NovelToon NovelToon

AURORA

Prolog

Siang yang terik disuatu hari itu, membuat butiran-butiran keringat sebesar biji jagung bertaburan di seluruh tubuh Aulia. Nafasnya agak tersengal, air matanya juga perlahan jatuh dan menyatu dengan butiran air keringatnya sendiri.

“Kamu harus gugurkan anak haram itu!” Perintah pak Arifin, ayah kandung Aulia. Pria tua itu menatap puterinya tersebut dengan tatapan yang sangat haru juga penuh penyesalan. Jika saja saat itu dia tidak mengantar puterinya kepesta dansa di acara ulang tahun anak majikannya, mungkin hari ini dan masalah besar ini tidak akan terjadi kepada Aulia, puteri satu-satunya yang sangat di sayanginya.

“Ayah dan ibu akan mengantarmu ke mbok Giyem, beliau dukun beranak terpercaya di desa ini.” Ucap pak Arifin lagi sambil merobek kertas dari puskesmas yang menunjukan hasil pemeriksaan kandungan Aulia.

“Ayo....” Pak Arifin lantas menarik tangan Aulia, sedangkan bu Tanti, ibu kandungnya Aulia hanya mampu terdiam menatap suami dan anaknya dengan menahan air mata yang berusaha keras terjatuh keatas pipinya dari tadi.

“Ibu, ayo!” Ajak pak Arifin ketika dilihatnya isterinya itu tetap terdiam tanpa mengikuti langkah kakinya sama sekali.

Aulia pun ikut terdiam, tangisnya kembali pecah. Dia berusaha melepaskan genggaman tangan pak Arifin dari tangannya.

“Kenapa?” Tanya pak Arifin dengan berat.

“Anak ini tidak salah...dia berhak hidup, dia bukan anak haram!” Seru Aulia dengan tegas.

“Apakah ayah tega membunuhnya?” Tanya Aulia dengan pelan, matanya menatap tajam kedua mata ayahnya itu. Dengan bibir yang gemetar dan seluruh tubuh yang terasa sangat berat hingga hampir membuat kedua kakinya tak mampu menahan beban tubunya sendiri.

“Bukannya ayah juga yang selalu mengingatkanku akan pentingnya rasa kasih sayang terhadap sesama mahluk Nya dan tanggung jawab kepada Allah, aku tidak akan mengugurkannya!” Tegas Aulia lagi.

Pak Arifin pun melepaskan genggaman tangannya dari Aulia. Sekilas dia kembali melirik kearah kedua mata isterinya yang kini sudah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Saat itu juga dada pak Arifin yang memang sudah terasa sesak dan sakit sejak membaca surat hasil tes kehamilan Aulia semakin bertambah kuat rasanya. Tatapan matanya bertambah buram dan bibirnya sudah terasa sangat dingin. Pak Arifin tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Dia mundur beberapa langkah kebelakang, lalu menunduk sambil memegang erat dada sebelah kirinya.

“Ayah...ayah!” Teriak Aulia ketika dia sadar ada yang tidak beres dengan kesehatan ayahnya. Bu Lina pun turut berlari menghampiri suaminya dan menangkap dengan tepat ketika tubuh suaminya itu hampir saja terjatuh ke atas lantai.

“Mas...sadar mas, kamu kenapa mas?” Tanya bu Tanti sangat khawatir.

“Ayah...!” Aulia terus berusaha memanggil ayahnya, Aulia mengambil minyak kayu putih yang tersimpan dibalik sakunya lalu membuka kancing baju ayahnya lalu mengusapkan minyak kayu putih ke dada dan perut ayahnya.

“Ayo bu bantu aku angkat ayah, kita harus kembali ke puskesmas!” Pinta Aulia. Bu Tanti pun segera mengikuti arahan puterinya itu, mereka berusaha membopong tubuh pria yang sangat mereka cintai itu. Namun tubuh pak Arifin terasa lebih berat lagi ketika mereka baru beberapa langkah menuju pintu.

“Ayah...” Panggil Aulia parau ketika dia sadar ayahnya sudah tidak sadar sama sekali.

“Bu...ayah bu...ayah!!!” Tangis Aulia lagi-lagi pecah di siang hari yang sangat terasa terik tersebut.

“ Mama...mama lagi kangen cama eyang akung ya.” Ucap Rose, seorang anak perempuan berusia empat tahun setengah yang sangat cantik dan imut.

