Muhammad Fadli Alfatah adalah seorang Ustadz di perumahan Griya Indah. Dia adalah pemuda tampan berusia 29 tahun. Meskipun sejak kecil Fadli hidup tanpa orang tua dia mampu menjadi pemuda baik yang sangat di segani. Fadli bahkan dapat membiayai kuliah sang adik Rey Abdillah di Universitas ternama Jakarta. Namun sayangnya sifat mereka bertolak belakang, jika Fadli adalah orang yang dekat dengan agama Rey justru sebaliknya. Rey adalah pemuda yang tidak mandiri meksipun usianya sudah menginjak 23 tahun, dia selalu menghabiskan waktunya untuk ke club malam dan mabuk- mabukan. Fadli sudah lelah menasehati Rey, tapi Rey sedikit pun tidak pernah mendengarkan Fadli. Malam ini waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 wib namun sang adik belum juga kembali, Fadli benar- benar khawatir terjadi sesuatu buruk dengan adiknya.
"Kemana Rey, kenapa dia belum kembali?" Batin Fadli merapikan sarung dari bahan sutera yang di kenakannya.
"Tok ... Tok ... Tok...,"Suara ketukan pintu.
"BANG ... BUKA BANG....!!?" Teriak seseorang yang suaranya sangat familiar di telinga Fadli.
Dengan terburu-buru Fadli bergegas untuk membuka pintu, "Waalaikumsalam, Rey Astaghfirullahaladzim ..." Fadli terkejut melihat sang adik datang bersama gadis yang mengenakan pakaian sangat minim dalam keadaan mabuk. Dia menunduk membiarkan gadis itu bersama Rey masuk. Tunggu- tunggu tidak seharusnya Fadli membiarkan seorang gadis yang bukan mahramnya masuk. Apalagi di rumah ini hanya ada dua laki- laki.
Di lihatnya gadis itu kini duduk bersama Rey, Fadli menarik napas dalam tidak ingin terbujuk rayuan setan untuk mengeluarkan kalimat- kalimat kasar atas perilaku buruk mereka, "Maaf, sebelumnya. Tidakkah kamu kembali pulang? Tidak sepantasnya seorang gadis bersama laki- laki yang bukan mahramnya hingga larut malam seperti ini." Fadli berbicara tapi pandangannya lurus ke arah lain tidak ingin memupuk ladang dosa dalam dirinya. Gadis itu mengerti ucapan Fadli ingin beranjak, tapi Rey menarik kembali tangan gadis itu agar kembali duduk di sopa.
"Rey?" Tanya Bella merasa tidak enak dengan kakak Rey yang tidak menyukai keberadaannya.
"BANG ... Lu gak usah banyak bacot. Gue mau tidur disini sama pacar gue. Mending lo tidur sono! Gue bosen denger ceramah lu ...!!" Bentak Rey pada Fadli.
Mendengar perkataan buruk sang adik Fadli mengelus dadanya pelan, dulu Rey adalah adik yang baik dan penyayang semenjak kematian kedua orang tua mereka Rey berubah total menjadi seperti sekarang urakan, gemar berkata kasar juga mabuk- mabukan. Semua warga komplek sering membandingkan mereka, jika sang kakak di anggap pemuda impian sang adik justru seperti remahan kacang bagi mereka.
"Astaghfirullahaladzim Rey, Abang tidak pernah mengajarkan kamu untuk berkata sekasar itu. Dan kamu sebaiknya pulang...!!" Perintah Fadli dengan suara yang terdengar tegas.
"Masa bodoh!" Umpat Rey, bukannya mendengarkan perkataan Fadli Rey justru memilih masuk ke kamarnya bersama gadis itu.
"REY, APA- APAAN KAMU ....!!!" Teriak Fadli mulai habis kesabarannya. Rumah yang harusnya menjadi tempat ternyaman justru ingin di jadikan tempat maksiat oleh Rey. Fadli sudah cukup sabar menghadapi sikap sang adik yang di luar batas.
"Rey sebaiknya aku pulang saja, lihat kakakmu tidak mengizinkan aku Rey." Pinta Bella dengan nada tidak nyaman. Apalagi raut wajah Fadli sudah terlihat sangat marah tadi.
"Hei, sayang kita belum melanjutkan hal tadi. Bukankah kau menantinya?" Tanya Rey merapikan rambut Bella, Bella terdiam kemudian mengangguk.
