NovelToon NovelToon

Lucy, Tuan Muda & Getaran Cinta

Malaikat penolongku,

Hari ini malam begitu pekat.

Lucy hanya mampu memandang langit yang kian lama kian pekat, awan tebal terlihat menggulung membentuk gulungan ombak dasyat yang siap menerjang siapapun yang dengan berani menantangnya.

"Mesti pulang cepat nih, kalau tidak buru-buru nanti bisa kehujanan" pikirnya sembari mempercepat langkahnya, kaki-kaki jenjangnya berjalan melewati beberapa toko yang sudah mulai mematikan lampu toko pertanda toko akan segera tutup. Semilir angin dingin menyapa helaian rambutnya dan menggelitik kulit pipi dan leher gadis itu, dirinya merasa bergidik karena sedikit kedinginan.

Diliriknya jam tangan mungil miliknya sepertinya jarum pendek dan panjang sudah bertemu di angka 9 malam. Malam sudah terlalu larut dan masih berada di luar rumah adalah hal yang tidak baik untuk gadis seusianya, entah apa yang ada dipikirkan Majikannya bila dia mengetahui pembantu barunya belum juga berada di rumah. Gadis Murahan? ya, sekilas memang terlihat seperti itu, gadis terhormat mana yang masih berkeliaran di saat malam bahkan Lucy berfikir kakaknya Theo akan murka bila melihat dirinya saat ini. Mau di taruh di mana mukanya bila mengetahui bahwa sang Lady dari salah satu bangsawan Inggris yang terkemuka berjalan sendirian di malam hari.

Lucy membuang pikirannya jauh-jauh, hari ini benar-benar membuatnya sangat lelah, tugas sekolahnya menumpuk untuk besok, kue yang harus di antar ke pelanggan hari ini melonjak tajam sehingga dia harus benar-benar pulang terlambat sekali malam ini, belum lagi Lucy harus memasak makan malam untuk majikan barunya.

Baru beberapa meter berjalan kini butiran air dari langit kian menetes menghujani pakaiannya, tak ingin dirinya basah buru-buru Lucy merapat ke arah pinggiran toko terdekat dan mulai meneduh di sana.

'Hujan deh' batin Lucy, dilihatnya hujan semakin lama semakin deras, segera saja Lucy merapatkan kembali baju yang dia pakai mengharapkan sedikit kehangatan meski toh tetap saja tubuhnya merasa cukup dingin.

"Mestinya tadi aku membawa mantel" pikirnya sembari menatap ke arah langit yg masih kelabu, hujan sepertinya tidak akan mau untuk berhenti terlalu cepat malam ini.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di tempat lain, Seorang pemuda yang sedari tadi berkutat dengan laptop kesayangannya kini melirik ke arah jendela kamarnya. Dilihatnya jendela kamarnya sedikit terbuka sehingga membuat beberapa rintik air hujan masuk dan membasahi gorden kamarnya. Dengan perlahan pemuda itu bangkit dan berjalan ke arah jendela kamarnya, dilihatnya langit malam begitu pekat,

"Sepertinya hujan akan turun semalaman" pikirnya. Di tutupnya jendela kamarnya dan mulai berjalan kembali ke arah meja untuk mengambil segelas air miliknya di sana, namun ternyata air dalam gelas telah kosong.

Dengan malas sang pemuda berjalan menuju lantai satu dan membuka kulkas meneguk air dari botol, setelah hilang dahaga pemuda itu menutup kulkas dan menatap meja makan yang rapi.

Tatapan aneh bisa dibilang begitu. Selama ini pembantu barunya selalu menyajikan makanan pukul 7 malam dan tak pernah merapikan makanan sebelum sang pemuda itu mencicipi beberapa makanannya.

Tapi malam ini meja makan benar-benar kosong, tidak ada seporsi makanan pun di sana.

"Jangan-jangan dia belum pulang" pikir pemuda itu curiga.

Teng...teng...teng...

Bunyi jam dinding di ruang tengah telah menyadarkannya bahwa kini sudah pukul 10 malam. Sang pemuda kini berjalan ke ruang tamu,

Klik...Dinyalakannya sakelar lampu dan melihat ke sekeliling ruangan itu, tak ada tanda-tanda kepulangannya. Dia mulai berjalan kembali menuju lantai dua dan berjalan ke koridor sebelah kiri lalu berhenti di salah satu pintu dengan ukiran kayu. Sang pemuda mulai mengetuk pintu,

"Lucy... Apakah kau sudah pulang??" tanya pemuda itu ragu..

