FLASH BACK ON
BRUUK.
"Au," Anggia meringis dan mengelus lengan bagian atasnya.
"Heh, lu sengajakan!" Veli sangat kesal pada Sasa yang sangat suka sekali mencari masalah dengannya.
"Masalah buat lo," Sasa memberi senyum miring seolah ia tak perduli apa lagi merasa bersalah sedikit pun pada Veli.
"Lu bener-bener ya," Veli mendekati Sasa dan ingin menjambak rambut Sasa, tapi dengan cepat Anggia menahan Veli agar tak menjadi tontonan orang-orang di sana dan sebelum orang-orang juga menyadari dengan perselisihan mereka.
"Veli, kita lagi di rumah sakit. Kita di sini dokter jangan nodai jas putih kita hanya karena emosi sesaat, di sini banya orang, kita harus jaga sikap," bisik Anggia sambil matanya menatap banyak orang yang belum menyadari ketiganya, yang sedang bersi tegang itu.
"Awas lu ya berani cari masalah sama kita," kesal Veli menunjuk wajah Sasa rasanya Veli ingin meremas wajah Sasa saat ini juga.
"Serah lo," ketus Sasa, tak ada nada lembut atau pun wajah bersahabat yang di tunjukan Sasa, "Heh Anggia, lu kemaren boleh bangga ya karena tuan Bilmar bela lu, liat aja nanti pasti dia bakal tinggalin lu. Gw juga nggak yakin itu anak tuan Bilmar, dan setelah dia tau itu bukan anaknya.....lu siap-siap aja di tendang dari hidupnya," kata Sasa menatap intens Anggia.
"Sasa...mau ini anak tuan Bilmar atau bukan, yang jelas ini nggak ada hubungannya sama kamu. Jadi tolong nggak usah ikut campur urusan aku!" Anggia tak ingin terjadi sesuatu yang lebih parah dari ini, maka dari itu Anggia memberi peringatan pada Sasa agar tak mengganggunya lagi.
"Gw nggak ikut campur urusan lu, tapi lu udah bikin gw malu di hadapan tuan Bilmar kemarin. Wajah lu kalau ngomong sok polos kelakuan lo bejat banget," kata Sasa yang tampaknya sangat kesal pada Anggia.
Entah mengapa Sasa sangat benci pada Anggia, mungkin karena perasaan iri hati yang kini tengah menyelimutinya. Hingga Sasa tak mencerminkan sikap baik sedikit pun, padahal Anggia tak pernah bermasalah atau pun mencari masalah dengannya. Tapi tetap saja Sasa sangat benci pada Anggia.
"Sasa...tuan Bilmar itu suami saya. Dan saya tidak pernah mempermalukan kamu di hadapan dia, saya minta sama kamu berhenti untuk ikut campur urusan saya," jawab Anggia lagi sambil menarik Veli pergi dari hadapan Sasa.
"Kesel banget gw tau ngga Ngi, Sasa tu mulutnya pedes banget kayak cabe rawit tau nggak," Veli yang berjalan bersama Anggia keluar dari rumah sakit terus mengomel tidak jelas.
FLASH BACK OF.
*
*
*
Saat ini seorang wanita yang bernama Sahara Putri Baskara atau pun yang biasa di panggil Sasa tengah di marahi habis-habisan oleh sang Papa, bukan tanpa sebab ia di marahi. Melainkan karena putri semata wayang nya itu sudah berani mencoba melenyapkan nyawa orang lain, hanya karena obsesi tidak boleh ada yang lebih darinya.
"Ingat, Sasa kau harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kau lakukan," kata sang Papah dengan tegas.
"Pah, kenapa Papah malah belain anak orang sih," kesal Sasa dengan perasaan mengebu dan tak terima atas apa yang sudah sang Papah katakan padanya.
"Lihat Mah, lihat anak mu! Ini hasil didikan mu Mah!" kata sang Papah pada sang istri yang selalu membiarkan anaknya melakukan kejahatan hanya demi mendapat apa yang ingin di dapatkan oleh sang anak.
"Papah apa sih, anak kita tidak salah dia benar, wanita itu sudah menghina anak kita Pah mana mungkin di biarkan begitu saja," kata sang istri yang terus membela sang putri.