"Brukkkkhhh...!!!" Suara pintu yang di tutup secara kasar oleh Rey. Fadli berdiri di depan itu Rey sambil menggeleng, tidak tahu harus melakukan apa. Rey sudah dewasa tidak bisa di pukul lagi. Tapi perbuatan buruknya membuat Fadli sangat marah.Fadli terus melantunkan kalimat istighfar karena perbuatan sang adik yang di luar batas.
Akhirnya ia memutuskan kembali ke kamarnya di depan kamar Rey. Tapi ini benar- benar hari yang buruk untuk Fadli. Sudah pukul 1 Fadli tidak bisa memejamkan mata karena mendengar suara lenguhan juga rintihan dari mereka. Perilaku mereka sudah seperti binatang bagi Fadli, Fadli menutup telinganya dengan bantal tapi suara itu benar- benar sangat jelas.
Fadli sudah tidak tahan, dosa apa yang di perbuatannya di masa lalu sehingga menjadikan sang adik tidak takut dengan dosa seperti sekarang.
"Ya Allah, saya sudah tidak tahan lagi dengan perbuatan buruk adik saya. Saya tidak sanggup untuk menasehatinya tapi sudah kewajiban saya sebagai kakak untuk memperbaiki akhlak juga prilakunya. Ya Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang tolong bukakanlah hati Rey untuk kembali ke jalanmu." Doa Fadli dalam hati.
__
Keesokan paginya Fadli telah berpakaian rapi seperti Ustadz muda kebanyakan. Tanpa sengaja pagi- pagi yang di lihatnya malah sesuatu yang merusak pandangan matanya, punggung seorang gadis dalam balutan jubah mandi melangkah keluar dari toilet. Fadli menutup matanya. Kenapa gadis ini belum pergi dari rumahnya, Rey benar- benar kelewatan.
"Maaf ... Bella gerah jadi numpang mandi." ucap gadis itu dengan suara mendayu mendekati Fadli, bukannya menjawab Fadli malah melangkah mundur tidak nyaman dengan kehadiran gadis bernama Bella itu. Pada Terus melantunkan kalimat istighfar dalam hati untuk mengusir pandangan buruk yang tidak sengaja di lihat olehnya.
"Menjauhlah!" Perintah Fadli, Mengapa gadis ini tidak malu pada dirinya menghampiri pria dengan jubah mandi seperti itu.
"Kok mundur sih?" Tanya Bella tertawa geli melihat wajah memerah Fadli. Karena berusaha menghindari Bella, "Bruughhhtt ....!!" Fadli terjatuh di lantai kakinya terkilir. "Astaghfirullahaladzim, berhenti melangkah dekati saya. Saya tidak suka dan itu menjadi ladang dosa untuk saya..!!" Cegah Fadli dengan pendiriannya. Bukannya dia bersikap kasar, tapi Fadli tidak ingin ingin terjadi sesuatu yang tidak di inginkan pada mereka. Jujur gadis itu benar- benar membuat dirinya sedikit goyah. Pipinya yang sedikit kemerahan, rambutnya yang panjang terurai, serta tubuh yang indah bak manekin membuat Fadli takut mulai terbujuk rayu setan.
"Bang biar Bella bantu." Pinta Bella kini duduk di hadapan Fadli.
Jubah mandi itu sedikit tersingkap tanpa sengaja terlihat oleh Fadli. Paha berwarna kuning langsat khas gadis Asia pada umumnya. Kulitnya benar- benar indah, bahkan masih mengkilap karena Bella belum mengerikan sepenuhnya.
Fadli menarik napas dalam berusaha menghindari sentuhan kontak dengan gadis itu, ia memilih berjalan terseok-seok keluar rumah.
"Astagfirullah," ucap Fadli.
Sementara Bella masih dalam posisi yang sama menatap kepergian Fadli, Bella tidak mengerti mengapa Fadli tadi menghindarinya padahal niat Bella hanya ingin membantu.
"Mungkin dia masih marah soal semalam." Batin Bella memilih kembali masuk ke kamar Rey. Di lihatnya Rey masih tidur bertelanjang dada. Rey adalah pemuda yang tampan, kulitnya berwarna putih serta bibir yang merah muda yang indah meksipun Rey perokok akut. Rey adalah cinta pertamanya, bahkan Bella menyerahkan semua yang di milikinya selama Rey adalah orangnya. Orang yang menjadi pertama dan terakhir untuk Bella, tidak ada sedikitpun rasa sesal dalam dirinya selama orang itu Rey. Begitulah pemikiran gadis muda yang tidak mengerti agama seperti Bella.
