NovelToon NovelToon

My Silly Secretary

Episode 1

BAB 1

Woowww.....

Jantung Isabela hampir copot ketika tiga cowok keren itu lewat di depannya. Isabela berada di sebuah club di tengah kota Jakarta.

Hari ini dia merasa sedikit kacau karena kontrak kerjanya berakhir. Itu artinya dia harus segera mencari pekerjaan lain sebelum tabungannya habis. Rasanya lelah menjadi pegawai kontrak yang terus menerus mencari pekerjaan baru kala kontrak berakhir. Impiannya adalah menjadi karyawan tetap sebuah perusahaan yang akan membuatnya

nyaman dan tidak selalu was was.

Dua jam yang lalu Isabela (biasa dipanggil Bela) menghubungi sahabatnya, sekedar curhat tentang keadaannya.

“Hallo.....ada apa kriwil cantik?”

*“Virni, gue habis lagi nih kontraknya.”

“Jadi nganggur lagi dong lo? Udah ada bayangan, mau ngelamar di mana?’

*“Belum sih. Bulan-bulan terkhir ini gue sibuk banget dengan kerjaan.... sampai lupa kalo udah mau jatoh tempo.”

*“Gue denger, ada lowongan, di Grup Sinar Wijaya.... nyari sekretaris tuh.”

“Oh, yang kantornya deket dengan kantor elo ya? Kata siapa?”

*“Kata temen gue yang kerja di sana. Ntar yah, gue tanyain dulu.”

“Ok. Please yah Vir.... tabungan gue nggak banyak hiks....”

*“Iya sayang, kriwil cantik.... Ntar malem ikut gue deh ke club. Melepas kegalauan elo....haha...”

*“Sip deh.... elo memang yang terbaik Vir. Share loc yah....”

“Ok...”

Tut.... telpon berakhir.

Dan akhirnya ke sini lah mereka berdua terdampar. Di sebuah club yang selalu ramai, untuk melepaskan kepenatan hari ini. Biarlah hari esok hadir dengan kesulitannya sendiri.

Bela dan Virni.... dua sahabat itu masih asyik berjoget ria di tengah manusia yang juga bergoyang-goyang dengan diiringi lagu remix. Mereka berdua dikejutkan dengan lewatnya tiga cowok keren yang berlalu di sisi kiri Bela.

Sejenak Virni dan Bela berhenti dari aktivitasnya untuk mengagumi tiga ciptaan Tuhan yang lewat di sampingnya. Agaknya beberapa orang juga menghentikan aktivitasnya sekedar untuk mengagumi pemandangan indah ini.

“Gila Vir.... nggak salah liat gue? Itu beneran cowok? Ish sempurna.”

*“Aw..... Trio ubur-ubur....” mulut Virni menganga sampai tidak sadar mungkin mangapnya terlalu lebar...

“Vir... sadar.... mulut elo tuh... nti ada laler masuk, kapok deh lo”

*“Ya Tuhan... ngimpi apa gue yak, bisa lihat makhluk indah begituan?” Virni mengakhiri perkataannya dengan membuka mulutnya lagi.

“udah ih.... mangapnya.” Bela menarik tangan Virni menuju tempat duduk.

Sementara ketiga cowok tadi berjalan lurus menuju ruang VIP. Agaknya mereka member langganan di club ini.

Di dalam VIP room

“Bro... ngapain sih lo jutek banget dari tadi. Kayak cewek lagi pe em es aja. Wajah ditekuk, bibir ditarik kayak wajan. Emang yah nggak berubah lo....ngambekan banget.” Reino berbicara ke arah sohibnya yang sepanjang perjalannan tadi hanya terdiam dan memasang wajah kusut.

Donnie Wijaya, si empunya wajah jutek makin jutek mendengan perkataan sahabatnya. Kepalanya rasanya semakin berputar-putar. Setelah pertemuan dengan maminya tadi sore di kantor, cuaca hari ini dirasa memburuk. Ucapan mami membuatnya berfikir keras.

“Don...ditanyain malah ngelamun. Masalah kantor kah? Kita-kita bantuin deh.” Kembali Reino Hadi bertanya ke arah sahabatnya.

“Elo ditinggalin cewek ya? Diputusin ya?” Andrianto ikut-ikut menginterogasi sahabtnya.

