NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Duda Arrogant

Bercerai

"Hari ini pengadilan memutuskan bahwa Rudra Raizada dan Meisya Permadi resmi bercerai!" Ucap hakim pengadilan diiringi ketukan palu sebanyak tiga kali.

Seorang pria berdiri dengan wajah datar dan melangkah menghampiri seorang wanita yang menggendong seorang anak perempuan yang sedang duduk dengan wajah sendu.

"Kau puas? Sekarang kau bebas!" Rudra Raizada berbicara dengan nada membentak pada Meisya Permadi.

"Kau tidak perlu bersembunyi lagi untuk melakukan hal itu. Lakukanlah apapun yang kau mau, bawalah puterimu itu pergi jauh dariku!" Bentak Rudra lagi sambil menunjuk anak yang berada di gendongan Meisya.

Meisya menunduk dengan bibir yang mengeluarkan isakan. Bahkan anaknya pun ikut menangis.

"Apa maksudmu Rudra? Dia adalah anakmu, anak kita!" Ujar Meisya tak terima dengan perkataan Rudra yang seolah tak menganggap anak yang saat ini di gendongan Meisya adalah anaknya juga.

"Anak kita? Bukan!"

Rudra merogoh saku jasnya, kemudian mengeluarkan sebuah amplop putih dan melemparkannya kepada Meisya.

"Kau lihat baik-baik, itu adalah bukti bahwa aku memang pantas menceraikanmu!" Ucap Rudra sambil berbalik lalu pergi melangkah meninggalkan ruang pengadilan.

Sejujurnya hatinya sakit, walau bagaimanapun Meisya adalah wanita yang sangat ia cintai. Akan tetapi bila mengingat sebuah kenyataan akan Meisya yang kemarin ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri.

Sepeninggal Rudra, kini keluarganya yang datang menghampiri Meisya.

"Apa sebenarnya yang membuat kalian sampai memilih jalan seperti ini? Coba jelaskan, Meisya!" Indri, ibunya Rudra.

Indri menatap Meisya lekat-lekat mencoba mencari kebenaran bahwa Rudra berbohong tentang Meisya. Akan tetapi tidak ada apapun dalam mata Meisya, melainkan kebenaran.

"Tentang Anika mungkin benar, bu. Dia memang bukan anaknya Rudra. Akan tetapi yang beberapa hari lalu Rudra lihat itu tidak benar," Meisya menegakan pandangannya, menatap Indri yang kini menjadi mantan ibu mertuanya.

Indri membelalakan matanya. Tidak percaya bahwa Anika bukan cucu kandungnya.

"Bagaimana bisa? Apa maksudmu Anika... Artinya...-" Indri tidak meneruskan kata-katanya, napasnya terasa sesak.

Bagaimana bisa selama ini Meisya tega membohonginya dan seluruh keluarga besar Raizada.

"Tidak, ini tidak mungkin! Anika pasti cucu kandungku kan?" Meisya menggeleng. lalu menunduk semakin dalam. Rasa takut sudah menyerang hatinya.

Sekarang Meisya pasrah bila Indri akan membencinya. Memang kenyataannya Indri bukanlah anak kandung Rudra, melainkan seseorang yang dulu pernah berada di hidupnya Meisya dan menjadi pria yang sangat Meisya cintai.

Hingga suatu saat pria tersebut membuat Meisya begitu frustasi.

"Tidak, Bu. Anika bukan putrinya Rudra," Aku Meisya sambil menangis sesenggukkan.

Indri meraba dadanya yang terasa sesak, kemudian menatap Meisya dengan tatapan jijik dan benci.

Plak

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi mulus Meisya. Meisya langsung menjatuhkan tubuhnya dan memeluk kaki Indri.

"Bu, aku mohon maafkan aku. Tolong minta Rudra kembali padaku," Mohon Meisya dengan terus memeluk kaki Indri.

"Semua terjadi atas kebodohanku, tapi aku berjanji aku akan memperbaiki semua ini."

"Tidak!" Bentak Indri sambil menghempaskan kakinya dan membuat Maya hampir terjungkal karena gerakannya tiba-tiba. "Kau menjijikan! Bagaimana bisa aku membiarkan putraku terus bersama dengan j*lang sepertimu!" Sambung Indri dengan nada tinggi.

Indri kemudian merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah cek senilai dua ratus juta lalu melemparkannya ke wajah Meisya.