"Rey benar- benar seksi." Batin Bella dengan nada kecil. Bahkan saat tidur Rey seperti bayi yang menggemaskan.
"Sayannng..." Panggil Rey menarik Bella ke dalam pelukannya. Pipi Bella bersemu merah.
"Rey nggak mandi?" Tanya Bella mencium pipi Rey gemas. Rey menutup mulutnya menguap kemudian menggeleng.
"Nanti 5 menit lagi sayang," jawab Rey, meksipun Rey adalah pembuat onar tapi sikap Rey ke Bella benar- benar lembut. Mungkin itu adalah kekuatan cinta menjadikan orang yang kasar jadi lembut meksipun cinta itu menjadi ladang dosa bagi mereka.
"Kamu nggak ke kampus Rey, bentar lagi juga aku kerja paruh waktu di toserba." Terang Bella ini mengikat rambutnya secara asal.
"Aku mau bolos boleh?" Tanya Rey mencium singkat bibir Bella, mata Bella melotot kemarin Rey sudah bolos dan sekarang mau bolos lagi.
"No,no Rey kamu harus selesaikan kuliahmu. Bukankah kamu bilang Fadli sudah membiayai kuliahmu? Lihat aku Rey, aku cuman dapat bekerja di Toserba karena tidak kuliah."
Rey menutup telinganya kemudian tersenyum kecil, beginilah Bella bila Rey mulai malas dia akan menjadi perempuan yang cerewet.
"Sayang ini aku mandi. Nanti aku jemput kamu di Toserba." Mendengar ucapan Rey Bella tersenyum, setidaknya Rey harus punya masa depan cerah tidak seperti dirinya.
"Oke, mandi gih.,"
Sambil mengucek kedua matanya Rey berjalan menuju toilet di dapur. Rey tersenyum mengingat aktifitas menyenangkan semalam, kenapa Bella benar- benar seksi bahkan Rey tidak pernah bosan untuk bersamanya.
Jalanan Kompleks
Di lain tempat Fadli berjalan menuju Masjid tapi langkahnya terhenti saat Aisyah anak Kyai Haji Ahmad Abdullah menghentikannya. Aisyah adalah gadis yang cantik, bagus pula akhlak dan agamanya. Jika ada pengajian dia rajin datang, jika ada tetangga yang sakit tidak jarang Aisyah merawatnya. Apalagi suaranya benar- benar merdu ketika mengaji, lulusan pendidikan di kairo melalui biaya siswa penuh. Dia adalah istri idaman setiap pemuda muslim. "Assalamualaikum, mas Fadli." Sapa Aisyah dengan senyuman manisnya, jilbab berwarna biru menjuntai panjang menutupi tubuhnya agar terhindar dari mengundang syahwat setiap lelaki. Benar- benar figur contoh gadis yang berasal dari keluarga baik- baik.
"Waalaikumsalam Aisyah, ada apa?" Tanya Fadli tersenyum sambil tetap menjaga jarak, Fadli memang menyukai Aisyah sebagai figur seorang gadis baik- baik tapi Fadli tidak mengharapkan lebih. Karena kebaikan Kyai Haji Ahmad Ayah Aisyah Fadli dapat menjadi seperti sekarang serta ilmu dan agama yang di ajarkannya dapat di amalkan Fadli dengan sebaik- baiknya.
"Anu Mas, Abi nyuruh Mas Fadli ke rumah soalnya ada yang ingin di bahas." Jawab Aisyah sambil menunduk malu khas gadis muda pada umumnya.
Fadli terdiam sejenak, bukannya semalam Fadli baru bertemu dengan Kyai Haji Ahmad semalam? sepertinya ada hal serius yang ingin di bahas pak Kyai.
"Terimakasih Aisyah, saya nanti akan ke rumah Kyai Haji Ahmad. Kalau begitu saya mau pamit ke Masjid dulu, Assalamualaikum." Pamit Fadli dengan suara ramah, hati Aisyah terasa sejuk Fadli adalah pemuda yang tampan bagus pula akhlak dan agamanya. Aisyah sudah sejak lama menyimpan perasaan pada Fadli bahkan saat Aisyah masih duduk di bangku SMA hingga dia berhasil menyelesaikan pendidikannya di Kairo. Meksipun banyak pemuda yang melamar Aisyah, Aisyah tetap menunggu dan berharap Fadli-lah yang akan mempersuntingnya.
