" Panggilan untuk dokter Sie . .panggilan untuk dokter Sie . . harap segera ke IGD . ." suara operator kembali terdengar dipengeras suara ruangan
Di sebuah tempat tidur, tempat istirahat para dokter, tampak seorang wanita berbaju biru dan memakai jas dokter menggeliat dari dalam selimut lalu menghempaskan ke sisi kanannya dan duduk dengan cepat.
Di tepuk-tepuknya penyangga kepala berbentuk kotak nan empuk itu.
" Hhhooaammm . .aduh . . bantalku sayang, seperti nya waktu kita telah habis . ."
Dengan terburu - buru dipakai nya sepatu crocs putih, sepatu wajib selama ia sedang bertugas didalam rumah sakit ini dan membuka pintu didepan nya lalu berlari sambil merapikan rambut dan pakaian nya
IGD
" Laporkan!" tegasnya pada seorang perawat dan mengambil cardboard dari tangan si perawat
" Laki laki, 79 tahun, jatuh dari tangga dan mengalami Hemorrhagia cerebral (pendarahan otak)," jawab si perawat dengan cepat dan mengikuti dokter wanita itu menuju bangsal pasiennya
" Hmm . .riwayat? " lanjutnya
" Kanker paru paru NSCLC ( kanker paru di luar sel kecil) stadium 2, 2x radiologi, dan PCI (Prophylactic cranial irradiation)." Dokter wanita itu memeriksa mata dan mulut lelaki tua yang tak sadarkan diri itu, lalu memeriksa dadanya dengan stetoskop
" Lakukan Mediastinoskopi (teknik membuat sayatan untuk mengambil sampel untuk biopsi pada kanker paru - paru) dan tes darah," perintahnya kepada si perawat tanpa melihat ke arah perawat yang ada didepannya. Tepatnya, di sebelah kiri tempat tidur pasien
" Dokter, apa anda," si perawat bertanya dan membelalakkan matanya ke arah dokter wanita itu
" Ya, cepatlah!"
Dokter wanita itu hanya menjawabnya singkatdan berlalu menuju pasien lainnya .Namun, sebelum ia melanjutkan langkahnya, seseorang menghadangnya dan membuatnyaberhenti. Ia menatap laki - laki setengah baya yang tiba-tiba ada di hadapannya itu .
" Ya? " tanyanya datar .
" Dokter, apakah Anda dokter Emy Sie?" tanya laki-laki paruh baya itu dengan tatapan penuh harap .
" Ya .Jawabnya singkat .
" Benarkah? Kalau begitu, tolong Tuan Besar kami. Kami sengaja kemari untuk bertemu anda dan berharap Anda dapat menolong Tuan Besar kami ini," jawab laki-laki itu dengan senyum melebar.
Dari ucapannya, tampak ia sangat senang bertemu dengan dokter wanita yang ternyata bernama dr. Emy Sie itu .
" Tuan Besar? " dr. Sie mengernyitkan alisnya .
" Ah . . iya itu . .kakek - kakek yang barusan anda periksa, " tunjuk laki-laki itu ke arah kakek yang baru saja diperiksa Emy
" Dan Anda adalah?" selidik Emy
" Ah, maaf saya lupa mengenalkan diri. Saya, Man Ho, asisten pribadi Tuan Besar Kim," jawab laki-laki itu, sembari mengulurkan tangannya .
" Baiklah, saya masih menunggu hasil laporan lab.Saya akan berusaha semampu saya. Permisi, saya harus memeriksa pasien lainnya,"jelas Emy, ia sedikit menundukkan kepalanya dan berlalu melanjutkan pemeriksaan ke pasien lainnya .
Senyum mengembang di bibir pak Man Ho. Ia begitu senang, karena pada akhirnya ia bisa bertemu dokter Emy Sie, seorang dokter yang ia harapkan dapat menolong menyembuhkan Tuan Besar Kim dari penyakitnya .
. . .
" Ya . ." Emy memencet interkom di sampingnya tanpa melepas pandangannya ke arah komputer didepannya .
" Dokter Sie . . . hasil laboratorium pasien Kim Tae San sudah selesai," terdengar suara perawat lewat interkom
" Ok . .trims,"
" Sama-sama dokter."
Setelah melihat beberapa waktu Emy membaca hasil tes pasiennya, Kim Tae San, di layar monitor di hadapannya, Emy memencet interkom yang terhubung dengan ruang perawat .
. . .
" Ya, dokter? "
" Tolong panggilkan Tuan Man Ho ke ruangan saya."
" Baik, dokter .
Tak berapa lama kemudian ada suara ketokan di pintu ruangan Emy .
" Masuk!" serunya, namun tetap saja matanya terarah ke layar monitor didepannya .
" Dokter Sie . . .bagaimana dengan hasil Tuan Besar? " kekhawatiran tampak di wajah Pak Man Ho .
" Pak Man Ho, begini . . . sel kanker Tuan Besar Kim sudah menyebar hingga ke limfa, dan sekarang kanker Tuan Besar sudah masuk stadium 4 . Sepertinya, kemoterapi adalah satu satunya upaya kita yang terakhir. Dan untuk pendarahan otaknya, tidak begitu parah jadi tindakan operasi tidak diperlukan.Hanya saja untuk kankernya . . ."
" Dokter . . .tolong beritahu berapa kans Tuan Besar jika bersedia untuk Kemoterapi?" potong pak Man Ho dengan wajah sendu dan sepertinya ia berusaha menahan air matanya
Emy melihatnya dengan dengan simpatik, karena ia tahu bahwa harapan hidup Tuan Kim tidak lama lagi dan ia tidak dapat melakukan apapun untuk membantunya .
Emy menarik nafasnya dalam-dalam dan berkata,
" Kurang lebih 1,5 tahun jika ia melakukan kemoterapi, dan 4 - 7 bulan jika beliau tidak bersedia melakukannya. Emy tak sanggup lagi melihat wajah pak Man Ho dan mengalihkan pandangannya ke monitor .
Mata pak Man Ho membulat.Ia memejamkan matanya dengan rapat. Ia tak tahu harus berkata atau bertanya apalagi
" Dokter, tolong lakukan sesuatu, bisakah Anda menolong Tuan Besar? Saya mohon dokter, saya mohon . . berapapun biaya tidak masalah asal Anda . ."
" Pak Man Ho, saya akan berusaha sebaik mungkin, bukan masalah biaya yang saya kuatirkan, Pak. Tapi, saya akan tetap cari solusi terbaik untuk pasien - pasien saya. Pak, mohon bersabar dan banyaklah berdoa, saya yakin mujizat masih ada," potong Emy dan memegang tangan pak Man Ho, kemudian menaruhnya di atas mejanya saat ia melihat pak Man Ho memohon dengan melipat kedua telapak tangannya di hadapan Emy. Emy menepuk - nepuk tangannya pelan untuk menghiburnya.
Pak Man Ho pamit dan berdiri, iamembuka pintu ruangan Emy, menutupnya dan mendesah. Ia tak tahu apa yang harus ia katakan pada Tuan Muda.
Tak terasa air mata sudah menetes dikedua pipinya. Pak Man Ho hanya bisa menarik nafas dalam -dalam, menyeka air matanya dan beranjak dari depan ruangan dr. Sie
Tuan Besar masih belum sadarkan diri saat pak Man Ho kembali ke ruang rawat. Ya, Tuan Besar sudah dipindahkan ke ruang rawat karena sudah melewati masa kritisnya akibat terjatuh dari tangga .
Pak Man Ho melihat wajah Tuan Besar dan tersenyum getir, " Tuan Besar, tolong bangunlah, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan . . .apa yang harus saya katakan pada Tuan Muda. Hanya Anda yang Tuan Muda miliki saat ini, Tuan Besar . .hu hu hu . . " Pak Man Ho tak dapat lagi menahan tangisnya.
Ia menangis tersedu dan menghempaskan tubuhnya di sofa yang berada disamping tempat tidur rawat Tuan Besarnya .
" Selamat pagi," sapa Emy pada pak Man Ho pagi itu.
Mata merah dan sembab serta wajah kelelahan tampak jelas terlihat di wajah pak Man Ho .