"Terimalah itu! Wanita murahan sepertimu tidak pantas menjadi menantu di keluargaku!" Hardik Indri sambil berlalu dari ruang sidang.

Meisya menangis terisak sambil mengumpulkan uang yang dilemparkan Indri padanya.

"Kenapa kalian tidak percaya padaku? Aku tidak bersalah dalam hal ini, semua terjadi diluar kesadaranku," Lirih Meisya dalam isak tangisnya.

Dari kejauhan seorang pria menyunggingkan seulas senyum licik.

"Sekarang sudah waktunya bagimu untuk hancur, Meisya!" Gumamnya yang diikuti lagi senyuman licik.

...----------------...

Pulang dari pengadilan Rudra tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan pergi mengemudikan mobilnya menuju sebuah tempat terpencil didekat sebuah gunung.

Tepat di sebuah tempat datar kawasan pegunungan tersebut terdapat sebuah rumah yang terbuat dari kayu namun terkesan indah. Terutama pemandangannya yang langsung menghadap ke sebuah danau besar yang sangat indah.

Rudra memasuki rumah tersebut dengan wajah yang sudah menahan kesal bercampur sedih sejak keluar dari pengadilan.

"Kenapa Mei? Kenapa kau melakukan semua ini?" Ucap Rudra sambil menatap sebuah foto yang dipajang di dinding kayu vila tersebut.

"Selama ini aku menutupi bahwa kau sudah tidak suci, tapi kenapa kau tidak jujur tentang Annika? Bahkan kau bermain di belakangku dengan pria lain!" Gumamnya dengan terus menatap foto Meisya dan Annika.

Kemudian Rudra mengambil foto tersebut dan melepaskannya dari figuranya. Sekilas ia menatap lagi foto tersebut hingga beberapa saat kemudian sudah berada di tempat sampah dengan kondisi terbakar.

"Kini kita tidak ada ikatan apapun, semua tentang kita akan aku lupakan," Ucap Rudra sambil menatap api yang dengan cepat membuat foto tersebut sudah menjadi abu.

...----------------...

Flashback

Bagi sebagian keluarga mungkin hari ulang tahun pernikahan adalah hari yang sangat ditunggu-tunggu. Beberapa hari lagi Rudra akan merayakan hari ulang tahun pernikahannya yang ke empat tahun bersama Meisya.

"Apa kau akan pulang sebelum pesta perayaan?" Tanya Meisya sambil membantu Rudra mengemasi pakaiannya.

"Aku tidak menjanjikan akan pulang sebelum pesta, tapi akan aku usahakan untuk merayakan pestanya," Ujar Rudra sambil memeluk Meisya dari belakang dan mengecup tengkuk lehernya.

Meisya menarik telinga Rudra dan membuat Rudra pura-pura kesakitan.

"Kau pikir aku percaya tarikan pelan seperti ini bisa membuatmu kesakitan? Hmm!" Sinis Meisya sambil menarik lagi telinga Rudra.

Rudra terkekeh pelan lalu memeluk lagi Meisya. Kali ini Meisya hanya diam sambil merasakan pelukan suaminya tersebut.

"Beberapa malam aku tidak akan bisa merasakan pelukan hangat ini," ujar Meisya sambil menyandarkan kepalanya ke dada Rudra.

Rudra melepaskan pelukannya, kemudian menarik Meisya menuju tempat tidur dan membawanya duduk di ujung ranjang.

Rudra sendiri duduk di lantai yang beralaskan karpet persia berwarna hijau muda, lalu menidurkan kepalanya di kaki Meisya.

"Kau serius akan merindukan pelukan ini?" Rudra bertanya dengan nada bercanda, namun langsung mendapat tatapam tajam dari Meisya.

"Tidak, aku sama sekali tidak akan merindukan apapun darimu! Mungkin Annika yang akan rindu!" Sinis Meisya.

"Apa?!" Pekik Rudra terkejut. "Kenapa kau tidak akan rindu? Apa ada yang lain yang bisa menghangatkanmu?"

Meisya kembali menatap Rudra dengan tatapan tajam, kemudian menarik telinga Rudra dengan sangat keras yang membuat Rudra benar-benar kesakitan

"Ah, iya, iya! Aku percaya kau hanya mencintaiku, kau wanita yang setia pada pasangannya!" Ujar Rudra sambil melepaskan tangan Meisya yang masih menarik telinganya.