Aulia yang tersadar akan kehadiran anak kandungnya itu langsung berusaha mengelap air mata dari atas kedua pipinya dan menutup album foto yang belum lama dibukanya.

“Duh...puteri cantiknya mama, sini sayang...cium mama dulu dong.” Aulia meletakkan album itu keatas meja lalu menggendong Rose sambil mengecup lembut kedua pipi puteri cantiknya itu.

“Aku cedih liat mama nangis, mama jangan nangis ya ma.” Pinta Rose, kedua tangan mungil gadis cilik itu sudah berada di atas kedua pipi Aulia dan berusaha membersihkan sisa-sisa tetesan air mata Aulia yang masih tertinggal disana.

“Maaf sayang, mama janji tidak akan menangis lagi. Kamu benar sayang, mama hanya sedang rindu dengan eyang kakungmu itu.” Ucap Aulia berusaha menenangkan kecemasan di hati gadis ciliknya.

“Makanya cepat minta papa pulang ma...kalau ada papa, mama pasti tidak akan cedih lagi.” Ucap Rose langsung mendebarkan jantung Aulia seketika.

Bayangan akan wajah Diego, seorang pria tampan yang dulu sangat dikaguminya itu kembali hadir dalam ingatan pahitnya.

“Aku juga penacalan cama wajah papa, kenapa papa pelgi jauh keatas langit ma?” Tanya Rose lagi-lagi membuat jantung Aulia berdebar. Selama ini memang Aulia mengatakan kepada puterinya itu kalau papanya kerja jauh di atas langit sebagai astronot. Agar puterinya itu tidak terus-terusan meminta Aulia mengantarnya ke pria tersebut.

Seharusnya aku bilang saja papanya sudah lama meninggal, tapi aku bingung kalau tiba-tiba Rose memintaku mengajaknya kemakam papanya...Ya Tuhan, aku harus jawab apa lagi. Batin Aulia penuh kegelisahan.

“Ma...apakah mama juga kangen cama papa? aku ingin cekali ketemu cama papa, kapan ma papa pulang?” Tanya Rose sambil menatap tajam kedua mata mama nya itu.

Astaga...aku tidak akan mungkin merindukan pria jahanam itu. Pria yang sudah menghancurkan kebahagiaan dan masa depanku. Batin Aulia meringis pedih.

Aulia kembali teringat kejadian di lima tahun lebih yang lalu, saat dengan polosnya dia menerima minuman dari Diego di acara ulang tahun Tania, saat itu juga Aulia merasakan seluruh tubuhnya terasa sangat panas. Melihat reaksi Aulia seperti itu, Diego langsung menuntun Aulia untuk segera masuk kedalam mobilnya.

Aulia yang sudah kehilangan setengah kesadarannya hanya mampu duduk di pinggiran mobil Diego saat pria itu memintanya untuk menunggu.

“Kamu tunggu sebentar ya, aku mau ambil kunci mobilku dulu!” Perintah Diego saat itu.

Saat itu Aulia merasakan sensasi aneh di seluruh tubuhnya, dia berusaha bangun dari duduknya dan mencari Diego. Aulia terus berjalan ke arah yang tidak dapat di lihatnya dengan jelas hingga akhirnya dia menabrak seorang pria.

“Tolong aku...tolong...” Pinta Aulia dengan parau kepada pria tersebut.

“Siapa kamu?... Menjauh dariku!” Pria itu lantas mendorong Aulia hingga terjatuh keatas lantai. Dan saat itu Diego datang lalu segera menghampiri Aulia.

Saat itu Aulia tidak ingat apa-apa lagi, sampai akhirnya dia sadar dan terbangun sudah berada dalam sebuah kamar mewah di sebuah hotel bintang lima.

Aulia yang tersadar sudah tidak menggunakan pakaian sehelai pun di atas ranjang mewah itu langsung teriak histeris, dia terus memanggil nama Diego. Namun pria itu sama sekali tidak muncul dihadapannya. Aulia berusaha turun dari ranjang tersebut dan mengambil gaunnya yang tergeletak di atas lantai lalu menggunakannya kembali satu persatu dengan seluruh tubuh yang terasa gemetar juga terasa sangat sakit dibagian vaginanya.

Sampai kapanpun, aku tidak akan sudi mempertemukan Rose dengan pria jahannam itu. Dia tidak boleh mengetahui keberadaan Roseku. Tegas Aulia pada hatinya sendiri.

