Dengan menatap lekat wajah sendu dan tertunduk. Semua seakan dibuat menganga akan apa yang baru saja keluar dari bibir manis milik Nadira Diandra Putri. Semua yang berada didalam ruang tamu Rumah Dira seolah menuntut penjelasan oleh apa yang barusan mereka dengar. Meski tak sabar Ingin memberondong dengan banyak pertanyaan. Tapi sebisanya mereka tetap menunggu.
Sadar akan ketidaksabaran semua orang yang berada pada ruangan dengan atmosfer yang berbeda. Wajah tenang dengan senyum meneduhkan milik pria bernama Akbar Fabian Caraka selalu ia tunjukkan dalam keadaan apapun. Menata hati, menyakinkan diri, serta bersiap oleh konsekuensi dengan hal yang akan ia terima.
Meski pria tampan ini telah menjatuhkan hatinya sejatuh-jatuhnya pada wanita yang kini ada dihadapannya. Wanita yang telah menyita waktunya lebih dari separuh hidupnya. Wanita yang selau dan selalu ingin ia lindungi. Wanita yang selalu ingin dibuat bahagia. Wanita yang selalu Ingin ia utamakan setelah mama dan adik perempuannya.
Bertaruh oleh waktu Bian menyakinkan hatinya. Tidak ada kesempatan untuknya meminta pendapat kepada siapapun saat ini. Ia memang datang seorang diri. Berniat hanya ingin menyakinkan Dira bahwa dia tidak akan meninggalkan wanita yang dalam enam bulan ini selalu bergantung padanya.
Bismilahirohmanirohim......
"Baik saya bersedia menikah dengan Dira malam ini juga"
Dengan penuh keyakinan dan percaya diri Bian mengabulkan persyaratan yang diajukan oleh Dira. Pernyataan dari Dira yang menyatakan sebuah persyaratan belum habis membuat keluarganya syok. Kini mereka harus kembali dalam kondisi yang sama atas jawaban yang diberikan Bian.
"Memutuskan untuk sebuah ikatan pernikahan tidak bisa dalam keadaan dalam sebuah tekanan. Kamu bisa pikirkan dulu Nak Bian" Ayah memberikan suaranya untuk Bian agar ia mempertimbangkan kembali.
Ucapan Ayah bukan tanpa alasan. Ayah tahu betul bagaimana perasaan Dira saat ini. Dira memang masih belum bisa melupakan pria yang telah terukir indah namanya sejak dirinya masih kecil. Berkali Bayu meninggalkan Dira dan berkali juga Bayu kembali Dira Selalu menerimanya. Hingga pada akhirnya Bayu harus pergi untuk selamanya. Ini tentu tidak mudah untuk Dira akan menerima pria lain dihatinya.
Dan pernyataan Dira barusan pun membuat Pak Harun yang tak lain adalah Ayah dari Dira terkejut juga bingung. Kenapa putrinya memutuskan hal ini. Hal yang sangat penting dalam hidupnya.
"Jika benar Kak Bian ingin menghitbah Dira? Maka bolehkah Dira mengajukan persyaratan? " Ucap Dira yang masih sangat membekas dipikirkan sang Ayah.
"Persyaratan apa yang kamu minta?" Ucap Bian dengan tenang dan masih menatap lekat wajah sendu penuh guratan luka.
"Nikahi Dira malam ini juga" Ucap Dira lirih dengan cairan bening tertumpuk dikelopak mata indahnya.
Semua sorot mata menuju pada kedunya. Meminta penjelasan itulah isyarat sorot mata yang terlihat mengintimidasi.
"Dira tidak ingin luka itu kembali hadir"
Semua hanya menanggapi dalam diam. Mencerna kalimat yang baru saja terlontar dari bibir Dira. Pernyataan Dira barusan sudah cukup menjawab akan sesuatu yang mengganjal sedari tadi. Luka yang dimiliki Dira begitu dalam. Sehingga sulit untuk menerima pria lain masuk keruang hatinya. Pernah kehilangan membuat Dira trauma akan kisah percintaan.
