aku cuman butuh kamu minta maaf dan punya sedikit rasa bersalah!" teriakku yang sudah tak dapat lagi menahan emosi.
Lalu Pak Supir itupun memberikan beberapa lembar uang berwarna merah dan langsung meletakkannya di kedua tanganku sambil meminta maaf.
"Nona, ini terima saja kompensasi dari tuan saya dan saya sungguh minta maaf," sahut bapak supir dengan nada panik.
"Ah tidak usah pak, saya sudah memaafkan bap ...." Belum sempat melanjutkan kalimatku bapak itupun masuk kedalam mobil dan langsung meninggalkanku dengan beberapa lembar uang merah itu di tangan ku.
Tanpa pikir panjang akupun juga kembali mengayuh sepedaku sambil memikirkan cara mengembalikan uang milik laki-laki angkuh itu sesampainya di sekolah karena bel masuk pun tinggal 5 menit lagi.
Argggh! Awas aja kalau ketemu, apanya yang mirip pangeranku? Sifatnya aja angkuh dan nyebelin gitu! Mentang-mentang pakai mobil mewah bisa seenaknya! Sialan! Semoga aja aku nggak telat, mana hari pertama masuk sekolah lagi.
Mulutku terus merutuki kejadian yang baru saja terjadi sambil mengayuh sepeda dengan penuh emosi.
***
.
.
.
.
.
*Mohon dukungannya untuk Author ya :) dengan klik favorit, like, komen dan vote..
Wushh-wussh!
Suara hembusan angin kencang saat aku mengayuh sepeda seakan menjadi iringan yang mengantarku sampai di depan pintu gerbang sekolah.
Hari ini adalah hari pertamaku menjadi murid pindahan di 'Wisley International School ', sekolah SMA terfavorit di Kota X tempat aku baru saja pindah dan juga sekolah yang terkenal akan kekayaan dan prestasi murid-muridnya. Ayahku memang hanya seorang pekerja kantoran biasa, dan ibuku hanya bekerja di toko kue sederhana warisan keluarga turun temurun. Tetapi karena aku lumayan giat belajar, akupun berhasil mendapatkan beasiswa untuk bisa masuk dan melanjutkan di sekolah elite ini.
Dengan wajah kotor yang penuh dengan lumpur dan jaket yang sedikit basah, aku pun bergegas masuk dan lekas memakirkan sepeda berwarna pink kesayanganku. Semua mata pun tertuju kepadaku, bukan mata yang biasa melihatku karena kecantikanku melainkan mata yang melihatku karena aku tampak aneh dan kotor. Jelas saja, karena wajahku sekarang sedang tertutup dengan lumpur. Aku pun langsung bergegas mencari denah kamar kecil di sekolah itu untuk segera membersihkan wajahku.
Ini pertama kalinya bagiku, mendapat tatapan dari orang-orang disekitar yang melihatku penuh dengan rasa jijik dan memprihatinkan. Dahulu di sekolah lamaku aku adalah seorang dewi yang dihormati karena penampilanku. Memang sungguh tidak adil dunia ini. Dimana yang cantik dipuja-puja dan yang jelek dihina-hina.
Akhirnya aku pun tidak dapat membedakan mana yang benar-benar tulus dan mana yang modus. Bukankah percuma jika hanya luarnya saja yang nampak seperti batu kristal namun di dalamnya hanya berisi terumbu karang? Yah, walaupun sudah sebaik apapun kita pasti tetap ada yang membalas sebaliknya, namun bukankah lebih baik terlanjur berbuat baik pada seseorang yang tidak layak mendapat perlakuan baik, dibanding terlanjur berbuat buruk terhadap seseorang yang tidak layak mendapat perlakuan buruk.
Tetapi walaupun begitu, aku tetap ingin menemukan mana yang benar-benar menyayangiku sebagai seorang sahabat, dan mana yang benar-benar menyayangiku sebagai seorang kekasih. Tiba-tiba munculah sebuah ide yang absurd di dalam benakku.
Jeng-Jeng!
Akupun membulatkan tekad untuk melakukan 'Penyamaran'. Dengan berdiri didepan kaca yang ada di toilet sekolah elite itu, aku mengambil make up pouch yang sengaja kubawa di tas ranselku. Kuambil pensil alis berwarna coklat natural yang ada di dalamnya untuk membuat freeckless di daerah hidung dan bawah mataku. Kini aku melukis wajahmu dengan penuh percaya diri.
