NovelToon NovelToon

SANTRI MBELING

HIDAYAH UNTUK PANJI REMAJA

Waktu lulusan SMP, setelah menjual sepeda balap milik temannya tanpa ijin terlebih dahulu sama pemiliknya... Panji pesta miras bersenang senang dengan teman temannya.

"Panji..! Ada seorang polisi menanyakan keberadaan mu," kata salah satu teman akrabnya di tepi jalan di sore hari.

Menyadari kalau dirinya telah mencuri sepeda balap berbandrol mahal... Panji hanya diam saja sambil menikmati sebatang rokok.

"Malam ini..! Aku tidur di rumah mu saja, rumahku pasti sudah di datangi polisi," kata Panji.

"Baiklah," kata Iwan kemudian mereka berjalan menelusuri sudut kota.

Malam pun tiba.

Setelah menikmati makan malam... Panji tidur di kamar bersama Iwan sahabatnya. Malam semakin larut namun Panji tak bisa tidur. Panji teringat akan sagala perbuatan nakalnya juga kesalahan yang sering di lakukan sejak masih SD hingga SMP. Akibat salah pergaulan! Walau sering di nasehati... Panji tetap saja nakal.

Setelah beranjak dari tempat tidur, Panji menyeruput kopi dingin, lalu menyulut rokok gudang garam.

"Majalah apa ini...?" gumam Panji kemudian mengambilnya dari rak bawah meja, kemudian membacanya, "Pondok Pesantren Arrohman Serang Banten. Semua biaya gratis di tanggung oleh pihak pesantren."

Belum selesai membaca... Panji menulis alamat pesantren kemudian menyimpan di dalam dompet kumalnya.

"Lebih baik aku belajar di pesantren saja, kan gratis! Daripada aku hidup di jalanan dan akan berurusan dengan polisi... Lebih baik aku mesantren belajar ilmu agama. Pulang juga aku tidak berani, pasti ibu sangat marah kepada ku, karena aku terlibat pencurian sepeda," kata Panji lirih.

Sambil memejamkan mata, Panji melamun, angan - angannya tertuju pada gambar pesantren yang ada di majalah. Panji membayangkan kalau dirinya ngaji belajar ilmu agama bersama teman - teman baru yang baik.

Waktu terus berlalu.

Siang itu, Panji pamit untuk untuk pergi,

"Iwan...! Aku cabut dulu yaa! Aku mau ke jakarta nieh,"

"Apa...! Ke Jakarta!! Ngapain kamu ke jakarta," tanya Iwan kaget.

"Aku ingin belajar ngaji di pesantren, daripada di Kota Surabaya bosen! Gitu - gitu aja! Tiap hari main mabuk dan mencuri," jawab Panji.

"Haaa...! Ngaji di pesantren...? Emang gak salah dengar nieh? Bisa bisa kacau nie pesantren kalau ada kamu! Hahahaha," ujar Iwan.

"Entah mengapa hatiku tiba - tiba ingin ngaji belajar di pesantren! Aku juga belum pernah tinggal dan belum pernah tahu apa itu pondok pesantren? Tetapi... Hatiku ingin sekali pergi ke pesantren," kata Panji.

"Baiklah Panji, pesanku, baik - baiklah di sana... Belajar yang sungguh - sungguh! Siapa tahu kamu bisa jadi Kyai? Ini ada uang buat di jalan. Jangan lupa yaa kirim surat," ujar Iwan.

"Terimakasih Wan, aku pergi dulu yaaa," kata Panji kemudian melangkah menuju jalan raya, kemudian naik angkot ke terminal Wonokromo Surabaya.

Setelah sampai di stasiun... Panji duduk di bangku di samping toilet. Ketika enak - enak melamun sambil menikmati sebatang rokok... Tiba - tiba Panji di kejutkan oleh suara seorang laki - laki.

"Mau kemana Mas?" tanya seorang pemuda yang memegang gitar kusam.

"Mau ke Jakarta Mas... Masnya mau kemana...? Kok sendirian saja," jawab Panji.

"Sama! Aku juga mau ke Jakarta, tetapi... Aku mau naik kereta gerbong barang. Kenalkan nama ku Deni," kata pemuda gondrong tadi.