Namun beberapa waktu belakangan ini dekat dengan Bian. Membuat Dira sedikit demi sedikit melupakan luka dihatinya. Dira memang belum bisa meberima Bian lebih dari seorang teman saat ini. Namun melihatnya tersenyum dan bersikap manis pada wanita lain membuat hatinya sesak dan ada rasa yang sulit untuk diartikan.
"Aku tidak ingin menjadi alasan luka yang kamu miliki itu kembali hadir. Meski aku tahu persyaratanmu itu adalah bentuk dari emosimu. Tidak ada alasan untukku mengabaikannya. "
"Apa kamu yakin Nak Bian? " Sekali lagi Ayah tetap meminta Bian memikirkan keputusannya. Ayah bukan tidak menyetujui keputusan ini. Namun pernikahan bukanlah hal yang sederhana untuk diputuskan dalam keadaan emosi ataupun terdesak. Ayah hanya ingin menikahkan putrinya sekali seumur hidupnya. Ayah tidak ingin baik Dira maupun Bian merasa terpaksa untuk memutuskan.
Namun sebuah anggukan dari Akbar Fabian Caraka yang begitu yakin. Telah mampu meluluhkan kerasnya hati Ayah. Dengan menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman disana. Membuat semua seakan bernafas lega akan keputusan yang menegangkan ini.
Meski dibuat kalang kabut namun semua dengan suka cita mempersiapkan pernikahan dadakan yang diinginkan Dira. Sejak telah diputuskannya permintaan dari Dira. Bunda tak berhenti mengulas senyum dan tak segan juga Bunda menitikan air mata.
Harapan Bunda dalam pernikahan ini Dira perlahan mampu menata hidupnya. Dan bisa menyembuhkan lukanya. Meski Bunda juga sangat memahami bagaimana cinta Dira terhadap Bayu. Namun terselip harapan besar Bian bisa mengubah kerasnya hati putrinya.
...🍀🍀🍀🍀🍀...
"Saya Nikahkan engkau Akbar Fabian Caraka Bin Rizal Caraka dengan putri saya Nadira Diandra Putri Binti Harun Abdullah dengan mas Kawin uang tunai sebesar 100 ribu rupiah tunai....... "
"Saya terima nikahnya Nadira Diandra Putri Binti Harun Abdullah dengan mas kawin tersebut tunai*.... " Dengan satu kali tarikan nafas Bian dengan lancar melafazkan ijab qobulnya.
"Bagiamana Saksi? "
"Sah.... " Jawab semua yang ada dirungan yang telah disulap menjadi tempat akad nikah.
Alahamdulliah Barakallah..........
Seusai doa dibacakan oleh penghulu. Kini tiba saatnya seorang telah dinantikan kehadirannya sedang berjalan menuju seorang pria dengan setelan jas senyum yang mengembang dibibirnya.
Seketika pandangan mereka bertemu. Melihat senyum yang menawan membaut jantung Dira seolah berpacu tanpa diperintah. Menikmati karya tuhan yang sedang tersenyum menyambut kehadirannya.
Wanita cantik dengan make up natural. Cantiknya Dira memang tak bisa dibalut dengan makeup. Bahkan mungkin tanpa makeup pun cantiknya akan lebih berkali -kali lipat. Seketika bayangan Dira memakai apron ketika membuatkannya sarapan beberapa waktu lalu berkeliaran dipikiran Bian. Ya Bian sangat menyukai tampilan Dira yang apa adanya itu. Terlihat lebih cantik hingga membuat matanya tak berkedip sama seperti malam ini.
"Ayo mbak Dicium tangan masnya" Tersentaklah keduanya ketika seorang penghulu menyudahi lamunan diantara keduanya.
Dira langsung meraih punggung tangan Bian yang beberapa detik lalu telah melafazkan ijab qobulnya. Dan itu artinya pria tampan yang sedari tadi menyita pikiranya telah berganti status menjadi suaminya.
"Ya Allah terimaksih Engaku telah mengabulkan Doa ku agar tangan ini yang akan menjadi Ridhoku disetiap langkahku setalah ini"
" Ayo mas Sikecup kening istrinya" Sekali lagi Bian dibuat tersentak dengan suara pak penghulu.
Pasalnya adegan cium tangan saja sudah membuat rasa aneh yang menjalar keseluruh tubuhnya. Aliran darahnya seketika menghangat.