"Dengar ya, aku...sedikit lapar jadi bisakah kau memasakan aku sesuatu??" tambah pemuda itu.

Lama pemuda itu berdiri di depan pintu namun tak ada jawaban dari dalam.

"Lucy ??" tanya pemuda itu lagi

Dengan perasaan tidak nyaman dia mulai meraih kenop pintu dan perlahan membuka pintu tersebut.

Gelap...kesannya, ditekannya tombol sakelar di samping pintu dan tidak ada siapapun di dalam kamar, dia mulai berjalan ke arah kamar mandi dan mengetuk pintunya.

"Lu...apa kau di dalam?" tanya pemuda itu khawatir.

Perlahan dia mulai membuka pintu kamar mandi dan tak ada tanda-tanda seseorang di sana.

Sang pemuda mulai merasa cemas, selama ini Lucy tak pernah pulang selarut ini, sekolah bubar pukul 3 sore dan dia tahu setelah itu Lucy bekerja di toko kue tapi seharusnya Lucy sudah pulang sejak jam 7 malam tadi, tetapi sampai pukul 10 dia belum pulang juga.

Aneh, Apa sesuatu telah terjadi padanya?Dilihatnya hujan semakin deras dan beberapa kilasan kilat berlomba dengan guntur terlihat menyala dari luar jendela, membuat siapapun yang melihat itu enggan untuk keluar dari dalam rumahnya.

Sang pemuda berjalan kembali ke kamarnya, diambilnya handphone kesayangannya di atas meja...

3 missed called..

Apa??

Dibukannya handphonenya dan melihat ada 3 panggilan tak terjawab dari Lucy, buru-buru ia menekan tombol call tetapi,

"Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi..."

"Apa? Kenapa di saat seperti ini malah tidak aktif" gerutu sang pemuda sambil mengacak rambutnya, kemudian dengan cepat dia mulai mengambil kunci mobil dan mantel miliknya,

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Seorang gadis yang bernama Lucy kini benar-benar merasa sangat kedinginan, berdiri di pinggiran toko dengan kondisi jalan yg sepi dan hujan yang tak kunjung berhenti membuatnya benar-benar basah,

Badannya kini mulai menggigil menandakan tidak kuat lagi bertahan dari udara malam dan hujan yang dingin, wajahnya mulai memucat.

Tangannya mulai menekan beberapa tombol ponselnya berharap ponsel tersebut masih bisa menyala untuk beberapa saat, agar dia mampu meminta bantuan pada seseorang untuk menyelamatkannya dari situasi ini, tapi sepertinya ponselnya benar-benar mati total.

"Payah", keluhnya dalam hati.

"Kenapa pada saat situasi seperti ini aku malah teringat pada Ryu, orang yang sangat ku benci dan menjadikanku berada dalam situasi seperti ini. Kenapa aku malah menghubunginya dan sekarang lihatlah apa yang terjadi pada padaku masih berada di tempat seperti ini dalam guyuran hujan" keluh Lucy dalam hati.

Harusnya dia tak menghubunginya, dari tadi dia mencoba menghubungi Tuan mudanya alias Ryu, namun Ryu tidak kunjung mengangkat panggilan darinya.

"harusnya tadi aku menghubungi Leon saja" keluh Lucy lagi.

"mungkin sekarang Ryu masih sibuk membaca novel kesayangannya sehingga mengacuhkan telepon darinya, dasar Ryu. Lagipula kenapa aku malah teringat padanya dan langsung menghubunginya tadi, dasar Lucy bodoh. Nanti pasti dia akan mengatakan hal yang menyebalkan lagi padaku. Kenapa perasaanku menjadi seperti ini, Lucy sadarlah kau tak boleh menyukai si sombong Ryu" kata Lucy dalam hati sambil menepuk-nepuk pipinya agar tetap waras.

Lucy benar-benar tak kuat lagi, dia mulai berjongkok dan merundukan kepalanya dengan harapan mendapat sedikit kehangatan, beberapa helai rambutnya sudah basah terkena sapuan air hujan.

"Tuhan, ku mohon kirimkan Malaikat penolongmu untukku" lirih Lucy sambil bergetar.

"Sampai kapan mau terus berada di situ?" tanya seorang pemuda.

Lucy yang merasa ada seseorang yg tengah berbicara padanya mulai mendongakkan kepalanya, dilihatnya sesosok pemuda yang dia anggap sebagai pemuda tak berperasaan dan sombong kini tengah berdiri di hadapannya.

