Mempunyai kebiasaan sejak beribu-ribu tahun lamanya memang tidak bisa dipungkiri oleh masyarakat di suatu daerah khususnya di Kelurahan Kombeli, Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton.
Aufa terlahir dari orang tua yang begitu paham dengan adat. Mereka paham agama tapi tidak sepenuhnya, hanya sebatas Islam di kartu penduduknya saja. sebelum Aufa berumur 18 tahun, dia sudah tamat dari SMA tepatnya di tahun Mei 2013.
Cerita Aufa bersama dia dimulai ketika Aufa merantau di Ambon. Dia adalah lelaki salafi yang tentu saja paham dengan agama, ahli sunnah. Jalil adalah namanya, lelaki yang Aufa kenal. ketika pertama kali melihatnya hatinya seakan berbisik bahwa dia adalah jodoh Aufa. Entahlah, kenapa bisa seperti itu dia pun tak tahu. Padahal dia belum pernah bertemu dengan Jalil sama sekali, Aufa seperti melihat ada masa depannya dengan Jalil.
Aufa mengenalnya tidak lama, hanya 4 bulan saja tapi kakinya seakan tidak mau jauh darinya. Awalnya Aufa menganggap itu hanya jatuh cinta biasa, layaknya seorang remaja.
Ternyata semakin Aufa mengenalnya lebih dekat semakin dia takut akan kehilangannya.
Menurutnya, Jalil tidak seperti lelaki lain, di Ambon ada beberapa laki-laki yang mencoba pedekate dengannya, ada saja gombalan-gombalan yang mereka lontarkan kepadanya. Jalil berbeda dengan mereka, dia tidak berbicara dengan Aufa sama sekali. Dia hanya bertanya tentangnya lewat seseorang, orang yang mengajak Aufa ke Ambon, Bapak Asna namanya.
Selama Aufa mengenalnya, dia tidak pernah berkomentar tentang pakaiannya yang ketat, kerudung yang masih belum menutup dada, pokoknya apapun itu tentang aurat perempuan.
Agama Aufa memang Islam dari lahir, tapi itu hanya simbol doang. Aufa memang terlambat mendapat hidayah, sangatlah terlambat yang di umurnya yang ke-18 tahun ini.
Semenjak Aufa di Seram Barat, Ambon kota Aufa dan Jalil dipertemukan Aufa memang tidak mengenakan pakaian layaknya wanita soleha, pakaian syar'i maksudnya. Aufa jatuh cinta dengannya karena dia tidak memaksanya sama sekali.
Tapi sebagai perempuan yang peka dengan lingkungan, pelan-pelan pakaiannya berubah. Pertama, kerudung yang menutupi dada. Kedua, celana yang disulap menjadi rok.
Aufa adalah perempuan yang sangat tomboi, mengenakan rok hanya pada saat di sekolah saja, hari-harinya celana panjang levis, subhanallah.
"Malu banget saya kalau diceritain kronologis masa lalu" batin Aufa.
Ketiga, baju panjang yang longgar. Semua penampilannya berubah saat Aufa mulai masuk kuliah. pokoknya semua berubah dan itu sangatlah positif, Maa syaa Allah.
3 tahun 11 bulan, Aufa lulus kuliah. pertengahan bulan Agustus 2018 wisuda dan mendapat cumlaude, hasil yang sangat memuaskan.
Tentu saja itu dia dapatkan tidak segampang membicarakan aib orang lain, membicarakan yang bukan urusan kita, menambah beban pikiran saja. aduh, kok larinya ke situ ya.. hehehehe.. Maafkan. Sebelum masuk kuliah Aufa begitu berat meninggalkan kota rantau pertama kalinya itu.
Selama di sana, Jalil lah yang menemani hari-harinya. Ambon bukanlah kota rantau pertama kalinya buat Aufa, sebelumnya Aufa pernah ke Kendari untuk daftar kuliah di UMK (Universitas Muhamadiyah Kendari) jurusan ekonomi dan Alhamdulillah dinyatakan lulus setelah melewati ujian sebelum masuk.
Tetapi berhubung Aufa tinggal di rumahnya orang lain bukan ngekos sendiri sehingga dia memutuskan untuk tidak lanjut. padahal keluarga yang membiayai Aufa kuliah sangatlah baik orangnya, tidak seperti orang lain yang sering menyuruh sesuka hatinya. Aufa memang tidak mau membebani orang lain.
Lalu bagaimanakah cerita cinta Aufa dan Jalil selama 4 bulan di kota rantaunya? Nantikan di episode selanjutnya ya, gays.