"Perlu bimbingan mas? "
Bian hanya menggeleng mengisyaratkan bahwa dirinya akan melafazkan sendiri.
Kemudian Bian mengangkat tangannya dan memegang ubun-ubun Dira dan melafazkan doa....
...Allahuma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirihaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarihaa wa syarrimaa jabaltahaa 'alaih....
Artinya :
Ya Allah, Sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelasan yang Engkau tetapkan atas dirinya.
Kemudian Bian mengusapnya dan mencium kening Dira yang tak lain adalah istrinya.
Mulai dari detik ini kamu adalah istriku. Sebisaku aku akan selalu dan selalu melindungimu. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk akan selalu membuatmu bahagia. Karena tujuanku hanya ingin membuat kamu bahagia Nadira Diandra Putri. Ucap batin Bian dalam rasa syukur yang ia panjatkan atas kebahagiaan yang ia dapatkan malam ini.
Dan binar bahagia bukan hanya terpancar dari pasangan penganten Baru yang masih terlihat canggung. Dan sama -sama diam akan perasaan yang mereka miliki. Seolah menampik apa yang telah melekat diantara keduanya justru mereka saat ini berhambur kepelukan keluarga tercinta yang juga Sedang bersuka cita akan pernikahan yang sangat-sangat sederhana digelar ini.
Bersambung.....
Hay teman -teman pembaca semua....
ini sambungan dari cerita "Kamu Setelah Luka" Semoga kalian suka dengan cerita yang akan disuguhkan nanti ya...
tetep ya Jangan lupa
Like
komentarnya
❤ biar pas Update kamu dapat notifikasinya..
Thankiyuuuuu.....
😁😁😁😁😁😁
Suasana rumah sudah terasa sepi. Ical yang juga ingin segera merampungkan tugas akhirnya dia segera undur diri. Sedangkan Kak Fathia sudah lebih dulu undur diri. Selain waktu yang sudah larut juga kondisi yang sudah memasuki usia kehamilan trimester kedua. Ini membuatnya membutuhkan waktu istirahat yang cukup. Kemudian yang terakhir Bunda dan Ayah yang juga pamit untuk beristirahat. Namun sebelumnya Bunda berkata
"Em Mbak, Ajak Mas nya istirahat sudah malam" Titah Bunda
Dira hanya mengangguk dan mengedarkan pandangan kearah Bian. Ada rasa kaku yang masih hinggap dihatinya.
"Ayo kak kita istirahat" Ajak Dira.
Bian hanya mengangguk dan pamitan kepada Ayah dan Bunda. Hingga sampai masuk kedalam Dira masih tampak ragu. Perasaan takut juga gugup tergambar jelas diwajah Dira.
"Kamu kenapa gugup gitu"
"Si... Siapa yang gugup" Dira memalingkan pandangannya kearah lain. Agar apa? agar Bian tak bisa melihat kegundahan hatinya.
"Ngapain berdiri disitu sini Deket kakak sini" Bian melambaikan tangannya ke Dira yang masih diam mematung di dekat pintu. Sedangkan Bian sudah duduk santai ditepi ranjang milik Dira. Dan sepertinya malam ini ia harus berbagi ranjang ya walaupun ukurannya tidak king namun jika ditempati berdua Juga tidaklah sempit.
"Aku... Aku... Mau... "
Bian hanya mengerutkan keningnya. Melihat Dira dilanda kegugupan seperti ini malah membuat Bian semakin gemas. Namun didalam hatinya Bian tak berhenti untuk bersyukur sekali siapa yang akan menyangka jika malam ini ia benar -benar sah menjadi suami Dari Nadira Diandra Putri seorang wanita yang sangat ia cintai selama ini .
Bian beranjak dari duduknya dan menghampiri Dira yang masih bergeming ditempatnya. Sumpah demi apa Dira semakin tak sanggup lagi mengontrol degub jantungnya yang sudah hampir lompat dari tempatnya.
semakin Bian dekat percayalah untuk pertama kalinya ingin bernegosiasi dengan Jantungnya agar tidak berdebar karena apa? Karena Dira tidak ingin Bian tahu akan detakan jantungnya yang pasti akan membuatnya malu pasti. Seketika Dira menundukkan kepalanya menatap lantai kamarnya.
sentuhan tangan Bian mendarat dikedua pundakknya. Perlakuakn Bian yang seperti ini saja sudah mebuat aliran darahnya memanas. Ya Allah perasaan apa ini.