" Selamat pagi dokter Sie," sambut pak Man Ho dengan sedikit senyuman .
Emy langsung memeriksa keadaan Tuan Besar dengan seksama, dan memberi sedikit instruksi pada perawat yang mengikutinya.
"Vital Tuan Kim sudah membaik, dan dalam beberapa jam beliau akan sadar, tolong segera hubungi saya jika sudah sadar ya, pak Man Ho," kata Emy dengan tersenyum.
Pak Man Ho membeku melihat senyum Emy. Senyum yang begitu menawan. Menambah kecantikan alami Emy lebih terpancar .
" Hmm . . pak . . pak . . pak Man Ho . . . Anda tidak apa-apa? " perawat melambai -lambaikan tangannya didepan wajah Pak Man Ho, karena Pak Man Ho tiba - tiba saja tak ada reaksi alias membeku.
Matanya membelalak dan mulut menganga sampai - sampai kalau ada lalat masuk, pasti pak Man Ho tak akan menyadarinya .
" Ah . . ah . . he he he . . i -iya . . iya . . saya tidak apa apa," jawab pak Man Ho terbata -bata, wajahnya berubah menjadi merah karena malu.
Si perawat hanya tersenyum melihat tingkah pak Man Ho dan wajahnya yang memerah seperti tomat .
" Baiklah, Pak . . saya permisi untuk visite ke pasien lainnya. Emy pamit dan pergi keluar ruangan Tuan Besar dengan langkah cepat seperti biasa. .
Emy sudah biasa dengan model wajah orang yang mengaguminya .Ya, dia adalah wanita muda yang sangat cantik dengan senyum yang sangat menawan hati.
Walau banyak juga yang melihatnya dengan wajah seperti pantat panci .Semuanya Emy tanggapi dengan biasa.
Tampak lampu warna putih menyala di ruangan perawat. Perawat pun segera menghubungi Emy, karena itu adalah ruanganTuan Besar. Tak berapa lama Emy dan beberapa perawat tampak berlari ke arah ruangan Tuan Besar .
Emy segera melakukan pemeriksaan dan melihat monitor yang ada disisi tempat tidur Tuan Besar,
" Dokter bagaimana keadaan Tuan Besar? Saya baru saja dari kamar mandi,dan saya lihat jari tangan Tuan Besar bergerak, "jelas Pak Man Ho sambil berdiri melihat ke arah Emy dan Tuan Besar bergantian .
" Hmm . . .Tuan Besar, bangun . . . . .Tuan . . .Anda mendengar saya, Tuan Besar?" Emy berusaha memanggil Tuan Besar yang terlihat berusaha membuka matanya, dan mengedip ngedipkan matanya karena silau lampu .
" Aarrghhh . . Oh . . suara Tuan Besar mulaiterdengar. Sakit di bagian kepala membuatnya meringis .
" Tuan Besar . . . syukurlah, Tuan . . . Anda sudah sadar. Senyum mengembang dibibir pak Man Ho yang sedari tadi begitu gugup antara senang dan kuatir.Tapi, melihat Tuan Besarnya membuka mata, perasaan itu hilang berganti sukacita .
" Tuan Besar, apa Anda bisa mendengar saya," tanya Emy setelah ia memeriksa mata Tuan Besar dan dadanya .
" Ah , iya . . Anda . . dokter . . yang . . menolong . .saya?" tanya Tuan Besar. Nafasnya masih berat untuk berbicara .
Emy tersenyum dan menjawab Tuan Besar dengan lembut, " Yang menolong Anda adalah asisten Anda yang baik ini, saya hanya membantu saja disini . . "
Mata Tuan Besar berbinar saat melihat Emy .
Selang 2 hari kemudian, Emy kembali melihat hasil tes darah dan rontgen Tuan Besar kembali, yang membuatnya mengerutkan alisnya dan segera beranjak menuju ruangan Tuan Besar .
Emy memberi salam dan tersenyum pada Tuan Besar, saat dilihatnya Tuan Besar tengah duduk di tempat tidurnya,
" Selamat siang, Tuan Besar."
' Cantik sekali gadis ini, senyumnya luar biasa dan suaranya pun lembut . . hmm . . aku harus jadikan dia cucu menantuku . . . he he he. '
Lamunan Tuan Besar membuyar saat Emy mengguncang sedikit tangannya .
" Oh . . .ah . . .ya, dokter?"
Emy hanya menggeleng dan tersenyum, " Sepertinya Anda sudah membaik. Tapi, Anda harus dirawat beberapa hari disini. Dan, mengenai penyakit Anda . . .apakah Anda bersedia melakukan kemoterapi?" dengan hati-hati Emy bertanya pada Tuan Besar .
Ia tak ingin pasiennya tersebut syok atau langsung menolaknya melakukan pengobatan.Karena banyak penderita kanker menolak untuk melakukan kemoterapi karena efek samping yang di akibatkannya .
" Kemoterapi? He he he . . .dokter, saya sudah cukup baik dengan keadaan saya saat ini. Sewaktu diKorea saya sudah melakukan radiasi dan PCI (jenis radiologi untuk menghambat penyebaran sel kanker). Jadi, saya rasa sudah cukup. Saya lelah, dokter . . .Eh, dokter ini siapa namanya? Apa Anda dokter magan?"
" Saya dokter Emy Sie, Tuan Besar," jawab Emy lembut .
" Oh . .benarkah? Anda dokter Emy? Berapa umur Anda? Kenapa masih seperti anak sekolah?" tanya Tuan Besar antusias dan senyum yang terus merekah di tersemat di antara pipi keriputnya .
" Ha ha ha . . .iya, Tuan Besar. Saya, dokter Emy Sie .Saat ini, umur saya 20 tahun," jawab Emy .
Tuan Besar dan pak Man Ho mengangakan mulutnya tak percaya .Bagaimana mungkin,seorang dengan umur begitu muda sudah memiliki nama yang begitu besar di dunia kedokteran .
Selama ini mereka berdua memang tahu jika dokter Emy yang terkenal itu masih muda.Tapi, mereka tidak tahu pasti, berapa umur dokter Emy. Karena dokter ini sangat low profile. Bahkan, jika dicari di situs pencarian, hanya akan muncul nama, gelar, pendidikan, beberapa prestasinya dan tempat praktek.Foto dan tanggal lahir tidak pernah tertera. Itu sebabnya Tuan Besar begitu terheran-heran dengan Emy .
" Ha ha ha . .Tuan Besar dan pak Man ho . .awas ada lalat masuk, Tuan, Pak," gelak si perawat.Emy hanya diam dan tersenyum lebar melihat keduanya .
" Dokter Emy ini sudah profesor Tuan Besar. Dia juga pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Chicago. Beliau ini, lulusan terbaik dan termuda Fakultas Kedokteran Universitas Harvard."
Tak pelak penjelasan perawat itu menambah lebar mulut kedua orang tersebut .
" Oh . .Tuan . .Pak Man Ho . .awas itu liurnya sudah mau menetes," goda perawat bertubuh gembul dan ber ras hitam itu.
Karena godaan itu, Tuan Besar dan pak Man Ho salah tingkah dan wajah mereka memerah. Emy hanya bisa menahan tawanya melihat mereka .
" Ah, sudah . . sudah. Tuan Besar, mengenai penyakit Anda, saat ini solusi terakhir adalah kemoterapi. Perawatan Anda diKorea kemarin . .mohon maaf sepertinya tidak berhasil, Tuan . . dan sel kanker . .sudah menyebar ke 90% paru-paru Anda. Emy terpaksa menjelaskannya dengan detil. Pak Man Ho tampak kaget, namun Tuan Besar hanya mengangguk tenang .
" Dokter, terima kasih banyak atas keterangannya. Tapi, saya tidak ingin kemoterapi. Saya ingin menjalani sisa hidup saya dengan tenang, " jawab Tuan Besar .
" Tuan Besar, memang dengan kemoterapi ada beberapa efek samping, tapi setidaknya akan membantu kesembuhan anda juga . ."