Setelah lepas, Rudra buru-buru memasuki kamar mandi untuk menghindari Meisya yang sudah pasti akan mengomeli dirinya dengan kata-kata yang panjang dan lebar tanpa henti.

Waktu mulai menunjukan pukul sembilan pagi, sudah saatnya bagi Rudra untuk berangkat ke Hawaii untuk urusan bisnis perusahaannya.

Kini ia sudah sampai di bandara, sedang melakukan perpisahan dengan istri dan putri kecilnya tersebut.

"Aku berangkat, jangan lupa kabari aku jika ada apa-apa disini." Meisya mengangguk, lalu memberikan sesuatu pada Rudra dengan cara memasukannya kedalam saku jas Rudra.

"Apa ini?" Tanya Rudra sambil mengerutkan keningnya.

Meisya hanya menjawab dengan gelengan kepala sambil tersenyum, lalu menyuruh Rudra untuk segera masuk kedalam pesawat.

Rudra mengerti, bahwa Meisya memintanya melihat apa yang di diberikan Meisya nanti setelah memasuki pesawat. Rudra mengangguk, kemudian mengecup kening Meisya sebelum pergi dan melambaikan tangannya.

Meisya membalas lambaian tangan Rudra sambil tersenyum. Setelah Rudra memasuki pesawat Meisya membawa Annika menuju mobil yang terparkir di parkiran bandara.

Tepat pada saat akan memasuki mobil, ponsel Meisya berbunyi nyaring membuatnya langsung merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya dan langsung mengangkatnya.

"Hallo?" Ucap Meisya setelah telepon tersambung.

"Hallo," Meisya membelalakan matanya, merasa terkejut ketika seseorang menyentuh bahunya.

Meisya membalikan tubuhnya kemudian tersenyum saat melihat orang yang baru saja menepuk bahunya.

"Kenapa menelepon jika kau berada disini? Ku pikir kau tidak akan muncul lagi setelah kemaraha Rudra yang salah paham waktu itu!" Orang tersebut yang ternyata seorang pria terkekeh mendengar kata-kata Meisya.

"Kau ini sepertinya suka sekali membahas hal memalukan tentangku!" Ketus pria tersebut. "Ayo! Kita sudah terlambat, Annika mana?"

"Di mobil, ayo masuk saja ke mobil sepertinya mereka sudah menunggu kita!"

Beberapa menit perjalanan Meisya dan pria tersebut serta Annika sudah berada diluar sebuah Cafe besar. Saat masuk kedalam tampak dua orang pria dan seorang wanita melambaikan tangan padanya sambil tersenyum.

Meisya dan pria tersebut mengangguk, lalu berjalan menghampiri mereka sambil membawa Annika.

Beberapa saat mengobrol sambil memakan dan minum beberapa hidangan di Cafe tersebut hingga Meisya merasa dirinya begitu lelah dan tertidur di atas meja Cafe.

...----------------...

Di siang hari yang cerah, wajah Meisya tampak kusut. Ia menggendong Annika sambil berjalan menuju rumahnya.

Sudah dua hari Meisya tidak pulang ke rumah, semenjak Rudra pergi dan ia berkumpul bersama keempat temannya di sebuah Cafe. Setelah itu Meisya pulang ke rumah orang tuanya bersama Annika.

Hari ini ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya dan membuatnya pulang ke rumahnya.

Sampai di rumah Meisya kembali di kejutkan dengan sesosok pria bertubuh tinggi dan berambut basah sedang duduk di sofa menghadap ke televisi yang dimatikan.

Meisya tersenyum senang kemudian langsung berlari menunu sofa tersebut dengan menyerahkan Annika terlebih dahulu pada pengasuhnya yang sudah menyambut Meisya di hadapan pintu.

"Rudra! Kapan kau pulang, hmm? Kenapa tidak menelepon atau mengabariku? Sudah aku duga, kau pasti akan pulang cepat sebelum pesta perayaa pernikahan kita!" Ucap Meisya sambil memeluk Rudra dan menciumi kening serta pipinya.

Beberapa saat Meisya terus memeluk Rudra, hingga sadar karena Rudra tidak membalas tindakannya atau bicara apapun.

"Kenapa kau diam saja? Ada apa?" Tanya Meisya sambil menatap Rudra kebingungan. Rudra terlihat menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong serta air mata yang sudah menggenang di kedua pelupuk matanya.

