NovelToon NovelToon

TALAK

Part 01 TALAK

"Sudah berapa kali aku ingatkan kamu jangan pulang telat, jam berapa sekarang?. Lihat tidak ada makanan di rumah" bentak Mas Ringgo suamiku penuh amarah

"Mas, Aku banyak kerjaan, bukannya tadi Aku sudah kirim pesan di Wa, jika Aku pulang telat" jawabku sedikit meninggi karena emosi, sambil meletakan makanan yang baru aku beli tadi.

"Alasan!... Kamu pikir Aku gak tahu jika kamu pacaran di luar sana?" ucap Ringgo dengan nada tinggi penuh amarah.

"Astaqfirullah hal'adzim Mas, istiqfar Mas, istiqfar" ucapku berusaha sabar dan  memelankan suara 

Hanya itu yang mampu keluar dari mulutku, aku sengaja memilih untuk diam setiap kali mas Ringgo mulai marah marah. Aku diam bukan karena tak mampu melawan, namun karena ada hati seorang anak kecil yang harus aku jaga. Afriana sholehah Putri tunggalku yang kini berusia 7 tahun, dialah kekuatanku, dialah kebahagianku hingga aku mampu bertahan dengan mas Ringgo sampai saat ini.

Selesai menaruh makanan di atas meja aku segera mandi dan melaksanakan ibadah  sholat isya' dengan putriku Afriana. Aku sholat berjamaah hanya berdua saja dengan putriku, karena mas Ringgo sudah lalai dalam melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim.

Selesai sholat aku suruh anaku untuk memanggil mas Ringgo untuk makan malam bersama.

"Fa, tolong panggil bapak, untuk makan malam bersama" perintahku pada Afriana putriku

"Iya, buk" jawab Afriana singkat dan bergegas menuju teras depan

"Pak, ayo makan, tadi ibuk sudah beli ayam krispi untuk kita" ucap Afriana

"Tidak lapar, kamu makan saja sama ibukmu" jawab mas Ringgo dingin sambil terus menyesap rokoknya

Dengan wajah cemberut Afriana menemui ku yang sudah duduk di kursi plastik yang ada di dapur, ahh sebenarnya bukanlah dapur namun hanya sebuah ruangan yang aku sekat aku jadikan dapur sementara. Kami menempati rumah yang aku bangun 2 tahun lalu, memakai uang tabunganku sendiri tanpa ada bantuan keuangan dari mas Ringgo.

Rumah yang kami tempati memang hanya sebuah bangunan baru jadi tegak payung orang desa bilang. Temboknya saja masih dari bata merah tanpa di plaster, lantainya juga masih tanah liat, serta jendela masih pakai kasibord yang dipaku permanent, pintu masih dari triplek.

"Buk, bapak katanya gak lapar" ucap Afriana sedikit cemberut

"Ya, sudah kamu makan dulu biar Ibuk yang manggil Bapak" ucapku lembut

"Iya, Buk"

Dengan hati yang berat akupun melangkah menuju teras depan, di mana mas Ringgo sedang duduk sambil mengisap rokoknya.

"Mas, makan dulu, kasian Afri, sudah lapar" ucapku berusaha tenang

"Tidak lapar, sudah tahu anak lapar, pulang masih telat" ucap mas Ringgo dingin tanpa menoleh kearahku sambil terus mengisap rokoknya.

"Sudahlah, Mas, Mas boleh marah ke Aku, tapi tolong jaga perasaan Afri, dia masih kecil, Mas" ucapku lirih dan setenang mungkin agar tidak di dengar tetangga, orang tuaku maupun anaku Afriana.

Akirnya makan malam hanya kami berdua tanpa mas Ringgo, entahlah aku sudah males berdebat dengan mas Ringgo. Setiap kali berdebat selalu aku yang di sudutkan karena di anggap sebagai istri yang tak berguna.

Setelah selesai makan aku periksa PR Afriana dan meneliti tentang buku yang akan di bawa ke sekolah ke esokan harinya.

Saat aku menemani putriku Afriana mas Ringgo masuk dan menghampiri kami berdua yang duduk di tikar.