"Panji, emang naik kereta gerbong barang jam berapa dan berapa harga tiketnya," kata Panji.

"Jam 5 Sore Panji, kamu mau ikut...? Gratis kalau kereta barang. Cuma duduknya di sambungan kereta dan kereta suka berhenti di stasiun tertentu," jawab Deni.

"Jadi... Kamu sering naik kereta barang yaa? Kok tau rutenya?" tanya Panji.

"Taulah Panji, kan aku sering main sambil ngamen," jawab Deni.

"Baiklah, aku akan ikut kamu Den, naik kereta barang, sambil cari pengalaman. Aku juga ingin main kok," ujar Panji.

Tak selang lama... Kereta gerbong pertamina pun berhenti di stasiun Wonokromo. Panji dan Deni pun segera naik, kemudian duduk di sambungan kereta yang agak lebar.

Tak lama kemudian, perlahan - lahan kereta barang melaju ke arah barat. Waktu terus berlalu, senja pun datang dan malam pun mulai gelap. Di atas besi sambungan yang agak lebar... Panji dan Deni saling berbagi cerita.

Jam 9 Malam... Kereta gerbong berhenti di stasiun Madiun.

"Panji...! Ayo turun dulu, kita cari makan dan ngopi... Kereta ini nanti jam 12 malam baru berangkat lagi ke Bekasi," kata Deni.

"Baik Den," jawab Panji kemudian turun mengikuti Deni teman barunya.

Malam itu... Panji dan Deni menikmati nasi bungkus menu pecel Madiun dan sebungkus kopi hitam. Setelah menikmati makan malam... Deni dan Panji duduk di pojok stasiun sambil memetik senar gitar dan bernyanyi lirih.

Malam jam 12 Panji dan Deni melanjutkan perjalanan ke jakarta dengan rasa senang dan bahagia sebagai remaja.

***

Pagi hari kereta sudah memasuki stasiun Jatinegara. Panji dan Deni bergegas turun kemudian berjalan ke jalan raya. Melihat keramaian kota metropolitan... Panji sangat kagum, karena banyak bangunan megah dan ramai. Walau Kota Surabaya juga ramai dan megah... Namun tak seramai dan semegah Ibu Kota.

"Den...! Uangku hanya cukup untuk makan 1 atau 2 hari lagi," kata Panji sambil menikmati secangkir kopi hitam di kedai pinggir jalan.

"Tenang saja Panji, aku banyak teman di sini, lagian... Kita bisa ngamen," kata Deni.

"Baiklah kalau begitu, aku juga biasa ngamen waktu di Surabaya. Sekarang kita mau kemana," ujar Panji

"Kita ke terminal Cililitan dulu, ke tempat teman ku," jawab Deni.

Setelah menumpang bus kota, sampailah Panji dan Deni di terminal Cililitan. Deni pun bertemu dengan teman - temannya yang juga berasal dari kota pahlawan Surabaya.

"Lu bawah siapa Den," tanya Jack yang berwajah sangar dengan lengan penuh tato.

"Dia Panji temen ku, dia lagi pinggin main aja ke Jakarta," ujar Deni.

"Panji...! Makan dulu ke warung, minta saja! Bilang di suruh Jack. Ayo den, kamu juga sarapan dulu," kata Jack.

Sambil makan di warung... Panji berkata,

"Den, si Jack itu sepertinya orang berpengaruh di kawasan ini?!!"

"Dia ketua geng di terminal Clilitan, dia juga menguasai beberapa lahan parkir di wilayah ini. Dia mempunyai banyak anak buah yang berasal dari Surabaya. Jadi... Kamu jangan takut! Walaupun dia seorang preman yang kejam... Dia orangnya baik, apalagi pada orang sesama dari Surabaya. Setelah makan... Kita ke parkiran, kita bantu si Jack," jawab Deni

"Baiklah," kata Panji.

Di area parkir, si Jack duduk santai bersandar dinding toko, "Panji...! Sini kamu," panggil Jack.

"Iya Bang, ada apa?" jawab Panji.