Tak lupa juga kuambil kacamata tebal yang khusus kugunakan untuk membaca buku di rumah, karena aku selalu memakai lensa kontak jika keluar rumah. Aku pun akhirnya memutuskan untuk memakai kacamata tebal itu dan melepaskan lensa kontak yang sekarang terpasang di mataku. Yah, kurasa kacamata tebal dan freeckles ini sudah cukup untuk menutupi wajahku.
Mulai sekarang aku harus mengingat bahwa aku bukanlah lagi si cantik Ruby hehehe.
Aku bergumam sendiri sambil tertawa di depan cermin besar itu. Selesai melakukan penyamaran, aku pun bergegas ke ruang guru dan bertemu dengan Bu Enny, guru yang akan menjadi walikelasku di kelas 2-B. Sekilas jika dilihat-lihat Bu Enny tampak ramah dan bijaksana, beliau menungguku di ruang guru dan mau menerima penjelasanku mengapa bisa datang sedikit terlambat menemuinya di ruang guru.
Saat di dalam kelas (dalam penyamaran)
Bu Enny membuka pintu kelas. Suara hiruk pikuk bergemuruh dari murid-murid di dalam kelas tiba-tiba menjadi hening. Aku mulai masuk ke dalam ruangan kelas itu. Kulihat satu persatu tatapan dari murid-murid yang berada di dalam kelas itu menatap ku dengan begitu dingin, bahkan ada yang memiringkan alisnya seakan mengolok penampilanku. Sungguh berbeda jauh seperti saat aku biasanya masuk ke dalam kelas di sekolah lamaku dulu. Bukankan ini artinya penyamaranku berhasil?
"Ruby silahkan perkenalan diri didepan kelas!" pinta Bu Enny.
"Baik nama saya Rubina Putri Mauza biasa dipanggil Ruby, saya adalah murid pindahan dari SMA Harapan Bangsa, saya harap kita semua bisa berteman baik dan dapat mengikuti pelajaran bersama." Aku berdiri dan tersenyum ramah di depan murid-murid.
"Ya sudah Ruby kamu silahkan duduk di bangku kosong disebelah sana ya!" sahut Bu Enny sambil menunjuk bangku kosong urutan ketiga dari belakang.
"Baik Bu ...," jawabku sambil sedikit menganggukkan kepala.
Aku pun berjalan kearah bangku yang ditujukan untukku, tiba-tiba mataku terfokus pada murid laki-laki yang duduk tepat dibelakang mejaku. Wajah yang nampak tak asing bagiku dan pernah kulihat sebelumnya.
Loh itukan cowok yang bikin aku kecipratan air lumpur tadi pagi, kok dia bisa disini sih, duduk di belakang mejaku pula, sialan!
Mata kami pun bertemu, cowok itu melihatku dengan tatapan yang aneh sambil mengangkat sebelah alisnya, seolah dia juga mengenaliku.
Ah! Tidak mungkin kan dia bisa mengenaliku? Karena saat bertemu sebelumnya wajahku dipenuhi dengan lumpur, dan sekarang aku pun sedang menyamar.
Aku tetap berjalan mendekatinya, lebih tepatnya mendekati bangku yang ada di depannya. Kutundukan pandanganku seolah takut penyamaranku akan diketahui olehnya.
***
.
.
.
.
.
*Mohon dukungannya untuk Author ya :) dengan klik favorit, like, komen dan vote..
Aku terus berjalan tanpa keraguan dan langsung menempati tempat duduk yang sudah ditujukan Bu Enny untukku.
"Hai Ruby, kenalin namaku Nina," ucap seorang perempuan yang duduk tepat di sebelahku sambil menjulurkan tangannya untuk mengajak bersalaman.
"Oh hai Nina, salam kenal yah! Kita akan jadi teman sebangku mulai sekarang." Aku tersenyum ramah sambil meraih tangan Nina untuk menjawab salamnya.
Kami pun mulai mengikuti pelajaran bersama tanpa sedikitpun aku menoleh ke belakang untuk melihat cowok angkuh itu. Aku terus memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk mengembalikan uang kompensasi miliknya, karena aku juga tidak ingin terlalu menarik perhatian murid-murid yang lainnya.
Triiinggggg!
Suara bel istirahat pun berbunyi, para murid mulai meninggalkan kelas untuk beristirahat.
"Ruby kita ke kantin bareng yuk," ajak Nina.