"Hari ini, Aku, TALAK kamu, kita bercerai Fah, Aku sudah tidak sanggup hidup susah denganmu" ucap Mas Ringgo lantang dan langsung mengambil baju yang ada di lemari di masukan ke dalam tas.

"Hari ini, Aku, talak kamu, kita bercerai Fah, Aku tidak sanggup hidup susah denganmu" ucap Mas Ringgo lantang penuh amarah langsung mengemas baju yang ada di dalam lemari di masukan ke dalam tas.

Mendengar kata TALAK Aku langsung kaged tidak karuan "Astaqfirullah hal'adzim Mas" seruku langsung berdiri menyusul mas Ringgo yang sedang memasukan bajunya ke dalam tas. 

"Apa, maksudmu Mas?" tanya ku masih tidak percaya

"Aku ceraikan kamu, sekarang!" ucap Ringgo penuh penekanan "Jelas?"

"Apa alasanya, kamu menceraikanku mas?" tanya ku lagi

"10 tahun Fah, 10 tahun kita bersama, kapan kamu bisa membuatku bahagia. Lihatlah sepeda motor jelek, rumah kayak kandang ayam, aku gak bisa hidup seperti ini Fah" cerocos Ringgo dengan luapan emosi yang tak terkontrol

"Seharusnya kita bersyukur Mas, kita masih punya tempat berteduh yang nyaman tidak perlu susah bayar kontrakan, rumah juga luas, kendaraan ada kurang apa lagi mas?" tanyaku semakin tidak mengerti

"Kurang banyak Fah, lihatlah dirimu kerja siang malam, bikin rumah kayak kandang ayam" ejeknya sinis

"Cukup, Mas!" suaraku mulai meninggi satu oktaf "Jika memang itu keputusanmu mas, Aku terima, selama ini Aku sudah cukup diam dan mengalah, tapi apa balasanmu padaku, fitnah, cacian, hinaan. Aku memang bukan orang kaya seperti iparmu, namun setidaknya aku sanggup membiayai makan dan minummu selama ini, dan semua adalah hasil kerjaku Mas, ingat itu Mas" ucapku penuh penekanan pula

"Kamu! sudah mulai mengungkit Fah?" tanyanya dengan senyum sinis" Kamu memang perempuan yang tak tahu diuntung, perempuan yang tidak bisa nerima keadaan suami" ucap Ringgo tambah sengit

"Terserah, apa katamu Mas, suruh nerima yang bagaimana lagi Mas hahh! Faktanya kamu tidak memberi uang belanja padaku selama ini. sekarang temui orang tuaku kalau kamu memang benar - benar menceraikanku. Dan lagi berani kamu keluar dari rumah ini jangan harap kamu bisa kambali dan mengambil apapun dariku, ingat itu Mas, perjanjian itu kamu yang buat dan kamu yang mengingkari, cam kan itu" ucapku pelan tapi penuh penekanan

"Baik, aku temui orang tuamu" ucap Ringgo masih emosi

Aku, mas Ringgo dan anaku melangkah ke rumah orang tuaku untuk mendengar penjelasan dari mas Ringgo

"Pak, Buk, mulai saat ini Afifah saya ceraikan, dan saya kembalikan pada bapak dan ibuk" ucap Ringgo tanpa basa basi

"Sebentar, apa masalahnya Ring kok kamu sampai menceraikan Afifah, apa Afifah membuat kesalahan yang fatal?" tanya bapak berusaha bijak

"Intinya saya tidak mau hidup miskin dan susah dengan Afifah, saya tidak sanggup" ucap Ringgo to the poin

"Orang berumah tangga memang banyak godaannya, yang sabar, rumah sudah ada, motor juga sudah punya, Afifah juga bisa kerja, masih kurang apalagi? Apa kamu tidak kasihan sama anakmu Afri? Kalaupun kalian bertengkar jangan menjatuhkan talak ke istrimu, dan jangan pergi meninggalkan rumah. Sekarang pulanglah kalian pikirkan dulu tapi ingat kalian sudah bercerai bila ingin bersama kalian harus bangun nikah " nasehat bapaku panjang lebar

" Saya, tetap pergi dan tetap menceraikan Afifah, soal Afri saya tidak mau tanggung jawab, biar Afifah sendiri yang merawatnya" ucap Ringgo tanpa ada rasa bersalah