"Waalaikumsalam, mas Fadli." Jawab Aisyah lembut. Hatinya benar- benar berbunga- bunga bahkan Aisyah selalu beribadah Magrib di masjid agar dapat melihat Fadli dari kejauhan. Kerap kali Aisyah membantu Fadli mengajar anak- anak untuk mengaji di Masjid agar dapat melihatnya dari jarak dekat. Aisyah sangat menginginkan Fadli untuk menjadi suami yang menuntunnya ke surga dengan ridha Allah Swt.
"Ya Allah saya berharap Mas Fadli adalah jodoh yang akan engkau jadikan suami hamba baik dunia maupun di akhirat. Aamiin...." Doa Aisyah dalam hati.
Rumah Kyai Haji Ahmad
Fadli memencet bel rumah Kyai Haji Ahmad, entah apa yang akan di sampaikan oleh Kyai Ahmad membuat Fadli bertanya- tanya dalam hati. Semoga semua baik- baik saja, doa Fadli dalam hati. "Assalamu'alaikum wr.wb pak Kyai." Fadli mengucapkan salam saat Kyai haji Ahmad membuka pintu. Terdapat secercah senyuman dari sang Kyai.
"Waalaikumsalam wr.wb nak Fadli, Monggo silahkan masuk nak." Ajak Kyai Ahmad mempersilahkan Fadli masuk.
"Terimakasih Kyai," jawab Fadli mengucapkan bismillah sebelum melangkah masuk ke rumah yang lumayan mewah dengan kaki kanannya. Kyai Haji Ahmad adalah keluarga terhormat dengan latar belakang pendidikan yang baik.
"Ummi nak Fadli sudah datang." Panggil Kyai haji Ahmad memanggil sang istri yang masih terlihat cantik di usia menginjak setengah abad. Dari dapur istri kyai Ahmad datang membawa napan yang berisi 2 gelas teh melati. Senyuman ramah terpancar di wajahnya Hj. Fatimah Nurmala.
"Wah sudah datang ya Abi, Assalamualaikum nak Fadli." Hj. Fatimah meletakkan teh di meja dekat Fadli.
"Waalaikumsalam Bu Hj. Fatimah." Jawab Fadli tersenyum ramah.
"Silahkan minum nak tehnya, ibu mau kebelakang dulu." Fadli mengangguk mulai menyeruput teh hangat buatan Hj. Fatimah setelah kepergiannya ke dapur.
Setelah meletakkan gelasnya Kyai Haji Ahmad mulai membuka suara, dia sudah lama menunggu waktu ini untuk menyampaikan niat baiknya pada Fadli. "Begini nak Fadli, Bapak ingin mengatakan soal Aisyah putri bapak." Ucap Sang Kyai pada Fadli.
Fadli mengerutkan keningnya bingung, ada apa dengan Aisyah. Mungkinkah Aisyah ingin meminta bantuannya. "Ada apa dengan Aisyah Kyai, bila Kyai berkenan bisakah Kyai menjelaskannya?" Tanya Fadli yang sudah tidak tahan melihat raut wajah cemas Kyai Haji Ahmad.
Kyai Ahmad menarik napas dalam, "Aisyah putri Bapak sudah banyak pemuda ingin melamarnya tapi dia menunggu lamaran seseorang. Setiap malam Aisyah selalu berdoa dan sholat istikharah agar di jodohkan dengan pemuda yang di sukainya." Jawab sang Kyai, Fadli tampak bingung tidak mengerti siapa pemuda yang di sukai Aisyah.
Dari balik pintu Aisyah menatap ke ruang tamu. Hatinya terasa berbunga- bunga tidak menyangka diam- diam sang Abi memperhatikan dirinya, Aisyah sang terharu mengetahui Abinya tahu dirinya menyukai Ustadz Fadli. "Udah ngintipnya nduk, kita tunggu nunggu keputusan nak Fadli. Ummi yakin, jika kalian berjodoh semua akan di mudahkan." nasihat sang ibu Hj. Fatimah.
Aisyah tersenyum kemudian mengangguk memeluk sang ibu. "Terimakasih Ummi, Aisyah sangat senang. Semoga saja Mas Fadli juga menyukai Aisyah."
"Aamiin, youwes mending kamu beres- beres bentar lagi Abi-mu mau bagi- bagi makanan nduk." Suruh sang ibu, dengan wajah riang Aisyah ke dapur tidak sabar menunggu jawaban Ustadz Fadli.