"Ry...u" kata Lucy terbata.

Pemuda yg dia panggil Ryu sekilas tersenyum, dia mulai membuka jaketnya dan menyerahkannya pada Lucy,

"ini,,pakailah dan cepatlah masuk ke mobil" kata pemuda itu,

"Apa yg barusan aku lihat adalah senyum Ryu, dia tersenyum padaku.." pikir Lucy sambil tetap diam.

Melihat Lucy yang tak berkutik, Ryu hanya menghela nafas kemudian memakaikan jaket itu pada Lucy, Ryu menggandeng tangan Lucy dan membawanya ke mobil.

"Tangannya dingin sekali" pikir Ryu.

Setelah masuk ke dalam mobil, Ryu mulai menjalankan mobilnya.

Lama tak ada perbincangan di antara keduanya. Diliriknya Lucy dengan ekor matanya, gadis itu tengah kedinginan, terdengar dari bunyi gemertuk giginya.

Kali ini Ryu benar-benar merasa bersalah,

"Maaf.."kata Ryu pelan, namun masih terdengar oleh Lucy. Lucy menoleh ke arah Ryu,

"maaf untuk apa?" tanya Lucy bingung.

Ryu mulai melambatkan kendaraannya, sepertinya lampu merah telah menyala dan memaksa Ryu untuk menghentikan mobilnya.

"jika aku tahu kau akan menghubungiku untuk meminta tolong, aku tidak akan mengaktifkan handphoneku dengan mode diam" kata Ryu pelan.

Diusapnya bibir Lucy yg pucat dan dingin,

"Tangannya hangat" pikir Lucy,,

Teet...

Teet..

Beberapa kendaraan dari belakang mulai memprotes aksi Ryu yang masih mendiamkan mobilnya, mendengar hal itu Ryu segera menancap gas dan mulai melaju menuju kediamannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Mandilah dulu dengan air hangat" saran Ryu pada Lucy.

"Baiklah" jawab Lucy, dia mulai menaiki tangga dan menuju kamarnya.

Ryu kini tengah duduk di sofa ruang tamu, dilehernya tengah tergantung handuk warna putih untuk mengeringkan rambutnya.

Perlahan Ryu teringat kejadian di mobilnya bersama Lucy, dilihatnya tangan kanannya yang dengan berani memegang bibir Lucy.

"Kenapa perasaanku jadi seperti ini" keluh Ryu frustasi.

Satu jam kemudian Lucy turun ke dapur dengan maksud membuat makan malam, meskipun memang waktu sudah menunjukan pukul setengah 11 malam,,namun tanpa diduga ada sebuah pemandangan langka di sana.

Lucy hanya tertegun menyaksikan hal tersebut.

Seorang Ryu menggunakan apron putih dan sedang memasak. Kemeja tangan panjangnya dia gulung dan terlihat tangannya dengan lihai memotong beberapa iris kentang dan daging, memasukannya ke dalam panci dan mulai mengaduk-aduk sup dalam panci tersebut, dicicipinya sup tersebut dan Ryu menambahkan beberapa jumput garam dan sayuran segar.

"Aku tak menyangka kau pandai sekali memasak.." sapa Lucy sambil berjalan ke arah Ryu.

Ryu hanya tersenyum dan tak lama kemudian berkata,"Tak sepandai kau ketika membuat kue..."

"Perlu bantuan?" tawar Lucy.

" Duduk dan perhatikanlah.."kata Ryu sambil melanjutkan demo memasaknya.

Lucy hanya diam, dilihatnya seorang Ryu, pemuda tampan yang ketika pertama kali di kenalnya terkesan angkuh dan sombong kini dia menjadi seseorang yang baru saja menolongnya ketika tengah dalam kesulitan.

Masa Lalu

Lucy mengingat kembali awal pertemuan dengan Ryu juga Leon. Semuanya dimulai saat Lucy merasa dikekang oleh kakaknya sendiri agar tetap tinggal di dalam rumah.

Meski semua fasilitas hidup disediakan dengan sangat berlebihan oleh kakaknya, pelayan yang dengan siap melayani selama 24 jam, tumpukan baju-baju bermerk yang bisa dia pakai, guru-guru yang berpengalaman untuk mengajarinya pelajaran sekolah, serta koki handal untuk memanjakan lidahnya, kakaknya benar-benar sangat memanjakannya. Lucy tentu saja hanya akan tertawa dan tersenyum gembira ketika kakaknya menyempatkan waktunya yang sangat sedikit untuk menyaksikan adik kesayangannya belajar.