“Ma...apakah papa ada disana?” Tanya Rose sambil menunjuk sebuah lukisan langit yang sangat indah dengan perpaduan warna warni antara hijau, biru, kuning, ungu dan merah yang sangat cantik. Aulia hanya tersenyum menatap lukisan tersebut, sambil menatap wajah puterinya dengan lembut dia berkata.

“Suatu hari nanti, mama janji akan mengajakmu melihat aurora itu.”

Danau Tekapo

“Mohon maaf tuan muda, kami tidak akan pergi selangkah pun dari sini tanpa tuan muda!” Tegas Ronald, salah satu ajudan terbaik yang di miliki Parviz Media Group.

Hari sudah semakin gelap, bahkan kemilau cantiknya rumpun-rumpun bunga lupin liar berwarna warni yang banyak tumbuh disana juga semakin tampak memudar, namun Razan masih tetap berdiri di bibir Danau Tekapo yang berada di Aoraki Mt.Cook National Park atau biasa di sebut dengan International Dark Sky Reserve (langit tergelap didunia) New Zealand. Razan masih tetap mengabaikan sepuluh pria berbadan tegap di belakangkanya yang di kirim ayahnya untuk menjemputnya pulang.

“Tuan muda bisa kembali lagi kesini kapanpun tuan muda inginkan untuk melihat aurora itu, tapi untuk kali ini kami mohon dengan sangat, kembalilah ke Jakarta. Tuan besar sudah menunggu tuan muda dengan penuh harap disana.” Ucap Ronald lagi memecahkan heningnya suasana di malam itu.

“Sudah berapa kali saya katakan kepada kalian, saya tidak suka pengawalan seperti ini! Kalian kembali saja ke Jakarta lebih dahulu! saya janji akan pulang besok pagi, tentunya setelah kalian benar-benar pergi dari negeri ini!” Tegas Razan dengan nada suara yang sangat berat dan dingin. Dia masih berdiri tegak di tempatnya tanpa bergeser sedikitpun.

“Tapi tuan muda...” Elak Ronald, namun langkah kakinya langsung terhenti ketika Razan menoleh kearahnya dengan tatapan yang sangat tegas.

“Pergi!” Perintah Razan.

Para ajudan tersebut sejenak terdiam dengan saling bertatapan tanpa satu katapun.

“Saya tidak suka mengatakan apapun berulang kali!” Desis Razan.

Ronald segera memberikan kode kepada anak buahnya untuk mengikuti langkah kakinya. Mereka pun pergi dari hadapan Razan, dan membiarkan tuan muda itu kembali sendiri disana.

Razan pun kembali membalikkan tubuhnya menghadap kearah luasnya danau tekapo. Hanya sedikit cahaya redup dari sebuah gereja kecil yang berada di pinggir danau tersebut, cahaya itu masih dapat memantulkan betapa indahnya danau dengan air berwarna biru kehijauan tersebut.

Muncul lah, aku sangat merindukan ibuku. Batin Razan penuh pengharapan.

Razan masih menunggu dengan setia akan munculnya aurora di langit yang gelap tersebut. Ini sudah malam kelima nya berada di sana. Kehadiran aurora memang tidak dapat di prediksi dan dipastikan.

Sautan suara kumbang malam semakin nyaring terdengar, Razan memejamkan kedua matanya sambil menghirup dengan tenang udara dingin yang semakin menusuk ketulang-tulang. Dia kembali teringat akan bayangan cantik wajah mendiang ibunya. Wajah yang hanya dapat dilihatnya melalui selembar foto, ya...Razan memang tidak memiliki satupun kenangan saat bersama dengan mendiang ibunya. Karena ibunya meninggal dunia saat melahirkannya ke dunia ini. Namun entah kenapa, disaat dia menatap indahnya aurora di langit yang gelap itu, Razan selalu merasakan kehadiran mendiang ibunya.

“Papi sudah semakin tua nak, sudah saatnya kamu yang melanjutkan usaha bisnis keluarga kita, papi juga sangat ingin melihatmu menikah dan memberikan cucu untuk papi sebelum papi meninggal.” Ucap William Parviz saat menghubungi Razan tiga hari yang lalu, dia adalah ayah kandung Razan Parviz. Pemilik Parviz Media Group yang saat ini sudah menjadi perusahaan media terbesar se Asia Tenggara.