"Jangan takut Kakak tidak akan memaksamu jika kamu belum siap. Kakak akan menunggumu sampai kamu benar-benar bisa menerima kakak"
Deg....
Ada rasa beralah yang bersarang dari kalimat yang baru saja diucapkan Bian. Bukan Dira tak mengerti bagaimana seorang istri menjalankan kewajibannya. Bahkan Dira sangat mengerti bagaimana. Namun Ia juga tak bisa memungkiri jika benar dirinya belum siap menerima semua ini.
Kak... "
Bian mengangkat dagu Dira agar wajahnya terlihat oleh Bian. Meski Dira ingin menghindari tatapan ini. Namun nyatanya tatapan inilah yang membuatnya bungkam dan tak sanggup berkutik.
Jika bisa aku memilih Aku tidak ingin berada disituasi ini. Perasaanku yang aku sendiri tak bisa aku mengerti . Kenapa aku harus mencintai Bayu sedalam ini. Apakah benar aku menerima Pernikahan ini karena aku takut kehilangan mu kak. Atau memang kamu telah berhasil masuk keruang hatiku yang memang sudah aku siapkan.
"Percayalah aku tidak akan memaksamu"
"Kak Beri Dira waktu "
Bian mengangguk dan menggenggam erat tangan Dira. "Boleh kakak memelukmu? "
Dira hanya mengangguk. Pelukan hangat ini mampu meninggalkan kenyaman yang teramat sangat. Mungkin ini bukan pelukan pertama yang diberikan Bian. Namun ini adalah pelukan pertama mereka dalam keadaan saling berkenan dan juga sudah halal tentunya.
"Biarkan begini sebentar lagi Ra... "
Dira semakin mengeratkan pelukannya. Semakin menikmati kenyaman yang diberikan Bian. semakin menenggelamkan kepalanya di dada bidang milik suaminnya.
Mulai malam ini tubuh inilah yang akan memeluknya, dada ini tempatnya bersandar. Dan Bian lah tempatnya kembali.
Mulai malam ini Dira telah sah menjadi istri dari Akbar Fabian Caraka. Bahkan rasanya Dira Masih belum percaya dengan apa yang telah terjadi. Memutuskan untuk menikah dengan pria yang Dira belum mengenal sepenuhnya.
Bian hadir disaat hatinya rapuh dan butuh sandaran. Bian yang selalu menguatkan dan Selalu memberikan dukungan membuat Dira merasa nyaman. Berasa selalu disamping Bian membuat Dira tidak terima jika Bian memperlakukan wanita lain seperti Bian memperlakukan dirinya.
Namun untuk mengakui bahwa cinta telah hadir diantara keduanya juga cukup sulit untuk keduanya terlebih Dira. Bayangan Bayu masih saja terlintas dibenak Dira. Ada rasa bersalah yang kini bersarang dihati Dira. Disatu sisi Dira masih ingin menjaga cintanya terhadap Bayu. Namun disisi lain Dira juga tidak sanggup jika harus berdiri sendiri tanpa Bian.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
Setelah dari kamar Ical untuk membantu Ical mengerjakan skripsinya. Rasa kantuk kian melanda. Mau tidak mau Bian pamit kepada Ical untuk kembali kemar Dira.
Meski Bian sempat ragu untuk masuk kekamar namun rasa kantuk mengalahkan segalanya. Bian berharap sang empu telah tertidur pulas. Jadi bian tidak perlu canggung untuk berada dalam satu ruangan dengan Dira. Bagaimanapun Bian adalah lelaki normal berada bersama seorang wanita akan snagat sulit untuk dirinya mengendalikan dirinya.
Ceklek....
Pintu kamar Dira terbuka awalnya Bian mengira sang empunya telah terlelap namun dugaannya salah. Justru Bian dikejutkan dengan pemandangan seorang gadis duduk bersandar dididing dekat jendela kamar dengan tangan melingkar di kaki dengan menelungkupkan kepalanya. Perlahan Bian jalan mendekat dan berjongkok menjajarinya.
