Hai, sebelum melanjutkan membaca cerita ini, yuk, aku kasih tau dulu aturan pembagian level sihir di KALARA. Ada beberapa tingkatan sihir disini. Dari yang paling dasar ke yang tertinggi.
Tingkat Dasar:
- Tingkat dasar 1
- Tingkat dasar 2
- Tingkat dasar 3
- Tingkat dasar 4
- Tingkat dasar 5
- Tingkat dasar 6
- Tingkat dasar 7
- Tingkat dasar 8
- Tingkat dasar 9
- Tingkat dasar 10
Level Bumi:
- Bumi 1
- Bumi 2
- Bumi 3
- Bumi 4
- Bumi 5
- Bumi 6
- Bumi 7
- Bumi 8
- Bumi 9
- Bumi 10
Level Penyucian:
- Penyucian 1
- Penyucian 2
- Penyucian 3
- Penyucian 4
- Penyucian 5
- Penyucian 6
- Penyucian 7
- Penyucian 8
- Penyucian 9
- Penyucian 10
Level Suci:
- Suci 1
- Suci 2
- Suci 3
- Suci 4
- Suci 5
- Suci 6
- Suci 7
- Suci 8
- Suci 9
- Suci 10
Level Langit:
- Langit 1
- Langit 2
- Langit 3
- Langit 4
- Langit 5
- Langit 6
- Langit 7
- Langit 8
- Langit 9
- Langit 10
Level Pendekar:
- Pendekar 1
- Pendekar 2
- Pendekar 3
- Pendekar 4
- Pendekar 5
- Pendekar 6
- Pendekar 7
- Pendekar 8
- Pendekar 9
- Pendekar 10
Level Penjaga Suci:
- Penjaga Suci 1
- Penjaga Suci 2
- Penjaga Suci 3
- Penjaga Suci 4
- Penjaga Suci 5
- Penjaga Suci 6
- Penjaga Suci 7
- Penjaga Suci 8
- Penjaga Suci 9
- Penjaga Suci 10
Level Ksatria:
- Ksatria 1
- Ksatria 2
- Ksatria 3
- Ksatria 4
- Ksatria 5
- Ksatria 6
- Ksatria 7
- Ksatria 8
- Ksatria 9
- Ksatria 10
Level Ksatria Suci:
- Ksatria Suci 1
- Ksatria Suci 2
- Ksatria Suci 3
- Ksatria Suci 4
- Ksatria Suci 5
- Ksatria Suci 6
- Ksatria Suci 7
- Ksatria Suci 8
- Ksatria Suci 9
- Ksatria Suci 10
Level Kaisar:
- Kaisar 1
- Kaisar 2
- Kaisar 3
- Kaisar 4
- Kaisar 5
Level Kaisar Legenda:
- Kaisar Legenda 1
- Kaisar Legenda 2
- Kaisar Legenda 3
- Kaisar Legenda 4
- Kaisar Legenda 5
Level Dewa Suci:
- Dewa Suci 1
- Dewa Suci 2
- Dewa Suci 3
- Dewa Suci 4
- Dewa Suci 5
Biasanya, peningkatan level adalah sekali dalam setahun. Contohnya dari level Bumi 2 menuju Bumi 3 membutuhkan waktu 1 tahun. Namun ada banyak kasus dimana peningkatan terjadi lebih cepat, dan biasanya disebabkan karena konsumsi ramuan peningkatan atau memang bakat alami.
Selain level sihir, ada juga level mental yang dibedakan menggunakan pembagian warna.
Dari yang bermental paling lemah ditandai dengan warna merah, sampai pada mental paling kuat dengan warna putih (Merah, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu, Hitam, Putih).
Kemudian yang terakhir, adalah pembagian binatang sihir. Dimulai dari yang berlevel rendah (level 1) sampai yang paling kuat (level 10). Namun pada kenyataannya, binatang sihir tidak terlalu dapat diidentifikasi dengan pembagian level tersebut sama dengan binatang iblis karena naik turunnya sihir mereka.