"Duduk sini Panji, ini rokok. Hemmm...! Kamu terlihat masih kecil... Emang umur berapa kamu?" kata Jack.

"Umur ku 15 tahun Bang, baru lulus sekolah," jawab Panji kemudian menyulut rokok.

"Kamu sering berkelahi tidak...?" tanya Jack kemudian menuangkan bir bintang ke dalam gelas.

"Tidak pernah Bang, hanya mencuri dan mabuk saja," jawab Panji.

"Ini bir, minumlah," kata Jack kemudian menyodorkan gelas berisi bir bintang, "Kalau kamu gabung dengan ku... Kamu harus jadi orang pemberani sepeti Deni. Kamu harus berani memukuli orang, kalau terpaksa... Kamu bunuh! Hidup di Jakarta ini kejam Panji... untuk bisa bertahan hidup, demi sesuap nasi... Kadang kita harus ribut dengan kelompok lain. Apa kamu sanggup...?"

Sanggup Bang, Tetapi... Rencananya aku mau pergi ke Kabupaten Banten dulu," jawab Panji.

"Ngapain kamu ke Kabupaten Banten...? Emang kamu mau cari ilmu kebal dulu kesana," tanya Jack heran.

"Aku ingin belajar ngaji di pesantren sebentar. Kalau aku gak betah... Aku akan kesini lagi," ujar Panji.

Mendengar pengakuan Panji... Jack diam sambil menghisap dalam - dalam rokok nya. Jack teringat masa kecilnya dulu... Yanng ingin mesantren, tetapi orang tuanya tidak ada biayaa. Karena kemiskinan... Jack akhirnya terjun ke lembah hitam, dengan menjadi preman di Ibu Kota.

PESANTREN METEOR GARDEN

"Panji... Mengapa kamu ingin ngaji ke pesantren?" tanya Jack yang matanya berkaca - kaca.

"Di Surabaya... Aku sedang di cari polisi Bang, karena kasus pencurian! Mungkin Ibu ku sangat marah kepada ku, dan tidak mau menerima ku lagi. Mungki juga aku akan di sel beberapa bulan bahkan bisa setahun. Dari pada aku tidak sekolah... Lebih baik aku belajar ngaji di pesantren, walaupun aku tahu dari majalah... Yaa saya coba saja, apakah aku bisa dan betah tinggal di pesantren," kata Panji.

"Jadi... Kamu mau mesantren itu karena terpaksa...? Kamu anak yang jujur dan pemberani! Dari pada jadi preman seperti ku... Lebih baik jadi santri, walau santri Nakal," kata Jack lirih.

"Baiklah Panji, aku tidak memaksa mu harus ikut kelompok ku, habis ini ikut aku... Aku antar kamu naik bus ke Serang Banten. Setelah itu kamu oper naik angkot atau bus metro mini... Mumpung masih sore," kata Jack.

"Baiklah Bang," kata panji.

Sore itu... Jack mengantar Panji naik bus ke jurusan kota Serang Banten.

"Panji... Ini uang buat ongkos naik bus, dan buat jajan kamu di pesantren. Belajar ngaji yang sungguh - sungguh yaa...! Biar tidak seperti aku! Doakan aku panjang umur dan bisa tobat. Kalau kamu ke jakarta... Singgalah ke tempatku," kata Jack.

"Iya Bang, terimakasih atas kebaikan abang. Sampai jumpa lagi," jawab Panji.

Bus melaju perlahan - lahan menuju kota Serang Kabupaten Banten. Karena bus nya pelan - pelan sambil cari penumpang... Jam 7 Malam bus baru memasuki area terminal Serang. Setelah turun dari bus... Panji mencari angkutan umum untuk pergi ke pesantren.

Setelah tanya sana - sini... Ternyata angkutan umum menuju kecamatan Kramat Watu terakhir jam 6 Sore. Dengan langkah gontai... Panji duduk di bangku terminal dan terpaksa menunggu hingga pagi hari.

Waktu terus berlalu, malam pun merambat pelan. Pada tengah malam... Ketika Panji duduk sendiri di bangku terminal, ada seorang pemuda duduk di sebelah nya, bertanya,

"Adik mau kemana? Kok bawah tas sendirian di terminal?"