“Diputusin gimana? Elo tau kan... pacar aja kagak punya. Ngarang lo ah...” Akhirnya si wajah jutek bersuara.

“Yah elo sih dari tadi diem aja. Udah emang biasanya jutek, tambah diem. Pusing gue liatnya. Udah tuh sana ikut goyang atau cari cewek gih sono. Atau mau gue kenalin sama cewek-cewek temen gue? Janjian gue sama Dona, Nita & Raisa.” Andrianto tersenyum nakal.

“Monyong ah... gue mau keluar aja, cari suasana lain.” Donnie menjawab dengan ketus.

“Yah elo... kita kan baru dateng.... ngapain keluar lagi? Elo gimana sih Don. Tau gitu kan mending nggak usah ke sini kita.” Si imut Reino protes.

“Terserahlah kalo lo berdua masih mau di sini terserah. Gua tambah pusing....”

Donnie pergi meninggalkan kedua sahabatnya yang masih terbengong-bengong. Tumben pak direktur Donnie tidak betah berlama-lama di klub.

****

***Flashback #tadisore

#dikantorDonnie***

“Tumben, mami ke sini. Ada apa mi?” Donnie heran dengan kedatangan maminya yang tiba-tiba ke kantornya tanpa pemberitahuan. Ini di luar kebiasaan Lidya Wijaya. Lidya Wijaya tidak pernah sebegitu perhatian kepada anak  angkat semata wayangnya ini. Donnie adalah anak tunggal keluarga Wijaya. Papinya, Steven Wijaya sangat  perhatian dan menyayangi Donnie. Sayangnya beliau meninggal saat Donnie berumur 20 tahun, saat sedang menyelesaikan kuliahnya. Donnie sangat kehilangan sosok papi yang begitu menyayanginya. Sementara sang mami tetap menunjukkan wajah tak bersahabat di depan Donie sejak ia datang ke rumah keluarga Wijaya ketika

berumur 5 tahun. Kini ia dengan terpaksa tinggal dengan mami dan pamannya (adik dari maminya) di sebuah  rumah yang terasa sangat dingin. Tidak ada kehangatan di sana.

“Mami mau minum apa?” tanya Donnie dengan sopan.

“Air putih aja. Mami ada perlu sama kamu. Penting”

Donnie mengambil air kemasan yang tersedia di meja kecil di dalam ruangannya. Kemudian dia sajikan kepada

maminya sambil bertanya-tanya dalam hati. Rasanya dia agak takut dengan pandangan maminya yang menusuk tajam.

Donnie selalu takut dengan maminya yang tidak pernah menyayanginya. Padahal Donnie sangat menyayangi sang mami. Karena hanya dialah sosok mami yang dikenalnya sejak kecil. Terkadang dia sangat menginginkan seperti anak-anak lain yang bisa bermanja-manja dengan maminya. Tapi semua sudah lewat. Kini Donnie adalah sosok

pria dewasa berumur 30 tahun yang mandiri dan keras hati.

“Don.... mami ingin kamu jadi presiden direktur. Dengan begitu mami bisa memperbolehkan kamu tetap berada di sini dan kita berlaku sebagaimana ibu dan anak seperti biasanya. Mami kasih waktu sampai rapat dewan direksi tiga bulan lagi. Berusahalah kalau kamu tidak mau kehilangan embel-embel Wijaya di namamu.”

Suara maminya seperti petir di siang bolong. Mami dengan kharismanya selalu membuat Donnie tidak berani melawan. Perlakuan mami kepada dirinya sejak kecil membuatnya menunduk dan selalu mengiyakan setiap perkataan yang keluar dari mulut mami. Seperti dihipnotis, kali ini Donni pun kembali menunduk meniyakan. Sejenak iya menarik nafas dalam.

“Kenapa? Kamu nggak sanggup? Mami kasih jalan.... Menjalin hubunganlah dengan Stefani Hotman. Apabila kamu bisa meluluhkan hatinya, maka pengaruhnya akan sangat besar dengan keberadaanmu di perusahaan ini.”

“Bagaimana Donnie?”

“Aku akan berusaha, mam. Aku akan mewujudkan keinginan mami.”