"Rudra, ada a-...?"

"Bawa Annika masuk ke kamarnya!" Perintah Rudra sambil melirik pengasuh Annika. Pengasuh itu langsung mematuhi perintah Rudra dan membawa Annika masuk ke kamarnya.

"Rudra, ada apa? Kenapa kau-"

Rudra meletakkan telapak tangannya di kepala Meisya, membuat Meisya semakin kebingungan.

"Meisya Permadi, hari ini aku menceraikanmu dan melepaskanmu untuk selamanya dari ikatan hubungan kita!" Tegas Rudra memotong ucapan dan pertanyaan Meisya yang belum selesai diucapkan.

Flashback off

Setelah api padam, Rudra memasuki kamarnya dengan mata yang sembab akibat menangisi rumah tangganya yang telah kandas hanya karena sesuatu yang ia dapat saat pesawat baru mendarat di Hawaii.

Bersambung...

**Hai para Readers, pertama-tama author mau minta maaf karena belum bisa meneruskan cerita tentang Sid dan Kiran, Siran dan Keyra alasannya karena author sibuk, selain itu masih bingung untuk meneruskan jalan ceritanya. Sementara, author bikin cerita baru dulu karena beberapa hari ini dapat ide tentang cerita dengan jalan cerita ini. Kisah Rudra tidak ada hubungannya ya dengan kisah Siran, Keyra, Sid, dan Kiran.

Untuk cerita Bos Galak dan Cerita Siran akan dilanjut setelah hari raya idul fitri nanti yaa**...

Dua Tahun Berlalu

Dua tahun berlalu sejak perceraian Meisya dan Rudra, akan tetapi Rudra masih sangat frustasi atas perpisahannya dengan wanita yang sangat dicintainya tersebut.

Terlebih setelah dua minggu ia dan Meisya bercerai, Meisya tak bisa dihubungi sedikitpun. Bahkan keluarganya Meisya tak pernah mengangkat telepon dari Rudra.

"Mei, dimana kau sekarang? Kenapa tidak ada kabar sedikitpun darimu? Apa kau baik-baik saja?" Ucap Rudra sambil menatap fotonya bersama Meisya di dalam ponselnya.

Air mata Rudra selalu meluncur deras jika merindukan Meisya, wanita yang sudah hampir lima tahun ini selalu menjadi pemilik hatinya. Wanita yang selalu menerima kekurangannya. Bahkan, Rudra sendiri selalu menerima kekurangan Meisya.

"Harusnya aku tidak langsung menceraikannya, jika tahu akan seperti ini." Ucap Rudra mengingat hari dimana ia menceraikan Meisya.

Keputusan Rudra memang terbilang sangat cepat tanpa dipikirkan kembali terlebih dahulu. Ia tak memikirkan bahwa dengan menceraikan Meisya, hari-harinya menjadi sendu.

Dalam keheningannya, ponsel Rudra berbunyi. Rudra hanya melirik ponselnya yang terletak diatas meja kantornya, karena saat ini ia sedang berada di kantor.

Ia tahu bahwa yang meneleponnya adalah keluarganya. Karena Rudra membuat nada telepon khusus untuk telepon dari keluarga.

Tiga kali ponselnya berdering, akhirnya Rudra mengangkatnya.

"Hallo, bu?"

"Pulanglah, sudah berapa bulan kau tidak pulang? Sekarang pulanglah ke rumah!" Ucap Indri, ibunya Rudra.

"Ya, bu. Besok aku akan pulang."

Setelah mematikan sambungan ponselnya, Rudra bergegas keluar kantor bermaksud untuk pergi ke kantin kantornya.

Selama perjalanan menuju ke kantin, Rudra tidak memperhatikan jalan, ia fokus dengan ponsel di tangannya.

Brak..

Tiba-tiba ia menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

"Maaf, maaf, aku tidak sengaja." Ucap Rudra sopan sambil mendongakan kepalanya, mencoba melihat siapa yang di tabraknya.

Terlihat seorang wanita yang tengah memandangnya tajam. Rudra membereskan beberapa kertas yang mungkin milik wanita itu yang berhamburan di lantai.

"Maaf, ini milikmu!" Ucap Rudra sambil menyerahkan kertas itu.