"Kau harus bertanggung jawab, ikut Papah!" sang Papah menarik lengan putrinya untuk ikut dengannya kerumah sakit.
Baskara adalah seorang pengusaha hebat, memiliki putri Sasa seorang dokter psikiater dengan selalu bertingkah semaunya, hingga sang Papah membayar orang untuk memata-matai sang putri. Dengan membayar orang untuk melaporkan padanya apa saja yang putri nya lakukan, hingga tanpa di duga putri yang sangat ia cintai itu hampir melenyapkan orang lain sungguh kini Baskara begitu murka.
"Papah, mau mempermalukan Sasa," kata Sasa yang masih tidak terima jika ia harus meminta maaf pada Anggia atau pun orang yang sudah ia celakai.
"Papah....Sasa nggak mau," tutur Sasa berusaha melepaskan tangan sang Papah yang masih mencengkram tangannya dengan erat.
Baskara menghempaskan tangan sang putri, dan menatap dengan tatapan tajam.
"Apa kamu mau berhenti menjadi dokter?" tanya Baskara, namun Sasa hanya diam menatap sang Papah, "Kalau mereka menemukan mu sebelum kau yang pergi ke pada mereka dan meminta maaf, maka kau akan di penjara beserta karir mu itu akan hancur, kau mau itu terjadi?" tanya Baskara dengan berapi-api.
Sasa diam dan mulai merasa ketakukan, emosi dan iri membuatnya gelap mata hingga tubuhnya berhasil di kuasai iblis tanpa berpikir akibat yang akan ia terima.
"Jawab Papah!" teriak Baskara dengan nada membentak hingga Sasa juga terkejut, dengan cepat ia menggeleng.
"Papah.....kan orang hebat mana mungkin tidak bisa menyelesaikan ini dengan mudah, tidak usah di persulit Pah....kita bukan orang sembarangan. Jadi kalau hanya membebaskan Sasa dari hal ini sangat mudah," kata Zakira wanita yang melahirkan Sasa itu tak pernah rela bila anaknya kalah dari orang lain, itu memang sudah di ajarkan Zakira pada sang putri sejak kecil.
"Diam. Kalau kau berani ikut campur kau pun akan ku ceraikan!"
Pertama kalinya Baskara berucap demikian, ia benar-benar sudah geram dengan tingkah sang istri yang salah mendidik putri mereka.
"Tapi Pah."
"Zakira aku bilang diam, atau....." Baskara tak dapat melanjutkan kata-katanya karena Zakira dengan cepat memotongnya.
"Pah jangan bicara cerai," kata Zakira dengan ketakutan, bukan karena ia takut miskin. Zakira terlahir dari keluarga kaya namun ia sangat mencintai suaminya dan Zakira tak mau di saat sudah membina rumah tangga bertahun lamanya kini hancur begitu saja.
"Ikut Papah," Baskara kembali menarik lengan Sasa, ia pun belum tau berhadapan dengan siapa. Namun orang suruhan Baskara mengatakan jika korban sedang di rawat di rumah sakit.
"Tapi Pah....Pah Sasa takut hiks hiks...." Sasa menangis ketakutan karena tak ada yang membelanya seperti selama ini.
"Papah bilang ikut, kamu harus tanggung jawab!"
Baskara memasukkan Sasa ke dalam mobil kemudian ia juga ikut masuk, begitupun dengan Zakira dengan cepat ikut masuk kedalam mobil ia takut nanti putrinya akan di hakimi. Apa lagi Baskara kini tengah marah besar.
Rumah Sakit.
Kini ke tiganya sampai di rumah sakit, Baskara menarik lengan Sasa untuk ikut dengannya menuju ruangan di mana ruang korban Sasa di rawat. Baskara tau sebab mata-matanya masih berada di sana sesuai perintah Baskara, hingga tanpa bertanya pun kini Baskara tau ke mana harus membawa Sasa.
"Masuk!" Baskara menarik Sasa dan menghempaskannya di lantai, berdekatan dengan ranjan Brian.