...KALARA...
...VOLUME 1 — CELESTIAL ACADEMY...
...Original Story Presented By...
...LilleMoone...
...Genre:...
...Fantasy, Romantis, Magic, Teen...
...Summary:...
...Status:...
...Volume 1: End [1-69]...
...Note:...
...Karena ini genre nya Fantasy, apapun yang ada didalam cerita ini hanya karangan. Tidak berhubungan dengan dunia nyata sama sekali. Jadi, jika ada kesamaan nama, tempat bahkan cerita, itu murni ketidaksengajaan.. Kalau ada pendapat atau masukan jangan ragu untuk tulis dikolom komentar ya~...
...🙏🙏🙏...
...° ° °...
Kota Alpes, sebuah kota kecil yang ada dibarat daya Kerajaan Espen, menjadi tempat yang pertama kali Kalara datangi setelah beristirahat.
Kalara yang berdiri diatas sebuah menara lonceng mengangkat tangan kirinya, menampakkan cincin perak kecil yang indah dan berukiran rumit yang melingkar dijari telunjuknya.
Kalara mengetuk pelan pada ring perak yang melingkar dijarinya, dan cincin itu kemudian memancarkan cahaya putih lembut.
Cahaya itu bergerak menuju tangan kanannya, dan membentuk sebuah bola hitam. Bola itu cukup besar dan mengambang diatas telapak tangan kanannya. Menjatuhkannya didepannya, bola itu mengambang sejajar dengan kakinya. Tak terjatuh atau terdorong.
Pantat kecilnya yang terlapis dress setengah paha, mendarat diatas bola hitam itu. Melipat kakinya, ia menatap pemandangan dibawahnya dengan tatapan samar. Surai hitam panjangnya yang bahkan nyaris menyapu tanah ketika ia berdiri bergelombang tersapu angin. Ketika piringan melaju dengan kecepatan sedang, pemandangan dibawahnya jelas terlihat.
Orang-orang berlalu lalang dijalanan yang padat. Di antara rumah-rumah dan pertokoan, para wanita terlihat memanjakan diri mereka dengan berbelanja, sementara para pria nampak berbincang dan melakukan pekerjaan lainnya. Ketika kereta kuda melaju pelan, anak-anak nampak menghalangi jalan dengan bermain lari-larian atau petak tanah. Tawa kecil berhasil lolos dari bibir tipisnya.
Tak seperti bayangannya, kota ini cukup damai.
"Mereka memasang banyak lampu. Kota ini pasti sangat terang dimalam hari." Kalara bergumam kecil.
Atensinya teralihkan ketika samar ujung matanya menangkap keganjilan dari arah kirinya. Dibawah sana, nampak seorang anak kecil berlari tanpa hati-hati digang-gang perumahan dan pertokoan. Jelas napasnya memburu dengan wajah nyaris memucat ketika diikuti beberapa pria berbadan besar yang mengejarnya.
Layaknya diburu monster, anak itu bahkan mengabaikan apapun yang ia tabrak ketika mencoba menghindari orang-orang besar itu, tak peduli ia terluka dan berdarah.
...🌙...
"Hentikan bocah!"
"Berhenti sialan! Berhenti!"
"Berani-beraninya kau kabur! Berhenti disana!"
Ketika teriakan itu menggema, wajah bocah makin memelas. Air mata mulai membasahi kedua mata sewarna daun itu. Kilatan putus asa membuat siapapun yang melihatnya iba. Namun, diantara ratusan bahkan ribuan orang yang ada disana, tak ada satupun yang tergerak untuk membantu si kecil yang benar-benar terancam dan memerlukan pertolongan.
Bukan tidak memiliki hati nurani, namun mereka takut.
Mereka takut pada sekelompok pria-pria besar yang kejam. Pemalakan, perampasan secara paksa sudah menjadi hal yang tak asing dikota itu. Kota Alpes yang terlihat damai, sebenarnya ada dalam tekanan oleh mereka. Mereka yang menyebut diri mereka sebagai Ular Hitam.