“Bukannya ada Diego, aku yakin Diego akan dengan sangat senang hati melanjutkan usaha papi dan memberikan cucu yang banyak untuk papi.” Razan mengingatkan ayahnya tentang keberadaan anak tirinya itu.

Empat tahun setelah kepergian mendiang isterinya, William Parviz menikah lagi dengan Angela yang saat itu juga menjadi orang tua tunggal Diego. Usia Razan dan Diego hanya terpaut dua tahun, awalnya William Parviz berharap kehadiran isteri dan anak tirinya itu dapat menemani dan mengisi kekosongan di kehidupan Razan, namun nyatanya Angela dengan Diego hanya mampu membuat Razan semakin terasa kesepian dan banyak tekanan. Hingga membuat luka psikis yang tidak diketahui oleh William Parviz, luka psikis yang membuat Razan Parviz lebih suka menyendiri hingga saat ini.

“Kamu satu-satunya anak kandung papi, maka kamu yang harus melanjutkannya!” Tegas pak William saat itu.

“Hahaha aku pikir papi masih ragu dengan hal itu. Seperti yang selalu tante Angel katakan, kalau belum tentu aku ini anak kandung papi kan.” Ledek Razan membuat William langsung meradang. Namun William Parviz masih berusaha menenangkan amarahnya agar anak kandung semata wayangnya itu mau menurutinya.

Razan ingat sekali saat ibu tirinya itu mengucapkan kata-kata yang sangat menyakitkan hatinya. Karena puluhan tahun menikah dengan ayahnya dan mereka tidak juga mendapatkan keturunan, sehingga membuat Angela menuduh Susan, mendiang ibunya Razan melahirkan anak haram untuk ayahnya, Angela menuduh mendiang Susan berselingkuh.

“Hasil tes DNA itu adalah kepastiannya! Kamu adalah satu-satunya darah daging papi, kamu satu-satunya harapan papi. Razan...papi mohon, pulang lah ke Jakarta, papi yakin...jika mendiang ibumu masih ada, beliau juga pasti menginginkanmu tetap tinggal di Jakarta dan segera menikah dengan Tania.” Ucap William Parviz penuh harap.

Saat itu Razan tidak mau melanjutkan pembicaraannya lagi dengan ayahnya. Dia langsung menutup panggilan tersebut dan menonaktifkan kartu teleponnya.

Papi selalu mengatakan ibu menginginkanku tentang itu semua, tapi selama ini aku yakin itu hanyalah keinginan papi semata. Bu...kenapa aku tidak punya pilihan lain, bahkan untuk menikah. Karena sampai saat ini, aku tidak mampu menyentuh atau berdekatan dengan seorang wanita, bahkan dengan Tania sekalipun. Kecuali dia, wanita itu...Batin Razan

Razan Parviz kembali membuka kedua matanya, karena dia merasakan pantulan cahaya yang berusaha masuk kedalam kedua retinanya. Dengan senyuman yang merekah dan hati yang terasa sangat tenang seketika. Aurora itu mampu seketika memberikan kehangatan di hati Razan yang beberapa hari ini terasa sangat membeku.

“Mami tahu kamu bisa, kamu sangat cerdas untuk mendapatkan posisimu yang seharusnya di Parviz Media Group.” Ucap Angela kepada Diego, anak kandung semata wayangnya.

Diego hanya tersenyum tipis mendengar ucapan ibunya. Sambil menghirup asap beraroma tembakau yang keluar dari alat vapenya.

“Diego...kamu dengarkan apa kata mami?” Tanya Angela dengan kesalnya.

“Hahaha mami-mami...terima sajalah kenyataan, kalau memang Razan yang berhak atas semua itu. Dapat kebagian warisan dari papi sedikit saja seharusnya kita sudah happy. Kenapa ribet banget sih!” Ucap Diego dengan entengnya.

“Apakah kamu sudah tidak menginginkan Tania mu lagi?” Tanya Angela lagi dengan membalas senyuman tipis kepada Diego.

“Kamu jangan lupa, Tania akan kamu dapatkan seutuhnya jika kamu mampu merebut posisi Razan di Parviz Media Group.” Lanjut Angela.

Diego kembali menghirup dalam-dalam aroma tembakau dari vapenya tersebut. Hatinya langsung tergelitik ketika mendengar nama Tania diucapkan oleh ibunya.