Lidya Wijaya telah pergi dari ruangan Donnie. Sakit kepala Donnie datang lagi dan rasanya kali ini yang terparah. Wajahnya menjadi semakin suntuk.

Sore hari menjelang jam kerja berakhir, dua sahabatnya menghampiri. Reino Hadi dan Andrianto. Mereka mengerti bahwa keadaan hati sohibnya sedang tidak baik. Maka mereka mengajak Donnie untuk melepaskan  kesuntukannya di sebuah club di Jakarta.

***

***Di club***

Aduh, kenapa kepala gue pusing banget yak? Apa karena kurang asupan makanan? Oh iya, gue kan terakhir makan tadi siang...terus gak mekan apa-apa. Aduh mual banget. Jangan-jangan tensi gue turun atau malah maag gue kambuh.

Bela berlari ke arah toilet.

Donnie keluar dari ruangan VIP. Agak tergesa-gesa dia keluar hendak mencari suasana lain di luar club. Tiba-tiba.....

Bruuukkkk....

Doni ditabrak oleh seorang cewek yang sempoyongan hendak ke toilet. Dan “howweeekkkk.....” sebagian muntahan dari mulut cewek itu mengenai pakaian Donie.

Aduh, kenapa keluar di sini sih. Ini mulut gak bisa nahan....

Bela terlihat kebingungan, dan berdiri tanpa tenaga.

Belum sempat Donnie bereaksi, Bela ambruk menimpa tubuh Donnie. Donnie sempoyongan dan berpegangan

pada dinding di sebelah kanannya.

What.....?? Donnie melotot....

Ini cewek jorok banget. Ih.... sebel gue.

“Maaf....maaf....” tak henti-hentinya Bela ini mengucapkan maaf ke arah Donnie. Namun agaknya si cewek

agak kehilangan kesadarannya. Buktinya dia merancau tidak jelas.

Bela tiba-tiba ingin mengeluarkan isi perutnya di dalam toilet, namun terlambat, sebelum sampai toilet isi perutnya sudah terlempar keluar dan lebih parahnya lagi mengenai cowok yang ada di depannya. Cowok yang tadi ditabraknya.

“Punya mata nggak Lo? Pake buat liat!!!” Donnie menghardik Bela.

Bela bergidik mendengar bentakan cowok di depannya. Lagi-lagi dia hanya bisa pasrah dan meminta maaf.

Tiba-tiba Donnie memegang dagu Bela, menariknya ke atas dan menghadapkan wajahnya tepat di depan

Donnie. “Awas lo.....!!!” ancamnya dengan kasar, kemudian ditinggalkannya Bela yang masih terkejut dengan wajah Donnie.

Ketampanannya yang membuat Bela terkejut. Dia salah satu dari trio ubur-ubur yang dilihat Bela dan Verni tadi.

OMG, gantengnya....marah aja masih ganteng, apalangi kalau senyum. Ach.....

Bela meneruskan langkah kakinya ke toilet untuk membersihkan diri. Tentu saja dengan agak terhuyung-huyung.

*****

*Donnie*

Uh.... ngimpi apa gue. Hari ini apes banget. Setelah mami dateng, ada aja hal-hal yang bikin gue sebel. Ini lagi, cewek jorok ini. Pake muntah segala di baju gue. Ih.... bau banget... jorok. Mau muntah gue.

Gue masih terbayang-bayang wajah si jorok itu. Si cewek yang tingginya hanya sebahu gue, rambut keriting, kacamata besar, kulit putih, dan wajah kecil. Rasanya pengen gue acak-acak rambutnya. Awas aja tuh cewek kalo ketemu gue lagi. Bakal mampus....

Malam ini Donnie keluar club menghampiri mobilnya di parkiran dan dipacunya mobilnya menuju apartemennya. Rasanya ingin cepat cepat berganti pakaian, mandi dan meletakkan tubuhnya di tempat tidur empuk  kesayangannya.

Episode 2

BAB 2

Bela mempersiapkan berkas-berkas yang akan di bawanya pagi ini. Rencananya dia akan melamar di perusahaan Grup Sinar Wijaya. Dari sahabatnya, Bela mengetahui bahwa perusahaan ini sedang membutuhkan seorang karyawan untuk posisi sebagai sekretaris. Bela merasa posisi ini sangat cocok, mengingat dia pernah bersekolah di akademi sekretaris.