Tentu saja mereka yang memiliki nama hitam dibelakangnya berhubungan dengan sesuatu yang gelap dan berhubungan dengan sesuatu yang buruk. Mereka benar-benar kejam dan jahat. Menculik anak-anak dan menangkap binatang sihir untuk diperdagangkan secara ilegal.
Semua orang tahu bahwa mereka kejam dan tidak memiliki hati nurani, namun tak ada yang dapat bertindak melawan kelompok yang licik itu.
Bocah bermata hijau itu mempercepat larinya. Sepasang kaki kurusnya membawanya menuju sebuah hutan. Berharap orang-orang besar yang mengejarnya tidak menemukan dirinya diantara pepohonan yang lebat. Atau gua-gua yang sempit dan gelap.
Dia tak boleh tertangkap atau dia tidak akan bisa melakukan apapun lagi!
"Bocah!! Berhenti kau!"
"Berani-beraninya kau kabur saat mereka sudah membelimu! Kau ingin adik perempuanmu yang manis itu mendapatkan peringatan menggantikanmu?!"
"Sial! Aku mulai muak! Kau, keluarkan binatang sihirmu!"
Pria besar dengan alis tajam itu makin menajamkan. Langkahnya terhenti mendadak, ketika dia melukai jarinya dan meneteskan darahnya ketanah. Darah itu berasap tebal, asap hitam mengepul dan memutar menjadi pusaran angin kecil. Hingga sosok serigala hitam setinggi dua meter muncul didepan mereka.
Mata serigala itu liar, dengan air liur menetes dari celah gigi runcingnya. Cakar setajam belati itu nampak dipersiapkan dengan baik, bahkan mungkin dapat membelah pohon dengan sekali serangan.
"Sawe! Tangkap bocah itu dan seret dia kesini!"
Pria besar itu memerintah dengan mutlak, membuat serigala hitam berbalik dan mengejar si bocah yang melebarkan matanya.
Tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas, dipaksa berdiri pun tak bisa, apalagi berlari. Dia akan mati, adalah mantra yang dirapalkan nya dalam hati. Ketika serigala hitam melompat didepannya dan hendak menangkap kakinya untuk diseret pada pria-pria besar pemilik serigala hitam.
"T-Tidak! Tolong!"
"Berhenti."
Suara lembut yang menggetarkan hati itu membuat mereka tak terkecuali serigala hitam menoleh. Menatap dengan mata merah tajamnya, serigala mengunci Kalara yang masih duduk diatas piringan terbangnya yang melayang tiga meter diatas tanah. Rambut hitam panjang Kalara sedikit terombang ambing saat Kalara menggerakkan kepalanya.
"Hey, gadis kecil! Siapa kau?!"
Pria berbadan besar itu bertanya dengan tajam, yang langsung disela saudara sesama pria besar disampingnya. "Adik manis, kenapa ada ditempat berbahaya seperti ini? Apa adik manis ingin ikut dengan kakak ke tempat yang hangat?"
"Kakak kedinginan?" Kalara bertanya dengan wajah polos.
Pria itu mengangguk dengan wajah yang memerah. "Benar! Benar! Kakak sangat kedinginan. Jadi, maukah adik manis memberi kakak yang kedinginan ini sedikit kehangatan?"
Kalara menyunggingkan senyuman manis. "Tentu saja."
Kalara dengan tenang mengangkat tangan kanannya dan menjentikkan jarinya. Detik berikutnya, tubuh pria besar yang menggodanya terbakar oleh api yang berkobar dengan nyala api yang luar biasa panas. Jeritan dan raungan kesakitan terdengar dalam beberapa saat, sebelum guyuran air dari pria besar yang lain memadamkan api Kalara. Menyisakan pria besar yang tak berdaya dengan luka bakar diseluruh tubuhnya.
"Jalang sialan!" maki seorang pria besar pada Kalara.
Tatapan nyalang dan aura membunuh itu diarahkan pada Kalara. Sementara yang menjadi target justru hanya mengulas senyuman tipis.