Meski samar Bian bisa mendengar isakan tangis disana. Bian tidak ingin mengusik apa yang telah dirasakan oleh wanita yang kini telah sah menjadi istrinya. Buan hanya bertindak memberikan waktu untuk Dira menikmati kesedihannya. Meski Bian sangat ingin membangunkan istrinya dari kesedihan yang juga membuatnya sakit. Sekuat tenaga Bian menahannya. Mencoba untuk lebih kuat padahal melihat wanitanya selemah ini itu sama saja hatinya hancur berkeping-keping.
Cukup lama Dira terlena dengan luka yang membuatnya menangis saat ini. Hingga disaat Dira mendongak ia dikejutkan oleh kehadiran seornag pria yang sedang menatapnya dalam.
"Ada apa? " Tanyanya selembut mungkin agar Dira merasa nyaman akan kehadirannya.
Dira masih terisak bahkan ia semakin sesunggukan. Tak ada perkataan yang keluar dari bibir Dira. Tangisnya semakin pecah meski Dira berusaha menahannya agar tidak terdengar oleh seisi rumah.
Bian menarik tubuh mungil Dira dalam pelukannya. Bian juga tak tahu harus melakukan apa. Mungkin cara ini bisa menenagkan Dira. Dan usahanya membuahkan hasil. Meski belum sepenuhnya hilang namun Dira sedikit lebih tenang dalam dekapan Bian.
"Kak... "
"Iya.... "
"Berjanjilah untuk tepat disini, disamping Dira"
"Kakak janji tidak akan pernah meninggalkanmu"
"Kak.. "
"Iya.... "
"Bagaimana jika Dira tidak.... "
"Jangan katakan apapun yang bahkan kamu sendiri tidak tahu"
"Tapi.. "
"Kita berdua yang sepakat memutuskan ini. kita lewati sama-sama. Oke.... "Ucap Bian mencakup kedua pipi Dira yang telah basah oleh air mata. Bian usap dengan lembut pipi mulus milik Dira.
Dira mengangguk dan kembali jatuh dalam pelukan Bian. Untuk beberapa saat lamanya mereka saling mendekap mencari kenyaman.
"Kita istirahat ya.... " Ucap Bian yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Dira. Bian menggiring Dira keranjang. Mereka memutuskan untuk beristirahat.
"Tidurlah.... "
"Emmm ..... kak... " Ucap Dira ragu
"Tidurlah... Kakak akan menunggu sampai kamu siap." Ucap Bian sambil tersenyum tulus pada Dira.
Matapun terpejam dan melewati malam tanpa akfifitas pengantin baru pada umumnya. "Selamat tidur sayang" Ucap bian didalam hati.
.
.
.
.
.
.
.
bersambunggggg
like
komentarnya
❤ (biar pas nanti aku up kamu dapat notifikasinya)
Thankiyuuuuuuuu pake bangetttttt
😁😁😁😁😁😁😁
Malam telah berlalu suara azan telah terdengar menyejukkan. Dan mengaharuskan setiap muslim untuk segera menyudahi nikmat dunia yang membuatnya semakin terlena. Bian perlahan membuka matanya. Namun senyum dibibirnya mengembang sempurna ketika ia merasakan ada sesuatu yang berat menimpa dadanya. Ia usap tangan yang kini melingkar memberikan kehangatan keduanya.
"Alhamdulilah.... Semoga cinta akan segera tumbuh dihatimu" Ucap Bian menatap lekat wajah Dira yang kini telah berada dijarak yang begitu dekat. Ingin rasanya Bian menikmati bibir ranum istrinya. Namun Bian telah berjanji akan bersabar dan menunggu hingga Dira siap.
"Ra.... Bangun yuk sholat subuh dulu" Bian membangunkan Dira dengan begitu lembut. kelembutan Bian justru membuat Dira semakin mengeratkan pelukannya.
"Nadira Diandra Putri.... "
Kalimat yang menyebut nama lengkapnya nyatanya mampu menyentak dan membuat matanya terbuka lebar. Dan hampir saja Dira berteriak ketika dirinya menyadari ada orang lain yang sedang berada dijarak yang sangat dekat dengannya.