Wanita Culun

Brak!!! Kedua telapak tangan Tania terasa sangat pedih dan panas karena hentakan tangannya sendiri di atas meja kerja Albert. Sales manager dari divisi media luar ruang, Parviz Advertising, salah satu unit usaha di Parviz Media Group.

“Aku memang melamar di perusahaan ini agar bisa lebih dekat lagi dengan Razan, tapi tidak juga sebagai sales rendahan seperti ini! Apalagi posisiku sejajar dengan wanita cupu itu!” Geram Tania, kedua matanya menatap Albert dengan penuh rasa amarah.

“Aulia?” Tanya Albert, mempertegas sosok wanita yang dimaksud Tania.

“Siapa lagi? Kamu tahu kan siapa dia sebelumnya?” Tanya Tania balik.

“Ya Aulia memang anak dari mantan sopir ayahmu dulu, tapi Aulia diterima di perusahaan ini sesuai prosedur, tidak ada titipan dari siapapun. Dia masuk karena memiliki potensi dan database yang diharapkan dapat membantu Parviz Advertising.”

“Aku tahu kamu sedang menyindirku, apapun itu! Aku tidak sudi posisiku sejajar dengan wanita cupu itu!” Tegas Tania.

“Aku tidak sedang menyindirmu Tan! Coba kamu sampaikan keluh kesahmu itu ke mas Diego! Jika memang kamu tidak ingin masuk di divisi ini kamu bisa sampaikan semua kepadanya, bukannya hubungan kalian sangat dekat ?!” Seru Albert.

Tania pun terdiam, dia mencoba mengatur nafasnya untuk bisa lebih tenang lagi. Ini adalah hari pertamanya kerja di Parviz Advertising, dan dia paham sekali bisa masuk di perusahaan itu karena bantuan dari Diego juga. Tapi dia juga tidak sudi sejajar dengan Aulia, karena selain Aulia adalah anak mantan sopirnya dia juga ingat Diego pernah dekat dengan Aulia, dimalam ulang tahunnya lima tahun lalu Diego datang bersama dengan Aulia hingga membuatnya marah dan meminta ayahnya memecat pak Arifin yang tak lain adalah ayah kandung Aulia saat itu juga.

Tania memang menginginkan Razan menjadi suaminya, tapi dia juga tidak menginginkan ada wanita lain yang dicintai oleh Diego.

“Setahu apa kamu tentang hubungan aku dan Diego?” Tanya Tania penasaran.

“Hmm, kita kan akan menjadi keluarga besar dalam waktu dekat ini bukan? Aku dengar tunanganmu akan segera kembali ke Jakarta, selain untuk melanjutkan perusahaan ini, tentunya dia kembali juga karena ingin menikahimu. Setidaknya itu lah yang aku ketahui, apa ada yang keliru?” Tanya balik Albert.

“Oh hahaha ya, ya...tentu saja, semuanya benar dong. Razan memang akan segera kembali dan akan menikahiku.“ Jawab Tania dengan senyuman yang sangat merekah.

Apapun yang kamu ketahui Albert, asalkan jangan kamu ketahui hubunganku yang sebenarnya dengan Diego. Batin Tania.

“Mau kemana?” Tanya Albert ketika Tania melangkahkan kakinya untuk meninggalkan ruang kerjanya.

“Balik kerja lah! Kamu tahu kan, seharusnya saat ini aku berada di ruangan sial itu bersama dengan si wanita cupu!” Jawab Tania, dia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun kearah Albert.

Sedangkan di ruangan meeting, Aulia masih fokus dan semangat memperhatikan materi yang disampaikan Dika, tidak lama kemudian Tania dengan wajah angkuhnya membuka pintu ruangan tersebut lalu duduk kembali di kursinya. Sekilas dia menatap dengan sinis ke arah Aulia yang juga tertangkap basah sedang menatapnya.

Aulia dan Tania masuk kedalam unit usaha yang sama di perusahaan itu, namun mereka berada di team yang berbeda. Di Parviz Advertising ada dua team marketing yang di supervisikan oleh Dika dan Erna, Aulia masuk ke teamnya Dika dan Tania masuk ke teamnya Erna. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk dan mengikuti training materi media kit yang disampaikan oleh Dika dan juga Erna.

Pasti Tania kesal karena sejajar denganku di pekerjaan ini, lagian aneh sekali...anak pengusaha terkenal kok mau-mau nya kerja sebagai sales di perusahaan ini. Batin Aulia

“Sampai sini ada pertanyaan?” Tanya Dika mengejutkan lamunan Aulia dan juga Tania.