"Tuan Besar, saya melihat kalau anda masih memiliki badan yang bugar selain dari paru-paru Anda, saya yakin, Anda pasti mampu melaluinya . . ." bujuk Emy, tak lepas mata indah Emy memandang penuh harap kearah Tuan Besar
Tuan Besar hanya tersenyum dan berkata,
" Apakah anda mau berjanji sesuatu pada saya jika saya bersedia melakukan kemoterapi?" pandangan simpati Emy berubah menjadi bingung. Tuan Besar hanya tersenyum dan melanjutkan memakan buburnya .
" Berjanji apa, Tuan Besar? Jika saya bisa dan tidak melanggar hukum, saya pasti berjanji pada Anda," jawab Emy dengan pasti .
" Tidak, ini tidak melanggar hukum sama sekali. Bagaimana, apa Anda mau berjanji? jika Anda berjanji pada saya, maka saya akan melakukan kemoterapi,"
Mendengar itu Emy dan perawat juga bingung, tapi Emy juga ingin menolong Tuan Besar untuk sembuh atau setidaknya, memperpanjang sedikit waktunya yang tersisa di dunia ini .
Akhirnya dengan mantap Emy menjawab, " Baik! Saya berjanji pada Anda! "
"Ha ha ha ha . . . baik . . . saya tahu dokter begitu peduli dengan pasien - pasien dokter . . ha ha ha . . Ok, deal?" Tuan Besar tersenyum mengulurkan tangannya dan mengangkat satu alisnya .
"Deal!"
Emy menyambut uluran tangan Tuan Besar dengan yakin .Dia yakin kalau Tuan Besar tidak akan membuatnya melakukan sesuatu yang ilegal .
Perawat gembul bernama Rita dan pak Man Ho hanya bisa terdiam, melihat percakapan kedua orang itu .
" . . Janji apa itu Tuan Besar? "
" Bisakah kita bicara secara pribadi?" tanya Tuan Besar dan melirik kearah perawat Rita. Perawat Rita melihat kearah Emy dan Emy menganggukan kepalanya, mengijinkan-nya meninggalkan ruangan
Sepeninggal perawat Rita, Emy melihat kearah Tuan Besar meminta penjelasan,
" Baiklah, dokter Emy. Bisakah saya bicara informal dengan Anda? " tanya Tuan Besar.
Emy hanya tersenyum dan mengangguk .
" Emy . . Kakek ingin kau berjanji untuk menikahi cucuku, Kim Tae Sang," ucap Tuan Besar penuh dengan keseriusan terlontar .
" Hah?? Me - menikah, Tuan Besar?" Emy begitu kaget dengan permintaan Tuan Besar .
***
notes: entah kenapa sudah bener nyusunnya, di upload kok berantakan tulisannya.
tok tok...
" Masuk!"
Emy sedang merapikan berkas berkasnya ketika suara ketokan pintu terdengar.
" Emy!" seorang laki -laki muda masuk keruangan Emy dan meninggikan suaranya memanggil Emy,
yang seakan tak mempedulikannya setelah sejenak Emy melihatnya dan kembali dengan aktifitasnya.
" Oh, my God. Jangan teriak! Aku tidak tuli!" jawab Emy kesal.
" Are you sure, you gonna do that? I mean, marry that old man grandson?! " lanjut laki-laki itu dan hanya acuh
akan nada kesal Emy akibat suara baritone nya yang keras.
" Yeah ... " jawab Emy singkat.
" Aarrghhh ... " Laki-laki itu meremas rambut di kepalanya, lalu memejamkan matanya sembari mengeluarkan
nafasnya dari mulut dengan kasar.
" Sooo ... kamu bakal menikah dengan cucu orang itu, yang bahkan kamu belum lihat dan kenal orangnya?? EMY!!!...ARE YOU CRAZY?!! "
" Mike, don't worry. Aku hanya akan menikahinya diatas kertas saja, bukan menikah sebenarnya. Kau tahu, aku
juga belum siap untuk itu." Jawab Emy dengan tenang.
Emy tahu Mike sangat mengkhawatirkannya. Mike selalu mencintainya seperti adiknya sendiri. Bahkan istri
Mike pun juga begitu mencintai Emy. Sepasang suami istri inilah yang dulu membuatnya bangkit dari
keterpurukan setelah kematian ayah angkatnya yang tiba-tiba itu dan berbagai peristiwa kelam yang
dialami Emy dulu.
" I DON'T CARE! YOU ARE NOT GOING TO KOREA AND DO THOSE SILLY THING!!! " Seru Mike geram.
" Mike! Pelankan suaramu! Ini rumah sakit! "
" Aku tidak mau tahu Emy, aku dan Marie tidak akan pernah mengizinkanmu pergi melakukan hal bodoh itu!"
" Mike, kau tahu aku sangat mencintai pekerjaanku dan pasien - pasienku. Aku akan lakukan sebisaku
untuk kesembuhan mereka dan membuat mereka kembali tersenyum. Jadi, tolonglah Mike ... Tolong ... "
" Cukup, Emy. Cukup. Aku dan Marie tidak akan mengizinkanmu. Itu adalah hal konyol! Dan itu bukan
tanggung jawabmu! Kalau masalah pengobatan, oke, kamu ke Korea. Tapi, kalau ke sana untuk menikah
hanya demi janji konyolmu, supaya orang tua itu bersedia kemoterapi, AKU DAN MARIE TIDAK AKAN
MENGIZINKANMU! Titik. " Mike membalikkan badannya dan melangkah pergi, membuka dan menutup pintu
ruangan Emy dengan kasar.
Emy hanya bisa terdiam dan menghela nafas. Dilema yang tak tahu bagaimana ia dapat mengatasinya. Di satu sisi,ia ingin pasiennya tersenyum dan melewati sisa hidupnya dengan memenuhi harapan terakhirnya serta bersedia melakukan kemoterapi, tapi disatu sisi ia tak ingin menyakiti hati kedua kakak angkatnya yang begitu mencintainya.
" Man Ho, bagaimana keadaan rumah? Apa Tae Sang sudah pulang? " Tuan Besar tampak kembali cerah setelah tinggal seminggu di Rumah Sakit Memorial Chicago ini. Tampaknya, pilihan Man Ho tak salah tentang rumah sakit ini.
"Ah, Tuan Muda sudah kembali, Tuan Besar. Dan sekarang, sedang mengurus proyek perumahan di Jeju,"
jawab Man Ho tak kalah cerianya.
Mereka berdua tampak senang, karena untuk Tuan Besar, akhirnya ia dapat mencarikan pendamping untuk
cucu satu-satunya itu.
Jadi, jika ia harus pergi menghadap Sang Khalik nanti, cucunya itu tidak akan sendirian. Sedang untuk pak Man Ho,
ia senang karena Tuan Besar bersedia kemoterapi, walaupun dia juga merasa kasihan dengan dokter Emy karena
harus menikah dengan orang yang tak dikenalnya, bahkan Tae Sang adalah seperti bongkahan es yang tak pernah tersenyum dan sangat kaku.
" Man Ho ... Apa nanti nya Tae Sang akan menerima Emy, ya?" Tanya Tuan Besar, ia kuatir dengan cucunya itu.
" Tae Sang sangat keras kepala dan ..." Dahi keriput itu kembali berkerut, hembusan nafas panjang Tuan Besar pun terdengar di telinga Man Ho dengan sangat jelas.
" Tuan Besar, dokter Emy sangat cantik dan baik. Saya yakin Tuan Muda akan menyukainya," jawab pak Man Ho
sembari membayangkan Tuan Mudanya menggandeng mesra dokter Emy yang membuat pak Man Ho tersenyum
sendiri.
Tuan Besar tertegun melihat pak Man Ho tersenyum sendiri dan akhirnya ikut tersenyum pula.
" Dokter Emy ... dokter! " seorang perawat berlari kecil ke arah Emy dan memanggilnya.
Emy yang sedang berjalan dan membaca report yg ada ditangannya pun berhenti dan mencari asal suara yang
memanggilnya.
"Ah, Rita. Ada apa?" tanya Emy
" Ehmm, apa kau sungguh akan pergi ke Korea?" bisik Rita.