4 bulan di rantau orang membuat hari-hari Aufa begitu berwarna.
Pasalnya, ia telah menemukan seseorang yang begitu mencintai Aufa apa adanya.
Sebelumnya Aufa pernah mengenal beberapa laki-laki hanya saja mereka semua hanya main-main, tidak begitu mencintainya.
Hanya mengandalkan nafsu dan pelarian ketika pacar mereka yang tidak memberi perhatian penuh kepada mereka, hanya Aufa yang mereka anggap pas untuk dijadikan pelampiasan.
Aufa belajar berpacaran sewaktu SMA kelas dua, berhubung cowok yang dia sukai selama SD hingga tamat SMA tidak lagi mempedulikan perasaannya.
Sebenarnya sewaktu kelas 1 SMP cowok yang ia sukai pernah menyatakan cintanya kepada Aufa, hanya ia belum mau menerimanya karena Aufa merasa itu masih belum saatnya berpacaran.
Aufa telah berjanji kepada diri sendiri bahwa ia akan berpacaran kalau sudah SMA. Meskipun demikian Aufa sangat bahagia telah mengetahui bahwa seseorang yang ia sukai ternyata memiliki perasaan yang sama terhadap Aufa.
Tetapi selama Aufa tamat SMP dan masuk SMA, cowok yang Aufa nantikan untuk menyatakan perasaannya sama seperti di SMP dulu dan berharap kembali menyatakan cintanya.
Namun sampai Aufa naik ke kelas dua tidak ada balasan sama sekali. Bahkan Aufa mendapati cowok yang ia sukai dekat sama salah satu perempuan sekelasnya.
Meski dengan wajah sedih, Aufa harus menerima kenyataan bahwa cinta pertamanya tidak lagi menyukainya. Begitulah hidup, hanya Allah yang bisa membolak-balikkan hati manusia.
Aufa merasakan indahnya menjalin hubungan dengan seseorang ketika ia pergi berlibur di kampung salah satu bibinya, adik bungsu dari Mamanya.
Seminggu di sana ada sosok pria yang mendekatinya, mereka seangkatan namun si laki-laki lebih tua 2 tahun darinya.
Selama di kampung sang bibi, Aufa merasakan bahwa hari-hari yang ia jalani begitu indah, sangat berwarna.
Pasalnya, Aufa baru merasakan hidupnya begitu berarti, ia baru merasakan kasih sayang dan perhatian dari lawan jenisnya.
Namun satu bulan ia di Batauga lelaki yang menyukai Aufa tidak langsung menyatakan cintanya, hanya menganggap sebatas adik dan teman biasa. Tapi perhatiannya melebihi sepasang kekasih.
Suatu hari Aufa menelpon sahabat kecilnya di kampung halamannya dan didengar oleh Radit, cowok playboy yang awalnya tidak ditahu oleh Aufa.
"Siapa itu? Bagusnya suaranya eeee, minta nomornya dong?"
Aufa yang saat itu belum sah dijadikan pacar mengiyakan saja permintaan Radit. Namun ada rasa cemburu di dalam hatinya.
Selama Aufa tinggal di rumah bibi Lisna, ia selalu diberi perhatian oleh Radit. Perhatian seperti kekasih selingkuhannya, tapi memang ia adalah selingkuhan bodohnya Aufa sama sekali tidak sadar itu.
Setelah satu bulan lamanya Aufa liburan semester 1 kelas dua SMA, ia pun pulang ke kampung halamannya di Kelurahan Kombeli. Namun ia tidak pulang sendiri, ia diantar oleh bibi Lisna dan anaknya.
Tanpa sepengetahuannya, ternyata diam-diam Radit dan temannya mengikutinya dari belakang menggunakan motor, itu dilakukan oleh Radit demi untuk bertemu dengan Mentari, sahabat kecil Aufa.
Radit dan Mentari telah resmi menjadi sepasang kekasih, mereka berpacaran tanpa sepengatahuan Aufa. Itu memang bagian dari rencana busuk Radit yang hanya mempermainkan dua sahabat ini.
Tetapi itu tidak mempan bagi Aufa dan Mentari, karena bagi mereka persahabatan lebih penting dari seorang laki-laki.
Dari dulu sampai sekarang, belum ada laki-laki yang membuat mereka bertengkar hebat karena kepercayaanlah yang membuat Aufa dan Mentari bertahan hingga kini, alhamdulillah.