"Aku suamimu sekarang" Ucap Bian segera memberikan klasifikasi sebelum Dira berteriak.
Dira mengatur detak jantungnya. Masih sangat terkejut dan juga malu karena kenapa bisa, dirinya lupa jika semalam dia sudah sah menjadi istri dari Akbar Fabian Caraka.
Agar detak jantungnya tak terdengar jelas oleh Bian. Dira segera beranjak dan pergi kekamar mandi untuk membersihkan diri. Sedang Bian hanya menggeleng dan sedikit menarik sudut bibirnya melihat tingkah istrinya.
Seperti biasa pada subuh - subuh sebelumnya Dira menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Namun ada yang berbeda apa itu? Di sholat subuh kali Dira tidaklah menunaikannya seorang diri melainkan ia berjamaah dengan seorang pria yang baru tadi malam mengucapkan ijab qobulnya.
Entahlah rasanya ini adalah sholat subuhnya yang paling sempurna selama hidupnya. Bisa sholat subuh berjamaah dengan seseorang yang telah menyandang sebagai suaminya itu. Ini memang salah satu impian Dira menikah dengan pria yang taat akan TuhanNya. Mungkin ini bukan hanya impian Dira tapi impian setiap wanita bukan. Namun Beruntunglah Dira Allah mengabulkan Doanya dinikahi oleh pria soleh seperti Bian menunaikan kewajiban secara berjamaah.
Mencium punggung tangan sang suami kemudian Bian mengecup kening sang istri. Sungguh ini membuat jantung seolah berdebar berkali -kali lipat. setelah itu Dira pamit pada Bian untuk membantu Bunda menyiapkan sarapan.
"Kak Dira membangu Bunda didapur ya? "
Bian hanya tersenyum dan mengangguk untuk memberikan izin.
"Oh ya.. kakak mau dimasakin apa? "
"Apa saja jika kamu yang siapin kakak akan suka" Ucap Bian tulus yang mampu membuat detak jantung Dira semakin kencang dan seperti lomba maraton.
Dira tersenyum dan segera merapikan mukena dan juga sajadahnya. Dan ia menyelinap Keluar karena sepertinya Bian sedang melakukan aktifitas lain.
...🍀🍀🍀🍀🍀...
"Kak Sarapannya sudah siap? "
Suara diujung pintu cukup menyentak Bian yang sedang bicara serius sambungan telpon. Dan ternyata bukan hanya Bian yang tersentak dengan kehadiran Dira namun lawan bicara Bian pun ikut tersentak.
"Bukannya itu suara Dira?"
Bian baru menyadari jika ia masih berada disambungan telepon. "Mas... Itu suara Dirakan? Kenapa pagi-pagi Dira sudah berada ditempat Mas Bian? " Cercanya. Bahkan dia lebih tertarik membicarakan sial Dira ketimbabg pembicaraan seriusnya tadi.
"Nanti aku jelaskan"
"Tapi Mas"
"Sampai ketemu nanti siang"
Sambungan terputus tanpa memberi kesempatan lawan biaranya menyetujui. Lalu apa yang terjadi disebrang sana.
Rangga dibuat bertanya-tanya kenapa Dira berada Dirumah Bian sepagi ini. ya Rangga lah yang tadi Sednag terlibat obrolan serius dengan Bian disambungan telpon.
Bian langsung balik badan dan.....
Glek......
Bian menelan salivanya melihat pemandangan diujung pintu sana. ini pertama kalinya Bian melihat Dira tanpa penutup kepala. Rambut hitam lurus diikat kuda dan leher jenjang putih mulus membuat Bian berkelana pikirannya.
"Sabar Bi... Sabar.... " Ucap Bian masih tertegun dengan suguhan yang dipancarkan Dira.
Merasa Bian tak akan beranjak Dira melanglah maju dan menghampiri Bian yang masih diam terpaku. Hingga Dira sudah berada tepat dihadapannya Bian masih tak mengedipkan matanya.
"kak.... "
Kenapa kamu menggodaku seperti ini sih Ra. Kalau begini aku jadi ragu sampai kapan aku snaggup menunggu kamu siap.
"Kak... "
Hingga panggilan Dira yang keduapun Bian masih saja setia terpaku oleh pemandangan yang berbeda dari Dira.