"Maaf kau bilang?!" Wanita itu berbicara dengan nada kesal dan sinis.

"Kau sudah membuat berkasku berantakan! Kau juga membuatku terlambat lima menit!" Hardiknya dengan nada kesal.

Rudra mulai kesal, ia membalas tatapan wanita dihadapannya dengan tatapan tajam.

"Aku sudah minta maaf, nona! Jangan membuatku mengusirmu dari kantor ini!"

Wanita dihadapannya terdiam, menatap Rudra dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kemudian tertawa sinis dan mengubah tatapannya menjadi tatapan mengejek pada Rudra.

"Mengusirku?" Wanita itu tertawa kembali, membuat Rudra semakin kesal.

"Kau pikir kau ini siapa? Lihat saja, sebelum kau yang mengusirku, kau yang akan diusir!"

Rudra menghela napas panjang, lalu menghembuskannya kasar.

"Terserah! Pergilah dari hadapanku, kau tidak tahu siapa aku!"

"Hei! Memangnya siapa juga yang ingin berada di hadapanmu? Aku kesini untuk bertemu CEO perusahaan ini, bukan bertemu dengan karyawan rendahan yang tidak punya sopan santun sepertimu!" Ketus wanita tersebut sambil berlalu meninggalkan Rudra yang masih menatap kesal padanya.

"Apa dia bilang? Karyawan rendahan? Lihat saja, akan aku buktikan siapa yang sebenarnya rendahan! Aku atau kau?!" Gumam Rudra pelan sambil melangkah menuju kantin.

...----------------...

Mayada Vyas, putri kedua dari keluarga terpandang pemilik perusahaan KuHu Group. Maya, seperti itulah keluarga dan orang-orang terdekatnya memanggilnya. Ia baru saja menginjak umur dua puluh lima tahun, di umurnya yang terbilang masih muda Maya sudah memiliki bakat besar di perusahaan milik ayahnya.

Terbukti, hari ini berkat kerja keras Maya ia terpilih menjadi rekan bisnis perusahaan yang lebih besar dari perusahaan milik ayahnya, yaitu perusahaan Golden Group dengan CEO yang bernama Rudra.

Akan tetapi, harinya berubah menjadi buruk ketika dalam perjalanan menunu ruangan Rudra tiba-tiba seorang pria menabraknya.

"Laki-laki tidak waras! Memangnya dia siapa? Beraninya mengancam akan mengusirku dari kantor ini!" Gerutu Maya.

"Untung saja, hari ini aku akan bertemu dengan CEO Golden Group, jika tidak sudah aku lempar dia dari atas gedung ini!"

Maya memasuki ruangan Rudra, karena resepsionis kantornya Rudra sedang berada di ruangannya.

Namun, Maya merasa bingung karena kenyataannya Rudra tidak berada di ruangannya.

"Permisi, Pak Rudra!" Panggil Maya namun tak ada yang menyahutinya. Maya terdiam sebentar, lalu mulai memikirkan sesuatu yang sangat membuatnya terkejut.

Resepsionis bilang Pak Rudra ada diruangannya? Dan tadi... Pria itu keluar dari ruangan ini, apa artinya dia adalah....

Matanya membelalak, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Perasaan Maya pun mulai was-was, takut dugaannya benar bahwa pria yang tadi ia hina adalah orang yang akan Maya temui.

"Jangan-jangan memang benar pria tadi itu dia adalah..."

"Rudra Raizada, CEO dari Golden Group!" Sahut seorang pria dari arah pintu tiba-tiba. Maya sangat terkejut, ia mengenali suara tersebut.

Suara itu...

Maya membalikan tubuhnya, memastikan sosok pemilik suara yang baru saja menyahutnya.

Matanya membulat sempurna ketika dugaannya menjadi benar bahwa pria yang tadi ia hina ternyata adalah orang yang akan ia temui.

"Silahkan pergi dari kantor ini, aku mengusirmu!" Sinis Rudra sambil berjalan menuju kursi kerjanya dan duduk disana tanpa melihat ke arah Maya terlebih dahulu ia langsung terfokus pada laptopnya.

Lima menit, Maya masih terdiam karena terkejut.

"Kau tidak dengar? Keluar dari kantorku!" Bentak Rudra yang membuat Maya terkejut.

Ya Tuhan, bagaimana ini? Ayah pasti akan marah jika aku gagal hari ini!