Setelah dua jam menempuh jarak antara Batauga, Buton selatan dan Kelurahan Kombeli Kecamatan Pasarwajo Mobil yang Aufa dan bibi Lisna tumpangi tiba di depan rumah orang tua Aufa.
"Alhamdulilah sampai juga di rumah, capek banget rasanya." Bisik Aufa dalam hati.
"Di mana ini mereka Radit, kok belum muncul? Apa mereka ke sasar?" Tanya bibi Lisna kepada Aufa.
"Mana kutahu lah, kan mereka nggak bilang-bilang dulu mau ke sini." Jawab Aufa dengan nada kesal.
"Loh kok kamu marah sih? Kan mereka hanya datang jalan-jalan saja di sini. Siapa tahu kan mereka dapat pengalaman. Hehehhe" canda bibi Lisna.
"Bodoh amat."
Aufa pun berlalu meninggalkan bibi dan sepupunya sambil ngomel-ngomel nggak jelas.
30 menit kemudian belum ada kabar sama sekali mengenai Radit dan temannya, bibi semakin khawatir dengan keduanya.
Apalagi ini pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di Pasarwajo.
"Aufaaaaa... oooo Aufaaaa..." teriak bibi begitu kerasnya sampai Mama pun yang jawab dari dapur.
"Hadim, nomoapam wa Aufa?(Bagaimana, dia kenapa lagi Aufa)" tanya Mama dengan wajah penasaran.
"Ungkuepo Wa Aufa notelfoniaso hamuia La Radit mai sabangkano. Aipo nokesasar bhara (panggilkan dulu Aufa supaya dia telfon Radit dan temannya. Jangan sampai mereka kesasar)." Imbuh bibi Lisna.
10 menit kemudian Radit pun memanggil di hp Bibi.
"Kamu di mana? Kenapa tidak sama-sama dengan kami?" Tanya bibi Lisna dengn panik.
"Kami sudah di depan pintu gerbang ini tapi karena lorong hampir sama semua jadi saya nggak tahu di bagian mananya rumah Aufa" Jawab Radit dengan santai.
"Itu loh kalau kalian lihat ada rumah catnya putih dari kiri sudah itulah rumahnya." Jelas bibi dengan nada lega karena ada juga kabar dari dua orang pemuda dari kampungnya.
"Oh, ombe. Saya tahu mi. Hehehe" jawab Radit dengan girang.
Sesampainya di rumah Aufa, Radit dan Adin duduk di halaman rumah sambil melihat sekeliling.
Kebetulan malam harinya ada acara halal bihalal di masjid kampung Aufa, di situlah Radit dan Adin bertemu Mentari.
Radit memang sudah menantikan momen ini sejak lama, ia sudah ingin bertatap muka dengan Mentari secara langsung berhubung sudah hampir sebulan mereka hanya berkomunikasi lewat telefon saja.
"Dit, itu Mentari pakai baju hijau."kata Aufa.
"Hai, Mentari ini Radit" sambut Aufa dengan riang.
Mentari hanya diam saja melihat Radit yang selama ini dia terima sebagai kekasih hanya lewat telefon.
"Mungkin ada penyesalan dalam dirinya ternyata Radit nggak begitu gagah seperti yang dibayangkannya." Bisik Aufa dalam hati.
Selama acara berlangsung, Mentari tidak mengucapkan sepatah kata pun kepada Radit, karena laki-laki berkulit hitam manis ini ingin berbicara empat mata kepada perempuan yang baru sebulan dijadikannya kekasih.
"Ri, boleh nggak kita bicara berdua saja tanpa temanmu?" Kata Radit penuh harap.
Teman yang dimaksud Radit bukanlah Aufa, tapi teman dekat Mentari, Madin namanya. Laki-laki yang selalu Mentari bawa ke manapun ia pergi.
Melihat kedekatan keduanya, Radit begitu cemburu ingin rasanya memegang tangan Mentari dan membawa pergi dari sisi Madin.
"Maaf, saya nggak bisa. Madin sudah menemani saya sampai selarut ini, saya nggak bisa begitu saja menyuruhnya untuk pergi meninggalkan kita berdua. Itu akan membuat Madin menjauh dariku."
Jawab perempuan berjilbab ini.
"Kamu tidak menghargaiku berarti? Saya bela-bela datang jauh dari Batauga ke Pasarwajo untuk bertemu kamu. Tapi apa yang kamu buat sama saya? Saya kecewa sama kamu" Jawab Radit dengan nada kesal.