"Subhanallah pak Kyai, siapa pemuda beruntung yang di sukai Aisyah Pak kyai?" Tanya Fadli dengan raut wajah bahagia.
"Alhamdulillah nak, bapak sangat bersyukur ternyata pemuda yang di tunggu Aisyah adalah kamu." Jawab Kyai Haji Ahmad, jam seperti terhenti tidak tahu harus bahagia atau tidak. Aisyah memanglah seperti bidadari yang di dambakan setiap pemuda, Fadli juga merasa beruntung jika memiliki istri yang baik akhlaknya seperti Aisyah. Tapi ada banyak keraguan dalam diri Fadli. Fadli merasa tidak pantas untuk gadis sebaik Aisyah. Aisyah memiliki latar belakang yang baik, bahkan Aisyah sudah hampir mendekati sempurna. Fadli yakin jika Aisyah menjadi ibu akan mampu membimbing anak- anaknya menjadi anak yang shaleh dan taat beribadah.
"Subhanallah ... Begini pak Kyai, Saya merasa bersyukur dan beruntung. Tapi ada keraguan dalam diri saya Aisyah adalah gadis yang hampir sempurna sementara saya memiliki banyak kekurangan. Saya hanya takut tidak dapat membahagiakan Aisyah pak Kyai, saya juga takut mengecewakannya sebagai suaminya." Jawab Fadli merasa tidak enak.
Kyai haji Ahmad tersenyum menepuk bahu Fadli, bahkan Fadli adalah pemuda yang tepat untuk Aisyah. Bagi Kyai Ahmad jika Aisyah menyukai Fadli bukanlah pilihan yang salah. "Begini saja nak Fadli, cobalah pikirkan matang- matang lagi 1 bulan nak Fadli bapak kasih waktu, kamu bisa datang berikan jawabannya. Apapun keputusan nak Fadli Bapak akan menyerahkan semua pada Gusti Allah Swt." Fadli terdiam sejenak, kemudian mengangguk. Fadli harus memikirkan matang- matang permintaan untuk mempersunting Aisyah. Bukan karena Fadli ingin mendapatkan lebih, tapi Fadli tidak ingin mengecewakan Aisyah bila salah mengambil keputusan.
"Terimakasih Kyai."
"Silahkan minum lagi nak Fadli." Suruh Kyai Ahmad yang kini ikut menikmati teh melati hangat buatan istrinya.
Di rumah Fadli masih memikirkan ucapan Kyai Ahmad untuk melamar Aisyah gadis baik dan taat agama. Karena merasa gelisah Fadli memutuskan untuk berwudhu agar tenang. Rey dan gadis terbuka itu sudah tidak ada di rumah, Fadli sedikit merasa bersyukur. Setidaknya Fadli dapat bernapas di rumah sepetak ini.
2 hari kemudian Ustadz Fadli pergi ke Toserba karena ada nazar untuk membelikan makanan ringan dan coklat bagi anak- anak yang sudah hafal semua bacaan Ayat- ayat pendek dalam Jus- Ammah. Ustadz Fadli menggunakan motor jadulnya, meksipun begitu hampir semua gadis terpana melihat betapa tampannya Ustadz Fadli.
"Bismillah." Ucap Ustadz Fadli ke kota, jarak dari komplek perumahan ke kota memakan waktu sekitar 25 menit. Tidak terlalu jauh, lagipula ia sekalian ingin membeli beberapa keperluan rumah tangga. Maklum di rumahnya hanya ada laki- laki, ia juga belum menikah di saat usianya menginjak 29 tahun.
Tanpa sadar Fadli jadi teringat permintaan Kyai Haji Ahmad untuk menikahi putrinya Aisyah. Fadli tersenyum kenapa Aisyah bisa menyukai pemuda biasanya sepertinya. Ia bukanlah orang kaya, bukan pula memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Bahkan membeli sepeda motor yang lebih bagus Fadli tidak sanggup, dirinya terlalu fokus membiayai pendidikan kuliah Rey yang sudah semester akhir. Tentu saja kuliah di semester akhir semakin membutuhkan biaya yang besar.
Tidak terasa Fadli sudah mengendarai sepeda motor jadulnya sekitar 25 menit tatapannya jatuh pada toko perabotan langganannya. Fadli ingin membeli oven listrik untuk memanggang kue agar dapat mengisi kegiatannya di waktu luang.