Brian dan juga Bilmar yang masih berada di sana merasa bingun dengan kehadiran Sasa yang tiba-tiba, bahkan dengan cara di hempaskan ke lantai oleh seorang pria paruh baya. Namun Brian dan Bilmar tau dan cukup mengenal siapa orang yang menghempaskan Sasa, banyak pertanyaan di benak keduanya begitu pun dengan Anggia yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Sasa," Anggia mencoba menolong Sasa, tapi Sasa menolak malah ia mencoba mendorong Anggia. Namun dengan cepat Bilmar menarik sang istri agar tak terjatuh.
"Tuan Baskara?" kata Brian yang masih bingung.
Baskara yang di ikuti Zakira langsung masuk, kini ia tau ternyata korban dari Sasa adalah putra tunggal Pasha Wiratwan. Dengan membuang rasa malu Baskara tetap mendekati Brian, matanya bukan hanya melihat Brian tapi Bilmar juga. Pebisnis muda pemilik prusahaan raksasa.
"Tuan Bilmar?" kata Baskara.
Bilmar tak menjawab kini ia hanya diam menatap Baskara penuh tanya, selanjutnya Baskara menatap Brian yang masih berbaring di ranjang.
"Tuan Brian atas nama putri saya, saya mohon maaf. Karena ke gagalan saya mendidiknya hingga dia tumbuh menjadi wanita pembangkang, sekali lagi mohon maaf karena putri saya anda terbaring di sini," kata Baskara menundukan kepala.
"O, jadi kau yang berniat menghabisi istri ku?" Bilmar mendekati Sasa yang berdiri di dinding ruangan, dengan perasaan takut dan menunduk ia terus mencoba berdiri.
"Maksud anda tuan?" tanya Baskara tidak mengerti, "Bukankah yang menjadi korba tuan Brian? Lalu kenapa malah membawa istri anda?" tanya Baskara yang masih di landa kebingungan.
FLAS BACK ON.
Setelah ada ketegangan antara Anggia dan juga Sasa, lalu Anggia pergi bersama dengan Veli. Meninggalkan Sasa yang masih kesal padanya, dengan perasaan sangat kesal dan marah Sasa juga kembali ke ruangannya, rasa tidak terima atas apa yang sudah Anggia katakan padanya terus saja membuat jiwa iblisnya keluar. Setelah sampai di ruangannya Sasa mondar mandir tak jelas memikirkan sesuatu, hingga ide gila itu muncul di otaknya.
Kini Sasa sudah berada dalam mobilnya, ia ingin membuat Anggia keguguran dengan cara mencampurkan zat kimia pada minuman Anggia. Dan kini ia ingin memikirkan cara bagaimana bisa mencampurkan racun tersebut. Namun saat Sasa mengemudi ia melihat dari kejauhan Anggia yang berdiri di sisi jalanan, Sasa yakin Anggia akan menyebrang.
"Ngapain susah-susah, sekalian aja dia abis disini kan," gumam Sasa tersenyum bahagia, dengan mobil yang baru saja ia beli dengan yakin orang-orang tidak akan tau bila ia lah pelakunya.
"Selamat tinggal Anggia Tiffani," kata Sasa lagi di selingi tawa, dengan mulai menambah kecepatan mobilnya ia memang sudah mengarahkan mobilnya dari kejauhan untuk menabrak Anggia.
"Aaaaaaaa," teriak Anggia saat mobil akan mendekat padanya, sebab ia berdiri bukan di tengah jalanan melainkan di sisi jalanan. Jadi Anggia cukup kaget, namun Anggia merasa tubuhnya melayang seperti ada yang mendorongnya.
BBUUUK.
Mobil Sasa menabrak seorang pria yang menolong Anggia.
"Sial, kok bukan Anggia," gumam Sasa sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sebelum orang-orang di sana tau ia lah yang berencana ingin menghabisi Anggia.
Flash back of.
"Sasa kau sangat lancang!" bentak Baskara setelah mendengar penjelasan Sasa, kini Baskara mengerti kalau Sasa berniat menghabisi Anggia istri dari Bilmar Rianda, damun Brian mantan suami Anggia malah menolong Anggia. Hingga Brian yang menjadi korba demi menolong mantan istrinya.