Gadis 26 tahun itu memoles make up di wajahnya, dan tak lupa memasang kacamata besarnya yang tampaknya menutupi sebagian besar wajahnya. Rambut keritingnya diikat menjadi satu. Dibawanya tas merah kebanggaannya yang tidak pernah berganti sejak dua tahun terakhir ini. Virni bilang, tas ini adalah jimat Bela. Hahai..... bukan

jimat yang selalu dibawa sebenarnya. Tapi lebih ke arah pengiritan. Maklum bo.... harga tas mahal-mahal. Ngapain ganti kalau belum rusak.

Sekali lagi Bela mematut dirinya di cermin. Blouse putih bunga-bunga coklat, rok sepan coklat, tas merah, dan sepatu coklat. Tidak lupa diambilnya jam tangan dari atas rak di dalam kamarnya.

Semangat semangat semangat....

Bela menyemangati dirinya sendiri.

Klek....

Bela keluar dari kamarnya. Sepi, berarti kakak dan adiknya telah berangkat. Kakak lelakinya adalah seorang karyawan penjaga sebuah minimarket di dekat rumahnya. Kakaknya terpaksa tidak dapat memilih profesi lain karena kecelakaan yang menimpanya saat dia lulus SMA. Hal itu yang merenggut ibu dan dua kakinya. Kini sang kakak hanya dapat duduk di kursi roda dan hanya profesi ini yang bisa dia lakukan. Tidak semua perusahaan dapat menerima keadaan dirinya. Benny Sanjaya....begitulah nasibnya kini.

Sang adik perempuan adalah Dian Sanjaya. Saat ini gadis 20 tahun itu sedang menyelesaikan kuliahnya di sebuah institut pemerintah berikatan dinas. Sehingga Dian tidak perlu lagi mengkhawatirkan pekerjaannya kelak. Dia hanya perlu menelesaikan kuliahnya tepat waktu dan segera bekerja.

Bela memperhatikan rumahnya sejenak. Rumah peninggalan ibunya. Dulu di rumah ini, ibunya dan kedua saudaranya hidup bahagia walaupun dengan keuangan yang terbatas. Namun mereka bahagia. Sayang kebahagiaan itu terganggu dengan kecelakaan yang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Kecelakaan itu menginggalkan duka di keluarga ini. Sang ibu meninggal, dan Benny harus kehilangan kedua kakinya.

Kini mereka bertiga bertahan hidup dan berusaha untuk menjadi orang yang produkstif tanpa membebani siapapun.

Oh ya, tentang bapaknya Bela..... Si Bapak menghilang setelah Dian lahir. Entah pergi ke mana. Mungkin melarikan diri karena banyaknya hutang yang dia tanggung akibat bangkrutnya perusahaan persetakan miliknya. Akhirnya sebagian ibu, Benny, Bela, dan Dian pun harus menanggung sebagian hutang si bapak. Tapi itu masa lalu. Kini tiga bersaudara itu telah tampak tangguh dan dewasa dalam menghadapi hidup. Itu semua karena didikan ibunya, Stevi Sanjaya yang selalu menanamkan kemandirian dan kegigihan dalam menjalani kehidupan.

Pintu rumah ditutup Bela, dikuncinya dan berangkatlah dia untuk berjuang mencari pekerjaan baru.

Ojek online yang dipesannya telah sampai di depan rumah. Bela segera bergegas menuju kantor Grup Sinar Wijaya yang berjarak 5 km dari rumahnya.

Hari ini tampaknya jalan tidak terlalu macet sehingga Bela sampai di kantor yang dituju tidak lebih dari 15 menit.

Hmmm agaknya suasana hari ini berpihak kepadaku. Semangat ... semangat .... semangat.

Bela telah sampai di lantai 1 di kantor besar ini. Dia segera menuju resepcionist.

“Selamat pagi, bu. Ibu, saya mau ikut tes seleksi karyawan di perusahaan ini.”

“Mbak, silahkan mbak menuju ke lantai 4, testnya di ruang C, ya mbak.”

“Terima kasih, bu.”

Bela langsung menuju lift dan naik ke lantai 4.