“Aulia...Tania?” Panggil Dika mempertegas.

“Tidak ada mas!” Jawab Aulia dan Tania secara bersamaan. Seketika Tania langsung merasa jijik ketika melihat Aulia tersenyum kepadanya karena jawaban tersebut.

“Tania, kamu kan tadi ke toilet cukup lama. Ada beberapa materi yang mungkin terlewat, nanti bisa dibantu oleh mba Erna ya untuk menjelaskannya lagi, karena kebetulan aku ada jadwal meeting ke klien jam sebelas.” Ucap Dika.

“Ya baiklah, memang seharusnya dia yang memberikan materi itu kepadaku, bukan kamu kan!” Tunjuk Tania ke arah Erna.

Dika dan Erna pun saling bertatapan. Mereka cukup terkejut dengan keberanian Tania bicara seperti itu barusan.

“Kita memang beda team, tapi materi yang disampaikan sama saja mau aku ataupun mas Dika yang menyampaikan, kamu ini sebagai anak baru kalau mau terus bekerja disini ya ikutin aja arahan dari kami.” Geram Erna tidak terima dengan ucapan Tania barusan.

“Loh, kan memang seharusnya seperti itu kan? Kalian ini beda team dan punya target masing-masing, bukannya kalian seharusnya bersaing? Aku rasa sudah seharusnya memang kamu...ups maaf, maksud aku mba Erna yang mengarahkanku saja, bukan mas Dika!” Protes Tania.

“Kamu ini...” Erna baru saja bangun dari duduknya hendak menghampiri Tania, namun saat itu juga pintu ruangan meeting tersebut terbuka dengan lebar. Serentak mereka langsung menunduk dan menyambut kedatangan Diego, direktur utama di Parviz Advertising. Kecuali Tania yang masih tetap terlihat angkuh dan juga Aulia yang langsung terlihat pucat dengab debaran jantung yang sangat kuat ketika menatap direktur utama tersebut.

“Wah kehormatan sekali untuk kalian, hari pertama kerja langsung di kunjungi oleh direktur utama kita, seharusnya kita yang memperkenalkan kalian langsung ke ruangan beliau...Selamat siang mas Diego, mereka adalah Account Executive kita yang baru, yang ini Aulia...dan yang ini Tania, kalian ini adalah mas Diego Parviz, direktur utama Parviz Advertising.” Ucap Erna dengan sangat antusiasnya sambil memperkenalkan mereka masing-masing.

Tidak mungkin...pria jahannam itu, kenapa harus dia dan kenapa namanya jadi Diego Parviz. Batin Aulia penuh kegelisahan.

“Oke-oke lanjutkan saja, cuma kebetulan lewat, nanti kalian tetap seperti biasa kan memperkenalkan mereka ke team dan semua karyawan di Parviz Advertising.” Ucap Diego sambil tersenyum tipis, tatapannya tajam kearah Tania dan juga ke Aulia.

“Iya siap mas Diego.” Ucap Erna dan Dika seara bersamaan.

Diego pun lekas menutup kembali pintu ruangan meeting tersebut.

“Oke, seperti apa yang dikatakan mas Diego tadi, sebelum mas Dika pergi meeting kita akan kenalkan kalian ke semua karyawan di sini.” Ucap Erna sambil menutup layar laptopnya, diikuti oleh Dika yang juga langsung mematikan layar projector yang terhubung langsung dengan layar laptopnya.

Sementara Tania masih terdiam, dia agak kesal dengan tatapan Diego barusan yang dianggapnya sebagai tatapan ejekan. Dan Aulia yang masih berkelut dengan hati dan logikanya.

Baru saja aku merasa senang karena dapat bergabung di perusahaan media ini. Tapi kenapa berjumpa lagi dengan pria jahannam itu. Apakah pria itu pemilik perusahaan ini, namanya saja sama dengan nama perusahaan ini. Ya Tuhan...aku harus bagaimana, tidak mungkin aku bekerja sebagai karyawan dari seseorang yang paling aku benci di dunia ini. Gejolak di batin Aulia.

“Aulia....!” Panggil Dika memecahkan lamunan Aulia.

“Ya mas Dika, maaf...ada apakah?” Tanya Aulia.

“Kita keruangan mas Diego sekarang ya.” Jawab Dika kembali membuat jantung Aulia berdebar sangat kencang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!