"Saya mau pergi ke pesantren Arrohman Mas, di kecamatan Kramat Watu. Saya kemalaman, tidak ada angkutan umum, jadi terpaksa menunggu sampai pagi," jawab Panji.

"Emang dari mana Adik ini...?" tanya pemuda tadi.

"Dari Surabaya Mas," kata panji.

Silahkan di minum, ini rokok, ambillah buat Adik. Ini ada uang seribu untuk naik bus metro mini. Ongkosnya bus hanya 200 rupiah... Bilang saja turun pesantren Arrohman, pasti tahu kondekturnya. Kamu santai saja ya disini, kalau ada yang ganggu... Bilang saja keponakan Bang Ipin," kata pemuda yang duduk di sampingnya.

"Baiklah Bang, terimakasih," kata Panji

Setelah itu... Bang Ipin pergi meninggalkan Panji sendirian. Karena menghormati santri... Bang Ipin pun berpesan kepada beberapa preman sekitar terminal Serang, untuk tidak menganggu Panji.

***

Malam yang melelahkan, hampir sepanjang malam Panji duduk sambil tiduran di bangku terminal.

"Hemmm... Badanku rasanya pegal semua. Matahari sudah bersinar menerangi bumi... Lebih baik aku sarapan dulu, kemudian pergi ke pesantren," gumam Panji lirih.

Setelah menikmati sarapan dan menikmati teh hangat... Panji berjalan kemudian naik bus metro mini jurusan Merak. Setelah duduk di bangku belakang... Tiba - tiba kondektur berkata,

"Mau turun mana A'?" panggilan orang sunda untuk seorang laki - laki.

"Mau turun pesantren Arrohman Pak," jawab Panji sambil memberi uang 200 rupiah.

"Mas, mau ke pesantren Arrohman...?" tanya seorang bapak setengah tua yang duduk di sampingnya.

"Iya Pak," jawab Panji.

"Ini Dik, uang buat jajan di pesantren," ujar bapak setengah tua.

"Terimakasih Pak," ujar Panji sambil menerima selembar uang 1000 rupiah.

"A' ... Ayo berdiri, siap - siap!" Di depan adalah pesantren Arrohman," kata kondektur.

Setelah bus metromini menepi... Panji keluar dari bus, lalu... Tanpa melihat dan membaca tulisan di papan atau plakat yang tertempel di depan bangunan... Panji remaja langsung nyelonong masuk ke pintu gerbang pesantren.

"Permisi," ujar Panji.

"Iya Dik, ada perlu apa..?" tanya Salim salah satu santri yang berusia kurang lebih 20 tahun.

"Saya ingin belajar ngaji di pesantren ini Mas," jawab Panji polos.

"Adik dari mana? Kok sendirian...? Tidak di antar orang tuanya? Silahkan masuk, mari duduk sini," tanya Salim.

"Saya dari Surabaya Mas, saya sendirian... Karena orang tua saya sibuk sekali," kata panji.

"Wah, wah, wah...! Calon santri aneh ini," gumam Salim.

"Kang Subur...! Sini," seru Salim.

"Adaapa Kang Salim teriak - teriak!?" kata Subur.

"Ini ada anak usia remaja dari Kota Surabaya, dia bilang ingin mesantren di sini... Terus bagaimana?" kata Salim

"Ooooh gitu... Mari Dik, ikut saya, ke ndalem Kyai," kata Kang Subur.

Setelah di depan pintu dapur rumah Kyai Nuruddin... Kang Subur mengucapkan salam,

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam... Eeeh Kang Subur, silahkan masuk, ayoo duduk sini, di dapur saja. Hemmmm... Ada apa Kang Subur," jawab Kyai Nuruddin.

"Begini Kyai... Anak ini tadi baru datang dari Kota Surabaya... Dia bilang ingin belajar ngaji di pesantren ini," kata Kang subur sambil menundukkan kepalanya,

"Jadi... Saya bawah ke hadapan kyai. Dia sendirian Kyai... Katanya orang tuanya sibuk kerja."

"Oh iya iya," kata Kyai Nuruddin,

"Masnya ini siapa namanya...?"