"Baiklah Ring, jika itu keputusanmu, suatu saat jika terajadi sesuatu jangan salahkan kami dan juga jangan salahkan Afifah" ucap bapakku masih dengan hati yang tenang "Sabagai orang tua Aku sudah berusaha mengingatkanmu namun jika kamu tidak bisa diingatkan ya sudah keputusan ada padamu dan resiko kamu tanggung sendiri"

Tanpa pamit Ringgo pergi meninggalkan kami  semua dengan mengendari motor dan membawa tas berisi baju. Anaku Afriana hanya bisa menangis dalam dekapanku "Buk, aku benci bapak" teriaknya tanpa aku prediksi sebelumya.

"Sudah Af, jangan nangis masih ada ibuk dan mbah di sini" hibur ibuku lembut

Saat kami masih berkumpul di rumah orang tuaku adiku dan istrinya  pulang dari kondangan dengan membawa banyak jajan.

"Assalamu'alaikum, kebetulan mbak belum tidur ini Aku bawakan jajan dari rumah temanku" ucap Nafisa adik iparku sambil membuka kantong yang penuh jajan

"Af, ayo senyum! lihat bulek bawa jajan untukmu banyak sekali" hibur ibuku sambil ikut buka kantong jajan

"Ada apa Mbak, Pak , Buk , kok Afri nangis? apa Afri lagi sakit? apa perlu di bawa ke dokter?" Nafisa mencecar pertanyaan pada kami dengan raut wajah yang sangat kuwatir. 

Diantara kami belum ada yang menjawab pertanyaan dari Nafisa, namun Nafisa dengan tidak sabar langsung memanggil adiku Fauzan yang sedang buang hajad di kamar mandi. 

"Mas, Cepetan kesini jangan lama - lama di kamar mandinya" teriak Nafisa memanggil adiku Fauzan yang sedang di kamar mandi 

Part 02 TALAK

"Sudah, Naf, jangan teriak - teriak tidak enak jika didengar tetangga, biarkan Fauzan selesaikan dulu hajadnya" ucap ibuku lembut sambil memperlihatkan jajan pada Afriana

"Buk, Aku bubuk sini ya" pinta anaku masih dalam pelukanku

"Boleh, kita bobok sini, Af mau makan jajan apa? tuh, di bawain banyak jajan sama bulik Naf" kataku lembut

"Ada apa sih, Mbak, Pak, Buk?" tanya Nafisa dengan ekpresi wajah bingung.

"Tunggu, Fauzan keluar dulu, nanti Aku ceritakan" jawab bapaku tenang.

"Bulek, jajanya boleh Aku pakai bekal sekolah besok?" tanya Afriana sudah agak tenang

"Boleh, pilih saja yang mana?" jawab Nafisa lembut sambil menunjukan beberapa macam jajanan, kue donat, roti coklat, kue lapis, cake pelangi, risoles, pastel, buah pisang dan buah jeruk.

"Jajanya kok kamu bawa pulang semua to, Naf?" tanyaku

"Bikinnya banyak, Mbak, jadi sisa banyak di suruh bawa pulang ya tak bawa pulang, Mbak" jawab Nafisa yang sambil terus menunjukan jajan pada Afriana, yang juga ikut duduk di tikar depan TV.

Tidak lama Fauzan keluar dari arah dapur " Ada apa sih dek? kok teriak - teriak, kaya ada kebakaran saja" tanya Fauzan santai sambil melangkah menuju kamar.

"Zan, kamu kesini dulu ada hal penting yang ingin Aku sampaikan" perintah bapak pada adiku Fauzan

"Iya, Pak, tak ganti baju dulu sebentar, dek kamu kok belum ganti baju?" ucap Fauzan

"Oh, Ya, nanti saja, Mas" jawab Nafisa masih tetap duduk bersama kami

Kini Afriana sudah agak terhibur dengan hadirnya Nafisa adik iparku, Nafisa sangat pintar mengambil hati anak - anak karena pekerjaan Nafisa sebagai guru PAUD di desaku.

"Ada apa? Seperti ada masalah yang serius?" tanya adiku yang ikut duduk di tikar sambil nonton tv.