"Bukankah kakak sudah hangat?"
Pria besar itu menatap nyalang Kalara. Sementara beberapa dari mereka nampak menatap ngeri pada Kalara yang mengatakan dan melakukan yang sangat berlawanan. Kalara mengalihkan tatapannya pada bocah laki-laki berambut cepak yang menatapnya dengan tatapan takut, cemas, gelisah dan dipenuhi emosi lain yang nyata. Bibir Kalara melengkung dan matanya menatap anak itu, memberikan senyuman menenangkan. Tatapan itu membuat anak laki-laki tadi tertegun dan kehilangan semua perasaan takut dan cemasnya.
"Sawe! Bunuh jalang itu! Cabik dia sampai mati!"
Pria besar hitam menyuruh serigala hitam dengan amarah yang membuncah.
Serigala hitam mengunci Kalara sebagai target dimatanya dan berlari secepat angin untuk enerjang Kalara dengan taring-taring tajamnya. Mata hijau bocah itu melebar. Jantungnya berdentum cepat karena rasa cemas yang menyerangnya.
"Awas!" jeritnya.
Namun bukannya menghindar, Kalara justru menyunggingkan senyuman dan mengangkat tangan kirinya. Belum sempat cakar serigala menyentuh sedikit saja kulit Kalara, cahaya keemasan memancar lembut dari cincinnya, membuat tubuh serigala hitam berhenti dan terserap dengan pelan kedalamnya. Para pria besar yang menyaksikan membelalak.
Pria besar berteriak, "Apa yang kau lakukan pada binatang sihirku?! Kembalikan binatang sihirku! Kembalikan!"
"Kembalikan? Baik."
Berujar ringan, Kalara kembali memendarkan cahaya keemasan lembut dari cincinnya. Serigala hitam muncul didepannya dengan kondisi yang benar-benar berbanding terbalik dari awal dia dipanggil untuk menyerang. Serigala itu terduduk dengan mata merah yang dipenuhi ketakutan. Gigi-gigi runcing bergemeletuk. Tubuh besar itu bergetar. Selayaknya kucing dan anjing, serigala itu menyembunyikan ekornya dibawah tubuhnya dan menggigil.
"Sewa, apa yang terjadi padamu? Serang dia!"
Seriala hitam itu tidak mendengarkan, seolah tuli. Serigala hitam itu memecah segel kontrak didahinya, dan melolong kesakitan karena efek samping pemecahan segel sepihak. Serigala hitam itu langsung berlari pergi.
Pria besar pemilik serigala hitam memuntahkan seteguk darah kental, terkena juga efek samping dari pemecahan segel kontrak antara manusia pemilik sihir dan binatang sihir.
Kalara tak bergeming dari tempatnya meskipun para pria besar itu menatap aneh padanya. Penuh emosi dan kemarahan. Tapi disana juga ada sesuatu, perasaan terancam. Mereka mungkin tak akan langsung takut pada Kalara, namun mereka menangkap Kalara sebagai ancaman dan menaikkan sedikit kewaspadaan mereka.
Serigala hitam memang bukan binatang sihir tingkat tinggi, namun termasuk dalam tingkat menegah yang tidak bisa dikalahkan hanya dengan beberapa serangan sederhana.
Namun, Kalara dapat membuatnya ketakutan bak melihat monster bahkan tanpa melakukan serangan apapun.
Pimpinan mereka bertanya dengan tajam. "Siapa kau?!"
"Siapa aku?" beo Kalara.
Kalara mengulum senyuman manis. "Kalara Io, kalian bisa memanggilku Kalara. Senang bertemu dengan kalian~"
...🌙...
"Tuan Levi, satu bawahan melaporkan adanya pergerakan dari Ular Hitam di Kota Alpes. Perlu waktu lebih dari satu minggu untuk kesana menggunkan kereta. Jari lebih baik anda memanggil Vermel."