"Nama saya Panji Kyai," jawab Panji santai.

"Mau mesantren belajar ngaji, kalau sendirian... Lalu bagaimana dengan kebutuhan sehari - hari...? Belum makan, jajan, beli kitab dan lain lain," tanya Kyai Nuruddin.

"Saya kesini tanpa sepengetahuan orang tua saya Kyai, saya pergi dari rumah," jawab Panji,

"Saya tahu pesantren ini dari majalah yang saya baca... Katanya makan dan biaya di pesantren ini gratis!"

"Oooh... Kamu ini minggat yaa dari rumah?!!!" ujar Kyai Nuruddin,

"Di sini gak ada yang gratis... Memang yang kamu baca di majalah itu pondok pesantren mana...? Namanya pesantren apa...?"

"Pondok pesantren Arrohman Kyai," jawab Panji.

"Iya, iya," gumam Kyai Nuruddin lirih,

"Ini pondok pesantren Meteor Garden. Di desa Pelamunan ini ada tiga pondok pesantren... Yang di seberang jalan itu namanya pondok pesantren Arrohman..."

"Oooh begitu yaa kyai," kata Panji lirih,

"Berarti... Saya salah masuk ke pesantren...! Saya mohon maaf yaa Kyai, sungguh saya tidak tahu kalau ini pondok pesantren Meteor Garden. Kalau begitu... Saya permisi Kyai, saya mohon pamit untuk pergi ke pesantren Arrohman... Karena saya tidak punya biaya sama sekali."

"Panji... Kamu belajar ngaji di sini saja," kata Kyai Nuruddin,

"Masalah biaya sehari - hari... Biar aku yang menanggungnya. Niat mu baik, kamu sedang fiisabilillah, jihad di jalan Allah. Walau bagaimana latar belakang mu juga keluarga mu... Kamu termasuk golongan hamba yang di pilih oleh Allah dan Allah telah menuntun mu hingga ke sini. Jadi... Aku harus menerima mu dengan lapang dada dan senang hati.

Mulai sekarang... Kamu mencuci piring di dapur, menyapu halaman rumah, membersihkan juga mengepel rumah saya. Kamu makan di rumah saya. Jika kamu butuh uang buat beli kitab... Kamu bilang sama saya yaaa

Panji... Sekarang istirahat dulu di kamar pesantren, nanti... sehabis Solat Asar, kamu kesini membantu pekerjaan bu nyai yaaa...

Kang Subur... Kamu ajari dia ngaji Al qur'an, ajari dia cara solat dll. Carikan kamar untuk Panji."

"Sendiko dawuh Kyai," jawab Kang Subur, kemudian pamit pergi bersama Panji.

Panji yang sudah berada di kamar... Di datanggi santri - santri senior. Panji dan teman - teman barunya ngobrol dan bercanda.

"Panji...! Kamu itu sangat ber-untung sekali," kata Kang Subur sambil menikmati kepulan asap rokok inter.

"Untungnya gimana Kang Subur," kata Panji.

"Kyai Nuruddin itu... Tidak pernah memiliki khodam, atau santri yang mengabdi sama kyai," kata Kang Subur,

"Baru kamu orang pertama yang menjadi abdi ndalem."

"Muali besok siang, sehabis Solat duhur... Kamu sekolah Diniyah ke pesantren Arrohman," kata Kang Subur,

"Besok saya antar, karena kamu santri baru."

"Baiklah Kang Subur," jawab Panji.

Suara adzan duhur berkumandang, para santri bergegas bersuci mengambil air wudhu. Sementara... Panji masih enak - enak menikmati rokok surya 12.

"Hee Panji...! Ayo wudhu, bersuci," kata Salim dengan suara agak kencang,

"Kita solat berjamaah."

"Saya gak bisa solat Kang Salim," kata Panji,

"Saya gak tau caranya wudhu bersuci."

"Kamu cuci muka dulu yaaa... Kemudian kumpul di musollah sama aku," kata Salim,

"Kalau solat sudah di mulai... Kamu ikuti saja gerakan teman - teman yang lainnya. Ingat...! Ikuti gerakan - gerakkan tubuh santri lainnya."