"Maaf tuan.....hiks, hiks," Sasa menundukan kepala dan ketakutan.
"Maaf?" Bilmar mencengkram erat dagu Sasa, karena perasaan kesal.
"Hiks....hiks...." Anggia malah menangis ketakutan ia pikir ia akan menyaksikan Brian dan Bilmar memukuli Sasa di hadapannya, bayangan saat dulu ia melakukan kesalahan tangan Brian lah yang berbicara seakan kembali menghantuinya.
Bilmar menghempaskan Sasa, ia sadar istrinya ketakutan dan ia tidak akan mau istrinya terus di hantui rasa takut. Dengan cepat Bilmar menarik istrinya kedalam pelukannya, dan berulang kali ia mengecup pucuk kepala Anggia.
"Jangan takut," kata Bilmar.
Brian berusaha mendudukan tubuhnya walau pun terasa sulit, ia kasihan melihat Anggia yang ketakutan.
"Sasa kami tidak akan menghukum mu dengan cara kami, kau akan kami polisikan dan aku pastikan kau tidak akan memakai jas putih mu itu lagi!" kata Brian.
"Tuan saya mohon, saya khilaf dan saya minta maaf," kata Sasa menunduk di hadapan Brian.
"Siapa saja yang terlibat dengan rencana gila ini?" tanya Bilmar yang masih memeluk Anggia dengan erat.
"Jawab Sasa jangan diam saja," kata Baskara dengan kesal, ia benar-benar sangat malu saat ini. Brian dan Bilmar adalah rekan bisnisnya, kedua orang itu sangat menghormati Baskara karena lebih tua dari mereka tapi Sasa malah menjatuhkan harga diri Baskara.
"Tidak ada tuan Bilmar, aku tadinya tanpa pikir panjang langsung ingin menabrak Anggia," jawab Sasa dengan suara terbanta-banta.
"Kau jangan berusaha melindungi orang lain!" kata Bilmar, sambil menatap Brian.
Brian tersenyum samar, ia yakin Bilmar saat ini menuduhnya terlibat dalam perencanaan pelenyapan Anggia.
"Tidak tuan tidak ada....hiks, hiks," Sasa terus menangis karena rasa takut.
"Aku korban di sini, dan aku berhak untuk mempolisikan mu!" kata Brian sambil mengambil ponselnya yang terletak di atas nakas.
"Tuan....hiks, hiks," Sasa menangis ketakutan berharap Brian mengampuninya, "Maaf tuan, aku mohon," kata Sasa menundukan kepala.
"Tidak bisa.....aku tidak mau tertuduh dalam kejahatan ini dan aku ingin menuntaskan masalah ini. Agar semua jelas," tutur Brian, ia memang tidak mau tertuduh karena dia memang tak pernah merencanakan ini semua.
"Aku mohon tuan," kata Sasa lagi, "Papah tolong Sasa," pinta Sasa dengan menangis berharap sang Papah akan menolongnya.
"Anggia," Sasa menghampiri Anggia dan berlutut di bawah kaki Anggia yang masih di dekap Bilmar, "Aku mohon maafin aku," kata Sasa dengan perasaan menyesal. Ia tak pernah bermimpi akan hidup di tahanan dan melepaskan fropesi yang ia cita-citakan sedari kecil.
"Sasa," Anggia tak bisa berjongkok sebab perut buncitnya, namun tetap saja ia berusaha agar Sasa mau bangun, "Sasa bangun, kamu nggak pantes melakukan ini," kata Anggia yang merasa tak enak hati, dengan Sasa yang kini bersimpuh di kakinya.
"Nggak....hiks, hiks, maafin aku Ngi, aku mohon," kata Sasa dengan harapan Anggia bisa membebaskannya.
"Kamu berdiri dulu," kata Anggia lagi.
"Aku nggak akan berdiri sebelum kamu maafin aku," kata Sasa di iringi tangisan penyesalan dan juga ketakutan.