"Tadi mbakmu di talak sama Ringgo, sekarang Ringgo sudah pergi dari rumah mbakmu, kita harus waspada, sekarang mbakmu dan Afri jadi tanggung jawab kita" ucap bapaku masih dengan air muka yang sangat tenang

"Apa, ya Allah mbak" Nafisa langsung terkejut namun tidak dengan adiku Fauzan

"Iya, Naf, Zan, tadi Ringgo juga  menyerahkan hak asuh Afri ke kita, Ringgo tidak mau tanggung jawab tentang kehidupan Afri"  ucap ibuku menambahi

"Alhamdulillah" ucap Fauzan seperti tak ada beban. 

Fauzan bukannya terkejut ataupun marah namun malah sangat senang, entah apa yang dipikiran adiku Fauzan. Ya, aku tahu jika Fauzan kurang suka pada Mas Ringgo, namun Fauzan tetap brmersikap biasa bila sedang bersama mas Ringgo. 

"Astaqfirullah hal'adzim, Zan, kamu ini gimana mbak mu di cerai kamu malah syukur alhamdulillah" ucap ibuku sambil geleng - geleng kepala.

"Iya, mas ini gimana sih?" Nafisa ikut menimpali

"Begini, Dek, Pak, Buk, Fauzan bersyukur alhamdulillah karena dengan si Ringgo pergi berarti beban mbak, Fah, berkurang" ujar Fauzan, belum selesai langsung di pelototi sama bapak

"Zan, jangan sembarangan kalau ngomong" potong bapak sambil nonton TV.

"Maaf" ucap adiku sambil nyengir" Af, besok Pak Lek antar sekolah ya? " pinta adiku pada Afriana

" Aku, mau diantar Ibuk seperti biasa " jawab Afriana

" Yaehhh, besok Pak Lek tambahi deh sangunya " rayu Fauzan lagi

" Hemmm... Baiklah tambah 5000 ya Pak Lek " jawab Afriana sudah mulai cerai

" Aduh, jangan 5000 dong Af, kamu pilih besok tambah 5000 apa minggu Pak Lek ajak jalan - jalan di pasar burung" Fauzan memberi pilihan pada Afriana

"Pilih jalan - jalan saja lah Pak Lek" pilih Afriana

"Sudah malam, cepat tidur, Fah kunci dulu rumahmu, besok Afri masih sekolah, kalian juga harus kerjakan" perintah bapak.

"Iya, Pak"

Aku langsung berdiri, dan langsung pulang kerumah untuk mengunci rumah. Ibuku di bantu Fauzan mengeluarkan kasur lipat dan di gelar di depan TV. Afriana tetap asyik nonton TV, Nafisa mengemas jajanannya dan di masukan ke dalam kulkas.

Malam ini, Aku, Afriana di temani Ibuk tidur di kasur lantai depan TV.

Pagi ini aku antar Afriana ke sekolah seperti biasa, sehabis ngantar sekolah aku langsung berangkat kerja di pabrik rokok yang ada di kotaku. Dari rumah menuju pabrik tempat kerjaku memerlukan waktu 20 menit dengan sepeda motor berkecepatan sedang.

Sebagai pengawas bagian pengepakan aku berusaha on time, belum pernah sekalipun aku terlambat. Bersyukur sejak setahun yang lalu di angkat jadi pengawas di bagian pengepakan karena menurut mereka aku berdedikasi.

Di tempat kerja aku berusaha berperilaku biasa seoalh tidak terjadi apa - apa, aku berusaha untuk professional. Hari ini untuk makan siang aku bawa bekal masakan ibuku, karena ibuk melarangku masak sendiri.

Di jam istirahat aku menikmati makananku bersama teman lainnya di pantri. Hari ini menu special, menu yang jarang aku bawa yaitu botok lamtoro, sayur asem sama tempe goreng dengan jumlah lumayan banyak, karena ibuku yang membungkuskannya.