"Baiklah Kang Salim," jawab Panji, kemudian berjalan untuk cuci muka.

KEKACAUAN DI PESANTREN METEOR GARDEN

Setelah iqomat... Salah satu santri senior bertakbir untuk mengimami solat Dzuhur.

"Panji...! Ikuti gerakan para santri yang kamu lihat yaa...!" kata Kang Salim berbisik kemudian bertakbir.

Setelah mengangkat kedua tangannya... Panji pun diam menunggu gerakkan selanjutnya. Ketika Panji melihat santri di depannya mengaruk pipi...

Panji pun ikut mengaruk pipinya sendiri

Ketika Panji melihat santri di depannya mengaruk pantat... Panji pun ikut mengaruk pantatnya sendiri

Ketika mendengar Salim batut - batuk...

Panji pun ikut batuk - batuk.

Ketika Imam sujud... Salah satu kaki santri di sof depannya, bernama Ustadz Bakri tidak sengaja menyentuh kepala Panji. Begitu kepalanya Panji tersetuh ujung kaki Ustadz Bakri... Panji pun memanjangkan kakinya ke belakang hingga mengenai kepala kang ujang.

Setelah rokaat terakhir, ketika sujud merasa di jahili oleh santri baru, sambil sujud... Kang ujang pun iseng memanjangkan tangannya dan meremas pelan buah dzakar burung Panji. Merasa burungnya di remas... Panji sangat terkejut sekali hingga kaget hampir berdiri.

Mengingat pesan Kang Salim untuk mengikuti gerakan santri lainnya... Dengan cepat Panji menjulurkan tangan kanannya, kemudian meremas buah dzakar burung Ustadz Bakri.😅

Di saat dalam keheningan sujud... Ustadz Bakrie berteriak agak keras, karena merasa kaget dan agak kesakitan.

Beberapa santri yang di belakangnya kaget dan ada yang tersenyum melihat ke isengan Panji, yang memegang burung Ustadz Bakri. Bahkan ada beberapa santri yang sujud sambil tertawa terpingkal - pingkal.🤣😂🤣😂

Setelah salam, wirid dan berdoa... Ustadz Bakri sangat marah sekali.

'Siapa tadi yang solat dengan bercanda?!! tanya Ustadz Bakri sambil melihat wajah Panji, juga santri yang ada di belakangnya.

Mendengar pertanyaan Ustadz Bakri... Semua terdiam.

"Siapa yang meremas burung saya di saat sujud tadi?!! ayoo ngaku!!!" bentak Ustad Bakri

"Saya kang," jawab Panji santai, seperti orang tak bersalah.

Di dalam musollah, ustadz Bakri menyidang santri yang nakal - nakal yang suka bercanda di saat Solat.

"Ini siapa...? Kok baru tau aku!" tanya ustadz Bakri,

"Apa kamu santri baru."

"Iya kang," jawab Panji, "Saya santri baru... Nama saya Panji. Kalau Akang siapa namanya."

"Panji... jangan panggil kang, dia adalah ustadz di sini," kata kang salim pelan, "Dia lurah nya pesantren, tangan kanannya kyai Nuruddin... Namanya Istadz Bakri, panggil dia ustadz."

"Ustadz itu apa kang salim?" tanya Panji santai.

Mendengar pertanyaan Panji... Semua santri senior tertawa mendengar pertanyaan polos Panji.

"Ustadz itu artinya guru... Guru agama," jawab Kang Salim,

"Ustadz Bakri ini yang mengajar beberapa pelajaran di pesantren ini."

"Panji...! Mengapa kamu meremas burung saya pada waktu sujud tadi!!" tanya Ustadz Bakri.

"Saya kan belum bisa solat, tidak tau tatacara solat. Kata Kang Salim bilang... Saya di suruh mengikuti gerakan para santri lainnya. Ketika saya sujud tadi, burung saya di remas dari belakang, jadi... Saya pikir itu bagian dari tata cara solat. Yaa aku juga ikut meremas burung Ustadz yang kebetulan ada di depan saya," jawab Panji polos.😅

Mendengar kata - kata Panji yang polos... Semua santri senior menahan tawa.