"Kak"
Dan dipanggilannya yang ketiga barulah Bian menyadari.
"Iya ada apa? " Ucap Bian meski Bain telah sadar akan keberadaan Dira. Namun sorot matanya tak beralih sedikitpun dari wajah ayu yang natural milik Dira.
"Sarapan sudah siap?"
Bian tersenyum dan menatap dalam setiap inci wajah Dira. Semakin lama jarak diantara keduanya semakin dekat. Dan jarak yang ada membuat Dira merasakan aliran darahnya memanas seperti menginginkan sesuatu. Hingga reflek ia memejamkan mata.
"Ups.... Maaf ngak sengaja... Lain kali tutup pintunya"
Suara seseorang yang membuat dua insan itu tersentak. Malu sudah pasti tapi bagaimana lagi semua. Aduh kenapa bisa ceroboh banget sih. harusnya tadi aku bisa lebih mengendalikan diri.
Muka merah merona Dira tak bisa disembunyikan. Ingin rasanya ia memaki adiknya yang sedang terkekeh dari ambang pintu mendapati wajah sang kakak yang kikuk.
"Memangnya mau ngapain? " Jawab Dira menutupi rasa malunya yang tak tertaha.
"Ya.... Mau ngapain aja bebas.... "
"Huh.. Dasar anak kecil.... "
Umpat Dira yang juga dijawab dengan tawa jahil sang adik. Lalu bagaimana kabar sang suami. Meski ia juga tak kalah malu namun Bian masih bisa menutupinya dengan sikap cool dan cueknya.
Kemudian setelah membuat kekacauan diantar pasangan pengantin baru ini. Dengan tanpa rasa bersalah Ical berlalu dengan santainya namun baru setengah perjalanan Ical menghentikan langkahnya. barulah teringat tujuannya tadi kekamar kakaknya.
"Aduh bagaimana ini balik lagi atau bagaimana... Nanti kalau aku melihat adegan itu lagi bagaimana? " guman Ical sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ah masa bodoh dah... " Akhirnya Ical mengambil keputusan. pikirnya akan lebih berbahaya jika nanti ia keluar tanpa membawa sang kakak. Omelan Bunda akan lebih bahaya ketimbang harus menyaksikan adegan tadi. kekehnya dan mungkin kejadian tadi tidak akan terulang pasti mereka akan lebih hati-hati.
Langkahnya kembali berhenti diambang pintu... Ternyata dugaannya salah besar ya ampun orang ini Kenapa diulang sih mana pintunya tidak ditutup.
"Huh... mas Bian Diluar ada mas Ari" suara Lantang Ical seolah membuat mereka kaget untuk yang kedua kalinya. tanpa mendengar jawaban dari keduanya langsung lari keryang tamu.
"Huh anak itu.. " ucap Dira.
Bian hanya tersenyum jahil mendapati wajah kesal sang istri. Padahal sedari tadi tidak ada yang ingin Bian lakukan. yang akan ia lakukan hanyalah berbisik seperti saat ini...
"Lain kali dipakai jilbabnya kalau tidak mau Kakak melakukan aktifitas lain padamu? "
Terbelalak mata Dira menyadari akan kecerobohannya. Kenapa bisa-bisanya ia melupakan itu.
"Ayo.. " Ajak Bian menggenggam erat tangan Dira menunju ruang makan.
Sungguh suasana berbeda yang dirasakan Bian. Meski Bian juga memiliki keluarga yang penuh cinta. Namun keluarga membuatnya merasa hangat. Kerinduan terhadap sosok ayah kini terbaru dengan kehadiran Ayah Dira yang juga sudah menjadi Ayah mertuanya.
Senyum dibibir terus mengembang diwajah tampan Fabian. obrolan -obrolan kecil pun tercipta hangat disana. Hingga sarapan istimewa ini begitu singkat dirasakan Bian. Sekali lagi Bian tak akan berhenti mengucap syukur atas karunia yang telah Allah hadiahkan untuknya.
.
.
.
.
.
.
B**ersambunggggg
like
komentarnya
❤ (biar pas nanti aku up kamu dapat notifikasinya)
Thankiyuuuuuuuu pake bangetttttt
😁😁😁😁😁😁😁
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!