Dengan senang hati aku buka bekal yang teratata rapi di tupper ware, dan aku menawarkan pada teman - temanku yang duduk sebangku denganku "Siapa mau sayur asem, aku bawa banyak"  seruku

"Fah, tumben bekalmu komplit banyak pisan" tanya Rani teman yang paling akrab denganku

"Iya, mbak, kemarin dapat kacang dari sawah bapak, ayo ambil habiskan ya" jawabku sambil menyendok makananku

"Wah, sip ni, mumpung aku kepingin sayur asem, maklum anak kos males masak" celetuk Nina langsung nyendok sayur asem yang ada di tupper ware. Nina baru 2 tahun bekerja dan hidup ngekos dekat pabrik karena berasal dari luar kota.

"Kalau mau ambil saja Nin, sama ini ada botok lamtoro mau" ucapku menawarkan satu bungkus botok lamtoro pada Nina.

"Ya, jelas mau Mbak rejeki gak boleh di tolak, kalau sering nolak rejekinya kata mbah yai rejeki kita berkurang" jawab Nina girang dan langsung menyimpan botok lamtoronya di dalam tas bekalnya

"Dasar kamu Nin, ngomong saja penghematan, jangan bilang masa pertumbuhan ya, " kelakar Rani di ikuti tawa teman lainnya

"Yeahhh... Biarin" jawan Nina cuek

"Nin, aku tambahi nih, special buatmu jamur goreng" ucap Rani sambil menyodorkan satu plastik jamur goreng.

"Alhamdulillah, ya Allah, mbak Ran, terima kasih banyak mbak" ucap Nina langsung memeluk Rani.

"Iya, sama - sama, kalau sudah selesai ayo sholat dulu, keburu habis jam istirahatnya" ujar Rani dan mengemasi tempat bekalnya.

Kamu bertiga bergegas  berjalan bareng menuju mushola untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah.

"Fah, Nin, minggu pagi bisa nggak nolongin aku pindahan" pinta Rani

"Alhamdulillah, akirnya mbak Rani tidak ngontrak lagi" seruku dan Nina bersamaan.

"Alhamdulillah, tapi masih harus nyicil 5 tahun kedepan" ucap Rani di iringi senyum simpul

"Yang penting, punya rumah sendiri mbak, hari sabtu  siang Aku bisa Mbak Ran, Aku bantuin ngepak barang Mbak" ucapku menawarkan bantuan

"Aku, juga bisa mbak sabtu siang pulang bisa langsung cusss kerumahmu Mbak Ran, nginep juga gak apa - apa" ucap Nina girang.

"Sabtu siang pulang kerja, mau beresin rumah baru, soalnya belum tak bersihin, juga baru serah terima kuncinya minggu lalu" ucap Rani

"Baiklah, Mbak Fah kita kesana bareng, kalau di rumah baru, Aku kan bisa nginep di rumahnya mbak Afifah mbak Ran, gimana mbak Fah, bolehkan" tanya Nina

"Jelas boleh, Nin" ucapku senang

"Ringgo, purik lagi, Fah?" tanya Rani, Rani tahu, Karena biasanya Afifah membolehkan Nina nginep jika Ringgo purik kerumah orang tuanya.

"Biasa, Mbak, biarin sajalah, biarlah sesuka hatinya situ, sabtu saja Aku ceeitain jangan di sini" ucapku berusaha tetap tersenyum

"Sabar, Fah, inshaallah suatu saat Allah pasti memberi kebahagiaan untuk kamu dan keluargamu" ucap Rani menasehati

"Aku salut sama ketabahan kamu mbak, kalau itu suami, Nina, sudah, Nina, cincang tak jadikan makanan kucing" ucap Nina geram

Aku dan mbak Rani malah tertawa mendengar ocehan Nina.

"Habis nyincang, kamunya langsung di suruh nginep di hotel prodeo Nin, Nin" ucapku sambil tertawa

"Iya, Kamu, ini emang Ringgo ayam" timpal Rani 

Hari ini Aku masih bisa melakukan pekerjaanku dengan baik tanpa ada masalah. Malah hari ini Aku tambah rajin dan fokus dalam bekerja, tumpukan berkas laporan bisa aku selesaikan tepat waktu. 

Hari ini Aku sengaja tidak lembur ingin menemani dan menghabiskan waktu bersama Afriana lebih banyak, kalau biasanya aku lebih suka lembur karena ingin menghindari pertengkaran dengan mas Ringgo. 