"Benar Lim, yang di katakan Panji...?" tanya Ustadz Bakri sambil menatap wajah Kang Salim.

"Benar Tadz, saya yang menyuruh Panji untuk mengikuti gerakan solat santri lainnya," jawab Salim,

"Tapi saya tidak mengira kalau Panji meremas burung nya Ustadz."

Siapa yang iseng meremas burungnya Panji... Ayoo ngaku!" tanya Ustadz Bakri.

"Saya Tadz," kata Kang Ujang.

"Mengapa kamu meremas burungnya Panji?" tanya Ustadz Bakri.

"Karena Panji berkali - kali kakinya mendepak saya Tadz, jadi saya balas dengan meremas burungnya," jawab Kang Ujang.

"Panji...! Mengapa kaki kamu mendepak - ndepak kepala ujang?" tanya Ustadz Bakri.

"Kata Kang Salim... Aku harus mengikuti gerakan santri lainnya. Ketika ujung kaki Ustadz, menyentuh kepala saya... Saya langsung menyentuhkan ujung kaki saya, ke kepala Kang Ujang Tadz," jawab Panji.

"Jangan bilang yaa, kalau mendepak kepala itu bagian dari rukun solat," kata Ustadz Bakri.

"Kang Subur...! Kang Salim...! Mulai nanti bakda magrib... Kalian ajari Panji tata cara solat yang benar yaa," perintah Ustadz Bakri lurah pondok,

"Ajari dia baca Al qur'an."

"Baiklah Ustadz," jawab Kang Salim.

"Panji... Tadi Kyai Nuruddin bilang... Habis solat asar, kamu di suruh ke ndalem, bantu - bantu Bu Nyai. Ayoo buruan sana," kata Kang Subur.

"Iya Kang," jawab Panji kemudian berdiri.

"Panji... Ingat! Nanti solat magrib, jangan di ulangi lagi bercanda nya," ujar Ustadz Bakri.

"Iya Ustadz," jawab Panji kemudian pergi meninggalkan ruang musollah.

***

"Permisi," kata Panji di depan pintu dapur ndalem Kyai.

"Iya Kang, ada apa?' tanya Bu Nyai Shinta.

"Tadi saya di suruh Pak Kyai, habis asar untuk membantu Bu Kyai di dapur... Untuk cuci piring juga bersih - bersih," jawab Panji polos.

"Loh... Kyai nya kok gak bilang sama saya," gumam Bu Nyai lirih,

"Ayoo masuk,,!! Siapa namanya Akang ini?"

"Nama saya Panji, Bu," jawab Panji.

"Duduk dulu di sini, aku akan tanya Kyai nya dulu," kata Bu Nyai.

"Kang Kyai, apa benar... Kang Kyai menyuruh santri untuk bantu - bantu di dapur," tanya Bu Nyai Shinta.

"Iya, dia ingin belajar ngaji tapi tidak punya biaya," kata sang Kyai,

"Jadi... Untuk mendapatkan makan juga kebutuhan sehari hari... Aku suruh dia ikut bantu - bantu kamu di dapur, juga melakukan pekerjaan rumah."

"Oh gitu yaa Kang Kyai, baiklah kalau begitu," kata Bu Nyai Shinta.

"Panji... Besok pagi - pagi... Kamu nyapu rumah yaa, terus kamu pel sekalian lantainya. Habis itu... Kamu makan, lalu cuci piring di dapur. Siang kesini lagi habis solat duhur, kamu makan dan cuci piring lagi. Habis itu... Sore bantu Nyai yaa, setelah magrib kamu makan lagi." tutur Bu Nyai Sinta.

"Sekarang... Kamu jaga Aldi dulu... Nyai mau solat, setelah itu, kamu sapu halaman rumah hingga bersih," kata Bu Nyai Sinta.

"Baiklah Bu Kyai," jawab Panji.

"Bukan Bu kyai panggilnya... Bu Nyai," kata Bu Nyai Sinta.😅

"Baiklah Bu Nyai," kata Panji

***

Setelah menjaga Gus Aldi putra Kyai Nuruddin yang berumur 6 bulan... Panji mengambil sapu lidih, kemudian berjalan ke pelataran rumah sang Kyai. Perlahan - lahan Panji mulai menyapu halaman rumah pelan - pelan.