"Pelan saja heee, kita baru pertama kali bertemu. Tapi kamu sudah membatasi saya seperti ini. Saya nggak suka ditekan, maaf saya harus pergi." Kesal Mentari dan pergi begitu saja.
Keesokan harinya, Mentari menelfon sahabat kecilnya
"Aufa, maaf saya mengecewakanmu. Saya nggak suka sama sikap cemburunya. Dia terlalu menekan saya, seakan-akan dia adalah kekasihku untuk selamanya. Dia belum tentu berjodoh denganku, namun caranya sudah seperti saya mengenal dia sejak lama. Saya nggak suka, maaf."
Sesal Mentari kepada perempuan berambut panjang, sahabatnya.
"Baiklah, Ri. Saya nggak bisa paksa kamu untuk mencintainya, dan saya nggak berhak untuk membuatmu terima dia sepenuhnya. Dia memang seperti itu, saya juga tidak menyangka bahwa dia sampai cemburu secara berlebihan sama kamu." Jelas Aufa dengan nada sedih.
Sepulangnya dari acara halal bihalal, Mentari memutuskan hubungannya bersama Radit.
Menurut Mentari, Radit adalah laki-laki yang posesif
"Maaf, Fa.. saya nggak bisa mempertahankan dia. Apalagi tipeku itu bukan seperti dia." jelas Mentari kepada Aufa
"Tidak apa-apa, Ri. Itu adalah keputusanmu, saya nggak bisa paksa kamu untuk pertahankan Radit." Aufa mencoba menenangkan sahabatnya dengan wajah sedih.
"Sebenarnya saya nggak terlalu yakin dengan cara bicaranya selama dia di Batauga dulu. Menelpon kayak seolah-olah kami sudah dekat sejak lama. Itu membuat saya berpikir kembali untuk menjadikannya kekasihku. Radit kurang sopan, Fa."
Mendengarnya saja Aufa mengerti apa yang dimaksudkan sahabatnya itu. Radit memang laki-laki yang ceplas ceplos kalau berbicara.
Jangankan yang seumuran dengannya, yang lebih tua pun Radit main hantam saja tidak beretika. Namun begitulah Aufa, ia tidak mempedulikan itu semua. Dia berpikir sikap bisa berubah jika didasari dengan cinta.
Hampir sebulan Mentari dan Radit putus, Laki-laki berkulit hitam manis itu langsung menelpon Aufa
"Fa, setelah saya berpikir selama sebulan ini, ternyata saya menyukaimu. Saya rindu banget sama kamu, Fa."
Deggg.. tidak bisa dipungkiri itu adalah denyut jantung Aufa. Pertama kalinya ia mendengar ada laki-laki yang menyatakan cinta dan hatinya begitu berdegup kencang.
Padahal ini bukan pertama kalinya, ya. Ia pernah ditembak dua orang laki-laki sebelumnya, namun itu sewaktu SMP zaman Aufa tidak mau berpacaran setelah dia SMA.
Pernyataan cinta sebelumnya tidak membuat hati Aufa seperti sekarang, ada getaran dalam tubuhnya
"Fa, kamu dengar kan apa yang kubilang?" Tanya Radit yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Aufa.
"E..e... oh ya? Ada apa tadi?" Jawabnya dengan suara terbata-bata.
"Mau nggak jadi pacarku, Fa? Saya menyukaimu." Jelas Radit tanpa basa-basi.
Ia memang sangat mudah mengucapkan kalimat suka kepada lawan jenisnya dan Aufa bukanlah yang pertama apalagi yang kedua dan ketiga.
Kalau dihitung-hitung Aufa adalah pacar Radit yang kesekian-sekian kalinya. Subhanallah, play boy-nya tidak bisa diampuni.
Dengan berpikir panjang Aufa menerima cinta Radit. Mereka menjalin kasih tidak secara dekat, melainkan jarak jauh. Radit di Batauga, Buton Selatan dan Aufa di Pasarwajo, Buton.
Jarak mereka dipisahkan oleh darat dan memakan waktu 2 atau 3 jam baru bisa bertemu.
Di tahun 2020
Dua jam itu bukanlah masalah, itu bisa saja ditempuh dengan mudah.
Tetapi berhubung keduanya adalah sama-sama orang tidak punya untuk menempuh di desa keduanya harus menggunakan kendaraan. Anak sekolah tidak diizinkan untuk itu. Jangankan mau naik mobil atau motor, uang saja mereka masih minta kepada kedua orang tua mereka.