"Aku udah maafin kamu, dan kamu sekarang berdiri ya," kata Anggia yang tak mau menaruh dendam pada orang lain, lagi pula Sasa sudah meminta maaf dan Anggia bukanlah wanita yang suka membalas kejahatan orang lain dengan kejahatan juga. Ia lebih memilih memaafkan agar tak menjadi hal yang membayanginya dengan ketakutan.
"Kamu serius," Sasa berdiri dengan cepat lalu memeluk Anggia.
"Iya, udah.....lagian aku nggak kenapa-kenapa," kata Anggia menunjukan tubuhnya, Sasa mengangguk dan kemudian ia menatap Brian yang menatapnya datar, setelah itu ia menatap Bilmar yang berdiri tidak jauh dari Anggia.
"Tuan....hiks, hiks....aku minta maaf," kata Sasa menangkup kedua tangannya, "Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan aku akan berusaha menjadi manusia lebih baik lagi," tutur Sasa dengan menundukan kepala.
"Kau memang di maafkan, tapi hukuman tetap hukuman dan masalah kau berubah atau tidak itu bukan urusan ku!" ketus Bilmar yang menatap Sasa dengan tidak suka.
"Aku mohon tuan Bilmar tolong jangan polisikan aku, aku masih ingin menjadi seperti sekarang dengan memakai jas putih," kata Sasa dengan melas di hadapan Bilmar.
"Aku tidak perduli!" ketus Bilmar.
"Abang....." Anggia memeluk lengan Bilmar, "Sasa udah minta maaf dan Anggi juga nggak kenapa-kenapa jadi maafin aja," kata Anggia dengan lembah lembut berharap Bilmar mau memaafkan Sasa.
"Tapi aku yang menjadi korbannya Anggia," timpal Brian yang duduk di ranjang, Brian juga menunjukan infus yang terpasang di tangannya di tambah lagi kepalanya yang di perban, dengan kaki yang sedikit pincang.
"Tapi tidak parah kan Mas," kata Anggia yang masih berusaha membela Sasa.
Jujur saja saat ini Sasa merasa malu atas apa yang ia lakukan pada Anggia, selama ini ia selalu berbuat seenaknya pada Anggia namun Sasa kini melihat Anggia lah yang menjadi pembelanya. Sasa sangat terharu dan kini ia tau mengapa Bilmar jatuh hati pada Anggia, dan Sasa pun mengakui bertapa murah hatinya Anggia yang tak menaruh dendam atas apa yang sudah ia lakukan.
"Tuan Brian, aku mohon maaf kan aku," kata Sasa pada Brian.
"Tidak mungkin.....kau sudah membuat ku seperti ini dan kau juga membuat ku di tuduh oleh Bilmar atas apa yang saat ini terjadi, kau tau Bilmar menuduh ku bekerja sama dengan mu untuk melakukan sekenario seperti ini," kata Brian dengan menatap Bilmar.
"Mana aku tau.....otak mu kan selama ini busuk!" tandas Bilmar.
"Abang....." Anggia hanya bisa menggeleng melihat tinggkah Bilmar.
"Aku masih menghargai Tuan Baskara sebagai orang tua mu, karena selama ini tuan Baskara sangat baik menjalin kerja sama dengan saya," Brian menatap Baskara yang juga menatap nya menantikan apa yang akan di katakan Brian, Baskara pun ingin Sasa di bebaskan tapi ia hanya bisa berdoa saja, bagaimana pun anak nya memang bersalah.
"Aku tidak akan melepaskan wanita ini, walau pun tuan Baskara orang baik," timpal Bilmar.
"Aku mengerti," kata Brian menatap Bilmar, sesaat kemudian Brian kembali menatap Baskara, "Tuan Baskara aku akan membebaskan putri anda dari segala tuntutan, dan dia pun masih bisa memakai jas putih nya tapi dengan syarat dia harus menikah dengan saya!" kata Brian dengan tegas.
DEEG.
Bukan hanya Sasa yang terkejut mendengar perkataan Brian, tapi semua orang ada di ruangan itu termasuk Zakira Mamah dari Sasa.
"Apa kau sudah gila?" tanya Zakira dengan kesal.
"Diam!" bentak Baskara yang mampu membuat Zakira bungkam.