Sambil menyapu... Panji berkata dalam hati,

"Lama sekali aku tidak pernah menyapuh halaman rumah. Dulu... Waktu aku masih SD, hampir setiap sore aku di suruh Ibu menyapu halaman rumah. Ternyata... Pengalaman menyapu waktu SD bermanfaat juga. Terimakasih yaa Ibu, atas pelajaran yang berharga, yang mana dulu aku sangat kesal jika di suruh menyapu. Taman bunga ini tidak terawat dengan baik, lebih baik aku bersihkan, besok saja akan aku potong ujung ranting yang tak beraturan."

Melihat Panji menyapu halaman rumah Kyai... para santri putri melihat dengan penuh keheranan. Karena baru pertama melihat santri ganteng yang menyapu halaman rumah kyai. Akhirnya... Panji menjadi perbincangan di kalangan santri putri yang tinggal di sebelah rumah Kyai Nuruddin.😊

Setelah menyapu dan membersihkan taman... Panji kembali ke pondok. Baru saja sampai depan musollah... Tiba - tiba Kang Salim berteriak memanggil,

"Panji...! Ayo mandi, mumpung belum magrib."

"Ngapain mandi bareng," tanya Panji dalam hati.

"Kang Salim...! Emangnya di dalam kamar mandi boleh mandi berdua," tanya Panji.

"Di kamar mandi pondok, sumurnya sangat dalam, lagian gak ada kamar mandinya," jawab Kang Salim,

"Mandinya yaa nimbah langsung di guyurkan ke badan...?Ayoo mandi di sungai saja, semua santri disini mandinya di sungai."

"Baiklah Kang," jawab Panji, "Kita mampir ke toko dulu yaa... Aku mau beli handuk sama peralatan mandi."

Tak lama kemudian, setelah membeli handuk dan peralatan mandi... Panji dan Kang Salim pun bergegas menuju sungai.

Setelah berada di tepi sungai... Salim langsung telanjang, kemudian menceburkan diri ke sungai yang dalamnya kurang lebih satu meter.

Melihat banyak santri mandi telanjang... Panji hanya diam duduk di tepi sungai, karena malu belum terbiasa mandi di sungai dengan telanjang, apalagi banyak orang.

"Panji...! Ayo mandi, cepetan nanti keburu magribi," ujar Salim, "Handuk dan sabunnya taruh di atas batu."

Mendapat perintah dari Kang Salim... Panji pun terpaksa mandi telanjang di sungai. Sambil mandi... Panji tertawa kecil sambil melihat wajah Kang Salim.

"Panji...! Kenapa kamu tertawa terus...? Kelihatannya kamu senang," tanya Salim, "Sejak pagi kamu datang ke pondok... Baru sore ini aku melihat mu tertawa."

"Kang salim... Kalau boleh tau... Kenapa burung Kang Salim itu ujungnya kok putih...? Kaya kepala belut putih,"?kata Panji lirih sambil tersenyum.

"Haaa..!!! Kamu itu tertawa lihat burung ku," ujar Salim,

"Ini dulu, waktu sunat dokternya salah kasih obat oles."

"Salah gimana Kang," kata Panji.

"Dokter itu kasih obat nya kliru dengan cat warna putih!

Setelah di kasih cat putih langsung di perban. Pas dapat 1 minggu perban aku buka... Ternyata kepala burung ku jadi putih," kata Kang Salim sambil cemberut,

"Panji...! Apa kamu pernah mandi di sungai?"

"Pernah Kang, dulu waktu masih SD," jawab Panji,

"Mandi sama teman - teman satu kampung."

"Ayooo balik ke pondok, keburu magrib!" teriak Kang Wawan sambil berjalan.

"Iya," sahut Kang Salim.

Adzan Magrib telah berkumandang, para santri sudah berkumpul di dalam maupun di luar musollah. Begitupun dengan Panji duduk di samping kang Salim.

"Panji... Ingat!!! Jangan bercanda waktu solat," pesan Salim.😅

"Iya kang," jawab Panji.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!