Pemuda rupawan itu menyibukkan dirinya dengan tumpukan kertas yang ada didepannya. Matanya menampakkan kejenuhan meskipun wajahnya tetap pada wajah datar tanpa ada ekspresi. Levi memperhatikan pengawal sekaligus tangan kanannya itu sesaat sebelum meletakkan kertas yang ada ditangannya keatas meja.
"Aku akan pergi sendiri. Urus masalah yang ada disini, aku akan kembali besok." Levi berujar sembari bangkit berdiri, meraih jubah hitamnya.
Elezar menatap Levi yang kini bergerak menuju jendela. "Berhati-hatilah, tuan. Beliau bisa membunuh saya bila terjadi sesuatu dengan anda."
"Artinya kau bisa bertemu Dewa," ucap Levi.
Sudut bibir Elezar yang menyunggingkan senyuman berkedut. "Jika anda mati saya akan langsung melarikan diri. Tuan tenang saja, tuan akan menjadi yang pertama bertemu Dewa."
Levi terkekeh kecil sebelum bersiul dengan nyaring. Sesuatu melesat dengan cepat kearahnya. Seberkas cahaya berhenti dihadapannya. Cahaya itu segera membentuk sepasang sayap dan seekor burung Phoenix yang diselimuti cahaya putih. Helaian sayap itu memiliki kilauan ungu disekitarnya.
"Vermel, bawa aku ke kota Alpes!" perintah Levi pada si phoenix.
Vermel menjawab dengan tenang dan suara dalam. "Baik tuan."
Vermel menggerakkan sayapnya dan melesat melewati cakrawala menuju Kota Alpes.
...🌙...
Pria-pria besar menatap tajam Kalara, "Kau akan membayar perbuatanmu!"
"Membayar perbuatanku? Dia yang meminta kehangatan, kenapa kalian marah saat dia sudah hangat?" tanya Kalara.
"Kau membakarnya!!"
"Kalian! Tangkap anak itu! Biar aku mengurus jalang kecil ini!"
Pria dengan luka melintang dipipinya berujar tajam sembari melangkah mendekati Kalara yang kini hanya mengambang satu meter diatas tanah dengan bola hitamnya.
"Kau akan berhadapan denganku, bocah!" ucap pria besar itu.
"Lindungi kepalamu!" ujar Kalara membuat mereka mengernyit.
"Omong kosong ap—ahhh!"
Pria itu berteriak kaget saat tubuhnya tiba-tiba terhempas oleh angin kuat dan terhempas menjauh dari tempat itu.
Suara teriakan lantang juga diteriakkan oleh pria besar lain, yang terdorong tinggi dan jauh. Erangan kesakitan dan pekikan histeris terdengar setelah mereka hilang dari pandangan Kalara dan si bocah. Meninggalkan Kalara yang mengulas senyuman.
"T-Terima kasih! Sudah menyelamatkan saya, terimakasih banyak!" ucap syukur anak itu sambil berlutut disamping Kalara.
Kalara menoleh. Tangan kirinya mengayun keatas secara lembut, bersamaan dengan munculnya bola hitam yang sama dengan cara muncul seperti pusaran pasir yang memadat. Bola itu kemudian melayang dan membawa bocah itu duduk diatasnya.
"A-ah! Apa ini?!" kaget bocah itu.
"Tidak apa, tenanglah. Siapa namamu?" tanya Kalara membuat si bocah tenang.
"N-Namaku Kasel."
Kalara memiringkan sedikit kepalanya, "Kasel? Apa yang terjadi sampai mereka mengejarmu?"
Kasel nampak menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang terganggu oleh air mata. Kasel tidak bisa mengatakan apa yang ada dibenaknya. Terlalu takut untuk kembali dikecewakan ketika dia menginginkan bantuan. Melihat ketakutan dimata Kasel, Kalara menyentuh pundak Kasel dengan hangat.
"Tidak apa, katakan saja. Kakak pasti akan membantumu." Ucap Kalara dengan senyuman.