Tapi, kakaknya tidak tahu di balik itu semua lucy merasa kesepian. Setiap hari rutinitas selalu dilakukan di dalam rumahnya. Meskipun rumahnya terbilang sangat besar dan punya cukup halaman luas untuk bermain tapi tetap saja Lucy tidak punya teman bermain sebayanya. Setiap kali perayaan Natal dan Tahun Baru dia hanya merayakan dengan pelayannya. Itu membuat Lucy cukup frustasi, tapi yang membuat dia tak habis pikir adalah perjodohannya dengan teman kakaknya, itu membuat lucy sangat depresi. Diusianya yang ke 17 Tahun dia memberikan sebuah hadiah yang menyakitkan, perjodohan adalah hal gila yang sama sekali tidak bisa Lucy terima.

"Aku sudah mengikuti semua permintaan kakak untuk belajar di rumah, bermain di rumah ataupun belanja dari rumah, dari dulu sampai sekarang aku melakukan apa yang kakak minta. Tapi dengan permintaaan perjodohan ini semua jadi semakin gila dan tidak masuk akal". Terik lucy kesal.

" Oh...Ayolah Lu, ini hanya pertemuan biasa". Jawab kakaknya dengan santai.

"Cukup, aku sudah mendengar semuanya tadi saat kakak berbicara dengannya melalui telepon. Aku baru berusia 17 tahun kak," Teriak lucy frustasi.

"Aku ingin punya teman, bermain bersama mereka, menonton bioskop, berbelanja bersama, pergi karaoke dan belajar bersama, kenapa kau tidak mengerti". Keluh lucy sambil menangis dan beranjak pergi.

" Tuan, jangan terlalu menekan Nona. Kasihan dia masih terlalu belia untuk mengenal perjodohan ini". Saran seorang asisten pribadi pada Tuannya.

"Haaah...Kau tahu, aku takut tak cukup kuat melindunginya sendiri. Sejak orang tua kami meninggal aku dipercaya melindunginya sampai saat ini dan begitu banyak orang yang tahu bahwa aku punya adik. Aku ingin ada seseorang yang bisa melindunginya jika aku tidak ada. Kehidupan di luar rumah ini tak seindah yang dia pikirkan". jawab Theo, sang kakak. Di dalam perkataannya ada nada khawatir, sorot matanya memantulkan sebuah kecemasan. Keinginannya saat ini adalah menemukan sosok kuat yang akan melindungi adik kesayangannya itu, hanya itu.

Namun untuk Lucy, semenjak perjodohan itu digaungkan. Saat itu juga dirinya bertekad untuk pergi dari rumah, berbekal uang tunai seadanya dia pergi saat kakaknya membawanya pergi ke acara launching perusahaannya di sebuah kota baru bernama Hargeon.

Lucy pergi dengan taxi dan membeli sebuah tiket pesawat ke kota Magnolia, salah satu kota besar selain Hargeon. Lucu berfikir jika kakaknya yang bernama Theo akan kesulitan jika mencari dirinya di kota besar itu.

Dan di kota inilah Lucy akan bertemu dengan Leon dan Ryu. Lucy tak mengetahui pertemuan ini juga akan merubah hidupnya, pemikirannya dan juga menemukan cintanya. Cinta yang indah tapi juga penuh luka, cinta yang begitu berhasrat tapi juga ada kecewa. Akankah tegar membawanya pada bahagia ataukah senyap sepi menyapa?

Saat lucy keluar dari bandara kota Magnolia, dia mencoba membeli beberapa makanan kecil untuk mengganjal perutnya, dirogohnya beberapa lembar uang dari dompetnya, saat ini uangnya hanya cukup untuk membeli 3 buah donat.

Sembari berjalan lucy memikirkan bagaimana dia bisa mencari rumah sewa. Uangnya hanya cukup untuk membayar sewa rumah beberapa bulan ke depan setelah itu dia mungkin tidak bisa tidur di penginapan dan menjadi gelandangan di pinggir jalan. Atau lebih buruknya lagi dia bisa terdampar di rumah bordir.

" Oh, tidak, aku harus bagaimana lagi". Tanyanya dalam hati.

Saat sedang termenung tiba-tiba ada seorang anak kecil yang berlari mengejar bola yang menggelinding jatuh ke arahnya dan menuju jalan raya. Sontak lucy berusaha memegang anak kecil itu sambil berteriak, "bahaya"!