Tidak terasa 3 bulan sudah Aufa dan Radit menjalin kasih. Perempuan berambut panjang itu begitu mencintai Radit.
"Ya Allah, jauhkan hubunganku dan Radit dari masalah ya Allah" batin Aufa.
Perempuan kelahiran 95 itu senantiasa berdoa akan hubungannya bersama Radit, laki-laki yang mengajaknya berpacaran 3 bulan yang lalu.
Belum lama mata Aufa tertidur, tiba-tiba hpnya berdering
"Bibi? Ada apa malam-malam begini menelpon?" Bisik Aufa dalam hati.
"Halo, bi" Aufa menjawab telefon bibi Lisna dengan nada ngantuk
"Aufa ee, kamu pacaran kah sama Radit?" Tanpa basa-basi bibi langsung bertanya kepada keponakan kesayangannya
"Eh, iya bi. Heheehe" seketika ia terperanjat dari tempat tidurnya.
"Kenapa? Kamu tahu nggak kalau dia itu laki-laki nggak baik? Orangnya paling banyak heee pacarnya di sini." Tegas bibi Lisna.
"Tahu darimana emangya, bi? Kan bibi nggak lihat?" Tanya Aufa seakan tidak mempercayai apa yang bibi Lisna bilang
"Ya iyalah bibi tahu. Kan dia ponakannya mama Meli (tetangga rumah di Batauga) setiap hari dia bawa perempuan di rumahnya. Ganti-ganti lagi. Memangnya kamu mau jadi korbannya lagi?"
Jelas perempuan 30-an itu.
Agar suasana tidak tambah runyam, Aufa langsung mematikan telponnya
"Isss.. masa iya? Berarti saya selingkuhannya dong?" Ngantuknya hilang seketika.
Beberapa hari setelah Aufa menerima panggilan telepon dari bibi Lisna, ia seakan malas berkomunikasi kembali dengan Radit.
Ia merasa bahwa selama ini Radit mempermainkannya. Hati Aufa begitu sakit dan terpukul
"Ternyata seperti ini rasanya.. sakit juga." Isak Aufa.
Tak terasa air matanya pun mengalir.
Kring kring kriiiiiing...
Hp Aufa berdering hingga membuat seisi rumah terbangun
"Faaaaa... hpmu itu loh bunyii, angkat dooong.. berisik tahuuu" teriak adek laki-laki Aufa dengan nada kesal
"Eh, Ri. Ada apa?" Tanya Aufa dengan malas.
"Kamu kenapa, Fa? Kok lama banget angkat telfonnya?" Suara Mentari dari hpnya
"Tidak jugaaaa.. malas aja. Lagi nggak mood eeee.." sahut perempuan berambut poni ini.
"Heleeeeh.. pasti karena Radit lagi kan?" Ledek Mentari dengan nada penasarannya.
Mentari memang tidak ada sesuatu yang tidak diketahui, apalagi itu mengenai sahabatnya. Hal sekecil apapun pasti ditahu olehnya.
Begitupun Aufa selalu tahu kondisi dan keadaan Mentari. Keduanya sama-sama saling percaya, tidak ada rahasia.
"Udah... putusin saja lah, kan kamu tahu dia itu orangnya nggak baik. Masih mau ya jadi selingkuhannya terussss??" Ledek sahabat kecilnya itu.
"Tau aaaaaah, gelapp.." sambil mematikan handphonenya. Mentari hanya geleng-geleng kepala mendengar keluhan sahabatnya itu.
Keesokan harinya Aufa mendapat telefon dari pacarnya Radit.
"Halo..Fa.. kenapa seminggu ini kamu nggak pernah angkat telefonku lagi? Kamu marah ya?" Tanya Radit dengan penasaran.
"Heleh.. pura-pura nggak berdosa ini anak. Penjahat kelas atas memang" Batin Aufa dengan jengkel.
"Faa.. kok diam sih? Bibimu mulai bicara yang aneh-aneh ya?" Tebak Radit sok tahu.
"Humm.." singkat Aufa.
"Loh, kok jawabnya hanya humm doang?" Tanya Radit dengan nada sok manja.
"Oeeeee... pengen muntah rasanya." Bisik Aufa lagi.
"Eh, kok suaranya mau muntah? Ayolah, Fa jangan terlalu percaya sama bibimu itu.. dia itu badannya kayak gajah kok percayaan daripada pacarmu ini?" Canda Radit
"Kita PUTUS, oke. Jangan hubungi saya lagi. STOP."
Aufa langsung mematikan hpnya dan memblokir nomor Radit begitu saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!