"A-Adikku. Mereka menangkap aku dan adikku. Mengurung kami bersama anak-anak lain dan menyiksa kami. Mereka akan menjual kami. Aku hampir dijual, tapi aku berhasil melarikan diri dan berniat membawa adikku. T-Tapi aku ketahuan dan adikku menyuruhku lari." ucap Kasel, berusaha keras menahan tangisnya.
Ia mengusap matanya. "A-Aku mencoba mencari bantuan namun polisi militer bahkan tak berani menolongku. Mereka mengabaikanku karena aku melihat mereka telah disuap! Kami bukan berasal dari sini, tapi mereka membawa kami ketempat yang asing dan sangat jauh untuk dijadikan budak orang kaya!"
Dalam satu tarikan, Kasel sudah ada dalam pelukan hangat Kalara. Pelukan yang membuatnya tak bisa menahan air matanya yang selalu ia tahan didepan sang adik. Pelukan yang sama seperti pelukan sang ibu, tempatnya berkeluh kesah. Kalara mengusap belakang kepala Kasel dengan lembut, membisikkan kata-kata menenangkan dengan hangat.
"Tidak apa, tidak apa. Aku akan menolongmu." Bisik Kalara.
"Tolong adikku! Kumohon tolong adikku. Aku akan melakukan apapun sebagai balasannya. Kumohon..." pinta Kasel melirih.
"Aku akan menolongmu. Membawa adikmu padamu. Dan mempertemukanmu dengan keluargamu. Percayalah, aku berjanji."
"Janji?" beo Kasel lirih.
Kalara mengangkat jari kelingkingnya dan menyatukannya dengan kelingking kurus milik Kasel, "Janji."
Senyuman dibibir Kasel terbit. Ia menemukan sebuah harapan. Harapan kembali tumbuh dibenaknya. Adiknya, ibunya dan kakaknya. Dia akan bertemu dengan mereka kembali.
"Sekarang ayo obati lukamu. Setelah itu ceritakan dengan detil apa yang menimpamu. Oke?" ajak Kalara.
Kasel menganggukkan kepalanya. Sementara Kalara membawanya mengambang tinggi dengan bola hitam itu. Awalnya Kasel ketakutan setengah mati dan tak melepaskan tangan Kalara, namun setelah beberapa saat, Kasel melepas tangan Kalara dan tertegun melihat pemanangan luas dibawahnya.
"Hebat." Gumamnya.
Kalara membawa Kales menuju sebuah penginapan. Dengan jubah menutupi tubuh Kales yang saat ini ada di gendongan Kalara, luka-luka ditubuh Kales tidak akan terlihat. Dan dia juga tidak akan dikenali mereka yang masih mengejarnya. Di penginapan berlantai dua itu, Kalara melangkah masuk untuk menyewa satu kamar.
"Permisi," ucap Kalara dengan sopan.
Wanita paru baya yang menunggu diruang masuk berdiri dan menyambut Kalara dengan ramah. "Nona kecil, apakah membutuhkan kamar?"
Kalara mengangguk. "Iya bibi, adik saya sangat mengantuk dan tertidur. Kami bahkan belum sampai dirumah saudara kami. Sepertinya masih jauh. Jadi kami ingin istirahat sebentar."
"Dimana rumah saudara kalian?" tanya wanita itu.
"Kota Walsa."
"Wah, itu masih ada diutara kota ini nona. Kota itu masih cukup jauh dan harus memakai kereta untuk kesana." Ucap wanita itu menjelaskan.
"Benar. Jadi karena adik saya sudah sangat kelelahan, kami memutuskan menginap disini sampai besok pagi." Ucap Kalara.
"Baiklah, nona. Biaya satu kamar 2 tempat tidur permalam 3 koin emas sudah termasuk makan siang, malam dan sarapan," jelas si wanita pemilik penginapan.
Kalara mengangguk dan mengeluarkan tiga koin emas dari cincin dimensinya. "Ini bibi."
"Terima kasih nona! Mari, bibi antarkan kekamar kalian." Ucap wanita itu sembari menerima uang dari Kalara.