Dalam perjalanan pulang aku mampir di indomart untuk beli ice cream kesukaan Afriana, karena tadi Aku lihat sedang ada promo ice cream. 

Part 03 TALAK

"Assalamu'alaikum" Aku masuk rumah orang tuaku, setelah memarkir motor di teras rumahku.

"Wa'alaikum salam, sudah pulang Fah? " sahut ibuku yang sedang duduk di depan TV sambil nguntili (mengikat) sayuran yang baru dipetik bapak dari sawah dan ada yang dari tetangga, untuk di jual ke pasar nanti malam.

"Iya, Buk, kebetulan lagi gak banyak kerjaan" jawabku sambil menaruh ice cream ke dalam lemari es di rumah orang tuaku.

"Afri, rewel gak buk?" tanya ku pada ibuku

"Enggak, dari tadi sama Nafis, sekarang ikut Nafis ngajar ngaji di mushola" jawab ibuk sambil tetap fokus pada sayurannya.

Orang tuaku di samping petani juga pedagang sayur di pasar pinggir kota. Dan para tetangga biasanya menjual sayur hasil kebon  pada orang tuaku ada yang jumlah sedikit ada yang jumlah banyak. Jadi di samping ambil sayur dari tengkulak juga ambil sayur dari para tetangga.

Aku segera bergegas untuk masuk rumahku sendiri, rumah yang aku bangun berkat Izin Allah melalui rezeki kerja kerasku.

Mencopot sepatu, menaruh tas, dan bergegas untuk mandi karena sebentar lagi Afriana dan Nafisa pulang dari mushola. Aku sangat bersyukur sejak ada Nafisa

Selesai mandi aku bereskan baju di lemari, karena semalam setelah Ringgo pergi dan membuat isi lemari berantakan aku belum sempat membereskannya.

"Assalamu'alaikum, Buk" Afriana mengucap salam dan langsung masuk ke dalam kamar

"Wa'alaikum salam, sudah pulang? Ngajinya sudah sampai mana tadi?" tanyaku

"Hari ini, Aku naik ke juz 20 buk" jawab Afriana senang sambil meletakan Al qur'an nya di atas lemari plastik tempat bukunya.

"Alhamdulillah, pintar anak Ibuk" sahutku dengan seulas senyum bahagia sambil terus melanjutkan me lipat baju yang berserakan di lantai

Afriana dengan senang hati membantuku mengemas baju hingga waktu masuk sholat magrib. Aku dan Afriana langsung bergegas mengambil Ar wudhu untuk melaksanakan ibadah sholat magrib berjamaah dengan anaku.

Habis magrib aku masuk kerumah orang tua ku untuk makan, yah hari ini aku tidak masak makanya aku dan anaku makan di rumah orang tua ku.

Hingga pukul 9 malam aku dan anaku berkumpul di rumah ornag tuaku, kami ngobrol ringan tanpa membahas tentang kepergian mas Ringgo. Tentang masalah yang aku hadapi kedua kakak ku yang tinggal di luar kota dan luar desa mereka belum mengetahuinya, karena kami belum memberitahunya.

Sabtu pagi kegiatan di pabrik seperti biasa hanya setengah hari kerja, dan staf yang di kantor sedang libur hanya bagian produksi dan pengepakan yang masuk.

Tugasku mengawasi pekerja lainnya dalam mengepak rokok serta mengecek kerapian dan jumlah yang sudah di packing. Membuat laporan jumlah stock yang sudah siap untuk di masukan ke dalam gudang

Siang hari selesai kerja, mbak Rani dan Nina sudah menungguku di parkiran sepeda motor untuk pulang bareng. Kami bertiga meluncur bareng menuju rumah baru mbak Rani yang baru beli di perumahan dekat rumahku. Aku sangat senang itu artinya aku ada teman kerja yang dekat dengan rumahku.

Aku Dan Nina membantu mbak Rani hanya sampai jam 5 sore, dan mbak Rani melanjutkan bersih - bersihnya dengan suaminya. Nina jadi nginap di rumahku, rumahku termasuk luas dengan ukuran 7 x12 meter persegi.