"Loh Nin kamu mau ninggalin kita nih?" Terdengar sahutan dari anak perempuan yang duduk di depan mejaku.
"Oh ya Ruby, kenalin dia ini Anggita dan yang duduk di sebelahnya namanya Sabina, mereka juga teman baikku." Nina menunjuk temannya satu persatu.
"Hai Ruby," ucap Anggita dan Sabina bersamaan.
"Salam kenal semuanya." Aku menjawab mereka dengan senyuman ramah.
Yah, sekarang mereka bertiga menjadi teman baruku. Kurasa mereka adalah teman yang baik dan ramah. Kami pun bersama-sama menuju ke kantin untuk makan siang.
Pengenalan karakter
Nina: dia adalah gadis yang rajin di kelas, berkacamata, memiliki rambut pendek berwarna hitam, dan memiliki sifat yang lebih dewasa dibandingkan dengan Anggita dan Sabina.
Anggita: dia adalah gadis yang tomboy, memiliki rambut panjang berwarna coklat yang sering diikat, dan dia sangat setia kawan membantu teman-temannya yang sedang dalam masalah.
Sabina: dia adalah gadis manis yang pendiam dan pemalu, memiliki rambut panjang berwarna hitam dan dia satu-satunya yang sudah memiliki pacar diantara kita.
Ruby: gadis cantik yang sedang menyamar menjadi jelek untuk menemukan teman dan cinta sejati, memiliki rambut berwarna pirang kecoklatan alami, rajin belajar dan berkepribadian ceria walaupun sedikit ceroboh.
Saat di kantin
Tampak para murid sedang berbaris menunggu giliran untuk mengambil makan siangnya masing-masing. Kedua tanganku sudah membawa baki yang berisi sebuah piring dan mangkuk kosong. Aku pun ikut berbaris di belakang bersama dengan Nina dan yang lainnya. Setelah mengambil makan siang, kami mencari tempat duduk untuk segera menyantap makanan yang ada di tangan kami.
"Ahh di sana ada bangku kosong yang pas untuk kita berempat guys. Kesana yuk!" Anggita menunjuk kearah bangku kosong.
Belum sempat kami menduduki bangku kosong itu, tiba-tiba ada seorang wanita merebut bangku yang hendak kita duduki dengan seenaknya. Wanita itu tampak sangat cantik elegan dan memiliki rambut panjang tergerai berwarna hitam.
"Teman-teman kita duduk disini saja nih!" teriak wanita itu sambil memanggil teman-temannya.
"Hellooow ... kamu nggak lihat apa kita yang pertama mau duduk disini?" ucap Anggita penuh emosi.
"Ah hellow juga cewek tomboi jelek, kamu sama teman-temanmu itu mending cari tempat lain aja gih sana! Jangan ngerusak pemandangan disini!" jawab wanita itu dengan sombong.
"Hah? Apa kamu bilang? Kamu tuh yang dasar cewek manja sok cantik!" balas Anggita dengan geram.
"Hei sudah-sudah jangan ribut lagi. Anggita kita pergi aja yuk cari tempat lain! Percuma juga ribut sama lalat, lalat kan memang suka seenaknya sendiri hinggap di meja orang," ucapku dengan nada santai.
"Siapa yang kamu panggil lalat? Kamu murid baru ya? Kamu nggak tahu siapa aku? Berani sekali kamu dasar jelek nggak tahu diri!" Wanita itu menunjukan jarinya ke wajahku dengan tatapan penuh emosi.
"Sudah teman-teman jangan ribut disini, ayo kita pergi aja cari tempat duduk lain, itu disana ada yang kosong kok!" ajak Nina sambil menarik tanganku dan Anggita.
"Ya udah bagus deh, pergi sana! Hush, hush ...," celetuk wanita itu sambil menghempaskan tangannya.
Kami pun pergi dan tak lama ada tiga anak laki-laki menuju ke bangku yang tadi kita perebutkan. Tak kusangka dari tiga anak laki-laki itu, salah satunya adalah si cowok angkuh yang kutemui tadi pagi. Lagi-lagi aku bertemu dengannya. Ternyata dia adalah teman dari cewek angkuh yang merebut bangku kami tadi. Cocok deh, kataku dalam hati. Tak sengaja mata kami pun bertatapan lagi dan aku sengaja membalas tatapannya dengan penuh emosi lalu memalingkan muka.