Lucy berusaha melindungi anak itu dengan menariknya dan memeluknya tapi tiba-tiba sebuah mobil menyerempetnya, membuat Lucy kehilangan keseimbangan, terjatuh dan merasakan benturan yang cukup keras di kepalanya.

Kepalanya terasa sangat sakit, tubuhnya kaku dan dia melihat ada beberapa orang mulai mengelilinginya, Lucy juga mendengar jeritan seseorang yang entah siapa, kemudian penglihatannya mulai kabur dan pandangannya mulai mnghilang saat ini matanya sudah tak sanggup lagi untuk terjaga.

Leon & Ryu

"Kau tahu itu kesalahanmu". gerutu seorang pemuda bermata coklat berambut hitam. Dia menyalahkan seseorang atas insiden yang baru saja terjadi.

" Bukan, aku hanya melaju di jalan raya, apa yang salah?" Sanggah yang satunya, mata onixnya melihat sangat tajam pada gadis yang tengah terlelap di tempat tidur. Tentunya dia melihat dengan tatapan marah dan sangat kesal pada gadis yang tengah tertidur itu.

"Tapi kau menabrak orang...". Keluh yang satu, dia memijat kepalanya karena memikirkan itu.

" Satu-satunya yang salah di dalam ruangan ini adalah dia". Kata pemuda bermata onix lagi sambil melihat ke arah Lucy. Dia melipat kedua tangannya ke arah dada sedangan temannya hanya memperhatikannya.

Samar-samar Lucy mendengar suara pedebatan.

Dia berusaha membuka matanya, putih, kesannya.

Dia melihat kearah langit-langit dan menoleh ke kanan kirinya, mencoba menerka dimana gerangan dia berada saat ini.

Saat akan terbangun, rasa sakit menyeruak kembali dari arah kepalanya. Spontan dia memegang kepalanya yang terbalut perban kassa putih.

"Duh...sakit" Keluh Lucy sambil meringis.

Kedua orang tadi menatap ke arah Lucy,

"Oh Tuhan, syukurlah kau sudah sadar.". Kata seorang pemuda, dia tampan, dan ramah. Wajah bungah sangat jelas tergambar pada saat dia melihat Lucu siuman.

" Di mana ini? Tanya Lucy pada mereka berdua.

"Kau sudah bosan hidup?". Tanya seseorang di samping pemuda itu, wajahnya tampan tapi sikapnya sangat dingin. Dia melihat Lucy dengan tatapan tajam, dengan melihat matanya saja Lucy bisa merasakan ketidaknyamanan.

" Eh...itu..." Jawab Lucy terbata.

"Kalau kau sudah bosan hidup, jangan mengajak orang lain untuk ikut bersamamu". Tanyanya lagi, ada penekanan yang sangat kuat pada kata-kata pemuda itu. Seolah mengatakan bahwa kehidupan adalah hal berharga yang harus dilindungi dengan sekuat tenaga.

"Ryu...kau terlalu berlebihan" Teriak pemuda yang satunya.

"Sudahlah, aku lelah. Aku pergi ya, Leon". Kata pemuda yang dia panggil Ryu sambil berjalan meninggalkan mereka berdua di ruangan itu.

" Dasar". Keluh pemuda yang satunya lagi.

"Siapa kau? Ini di mana?" Tanya Lucy.

Pemuda itu menoleh pada Lucy, dia memandang Lucy sebentar lalu tersenyum ramah. "Hai, namaku Leon. Dan yang barusan keluar itu Ryu, dia temanku. Maaf yah sikapnya memang seperti itu tapi pada dasarnya dia baik kok". Sahutnya sambil tersenyum. Aura pemuda itu begitu ceria, perbedaan Leon dengan Ryu seperti langit dan bumi. Mereka berdua terlihat sangat bertolak belakang. Mungkin bagi Lucy sat ini Leon adalah seperti Matahari, murah senyum, ramah dan hangat.

" Oh ya, siapa namamu?" Tanya Leon.

"Lucy, namaku lucy". Jawab Lucy pelan.

" Kami membawamu ke rumah sakit, dokter bilang kepalamu terbentur cukup keras, pemulihannya bisa berjalan selama 2 bulan lamanya jadi untuk sementara itu kau harus di rawat di sini. Jangan khawatir rumah sakit ini gratis loh." Kata Leon, dia menuangkan teh hangat dan menyerahkannya pada Lucy. Tanpa ragu Lucy menerimanya dan menyesapnya pelan, wangi dan enak. Bahkan wangi teh ini membuatnya sedikit tenang.