Walau rumahku tidak mewah Nina sangat bahagia tiap kali nginep di rumahku, keluargaku juga sudah mengenal Nina cukup baik karena dia sebenarnya sepupu dari kakak iparku.

"Assalamu'alaikum Buk, " ucapku dan Nina saat masuk rumah kedua orang tuaku setelah selesai mandi.

"Wa'alaikum salam, Aku di dapur " sahut ibuku yang yang ada di dapur

"Masak apa Buk?" tanyaku sambil menghampiri ibuk yang berdiri di depan kompor.

"Biar saya yang masak Buk" ucap Nina sopan, Nina sudah terbiasa di rumahku ataupun di rumah ibuku

"Tolong kamu ulek sambelnya saja Nin, Fah, tolong kamu ambilkan nugget di kulkas tadi Afri minta nugget!" ucap ibuku yang terus sambil menggoreng tempe.

Nina dengan cekatan langsung mengulek racikan sambel terasi yang sudah di goreng oleh ibuku. Menjelang adzan magrib kami sudah selesai masak, bapak baru masuk rumah setelah melihat keadaan padi di sawah yang tak jauh dari rumah.

Setelah magrib Adiku Fauzan baru pulang dari tempat kerjanya, dan Afriana serta Nafisa juga baru pulang dari mushola.

Kami semua makan malam bersama di rumah kedua ornag tuaku dengan menu seadanya, sambel terasi, tempe goreng, oseng bunga kates, krupuk serta nugget untuk Afriana.

"Alhamdulillah" ucap Nina senang setelah kenyang" Osengnya sedap sekali enggak pahit"

"Mau di ajari cara masaknya, Nin, biar enggak pahit? " tanya ibuku sambil makan.

"Mau, Buk" jawab Nina senang

"Kalian besok jadi bantuin Rani?" tanya ibuku padaku dan Nina

"Jadi, Buk" jawabku dan Nina bersamaan "Af, besok ikut Ibuk apa di rumah?" tanyaku pada anaku

"Basok kan mau di ajak Pak Lek sama Bulik ke pasar burung, jadi aku gak ikut Ibuk" sahut Afriana anaku.

Selesai makan Aku, Nafisa dan Nina bahu membahu mencuci piring dang mengemasi bekas makanan yang ada di tikar. Keluarga kami lebih suka makan duduk di lantai beralaskan tikar, sambil nonton TV lebih santai.

"Naf, besok jika Afri minta yang macam - macam jangan kamu turuti ya, nanti kebiasaan" ucapku mengingatkan Nafisa, walau aku tahu Afriana tak suka minta yang aneh - aneh.

"Iya, Mbak, Afri, itu yang diminta hanya buah dan ice cream, Mbak, tidak lebih itupun juga tidak banyak" jawab Nafisa sambil menata piring di rak piring yang ada di dapur. 

Selesai mencuci piring kami semua berkumpul di ruangan depan TV sambil menonton acara TV kesukaan ibuku. Kami ngobrol dan bercanda ria kadang ikut mengomentari acara TV yang sedang berlangsung. 

Ketika malam mulai merambat semua makluk di bumi sudah terlelap dengan mimpinya. Namun mataku masih belum bisa terpejam masih teengiang - ngiang di telingaku tentang ucapan mas Ringgo kemarin.

Aku hanyalah seorang wanita, sekuat apapun aku, butiran bening tetap mengalir dari pulupuk mataku dengan derasnya.

Hanya pada Rob ku aku adukan semuanya, aku bersujud menangis dan minta ampun pada Rob ku. Hanya pada Rob ku aku bisa mengadu dengan bebas, setelah puas aku mengadu, aku buka ayat suci Al qur'an berharap bisa menenangkan jiwaku yang sedang terguncang. Ya, hanya lantunan ayat suci Al qur'an lah yang bisa menentramkan jiwaku, jiwa anak manusia yang sedang terluka. Jiwa anak manusia yang sedang di landa sebuah petaka yang di sebabkan oleh anak -anak syetan yang menggerogotinya.

"Ya, Allah ajari hamba untuk bisa ikhlas dalam menerima takdir ini " doaku di akhir pelantuanan ayat suci Al qur'an, sambil menutup Al qur'an, memejamkan mata serta mencium musaf Al qur'an dalam pelukanku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!