Setelah perdebatan sengit dalam perebutan bangku makan, kami pun akhirnya dapat tempat duduk dan bisa mulai menyantap makanan kami.
"Siapa sih cewek yang tadi itu? Sombong amat!" Aku bertanya sambil memandangi wanita itu dari kejauhan.
"Oh, dia itu Luna si gadis tercantik sekaligus dewi sekolah ini, dia sombong begitu karena orang tuanya adalah pemegang saham terbesar nomor tiga disini, jadi ya gitu deh," jawab Nina.
"Idihh ... dewi apanya? Dewi kok sifatnya kayak gitu? Dia mah siluman buaya putih kali bukan dewi! Amit-amit jabang bayi deh." Anggita masih geram dan penuh emosi.
"Oh ... kalau cowok yang disebelahnya itu siapa?" tanyaku lagi sambil menunjuk kearah laki-laki angkuh yang kutemui tadi pagi.
"Kalau laki-laki itu namanya Ken, dia cowok paling populer disini, orang tuanya juga donatur terbesar nomer satu di sekolah ini, jadi kamu harus hati-hati sama dia, selain tampan dia juga memiliki IQ yang jenius dan selalu jadi juara kelas," jawab Nina penuh dengan kekaguman.
"Eitts ... Ken juga pandai berolahraga terutama basket. Lihat aja postur tubuhnya yang tinggi itu, kelihatan banget kan? Selain basket dia juga pernah mengikuti lomba kejuaraan renang tingkat internasional loh! Kita juga ikut lihat langsung dan dukung dia saat lomba renang kok. Udah ganteng, jenius, pinter olahraga, tajir melintir lagi! Ahh ... sempurna ...," jawab Anggita penuh dengan semangat.
"Iya ... dan kamu sampai ngiler kan ngelihat dada sixpack nya Ken saat lomba renang? Dasar cewek mesum!" celetuk Sabina yang mengejek Anggita.
"Hahahaha ...." Kami tertawa bersama sambil menyantap makanan di meja.
"Hmm kalau Ken pemegang saham nomer 1, Luna nomer 3, terus pemegang saham terbesar nomer 2 siapa?" tanyaku penasaran.
"Kalau pemegang saham terbesar nomor 2 nggak pernah ada yang tahu Ruby, cuman yang kutahu kalau anaknya yang sekolah disini seorang cowok aja, dan dari berita yang tersebar konon katanya anak dari si nomor 2 ini terkenal rendah hati, jadi dia nggak suka sampai ada yang tahu identitasnya gitu," Nina menjelaskan.
"Oh gitu, bagus dong malahan kalau kayak gitu, rendah hati dan nggak sombong, aku lebih suka yang kayak gitu malahan dibanding kayak idola kalian itu hehehe," celetukku yang sedang menggoda mereka.
"Iya sih, Ken memang sangat dingin dan terkesan sombong tapi menurutku dia begitu wajar aja sih karena dia udah terlahir dengan sendok emas di mulutnya, jadi apapun yang dia mau pasti ada, walaupun begitu dia nggak pernah pacaran sama sekali loh, padahal cewek yang antri banyak bangeeeet! Udah kayak antri sembako gratis! Termasuk itu si Luna siluman buaya putih yang ngikutin Ken kemana-mana udah kayak ekornya," jawab Anggita.
"Hmm ya ... ya ... memang kalau udah suka mah selalu bikin buta ya," ucapku sambil tersenyum kecil.
"Awas aja ya kamu Ruby kalau lama-lama juga ikutan nge fans sama Ken, kamu harus traktir kita semua makan enak!" sahut Anggita.
"Idihhh. No! Never! Aku tuh sukanya cowok yang lembut dan baik hati tau, bukan yang angkuh dan nyebelin kayak dia!" sahutku sambil membayangkan pangeran tampan yang ada di mimpiku.
Tak terasa jam istirahat pun telah berakhir karena kami terlalu asyik menikmati obrolan kami yang menyenangkan selama makan siang. Kami akhirnya bersiap untuk kembali ke kelas.
Waktu pelajaran pun berlalu begitu saja dan tibalah jam pulang sekolah. Aku masih belum menemukan cara dan waktu yang pas untuk mengembalikan uang Ken karena aku tidak ingin terlalu menarik perhatian yang lainnya mengingat betapa populernya si Ken makhluk angkuh itu.
***
.
.
.
.
.
*Mohon dukungannya untuk Author ya :) dengan klik favorit, like, vote, dan komen..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!