"Jadi beristirahatlah dan besok aku akan kembali untuk menjengukmu lagi." Tambahnya. Sekali lagi aura kehangatan memancar dari Leon membuat Lucy merasakan sedikit sikap kehangatan yang sudah lama dia tidak dapatkan dari siapapun.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sudah berjalan 5 minggu perawatan luka di kepala Lucy sudah mulai sembuh. Selama ini Leon selalu datang dan menemaninya. Kadang pemuda yang bernama Ryu juga menggantikan Leon menemani Lucy.

"Hari ini kata dokter kau bisa pulang" Kata Ryu sambil masuk ke kamar perawatan Lucy, perkataannya selalu seketus itu. Bahkan meski sudah hampir 5 minggu mereka bertemu sikapnya tidak juga berubah.

"Hasil laboratorium baik, CT Scan Kepala juga normal" lanjut Ryu menjelaskan pada Lucy.

"Hmm...terima kasih." Sahut Lucy pelan.

"Kau tidak senang bisa pulang?" Tanya Ryu.

"Bukan begitu aku...tidak punya keluarga di sini" Keluhnya, kepalanya menunduk. Kedua tangannya mencengkram selimut yang dia gunakan, untuk pertama kalinya Lucy merasa sangat bersalah meninggalkan kakaknya sendirian. dia merasakan kesedihan saat jauh dari satu-satunya keluarga yang dia sayangi, tapi dia juga tau tak mungkin kembali saat ini. Sikap kakaknya yang mengambil inisiatif perjodohan untuknya benar-benar membuatnya kesal.

Ryu melihat ke arah Lucy, dia tak pandai menghibur seorang gadis, satu-satunya teman wanita yang dia punya hanya teman masa kecilnya, itupun jauh di Italia. Jadi yang bisa Ryu lakukan hanya diam, dia tak sepandai Leon dalam menghibur hati para gadis.

"Jangan khawatir, kau bisa tinggal di rumah Ryu untuk sementara waktu". Sahut seseorang.

Ryu dan Lucy menoleh ke asal suara. Leon? dia muncul sambil membawa beberapa dokumen perawatan.

Ekspresi Ryu terlihat sedikit tekejut mendengar ucapan dari Leon.

" Mana boleh". Kata Ryu dingin.

"Oh ayolah, kau tau di rumahku ada Ayah dan Ibu juga Kakakku, aku bisa habis di marahi mereka jika aku membawa seorang gadis ke rumahku" Jelas leon.

"Pokoknya tidak, lagipula Ayah, Ibu dan Kakakmu juga kan jarang pulang ke rumah utama". Sanggah Ryu tegas.

" Kau kan tinggal sendiri, lagipula dia sedang tidak ada, jadi tidak akan ada masalah." Saran Leon lagi sambil memohon. Kedua tangannya membuat simbol permohonan pada Ryu.

"Seorang anak tajir sepertimu bisa memesan sebuah apartemen bukan untuknya?" Kata Ryu ketus.

"Lagipula aku bukan babysitternya". Tambah Ryu.

" Kau tahu kan kecelakaan ini membuat kepalanya sedikit terbentur, dokter bilang dia mungkin masih belum sembuh total. Kalau aku menyewa apartemen siapa yang bisa mengawasinya? Kalau terjadi sesuatu padanya kita bisa di tuntut di pengadilan kan? Kau mau kita berurusan dengen hukum?" Bisiknya Leon pada Ryu.

"Lalu?" Tanya Ryu cuek.

"Kau menabrak orang, kau ingin aku mengadukan ini pada ayahmu?". Ancam Leon.

" Kau mengancamku Leon?" Tanya Ryu tajam.

"Baiklah...kau boleh tinggal di rumahku,". Sambungnya pada Lucy dan Leon pun tersenyum.

" Bagaimana? Kau bersedia?" Tanya Leon.

"Tinggal di rumah Ryu, aku tidak perlu membayar uang sewa rumah dan bisa tetap bersembunyi dari kakak untuk sementara waktu, ide bagus. Tapi kenapa harus di rumah dia" Batin lucy sambil melihat ke arah Ryu.

Ryu, auranya bahkan membuat Lucy sedikit takut. tak ada kehangatan dalam bicaranya. Sanggupkah Lucy bertahan tinggal di rumah Ryu dengan sikapnya yang seperti itu???

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!