Emy membelalakan matanya, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu bertanya dengan berbisik di kuping perawat
Rita,
" Kau dengar dari mana, Rita? " kembali Emy melihat ke kanan kiri.
" Ha ha ha ... Emy ... kau tahu, 'kan, apa julukanku? 'Detektif Rita' jadi, aku tahu segalanya. He he he ..." Jawab Rita bangga dan menepuk dadanya sendiri.
" Jadi, benar kau mau pindah ke Rumah Sakit Seoul University?" bisik Rita lagi.
" Hehh ... iyaa. Aku akan pindah, tapi Mike dan Marie marah besar. Mereka tidak memberiku izin." Jawab Emy
tertunduk lesu dan tak lagi membaca report yang ada di tangannya.
" Emy, Aku tahu kau ingin pasienmu sembuh, dan kau mau lakukan apapun supaya mereka bersedia diobati.
Tapi, kamu juga harus memikirkan dirimu sendiri. Seoul itu berbeda sama Chicago. Disini, biarpun usiamu
masih kecil, asal kamu benar-benar bisa, kami pasti terima dengan tangan terbuka. Tapi, kalau orang asia,
mereka lihat ke-senioritas pada lamanya kamu bekerja dan usia. Walaupun kau pintar, kamu tidak akan dianggap di
sana," terang Rita panjang lebar.
" Eh, Rita. Kok ... kamu tahu soal itu? Emang kamu pernah ke sana?" tanya Emy penasaran.
" He he he ... dulu, anak tetangga ku kerja di sana, di perusahaan software. Dia anaknya pintar dan dapat gelar S2 padahal dia masih umur 22 tahun di bidang IT. Karena mamanya orang Korea, jadi dia ingin melihat
negara mamanya sambil kerja disana. Dia diterima jadi pegawai magang, tapi orang di sana tidak ada yang mau
memberi tugas sesuai keahliannya. Malah, mereka tidak percaya sama dia. Akhirnya, dia jadi stress dan balik ke
sini lagi."
" Oh, ya? Terus sekarang di mana dia kerja? "
" Kalau tidak salah, di Google ... eh, Emy lebih baik kamu pikirkan lagi, ya. Mike sama Marie benar, kamu jangan
ke sana," saran Rita sambil memegang lengan Emy dan melihat lurus ke mata Emy sebagai pertanda dia serius
dengan semua yang dikatakannya.
" Rita ... nasib semua orang itu berbeda. Aku ke sana, karena aku mau Tuan Kim bersedia kemoterapi dan pulih.
Aku kerja di Rumah Sakit Universitas Seoul juga belum pasti. Karena, aku juga sedang menunggu info Tuan Kim.
Dia yang akan mengatur semuanya." Emy menjawab Rita dengan lembut agar Rita tenang dan tidak khawatir
tentangnya lagi.
Drrtt ... drrt..
" Ah, Rita. Aku harus ke IGD, dah ..." dengan lambaian tangan Emy berlari meninggalkan Rita yang berdecak
kecewa, karena Emy tak mau membatalkan kepergiannya.
Rita sudah dekat dengan Emy dan menyukai Emy, walau awalnya dia sangat membenci Emy karena iri dengan apayang Emy miliki, yakni otak, wajah dan body. Tapi, kebaikan dan tanggung jawab yang diperlihatkan Emy membuat Rita kagum dan akhirnya berbalik menjadi menyukai Emy.
Setelah menangani Operasi darurat selama 6 jam, akhirnya Emy bisa beristirahat dan menikmati makan siangnya. Oopss bukan ... makan sore ... begitulah dokter di rumah sakit ini.
Mereka hanya bisa makan dengan mencuri - curi waktu yang ada, karena tak bisa ditebak kapan pasien akan
berhenti datang dan membutuhkan mereka.
Kode biru selalu saja muncul disetiap jam yang tak pasti. Tak ayal, banyak dokter di tempat ini yang tak betah berlama-lama untuk praktek bekerja di sini. Tapi, Emy justru memilih bekerja disini setelah selesai menempuh
masa residensi-nya di Harvard University Hospital.
Emy suka tantangan dan dia juga suka bekerja dalam tekanan, karena dapat memacu kinerja otaknya dengan
cepat dan menambah kecekatan tangannya bekerja.
triiing ... triiing..
" Hallo, iya, Pak Man Ho ... ah, iya. Saya akan ke sana 5 menit lagi. Iya, baik. Terima kasih." Emy mempercepatnya
makannya dan berlari mengembalikan nampan makannya ke counter, lalu berlari kecil dan menyambar botol
minuman yang tersedia didekat pintu keluar.
Emy berdiri dan menunggu didepan lift setelah ia memencet tombol naik.
ding...
Pintu lift terbuka dan Emy segera masuk. Ia bertemu Mike didalam Lift. Emy menekan tombol 12 di mana ruang
VIP berada.
" Kau sudah makan?" tanya Mike
" Hmm..." Emy menoleh ke arah Mike dan mengangguk.
" Apa kau mau bertemu orang tua itu?" Mike melihat Emy dengan kedua alisnya yang menyatu.
" Hmm ..."
" Katakan pada orang tua itu, kalau kamu tidak jadi ke Seoul, oke? " perintah Mike.
" Mike ... kita bicarakan ini nanti ya, Oke? " pinta Emy.
" Fine! " Mike beranjak keluar dengan geram dari lift saat pintu lift terbuka tanpa menyadari jika itu bukanlah
lantai yang ia tuju.
Emy yang melihat itu heran dan berpikir, ' kenapa Mike kesana? itu 'kan ... Departemen Bersalin. '
Tak lama, Emy terpingkal menyadari kesalahan Mike hingga mengeluarkan air mata di sudut mata nya.
Emy telah berada di depan ruang VIP tempat Tuan Besar dirawat.
tok ... tok ...
" Permisi, Tuan Besar. Bagaimana keadaan Anda hari ini? " sapa Emy, tak lupa senyum menawan ikut menghias
wajah cantiknya.
" Oh, ha ha ha ... hei! Kau lupa ya, panggil aku Kakek dan pakai bahasa informal saja ya, he he he ... kau 'kan
calon cucu menantuku..." Sahut kakek Kim, ia begitu senang setiap kali melihat Emy.
" Ah, iya maaf, Kakek. Emy lupa ... hehehe ... " Emy menjawab Kakek Kim dengan sungkan.
" Emy ... Kakek sudah atur supaya kamu kerja di Rumah Sakit Emerald di Seoul, jadi nantinya kamu bisa terus
merawatku. Kalau soal tinggal, kamu bisa tinggal di tempat Tae Yang setelah kamu dan Tae Yang menikah. Tapi,
sebelumnya kamu tinggal dengan Kakek, ya? Bagaimana?"
" Ehmm, Kakek. Begini ... bolehkah aku tinggal di rumah Mama angkatku sebelum menikah?"
" Mama angkatmu ada di Seoul juga? "
" Iya, Kek. Orang tua angkatku tinggal di Seoul. "
" Baiklah, kalau begitu, kita akan ke Seoul 1 minggu lagi. Bagaimana? "
Emy terkejut, dia tak menyangka akan secepat ini.
" Ah ... ah ... Kakek... aku belum mempersiapkan apapun, dan jadwal operasi juga masih sampai minggu depan.
Tidak mungkin aku limpahkan ke dokter lain, karena semuanya di sini sangat sibuk. Jadwal mereka juga sama
padatnya seperti Emy. Lagi pula, Emy juga harus tunggu pengganti Emy, Kek. "
Kakek Kim terdiam dan tampak berpikir.
" Kapan penggantimu datang? Kalau terlalu lama, bagaimana dengan kemoterapi? Karena, aku hanya akan
kemoterapi setelah melihat kau menikah." Ancam kakek dengan nada tenang dan datar.
Emy begitu bingung dan menatap Kakek Kim dengan sayu. Ia tak ingin menunda terapi kakek Kim karena
akan sangat berbahaya. Tapi, dia juga tak bisa meninggalkan pasien - pasien lainnya.
" Baiklah, kek. Aku akan telepon calon penggantiku supaya cepat datang." jawab Emy dengan senyum yang
sedikit dipaksakan.