Wanita itu mengajak Kalara dan Kales menaiki tangga dan menuju sebuah kamar. Beberapa penginap lain terlihat berjalan disekitar penginapan, melakukan aktivitas mereka masing-masing. Wanita itu membuka sebuah pintu kayu diantara pintu kayu lain dilorong penginapan yang masih nampak baru itu dan membiarkan Kalara masuk.
Kamar yang terlihat tidak terlalu luas, sederhana dengan hanya ada dua tempat tidur. Meski tak terlalu luas, namun untuk dua orang yang melancong dan butuh tempat istirahat murah, tempat itu sudah sangat baik. Ada meja kecil ditengah dengan bantal duduk, ada juga beberapa buku yang diletakkan dirak disudut ruangan. Jendela yang cukup besar ada diantara dua ranjang kecil itu memberikan akses bagi angin dan sinar matahari untuk masuk.
"Nanti akan ada yang mengantar makan siang. Pastikan nona kecil dan tuan kecil mandi agar merasa segar setelah perjalanan."
"Terima kasih, bibi." Kata Kalara sembari menutup pintu ketika wanita itu melangkah pergi.
Ketika pintu tertutup, Kales turun dari punggung Kalara dengan wajah cemas, "M-Maaf kak. A-Aku pasti berat."
"Tidak masalah. Kamu tidak berat sama sekali. Ayo duduklah, kakak akan mengobatimu."
Kales menganggukkan kepalanya. Melepas jubah dan baju yang dikenakannya, luka-luka dan lebam tercetak jelas ditubuh kurung itu.
Ketika Kales mendudukkan dirinya dikasur, Kalara duduk dibelakangnya dan menempelkan tangan kirinya ke punggung Kales. Cahaya keemasan menyelimuti Kales, membuat mata anak itu berbinar dan terkagum. Perlahan, luka dan lebam ditubuh Kales memudar. Penyembuhan yang dilakukan memerlukan cukup waktu. Selepas makan siang dan melanjutkan kembali pengobatan, penyembuhan itu selesai ketika matahari mulai tenggelam.
Ketika selesai, Kalara menarik tangannya dari punggung Kales yang pada saat ini telah bebas dari luka dan lebam.
"Hebat! Kakak luar biasa!" kagum Kales.
"Benarkah?" tanya Kalara geli.
"Benar!! Kakak sangat hebat!" puji Kales dengan binar diwajahnya, sementara kekehan kecil Kalara menyahuti sikap bersemangatnya.
"Jadi, Kales. Bisa kamu ceritakan bagaimana mereka bisa menangkapmu? Dan apa yang kamu ketahui tentang orang-orang menakutkan tadi?" tanya Kalara.
Kales terdiam sesaat. Mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan rangkaian peristiwa yang menjadi momok baginya.
"Dua minggu yang lalu, aku dan adikku Asela sedang berjalan untuk menuju pusat kota menemui ibu dan kakak, mereka bekerja disana. Jalanan memang cukup sepi saat itu. Tepat ketika kami berjalan, dari arah seberang ada banyak kereta yang cukup besar. Lima sampai enam kereta. Kami pikir itu hanya pedagang atau orang yang ingin pindah. Tapi, salah satu kereta berhenti dan keluar seorang pria berbadan besar dari dalam kereta. Pria besar itu tiba-tiba lari kearah kami dan menangkapku bersama Asela. Dia memasukkan kami secara paksa kedalam kereta yang ternyata dipenuhi anak-anak seusiaku dan adikku." Ucap Kales.
Ia kembali melanjutkan setelah mengambil napas, "Aku mencoba melawan, namun pria itu justru memukulku sampai aku pingsan."
"Saat aku sadar, kami secara paksa dijemput banyak pria menakutkan yang memaksa kami masuk kesebuah bangunan tua yang dikelilingi hutan pendek. Disana, ... banyak sekali anak-anak yang disekap. Bukan didalam bangunan itu, tapi kami dipaksa untuk masuk kedalam ruang bawah tanah yang gelap dan sangat dingin. Disana menakutkan, terlebih anak-anak yang lain selalu menangis."