"Pak, maaf tadi aku tidak mengenalimu, jadi..."

"Keluar!" Bentak Rudra dengan sangat keras.

"Pak, aku mohon aku kesini untuk menemui anda dengan tujuan menjadi rekan perusahaan anda. Aku kesini mewakili perusahaan ayahku, kau pasti mengenalnya kan? Perusahaan KuHu Group, ini dia berkas-berkas dari perusahaan kami," Jelas Maya sambil menyodorkan berkas yang dibawanya kedepan wajah Rudra.

Rudra terdiam, ia menutup matanya untuk mengontrol emosinya.

"Perusahaan apa tadi kau bilang?" Ucap Rudra masih dengan mata tertutup.

"KuHu Group, Pak." Jawab Maya sambil menunduk. Hatinya masih tetap kesal pada Rudra, karena ia beranggapan Rudra tidak sopan berbicara sambil menutup matanya.

"Simpan berkasnya disana, bilang pada ayahmu temui aku di aula kantor jam tiga sore!" Perintah Rudra masih dengan mata tertutup.

Tidak sopan, berbicara tapi matanya tertutup!

"Baik, Pak. Semoga anda mau menjadikan kami rekan bisnis anda," Ucap Maya dengan suara yang disopan-sopankan akan tetapi hatinya merasa kesal.

Entah mengapa, sejak pertama kali bertemu Rudra ia telah membuat cap untuk Rudra sebagai pria paling arrogant di hidupnya dan sebagai CEO yang tidak tahu sopan santun.

"Tunggu apalagi? Pergi dari ruanganku, aku tidak suka melihat wajahmu yang tidak ada istimewanya itu!" Ketus Rudra. Kali ini ia berbicara dengan posisi duduk tegak dan mata terbuka.

Maya mendengus sebal sambil memicingkan matanya pada Rudra. "Memangnya anda pikir saya suka berhadapan dengan anda?" Sinis Maya.

"Kupikir kau suka," Kata Rudra sambil mengibas-ibaskan tangannya serta memberikan senyum sinis pada Maya.

Maya yang sudah malas berhadapan dengan Rudra tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Ia keluar dari ruangan Rudra dengan pintu yang dibantingnya dengan sangat keras.

Hal itu tentu saja kembali memancing amarah Rudra, akan tetapi Rudra masih bisa mengontrolnya.

"Wanita gila! Jika aku memiliki istri sepertinya pasti dalam satu minggu darahku akan naik dengan sangat tinggi!" Gerutunya.

**Bersambung...

Bismillah, author menyapa kalian nih jangan lupa ya dukung cerita ini 😉😉**

Pertemuan

Sore telah tiba, Maya bersama ayahnya sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan Rudra di aula kantornya sesuai dengan rencana tadi pagi saat Maya menemui Rudra.

Penampilan Maya cukup sederhana, ia hanya menggunakan celana kain berwarna hitam dan kemeja berwarna putih dengan corak titik-titik hitam tak lupa dengan rambut panjangnya yang bergelombang indah terurai, menambah indahnya dan cantiknya penampilan Maya saat ini.

"Ayo, Ayah sudah siap? Lebih baik kita datang lebih cepat daripada harus membuat Pak Rudra menunggu." Ajak Maya dengan ekspresi datar.

Teddy yang tak lain adalah ayahnya Maya mengangguk lalu berjalan mengikuti Maya yang sudah berjalan menuju garasi rumahnya.

Sekitar satu jam Maya dan ayahnya menempuh perjalanan menuju kantor Rudra karena macet, akhirnya mereka sampai di kantor milik pengusaha muda tersebut.

Maya dan Teddy langsung masuk ke kantor Rudra lebih tepatnya memasuki aula kantor untuk membahas tujuan pertemuan antara pemilik dua perusahaan besar tersebut.

"Selamat datang, Pak Teddy Vyas dan nona Mayada Vyas." Sambut Rudra dengan wajah khasnya yakni tanpa ekspresi. "Mari, kita langsungkan saja untuk membahas mengenai kerja sama antar perusahaan kita yang akan berlangsung." Rudra menunjuk sebuah sofa dihadapannya, memberi isyarat pada Teddy dan Maya untuk duduk.

Apa? Mempersilahkan duduk dengan cara memberi isyarat? Tidak sopan sekali! Gerutu Maya dalam hati.