" Hmm, oke. Sekarang, pergilah. Kakek tunggu ya," setelah mengatakan itu, kakek Kim berbaring dan memejamkan
matanya seolah -olah tak pernah mengancam Emy dengan kesehatannya.
Kadang, Kakek Kim juga tak habis pikir, kenapa Emy begitu berdedikasi terhadap pekerjaannya ini. Tapi, itu sangat
menguntungkannya, jadi kakek Kim tidak lagi mau ambil pusing.
Sebenarnya, Kakek Kim pernah mendengar dari salah satu koleganya, bahwa dokter Emy sangat memegang teguh janji yang sudah diucapkannya, jika dokter Emy sudah berjanji, ia pasti akan menepatinya.
Itu adalah kelemahan dan keunggulan dokter Emy. Tapi, karena itulah kakek Kim dapat memperoleh calon cucu
mantu.
Saat ini, Emy kembali disibukkan dengan pasien - pasien emerjensi hingga tak terasa jam sudah menunjukkan
pukul 9 malam, di mana waktu kerja nya telah usai. Emy sangat rindu kasur dan bantalnya yang empuk di apartemennya.
Sudah 3 hari ini dia belum pulang dan beristirahat dengan benar. Kali ini, ia ingin segera sampai di rumah, berendam dan menikmati kenyamanan kasurnya. Emy hanya tersenyum membayangkannya.
Keseharian Emy dijalaninya dengan kesederhanaan. Walau sebenarnya, jika Emy mau, dia dapat hidup
dengan mewah. Karena Emy juga seorang Designer Fashion terkenal dengan nama panggung Ease dengan
merk yang digandrungi mulai kelas menengah bawah hingga kelas atas, baik tua maupun muda yakni merk
"L'amour"
Tapi, tak banyak orang yang tahu tentang identitasnya yang kedua ini. Karena ia memilih untuk memperkerjakan
Marie sebagai CEO perusahaan fashionnya. Emy hanya akan memeriksa dan menandatangani setiap berkas
dan data keuangan setiap bulannya saat ia cuti.
Selain itu, Emy juga merupakan seorang hacker handal yang sering dicari pihak NASA ataupun Badan
Pertahanan agar bersedia bekerja dengan mereka. Tapi, untuk hancking, Emy hanya akan menggunakannya saat
ia membutuhkannya saja.
Emy bersedia membanting tulang dan bekerja dengan keras, karena ia juga harus
menafkahi orang tua kandung dan kakak kandungnya di Indonesia yang masih kuliah, tapi sudah memiliki
seorang anak, akibat pernah terjerumus seks bebas dengan kekasihnya, yang saat ini menjadi istrinya.
Selain itu, Emy juga harus menanggung biaya rawat ibu angkatnya yang sedang sakit di Seoul.
Tapi dari semua beban hidup itu, Emy bersyukur, karena dengan begitu, Emy dapat terpikir untuk mendirikan perusahaan dari hobi menggambar dan hacking. Dengan adanya 2 usaha pribadinya tersebut, bukan hanya
mencukupi kebutuhan pribadinya tetapi juga dapat membantu orang lain.
Sejak masa kecilnya dulu, orangtua kandung dan orang tua angkatnya mengajarkannya untuk senantiasa berbagi, hingga saat Emy kecil berumur 10 tahun, ia sudah memberanikan untuk berjualan hasil lukisannya dan membuat
software dan malware sederhana, untuk membantu 2 orang gelandangan dibawah jembatan yang dilihatnya saat
pulang sekolah sedang mengais makanan di tong sampah dan tampak kedinginan.
Emy menggunakan uang jajan dan hasil jualannya untuk membeli jaket dan selimut juga makanan untuk mereka.
Dan, hingga saat ini, Emy membiayai hidup 3 rumah singgah orang gelandangan dan eks tentara di negara adidaya
ini. Setiap rumah singgah terdiri dari 30 hingga 45 orang. Ia juga menanggung segala biaya hidup dan sekolah 2
panti asuhan yang ia dirikan di China, serta membiayai pendidikan untuk anak-anak di Indonesia Timur.
Sampai di apartemen bernuansa minimalis dengan dinding kaca disisi kanan yang menghadap ke kota, Emy
melempar tas ranselnya ke sofa dan berjalan menuju dapur untuk mengambil susu dan menegaknya.
Emy berjalan ke kamarnya dan membuka bajunya satu per satu lalu masuk ke kamar mandinya. Menyalakan air untuk mengisi bathtub-nya dan memberi minyak esensial lavender serta body foam kesukaannya.
Sementara menunggu bathtub terisi air sesuai keinginannya, Emy menyempatkan diri menggosok gigi dan mencuci mukanya lalu masuk ke dalam bathtub dan menggunakan masker Kiehl's Calendula.
" Ahh ... segarnya ... hmmm ... Seoul I'm coming!"
senyum indah kembali menghiasi wajah cantik dan manis seorang Emy
Emy POV
" Ahh, akhirnya selesai juga. Semua sudah beres tinggal telepon Bryan." Ku raih benda pipih di sakuku setelah
kulihat semua barang-barangku telah tersimpan rapi didalam kardus.
Tutt .... Tutt ...Tutt ...
" Hmmm ... kenapa Bryan tidak angkat teleponnya, ya? " ini sudah ketiga kalinya aku menelepon Bryan, tapi masih
juga belum ada jawaban.
'Ahh ... sudahlah mungkin lagi di jalan,’ pikirku. Kembali ku periksa semua kesiapan pelimpahan tugasku
untuk Bryan. Setelah ku rasa semua beres, aku jadi teringat Mike dan Marie.
Sudah seminggu sejak ku ajukan surat pengunduran diri, Mike dan Marie tidak menghubungiku. Padahal biasanya
mereka akan menelepon setiap hari dan mengecek keadaanku.
Tapi kini, bahkan saat aku bertemu di rumah sakit, Mike seolah-olah tidak mengenalku. Saat ku panggil ketika
kami bertemu dilorong rumah sakit, tak sedikitpun ia melihat atau balik menyapaku. Aku tahu,mereka sangat
marah akan keputusanku ini. Tapi, aku lebih ingat akan kesehatan pasienku itu. Kakek Kim hanya memiliki waktu
sekitar 1 tahun saja. Jika aku bisa menorehkan kenangan manis padanya sebelum dia pergi selamanya, maka
dengan senang hati aku akan melakukannya. Lagi pula, Kakek Kim juga berjanji akan membantu Yayasan Kanker,
yang tanpa kakek Kim ketahui adalah yayasan yang aku rintis untuk membantu penderita kanker yang tak mampu.
Bagaimana Kakek Kim tiba-tiba saja mau membantu yayasan kecil itu? Karena, secara tak sengaja aku
menyebutkannya didepan kakek Kim ketika ia bertanya alasanku meminta perpanjangan waktu selama 3 hari untuk stay diChicago. Yaitu, karena aku harus mengurus beberapa pembayaran pasien kanker yang tertunda.
" Baiklah Emy, kau bantulah mereka dulu lalu kau bisa menyusulku dan Man Ho ke Korea. Oh ya, soal
keterlambatan pembayaran karena dana Hope yang menipis, aku janji akan membantu mereka. Man Ho
akan mentransfer $100.000 dulu untuk saat ini. Selanjutnya, aku akan membantu mereka setiap bulannya
kalau kau sudah diKorea. Ya, hitung-hitung sebagai kompensasi karena satu dari pegawai mereka ku
rebut ... he he he. "
Aku kaget tak percaya mendengar itu. Jadi, yayasan ku benar-benar punya donatur tetap?
Selama ini,aku membiayai sendiri yayasanku dari gajiku sebagai dokter disini. Karena laba perusahaan fashion
sudah ku anggarkan untuk orang tua, kakak dan juga rumah singgah dan panti asuhan.
" Kakek, benarkah itu? Kakek akan membantu Hope? " Tanyaku. Ku rasa mataku mulai buram karena air mataku
sepertinya telah terkumpul disana dan siap menetes dengan bebas di pipiku.