"Terserah kalau kalian tidak mau, pengacara ku akan mengurus semuanya," kata Brian dengan santai.
"Brian, aku tidak ingin kau menikah dengannya. Tapi aku ingin wanita ini di penjara," kata Bilmar yang kesal pada Brian.
"Pikirkan Bilmar, kalau aku menikahinya dia tidak akan merusak rumah tangga mu dan kau pun tidak perlu was-was kalau aku akan merusak rumah tangga mu, pikir," Brian menatap tajam Bilmar dan menunjuk kepalanya sendiri, agar Bilmar bisa berpikir apa yang ia lakukan demi perhikahan Anggia dan Bilmar tetap terjalin bahagia tanpa ada perusak.
Begitu juga dengan Bilmar yang diam memikirkan apa yang di katakan oleh Brian, sejenak Bilmar membenarkan apa yang di katakan Brian.
"Baiklah aku setuju," jawab Bilmar tanpa bisa di bantah, "Kau mau menikah dengan Brian, atau pengacara ku dan pengacara Brian siap membawa mu ke jalur hukum, dan semua media harus tau dengan kebusukan mu, bersiaplah untuk melupakan karir mu itu," kata Bilmar yang malah ikut mengancam Sasa.
"Saya setuju, kalau Sasa menikah dengan anda tuan Brian," jawab Baskara, ia takut kalau media tau maka hancur lah nama perusahaannya, dan Bilmar hanya lah menganggapnya debu. Sejenak Baskara berpikir jika tindakannya menyeret Sasa tadi sangat benar, sebab yang menjadi lawannya adalah seorang Bilmar Rianda.
"Keputusan ada pada mu, jawab dalam waktu lima detik kalau tidak nanti malam kau akan tidur tanpa selimut hangat seperti sebelumnya, sebab di balik jeruji besi itu bukan seperti kamar mu yang nyaman itu," kata Brian.
"Tapi kita tidak saling mengenal, aku tau tuan adalah mantan suami Anggia, tapi hanya itu saja kita bahkan baru kali ini berbicara," kata Sasa, ia sungguh tak mau menikah dengan Brian lagi pula memang mereka tidak saling mengenal satu sama lain, lalu bagaimana bisa menikah.
"Kalau begitu mari berkenalan?" kata Brian, "Ingat aku hanya memberi mu waktu lima detik di mulai dari sekarang, kalau kau tidak mau maka kau tau kan?" kata Brian tersenyum penuh misteri.
"Tuan Brian tidak begini caranya," kata Zakira lagi.
"Diam atau kau......" Baskara menatap tajam sang istri. Akhirnya Zakira hanya bisa diam dan mendeguk salivan dengan susah payah. Ia pun takut di ceraikan oleh suaminya, "Kau harus menikah dengan tuan Brian, kalau tidak Papah akan menghabisi mu!" Baskara menatap tajam Sasa.
"Tuan Brian, apa tidak ada hukuman yang lain, aku mohon. Jangan menikah, ku mohon tuan kasihani aku," Sasa menangis melas di hadapan Brian.
"1......" Brian mulai menghitung.
"Tuan, bagaimana caranya kita menikah, kita benar-benar tak saling mengenal," Sasa masih terus berusaha, bahkan bila Brian memintanya berlutut pun akan ia lakukan asal tidak ada pernikahan di antara keduanya.
"Setelah menikah kita akan tinggal satu atap, setelah itu kita skan saling mengenal."
"Tapi tuan, hiks....hiks."
"2....."
"Mama tolong.....hiks....hiks....."
"Brian, apa kau tidak laku hingga kau harus memaksa putri ku menikah dengan mu," teriak Zakira.
"3......"
"Zakira......." Satria menatap tajam sang istri.
"Jawab Sasa, jangan main-main dengan ku!" Brian melebarkan matanya dan menatap Sasa dengan kemarahan.
"Iya tuan, saya bersedia," jawab Sasa ketakutan, "Tapi apa tuan bisa berjanji tidak menyakiti saya," Sasa bergidik ngeri mengingat saat ia merawat Anggia yang stres karena Bria. Ia takut ia pun akan bernasip sama seperti Anggia.
"Tidak ada penawaran!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!