Pertemuan tersebut berlangsung selama satu jam, selama Teddy dan Rudra mengobrol Maya cukup bosan karena Rudra selalu membahas mengenai pertemuan pertamanya dan Maya yang terjadi dengan cara tidak benar.

"Jadi, bagaimana nona Maya? Apa kau setuju dengan kerja sama ini?" Maya sedikit terkejut, karena saat Rudra berbicara Maya sedang melamun.

"Ya, aku setuju." Ucap Maya asal karena ia sungguh malas berhadapan dengan Rudra.

Setelah pertemuan selesai, Maya dan Teddy bermaksud untuk langsung pulang. Namun sebelum Maya sempat melanglah Rudra menarik tangan Maya.

"Hei Nona!" Ucap Rudra selalu dengan ekspresi datar. "Tidak semudah itu kau pergi dari kantorku hari ini! Kau harus membayar apa yang telah kau katakan padaku tadi pagi!"

Maya membelalakan matanya, ia menyadari bahwa masalah akan segera terjadi padanya.

Namun bukan Maya jika tidak pandai dalam menyelesaikan masalahnya.

"Maaf Pak Rudra, aku minta maaf atas sikapku tadi pagi itu semua karena aku tidak tahu siapa anda." Ucap Maya sambil menunduk diiringi senyum manis.

Rudra terdiam, lalu menatap Maya dengan tatapam datar.

"Baiklah, aku berbaik hati padamu!" Sinis Rudra.

Apa dia bilang? Berbaik hati? Artinya dia orang yang tidak baik ya?

Maya mengangguk, lalu berpamitan untuk pulang. Selama perjalan pulang Maya merasa gelisah dan merasakan ada sesuatu yang aneh dalam dirinya.

Pikirannya terus larut dalam pikiran tentang Rudra, berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya. Sampai saat mobil sudah terparkir didalam garasi rumahnya Maya tidak menyadarinya.

"Maya, ayo turun! Kenapa kau melamun?" Ucap Teddy sambil menyentuh bahu putri satu-satunya itu lembut.

"Eh, iya ayah."

Ketika Maya turun dari mobil senyumnya merekah saat melihat sosok pria yang bertubuh tinggi sedang duduk di kursi yang ada di depan jendela rumahnya.

"Wah, lihat siapa itu Maya? Pangeranmu ternyata datang kesini!" Ucap Teddy sambil menunjuk pria bertubuh tinggi tersebut.

Maya tersipu malu saat ayahnya mengatakan bahwa pangerannya datang.

"Daren," Ucap Maya yang langsung diangguki pria tersebut.

"Kenapa kau malu seperti itu, sayang?" Pria yang dipanggil Daren langsung berdiri dan menghampiri Maya. Lalu Daren memeluk Teddy terlebih dahulu.

"Ayah masuk lebih dulu, jangan lupa ajak Daren untuk masuk juga jika kalian sudah selesai melepas rindu!" Goda Teddy yang membuat wajah putih Maya memerah seketika.

Setelah Teddy masuk kedalam rumah, Maya langsung memeluk Daren. Pria yang sudah enam tahun menjadi pemilik hatinya, terlihat Maya sangat merindukan Daren karena sudah satu tahun Maya dan Daren menjalani hubungan jarak jauh.

Semua dikarenakan Daren yang harus mengurus perusahaan keluarganya yang berada di luar kota Jakarta.

"I Miss you," Ucap Daren sambil mengecup singkat kening Maya.

"Too," Balas Maya sambil mengeratkan pelukannya.

"Jadi, kapan yang semalam kau bilang dalam telepon itu?" Tanya Daren sambil menaik-naikkan alisnya keatas.

Maya melepaskan pelukannya, lalu membawa Daren duduk kembali.

"Tidak semudah itu," Ucap Maya.

"Pertama kau harus meyakinkan aku dulu, lalu memberi jaminan bahwa setelah itu kita akan saling memiliki selamanya!" Ujar Maya sambil menunjuk jari manisnya yang artinya Maya meminta Daren untuk menikahinya.

Daren terkekeh pelan, lalu mencubit pelan hidung Maya.

"Iya sayang, yang utama sekarang kapan?"

Maya terdiam, lalu berfikir sejenak.

"Apa yang kapan? Jangan macam-macam dengan Maya!" Sahut seseorang dari arah pintu tiba-tiba, membuat Maya san Daren serentak menoleh.