" Iya, sayang. Kau tidak usah lagi bekerja disana mulai saat ini, ya. Setelah kau selesaikan pekerjaanmu diHope, kau segera ke Korea, oke? " Jawab kakek Kim dengan tersenyum.
Aku begitu terharu akan kebaikan kakek yang baru ku kenal ini. Ku peluk erat kakek Kim dan ku basahi ceruk
leher kakek dengan air mataku.
" Hei! Sudah ... sudah ... leher Kakek sudah basah ini. " Gurau kakek. Kakek melepaskan pelukanku dan menepuk
puncak kepalaku dengan lembut. Senyum hangat kakek menenteramkan hatiku.
Ah, bila aku ingat lagi akan hal itu, sungguh tidak sia-sia kuambil keputusan ini. Pergi ke Korea, tempat Kakek ingin
menjalani kemoterapi.
Aku mengerti akan keputusan kakek, ia mau kemoterapi diKorea agar saat ia memang harus pergi, tak akan
merepotkan cucu kesayangannya. Kalau kakek dirawat disini, diChicago, maka cucu kesayangannya itu harus
mengurus banyak hal. Selain itu, kakek Kim tak ingin jauh dari cucunya.
Ku layangkan pandanganku melihat kota Chicago untuk terakhir kalinya sebelum aku masuk bandara dan check-in. Sebenarnya, hatiku berat meninggalkan kota ini. Banyak kenangan manis yang ku ukir dikota ini walau baru
1 tahun dan 7 bulan aku tinggal disini.
Mike dan Marie yang memantapkan aku untuk tinggal dikota ini bersama mereka setelah peristiwa itu. Ya, peristiwa yang membuatku hampir meninggalkan passionku sebagai seorang dokter. Ahh,aku tak mau ingat lagi ...
Setelah 1.5 jam aku menunggu di ruang tunggu, akhirnya aku sudah duduk di burung besi yang siap membawaku
ke Negeri Ginseng.
Ooh,hmm ... panas sekali disini ... ssh,iya sekarang sudah bulan Juli,gumamku.14 jam aku diatas awan,dan
akhirnya sekarang kakiku bisa kembali berjejak diatas tanah milik almarhum Raja Sejong.
Ku ambil koperku dan ku taruh di troley karena besar dan berat membuatku tak sanggup jika harus menyeretnya
sendiri.
Ditambah lagi tas travel ukuran sedang juga tas ransel yang masih menempel di punggungku sejak turun dari
pesawat tadi. Ku kumpulkan semua tas travel dan ranselku diatas troley untuk memudahkan dan meringankanku
membawa keluar.
Sesaat kulihat para penjemput di depan pintu keluar. Haneulku (bahasa korea) belum begitu bagus. Jadi, aku
harus pelan-pelan, bila harus membaca tulisan kanji itu.
Kucari namaku disana. Dan, ahh ... itu dia di sana. Kulihat Pak Man Ho berdiri membawa kertas bertuliskan "Emy
- Chicago".
Ku langkahkan kakiku ke arah pak Man Ho. Oh, ternyata dia tak memakai Haneul he he he ...
Ah, benar. Pak Man Ho tidak tahu nama Korea pemberian ayah angkatku. Ku hampiri Pak Man Ho, ku lebarkan
senyumku ke arahnya
Tapi, kulirik orang-orang disebelah kiriku yang membuatku menoleh kaget ke arah mereka. ' Ya, Tuhan. Lagi-lagi
mereka ini ... '
Kulihat Pak Man Ho tersenyum memperlihatkan giginya, membusungkan dada dan mendongakkan kepalanya ke
arah orang-orang yang ada disebelahnya. Entah apa yang ada dipikiran Pak Man Ho saat ini.
Pak Man Ho segera mengambil troley yang ku dorong, dan kembali berdiri dengan tegak." Silahkan, Nona Muda ..."
Pak Man Ho mempersilahkanku berjalan mendahuluinya dengan sikap angkuh yang dibuatnya, seperti pengawal
Kerajaan Inggris, yang membuatku terkikik.
Kami berjalan melewati orang-orang yang melihatku dengan berbagai macam ekspresi di wajah mereka. Aku sudah
terbiasa dengan pandangan orang-orang ketika melihatku.
Tapi, itu saat diCambridge dan Chicago,2 kota tempat aku tumbuh dan bekerja. Sekarang aku ada diIncheon.
Pandangan mereka sungguh membuatku tak nyaman.
Bahkan kudengar,beberapa orang menghakimiku. Mereka mengataiku wajah dan body Gang Nam alias wajah dan body oplas.
Ya, Tuhan. Seenaknya saja mengatai aku seperti itu. Sepertinya, Pak Man Ho menyadari ketidaknyamananku,
ia memutar badannya dan memberi tatapan tajam ke arah mereka yang membicarakanku tadi.
Mungkin, karena takut melihat tatapan Pak Man Ho yang bengis seperti singa, mereka menundukkan wajahnya
dan pergi.
Ku nikmati perjalananku menuju Seoul. Ahh ... sudah berapa lama aku tak kembali ke kota Psy ini? Iya, aku pergi
dari kota ini saat aku berumur 9 tahun. Orang tua angkatku, Sie Jee Jung dan Han In na, membawaku ke negeri
Paman Sam, setelah mereka menerima pemberitahuan dari Harvard University, bahwa proposal mereka sudah
diterima, dan meminta mereka membawaku melakukan test disana. Ah, jika bukan karena orang tua angkatku, mungkin aku ...
" Nona Muda ... kita sudah sampai." Kata Pak Man Ho. Kulihat gerbang yang tinggi di depan dijaga oleh 4 orang
pengawal.
Mobil yang membawa kami,berjalan pelan memasuki gerbang dan setelah sekitar 5 menit menelusuri jalan aspal
yang dihiasi taman yang indah disisi kanan dan kirinya. Aku dapat melihat bangunan bergaya Eropa dengan
pilar-pilarnya yang besar dan tinggi, tak lupa air mancur yang indah menari didepan istana itu.
'Sungguh luar biasa,' ini hotel apa, ya? Sungguh luar biasa. ' Pikirku.
" Nona Muda ... kita sudah sampai. Ini adalah kediaman Tuan Besar. Mari, Nona. Tuan Besar sudah menunggu
didalam," ucap Pak Man Ho seakan mengerti apa yang pikirkan.
Tak ku sadari, ternyata Pak Man Ho telah turun dan membukakan pintu mobil untukku.
" Ah,ini rumah Kakek Kim? Wahhh ... indah sekali, Pak Man Ho,ini seperti istana,” decakku kagum.
" Ha ha ha ... iya, Nona. Karena itu, Tuan Besar bosan jika harus tinggal sendiri disini. Mari, Nona. Saya antar
ke dalam. "
Pak Man Ho membungkuk, dan mengarahkan satu tangannya ke arah pintu utama sedang satu tangannya dilipat
lekat di perutnya.
" Ah,iya. Tapi, jangan panggil saya Nona Muda, Pak. Panggil saja Emy, " kata Emy lembut dan melangkah ke
pintu utama.
Pak Man Ho menegakkan badannya kembali dan berjalan cepat mendahuluiku dan melambatkan langkahnya
setelah ia sudah memimpin didepanku. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalaku sembari berjalan mengikutinya.
Aku sungguh terkagum melihat rumah ini. Interior bergaya kastil diEropa begitu kental didalam rumah ini.
Meja, pigura, handle tangga, lampu gantung semua berwarna emas sedangkan temboknya berwarna putih tulang
dan krem dipadu karpet berwarna cokelat tua yang indah. Tak ku rasa panas saat memasuki rumah ini, walaupun
saat ini sedang musim panas. 'Ya, pasti AC selalu menyala di rumah mewah ini,' pikirku.
Drrt...drrt...
Ah,siapa yang meneleponku? Oh, Marie? Benarkah dia meneleponku? Ku hentikan langkahku dan ku geser
tombol hijau dihandphoneku.
Tak berapa lama, aku terpaksa menutup sambungan teleponku karena Pak Man Ho tampaknya kembali mendekatiku setelah tadi ia sempat meninggalkanku, oops ... tepatnya, aku yang tiba-tiba berhenti di koridor
dan Pak Man Ho tidak menyadarinya, sehingga meninggalkanku sendiri dilorong ini.