Kales meremat jemarinya, "Tiap waktu selalu ada anak yang diseret secara paksa dan tak pernah kembali. Kupikir mereka adalah anak yang sudah dibeli. Dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat beberapa anak perempuan mati kedinginan dan kesakitan. Aku ingin membantu mereka, tapi aku sendiri tahu aku tak bisa berbuat apapun. Kelamaan setelah mendengar beberapa obrolan, aku tahu jika mereka sering disebut sebagai Ular Hitam. Dan itulah pekerjaan mereka. Mereka menculik anak-anak untuk diperdagangkan dengan orang-orang dari kerajaan lain."
"Tiap malam kami semua mengalami kekhawatiran. Berpikir apakah kami masih bisa bertahan hidup atau tidak hanya dengan makan roti keras dan air putih sekali dalam sehari." Kata Kales.
"Sejak kecil Asela memiliki tubuh yang sedikit lemah. Itulah kenapa aku selalu menjaganya. Namun sekarang aku ada disini, sementara Asela disana, ... kedinginan. Asela pasti kesakitan, karena perutnya lemah terhadap makanan keras. Dan aku disini makan makanan lezat. Aku, aku kakak yang buruk."
Kalara mengepalkan tangannya, hatinya sakit mendengar cerita Kales. Kalara tak bisa membayangkan semenderita apa mereka dalam cerita Kales. Namun yang pasti, mereka pasti ketakutan. Mereka hanyalah anak-anak yang malang. Yang menjadi korban manusia egois yang serakah dan tidak memiliki hati nurani.
Kalara geram.
"Ketika aku mencuri dengar mereka akan menjualku, aku panik. Saat satu pria datang, aku mendorongnya hingga membentur dinding dan pingsan. Aku ketahuan, aku berniat menarik adikku pergi, namun adikku mengatakan dia tak bisa bergerak. Memintaku pergi dan mencari bantuan," ucap Kales dengan ekspresi mimik sedih.
"Aku yang panik, terpaksa meninggalkan Asela. Tapi aku sudah berjanji akan mencari bantuan untuk menyelamatkan mereka." Lanjutnya membuat Kalara menganggukkan kepalanya setelah memahami keadaan.
Tangan ramping Kalara mendarat dikepala Kales, "Aku mengerti. Sekarang sudah malam. Mandilah, setelah itu makan dan tidur. Masalah ini biar kakak yang mengurusnya."
"Libatkan aku juga kak!" kata Kales mendapatkan gelengan kepala dari Kalara.
Ular Hitam adalah kelompok yang cukup berbahaya. Mengingat anggota bawahnya saja memiliki kontrak dengan binatang sihir tingkat tingkat mene gah menandakan mereka kuat dan bukan orang sembarangan. Kalara tak bisa membawa Kales dalam bahaya. Setidaknya dirinya akan memastikan Kales aman disini.
"Tidak. Kamu percaya pada kakak bukan?"
Kales diam sesaat sebelum menganggukkan kepalanya. Kalara meraih tangan Kales, "Percaya padaku. Aku akan membawa adikmu kembali tanpa luka sedikitpun."
Kales menganggukkan kepalanya. Ia harus yakin, jika Kalara bisa menepati janjinya. Karena Kalara kuat.
"Baik."
Ketika Kales telah tertidur pulas selepas mandi dan makan, Kalara bergerak membuka jendela. Jubah hitam melekat ditubuhnya. Rambut panjangnya dimasukkan kedalam jubah selututnya, hingga bagian bawah tetap terlihat.
Dengan kilatan tegas sekilas dimatanya ketika menatap kegelapnya malam, ia bergerak membuka pintu.
Kalara memunculkan bola hitam dan mendaratkan kakinya diatasnya.
Bola hitam itu melayang dan membawa Kalara terbang menjauh dengan kecepatan rata-rata, menyebabkan jbahnya berkibar.
"Kalian harus bersabar. Aku akan menyelamatkan kalian." Gumam Kalara dengan pelan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!