Wajah Maya memucat saat mengetahui siapa orang itu. Ternyata orang tersebut adalah Azka kakak sulungnya.

"Kak, kau sejak kapan disini?" Tanya Maya tergagap.

"Apa yang kapan? Jangan mengalihkan pertanyaanku!" Bentak Azka.

"Ka, kau tidak berubah ya? Jangan menakuti dan mencurigai Maya seperti itu, cepat atau lambat dia dan aku akan segera menikah!" Ucap Daren dengan santainya. Hal itu tentu saja membuat Maya semakin memucat.

Maya menyentuh tangan Daren, lalu menatapnya meminta penjelasan atas perkataan Daren pada Azka baru saja.

"Aku hanya ingin menanyakan kapan Maya akan libur bekerja, aku ingin mengajaknya ke rumah orang tuaku!"

Azka mengedikan bahunya, merasa tidak percaya dengan pernyataan Daren.

"Rumah orang tuamu?" Ucap Azka lalu tertawa terbahak-bahak.

"Ini seperti mimpi, setelah enam tahun kau baru berpikir untuk menikahi adikku? Tapi, walaupun kalian akan menikah jangan harap aku akan membiarkanmu macam-macam kepada Maya!" Ancam Azka. "Atau aku akan memisahkan leher dengan kepalamu!" Sambungnya dengan ancaman yang membuat Maya memelototkan matanya hingga membulat sempurna.

Setelah itu tidak ada pembicaraan lagi, Daren pun berpamitan untuk pulang karena malam nanti ia akan kembali untuk menjemput Maya.

Di dalam rumah Azka terus memperhatikan setiap gerak-gerik Maya. Bukan karena ia tak ingin Maya memiliki kekasih, melainkan ia ingin Maya selalu aman dan tidak ada yang bisa mencelakakan Maya sedikitpun.

Dalam pikirannya yang bingung bagaimana cara untuk menjadi adik perempuan satu-satunya tersebut karena tak mungkin jika Azka harus mengikuti kemanapun Maya pergi akhirnya Azka menghubungi seseorang.

"Hallo, aku ingin bertemu denganmu! Sebagai teman, bukan sebagai paman iparmu, sekarang aku akan langsung ke kantormu kau tunggu disana!"

Setelah sambungan telepon terputus Azka segera pergi menuju kantor seseorang yang berada di dalam teleponnya. Sebelum pergi Teddy sempat bertanya pada Azka.

"Kau mau kemana?" Tanya Teddy yang berada di depan rumah.

"Aku harus ke rumah temanku, ada hal penting yang harus dibicarakan. Ini menyangkut Maya juga, besok aku akan menjelaskannya pada ayah!" Ucap Azka sambil berlalu pergi tanpa mendengarkan pertanyaan ayahnya lagi yang masih merasa bingung.

...----------------...

Di sebuah ruangan yang suasananya hening, Rudra sedang memejamkan matanya sambil menyandarkan punggungnya yang terasa sakit ke kursi kerjanya. Hingga sebuah dering telepon membuatnya langsung menegakkan duduknya.

"Ya, bu?" Tanya Rudra setelah mengangkat teleponnya tanpa membaca nama yang tertera di layar. Sebab dari nada dering panggilan ia sudah tahu itu telepon dari siapa.

"Rudra, pulanglah! Ada sesuatu yang penting yang akan kami bicarakan denganmu, ini tentang masa depanmu! Jika kau tidak pulang ibu tidak akan menganggapmu lagi sebagai anak ibu." Ancam Indri.

Ancaman itu tentu saja sangat membuat Rudra takut, sebab hanya ibunya yang selalu setia pada dirinya.

"Baik, bu. Aku akan pulang nanti malam setelah urusanku selesai."

Telepon sudah terputus, tepat pada saat itu juga pintu ruangan Rudra terbuka menampilkan sosok pria yang sangat dikenalinya.

"Azka, kau sudah datang? Sebenarnya ada apa?"

Azka duduk di kursi yang berada di hadapan Rudra, lalu menghembuskan napas pelan dan mengeluarkannya kasar sebelum memulai pembicaraan yang sesungguhnya.

"Aku ingin menjodohkan adikku denganmu,"

**Bersambung...

Telat up, efek rasa malas yang semakin hari semakin menjadi-jadi menyerang author.

Jangan lupa komen yaa 😁**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!