" Silahkan, nona..." Pak Man Ho mempersilahkanku masuk ke sebuah ruangan seperti perpustakaan.
Ada begitu banyak buku berjajar rapi di rak - rak yang menjulang tinggi hingga ke langit-langit rumah ini. Tak habis-habisnya kekagumanku melihatnya hingga tak ku sadari mulutku menganga.
Sungguh luar biasa rumah ini, seandainya aku bisa memiliki ruangan seperti ini, penuh dengan buku - buku
berharga ini. Wah, bahagianya aku.
Perlahan aku berjalan dan ku pegang buku buku itu dengan ujung jari-jariku. Mataku benar-benar terbuai dengan
semua ini. Buku oh buku. Aku mendongak, kulihat ratusan buku berjajar seakan memanggilku.
Aku berlari ke tengah ruangan dan ku rentangkan tanganku, Kupejamkan mataku membayangkan memeluk
semua buku buku disini. Ahhh ... sungguh aku ingin sekali ...
" Ehm .. hem. "
Ahh ... oh ... siapa itu? Kubuka mataku kulihat kanan kiriku tak ada siapapun. Ah, apa cuma halusinasiku, ya ...
" Ehem .. ehem... " Perlahan ku balikkan badanku dan ...
" Aarrghhh! " Aku terkejut melihat kakek Kim dan seorang pemuda sedang duduk di kursi tamu, yang ada di belakangku sambil memegang cangkir tehnya.
" Sudah puas lihat hartaku, hmm? " Tanya kakek sambil mengangkat alisnya.
" Ah ... ah ... ha ha ha ... iya,Kek,sudah ... ha ha ha ... maaf ... ha ha ha,” jawabku canggung.
" Sudah berapa lama ya,mereka disana. Aduh, apa aku tadi berbuat konyol ya,” gumamku.
" Ha ha ha ... ayo,kemarilah. Aku tahu kau suka harta - hartaku ini. Mereka adalah kesayanganku, kau boleh
pinjam kalau kau mau,” sahut Kakek dengan tertawa.
Ah,aku sungguh malu ... eh ... siapa laki-laki ini ya ... Oh,Tuhan,ganteng sekali ... haisshh ... Emy jaga imagemu!
" Emy, duduklah disini. " Kata Kakek dan menunjuk ke tempat duduk disebelah kanannya. Laki - laki itu tetap saja menutup matanya, tak sedikitpun melihatku, cih ... sombong sekali ...
" Tae Sang-a, ini Emy Sie yang aku ceritakan padamu." Kata Kakek tiba-tiba. Aku melihat ke arah kakek sebentar
lalu ke arah laki-laki ganteng yang duduk dikursi di seberang meja di depanku.
Oh, jadi ini yang bernama Tae Sang. Kulihat Tae Sang membuka matanya perlahan lalu melihat ke arahku. Oh, Tuhan ... sorotan matanya membuatku takut.
Kulihat dia hanya terdiam dan melihat lurus ke mataku. Aku jadi salah tingkah, ku paksakan bibirku untuk
tersenyum ke arahnya tapi terasa berat.
Ku alihkan pandanganku pada kakek dan ku raih gelas berisi teh di depanku lalu menyeruputnya. Kulihat kakek
membulatkan matanya,tapi aku tak tahu kenapa.
tok tok...
Pak Man Ho masuk sambil membawa nampan dengan cangkir di atasnya.
“ Nona, ini teh ... anda..." Kata-kata Pak Man Ho tersendat saat melihatku lalu melihat ke nampan yang dibawanya,
seperti sedang berpikir kemudian melihat ke arah Kakek dan ke meja.
Ku ikuti pandangan pak Man Ho... dan ...ya,Tuhan ...
" Eh-eh ... ha ha ha ... maaf, Kek ... maaf. Aku kira ini minuman untukku ... ha ha ha."
Segera ku letakkan cangkir yang ada ditanganku ke meja dan pelan-pelan ku dorong ke depan kakek. Ku sungging kan senyum canggung dan mengambil cangkir yang ada di nampan yang dibawa pak Man Ho lalu meminumnya.
Arghh ... arrgh ... panas ... panas ... aku panik mencari air putih, dan kakek memberiku cangkir yang tadi sempat ku
minum lalu ku tegak habis.
Oh, sungguh malu. Tae Sang tiba tiba berdiri dan pergi tanpa sepatah kata apapun. Aku hanya bengong dan
melihatnya pergi. Ku balikkan badanku melihat kakek, ia hanya mengangkat kedua bahunya sambil tertawa.
" Emy, sebaiknya kau istirahat dulu. Besok Man Ho akan menjemputmu. " Kata Kakek lalu kembali tertawa.
Entah karena apa aku tak mengerti. Aku hanya bisa mengangguk menerka - nerka memikirkan apa yang terjadi.
Pak Man Ho mengantarku ke rumah mama angkatku. Aku begitu bahagia melihat rumah ini, masih tampak sama.
Asri dan menenangkan. Kubuka pintu pagar dan Ahh ... Bunga-bunga ini sudah mekar ...
" Nona ...barang - barang Anda sudah di depan pintu. Maaf, saya harus segera pergi karena Tuan Besar
membutuhkan saya. Saya permisi dulu, Nona Emy." Pak Man Ho pamit undur diri lalu segera berbalik.
" Tunggu, pak!" teriakku.
" Ada apa, Nona?"
" Tolong, jangan panggil saya Nona, saya lebih suka dipanggil Emy. Dan, ini ..." Kubuka ranselku dan kuserahkan
tas plastik berukuran sedang kepadanya.
" Apa ini, nona..." Tanya pak Man Ho lalu membolak balik tas plastik yang kuberikan padanya.
" Eitts ... Emy, Pak Man Ho, bukan Nona. Lalu, itu untuk kakek. Tolong, agar kakek meminum obat ini. Ini racikanku
sendiri, Pak. Saya kuatir, karena kemoterapi harusnya sudah dimulai hari ini. Jadi, tolong berikan ini dulu setiap
3 jam,ya? " pintaku.
" Oh, baiklah, Nona eh Emy... saya permisi."Mobil Pak Man Ho melaju dengan cepat, sepertinya terburu - buru.
Baiklah, aku mau masuk dulu.
' Hmm ... apa Ha Na lagi kerja, ya. Tapi, sekarang sudah jam pulang. ' Sudah dua kali ku telpon ponsel teman masa
kecilku itu tapi tidak ada jawaban.
and I will always love you ... oo ...I will always ...
Ponsel ku berteriak. Kulihat benda pipih di tanganku dan oh, ternyata Ha Na.
" Hanaaa ... aku rinduuu ..." Tanpa sadar aku berteriak ditelpon.
" Kyaaa! Emy-a... Kau mau aku tuli, ya?? Awas kau, ya. Mentang - mentang kau jauh dari sini. "
Ah, Ha Na tak berubah. Dia masih galak seperti dulu. Tapi, aku masih menyayanginya.
" Hehehe ... biyanata Hana-ssi (maafkan aku Hana) ... kita ketemu yuk ... Aku rindu Hana-ssiii..." Sahutku manja.
" Kyaa!... kau gila, ya! Darimana aku dapat uang untuk beli tiket ke Chicago, hah?! Kalau kau kirim aku tiket dan
voucher hotel bintang 5,ya ... akan kupikirkan ..."
" Hei! Nona matre! ... tak bisakah kau lihat nomorku sekarang ini, hmm?"
" Memang kenapa dengan nomormu?... omoo ... omoo ... Emy-a kau ... kau diHangguk? Bernarkah?"
Sepertinya Hana benar-benar melihat nomor Ponsel ku barusan
" Krom(iyalah/betullah) ... Kamu pikir aku pakai nomor telepon Korea kalau aku lagi diChicago? " jawabku santai
sembari membuka koper dan mencari-cari baju kesayanganku, kado dari Ha Na saat aku berumur 17 tahun"
" Sincaaa (sungguh)?... yaa! Temui aku jam 6 di Cafe Seonjae, oke? Bosku sudah memanggilku. Ingat!