Episode 3

BAB 3

*di ruang Donnie*

Ruang kerja Donnie cukup besar dengan akuarium dinding di belakang meja kerjanya. Selain kursi dan

meja kerja, ada satu set sofa di depannya dan beberapa rak penyimpanan berkas di sebelah kiri dan kanan dinding. Ruang kerja ini berwarna krem, senada dengan beberapa perabot yang ada di dalamnya.

Donnie duduk di kursi kerjanya, sementara dua sahabatnya, Reino dan Andri duduk di sofa yang berada di depannya.

“Lo nggak bosen yah tiap tahun seleksi sekretaris mulu. Tiap awal mulai kerja ngajarin orang baru. Elo nggak nyari yang tetep aja Bro? Efisien waktu sih menurut gue.” Reino mulai mengintervensi temannya.

“Sebenernya pengen sih, No. Tapi lo tau kan, gue sempet percaya banget sama sekretaris gue yang udah lama kerja sama gue. Tapi akhirnya dia nusuk gue dari belakang. Nggak nggak.... nggak bakalan lagi gue percaya sama sekretaris lagi. Cukup kerja setahun aja, terus ganti.”

“Eh, hari ini yah testnya?” tanya Andri dengan senyum nakal. Mulai lagi deh, ini si duda ganteng yang lagi jablai ini pengen banget ikut menyeleksi calon sekretaris si Donnie.

“Don, ntar gue ikut nyeleksi wawancara yah. Kali aja ada yang bisa gue wawancara jadi calon istri gue. Hahaha.....”

“Kampret lo..... emangnya ini wawancara calon istri apa? Pikiran lo itu nggak jauh-jauh dari cewek. Cepetan cari pacar deh sono biar nggak gatel” Donnie menjawab sambil tersenyum sinis.

“Ah elo.... nyuruh gue cari pacar. Yang nyuruh aja belom punya..... Udah ah.... gue balik dulu ke ruangan gue. Tapi inget, ntar kalo pas wawancara ada yang prospek, kabar kabar ke gue ya Bro.... haha.....”

Andri segera meninggalkan ruangan sebelum didengarnya sumpah serapah Donnie....

“Don.... gue liat kemarin mami lo ke sini nyariin elo. Kenapa?” Reino, sahabat Donnie sejak kecil ini heran dengan kelakuan Donnie kemarin. Mungkin kedatangan maminya ada hubungannya dengan ini.

“Itu yang bikin elo kemaren cemberut?” tanya Reino lagi.

“Iya, mami nyuruh gue mendekati si ratu pesta itu. Siapa yah namanya, lupa gue. Elo tau lah..”

“Stefani Hotman maksud lo?” Reino terbayang wajah cantik si seksi yang berambut ikal dengan gaya menggoda itu.

“Iya.” Jawab Doni dengan ketus sambil menarik rambut di kepalanya. “Pusing gue. Males gue urusan sama cewek kayak gitu.”

Donnie memang tertutup. Tidak semua dia ceritakan kepada Reino walaupun dia adalah sahabatnya sejak

kecil.

***flashback***

“Aku mau mobilan itu” kata Donnie kecil sambil merajuk kepada pengasuhnya.

“Eh, itu kan punya Reino. Nggak boleh. Pinjam saja, gantian. Nanti bilang sama papi, minta belikan yang sama dengan punya Reino.” Kata bibi pengasuh dengan lembut ke arah Donnie.

“Nggak mau. Aku mau yang itu huhuhu.....” tangisnya tambah keras

Reino bingung dengan kelakuan sahabatnya karena dia sangat menyayangi mobil-mobilannya. Mobilan barunya ini dibelinya dari hasil tabungannya beberapa bulan ini. Reino adalah anak yang hidup pas-pasan. Mobilan baru itu pasti sangat berharga baginya.  Namun, dia sebel juga dengan Donnie yang selalu merajuk seperti itu.

Akhirnya Reino mengalah, menginggalkan mobilan barunya untuk Donnie dengan berat hati.

Begitulah, Reino sering kali mengalah apabila Donnie mulai merajuk. Apapun selalu dituruti oleh papinya sehingga sifatnya jadi manja. Tapi Reino cukup maklum dengan sifat sahabatnya dan akhirnya dia lebih sering mengalah untuk Donnie.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!