Cafe Seonjae jam 6 nanti! Aku tutup telponku, bye! " Tanpa menunggu jawaban dariku, Ha Na langsung
memutus sambungan telpon.
Fiuhh ... Ha Na, masih Ha Na yang dulu ... Ahh ... senangnyaa ... Aku harus bersiap-siap. Sekarang sudah jam 4.
Aku akan tata bajuku nanti saja. Akan ku ajak Ha Na menginap disini sekalian membantuku beres - beres ...
Ha ha ha...
and I will always loves you ....
Ponsel ku berbunyi lagi, apa mungkin dia mau membatalkannya? Huh, tidak boleh! Ku raih Ponsel ku yang tadi
ku lempar begitu saja di ranjangku dan menekan tombol hijau yang tampil disana tanpa melihat nomor pemanggil.
" Ada apa lagi? Aku tahu jam 6,ok? Dan tidak ada..."
" Hallo, Dokter Emy? "Belum selesai aku berbicara, suara diseberang memotong bicaraku yang membuat aku
terkaget dan melihat nomor siapa itu.
" Ah, iya ... maaf. Ini dengan siapa?" tanyaku hati-hati.
" Ini Tae Sang. Saya tunggu Anda di Cafe Solace jam 8 tepat."
Tittt....
What??? Dia main telpon lalu menutup begitu saja?? Sungguh tak sopan! Hufft ... ku maju kan bibir bawahku dan
ku hembus kasar nafasku keluar membuat rambutku yang seperti poni itu sedikit tersebak.
Aku masuk kamar mandi, menyikat gigi lalu menyisir rambutku dengan sebal. Tak ku poles wajahku dengan
make up. Hanya pelembap dan bedak tipis lalu ku oles bibirku dengan sedikit lip tint. Setelah ku rasa cukup, aku beranjak pergi dan memanggil taksi untuk mengantarku ke lokasi Cafe yang sudah Ha Na share lokasinya via
Kakao.
Kulihat Ha Na sedang duduk dan menyeruput minuman di hadapannya saat aku keluar dari taksi. Aku bisa langsung melihatnya karena Cafe ini berdinding kaca. Aku masuk dan kuambil minuman Ha Na saat ia melihat
keluar.
Ha Na mendongak dan melihatku meminum kopi kesukaannya, " Yaaa...!! Ah, nanaeun chigo sipda -a (kau mau kupukul, ya)?" seru Ha Na sambil menipiskan bibirnya dan mengeraskan rahangnya
" Anyeo ... aku minta kiseu (cium)," jawabku dan ku tepuk pipiku dengan jari telunjukku
" Al-***-seo (baiklah) ..." Ha Na berdiri memeluk dan menciumku berulang-ulang, lalu tertawa bersama.
Orang disekitar kami menatap aneh ke arah kami berdua. Tapi, ya cuek saja lah...
" Yaa! ... kenapa tidak kasih kabar aku, kalau kamu bakal balik sini,hah? Aku 'kan bisa jemput kamu! " Desis Hana
kesal dan meremas tanganku yang ku taruh diatas meja saat kami duduk tadi.
" Ini juga tiba-tiba kok ..." Jawabku santai, ku panggil pelayan dan memesan minuman dan 2 buah steik kesukaan
kami berdua.
" Tapi kenapa? Kemarin aku jenguk Bibi di sanatorium dan dia sehat-sehat saja ..." kata Hana. Lalu kuceritakan
semuanya pada Hana. Dari dulu, tak ada rahasia di antara kami.
" Wahh ... cepat sekali kau menikah. Jadi, aku bisa jadi Bride maid ... hmm ... pakai baju apa,ya? " Hana menggigit
bibir bawahnya dan menyangga dagunya dengan satu tangannya, matanya melihat ke atas seakan ada banyak
pilihan baju di atas sana.
" Ha ha ha ... kami belum bicara ke sana, Hana sayang. Besok aku balik ke rumah kakek dan sepertinya besok
kami akan berdiskusi soal itu."
" Ceritakan padaku, apa mereka kaya?"
" Hmm ... ya, mereka kaya sekali ... rumahnya saja seperti istana ..."
" Jadi,kamu dikasih uang berapa? Banyak ya,banyak? " Begitulah Ha Na, ia selalu semangat jika menyangkut soal kertas berharga itu.
" Hmm ... banyaaakk sekali ..." Kataku.
beep...beep...beep...
Alarmku sudah bunyi. Saatnya aku ketemu pangeran. Tak disangkal, aku suka orang ganteng, tapi untuk cinta ... hmm ... entahlah aku masih belum siap. Aku berpamitan pada Ha Na dan pergi ketujuanku berikutnya setelah Hana memberiku petunjuk di mana Cafe Solace.
" Hallo, Kim Tae Sang-ssi..." Sapaku terhadap orang yang sudah duduk manis di depanku.
Ia hanya melihatku sekilas dan menyuruhku duduk dengan kode matanya yang tajam itu. Entah apa yang membuatku patuh padanya. Aku duduk dan memberikan senyum terbaik. Berharap dia akan bersikap lebih baik padaku.
" Kita langsung saja, Nona Sie... Aku tahu Kakekku sangat menyukaimu, tapi tidak denganku. Aku bersedia
menikah denganmu karena aku ingin Kakekku senang. Tapi, sebelum kita menikah, aku mau kau tanda -tangani surat ini ..." Tae Sang menyodorkanku amplop berwarna cokelat dan menatapku dengan tajam.
Aku sungguh terkejut dengan sikapnya dan ke terus-terangannya. Aku ambil amplop cokelat itu dan kulihat isinya
adalah surat kontrak pernikahan dan surat cerai. Ku tatap mata Tae Sang dan sungguh ingin sekali aku tertawa. Ku
pejamkan mataku dan ku tarik nafasku dalam-dalam. Aku tak mau emosi yang akan berakhir menampar mulut
orang didepanku ini.
Ku tarik surat-surat itu, ku keluarkan lalu ku taruh diatas meja.
" Itu adalah Surat Kontrak Pernikahan. Pertama, kita akan menikah selama 2 tahun. Tapi, jika sebelum itu Kakekku
meninggal, maka surat kontrak itu langsung null tak berarti, kita putus hubungan tanpa harus menunggu 2 tahun.
Kedua, selama menikah satu sama lain tidak ada yang boleh mengganggu privasi masing-masing.
Ketiga, setelah bercerai kau tidak akan menerima sepeserpun dari hartaku ataupun peninggalan Kakek, selain dari
gaji tiap bulan yang kau terima selama merawat Kakek.
Keempat, tidak ada seorangpun selain Kakek dan pelayan di rumah Kakek yang tahu bahwa kita menikah. Apa kau
mengerti?" Tae Sang menjabarkan isi surat kontrak itu dengan tegas dan sorot mata yang tajam padaku.
Aku hanya mengangguk-angguk mendengarnya." Baiklah, Tuan Muda. Saya setuju."
Ku tanda-tangani surat - surat itu, walau sebenarnya sakit sekali rasanya hatiku. Aku menerima tawaran Kakek, karena aku sudah berjanji pada Kakek. Tapi, sikap Tuan Muda satu ini sungguh menyakitkan hatiku.
" Apa ini saja, Tuan Muda?" Tanyaku datar. Tanpa menjawab pertanyaanku, Tae Sang pergi begitu saja tanpa
menoleh padaku. Saat membuka pintu ruangan pribadi di restoran ini, ia berhenti dan berkata,
" Jangan kau katakan soal pertemuan kita hari ini dan surat-surat ini. Kalau kau berani mengatakan pada Kakek, kau akan lihat akibatnya! "
Brakk!!
Tae Sang membanting pintu di belakangnya dan membuat badanku sedikit melompat. Tak terasa buliran air mata
mengalir dipipiku ... Ahh ... apa ini? Kenapa aku begitu cengeng? Emy ... kamu sudah memilih ini. Ingat, kau menerima pernikahan ini hanya demi Kakek ... bukan Tae Sang!
please vote,like n komen ya pembaca tercinta...Sarang- hae...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!