"Assalamualaikum Pak Cik Abas," sapa Fadli kini memasuki toko peralatan rumah tangga yang lumayan besar.
"Waalaikumsalam Ustadz Fadli, semakin tampan saja Ustadz." Puji Abas pemilik toko perabotan tersebut.
Fadli tersenyum kecil, pak Cik Abas memang pandai memuji. "Pak Cik bisa saja, saya jadi malu." Jawab Fadli tertawa geli, begitupun Pak Abas.
"Ada keperluan apa Ustadz?" Tanya pak Cik Abas.
"Ini saya ingin membeli oven agar dapat mengisi waktu luang." Jawab Fadli.
"Wah, segeralah menikah Ustadz Fadli supaya ada yang menemani di waktu luang." Goda pak Cik Abas.
Fadli terdiam sejenak, memikirkan tentang pernikahan. Bukannya Fadli tidak ingin menikah. Fadli bahkan menunggu- nunggu hari itu membayangkan punya istri yang selalu ada menemaninya kalah suka dan duka itu adalah hal yang membahagiakan bagi Fadli bila terjadi. "Saya juga sedang memikirkannya pak Cik, jika Allah berkehendak tidak lama lagi mungkin saya akan melangsungkan pernikahan." Jawab Fadli dengan senyuman kecil.
"Subhanallah, syukurlah Ustadz. Siapa gadis beruntung itu?" Tanya pak Cik Abas penasaran.
"Bila pernikahan itu jadi sayalah yang beruntung menikah dengan anaknya Kyai Haji Ahmad." Pak cik Abas kaget namun tidak menghilangkan rasa bahagianya.
"Ya ampun itu berita baik Ustadz, kalau begitu Oven listriknya geratis. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan nanti." Pak Cik Abas menyerahkan oven listrik baru pada Fadli. Fadli kaget, tentu saja dia menolak harganya jutaan Fadli tidak ingin merugikan toko pak Cik Abas.
"Saya beli saja pak Cik, lagipula saya belum menikah dan harga oven ini sangat mahal sekali. Nanti pak Cik rugi." Tolak Fadli dengan nada halus.
"Tidak, ambillah Ustadz, Allah tidak suka ada orang yang menolak rezeki dari orang lain." Akhirnya dengan berbagai bujukan Fadli menerima rezeki pemberian pak Cik Abas.
"Terima kasih banyak pak Cik."
"Sama- sama Ustadz, semoga lancar sampai ke hari pernikahan." Doa pak Cik Abas menepuk punggung Ustadz Fadli.
"Aamiin, sekali lagi terima kasih banyak pak Cik." Pak Cik Abas mengangguk mengantar Fadli sampai depan pintu toko.
__
Dari kejauhan tanpa sengaja Fadli melihat perempuan berpakaian seragam Toserba di rudung oleh 3 wanita dengan riasan menor. "PLAKKKHHH ...!!" Suara bunyi tamparan terdengar di telinga Fadli, karena tidak suka melihat perilaku buruk mereka Fadli segera menghentikan sepeda motornya. "Astagfirullah ... Apa yang telah mereka lakukan?" Tanya Fadli dalam hati.
"Awww ... Shhhhh ..." Rintih perempuan berpakaian seragam Toserba. Dari balik tembok Fadli melihat perilaku buruk mereka, namun Fadli belum tahu jika perempuan yang memakai seragam Toserba adalah Bella pacar adiknya.
"Mana duit lo, sini. Lo ingetkan kalau lo nggak mau di jual harus ganti rugi. Masih sukur dari kampung lo gue bawa ke kota...!!" Bentak wanita berpakaian merah.
"Aku tidak merasa pernah berhutang mbak Lasmi." Ucap Bella dengan tatapan datar.
"Oh berani ya lo Bella, panggil gue Lasmi lagi.. Gue udah bukan cewe kampung! Nama gue Giselle, itu nama gue sekarang!" Bentak Lasmi di depan wajah Bella.
"Periksa kantong celana dan bajunya!" Perintah Lasmi pada Vera dan Wina teman satu grub prostitusinya.
"Oke Giselle!" Jawab Vera dan Wina tersenyum licik mulai memeriksa kantong celana juga baju yang di kenakan Bella.
"Kalian gila!" teriak Bella kini menampar balik mereka bertiga.
"Plakkkhhh....!"
"Plakkkhhh....!"
"Plakkkhhh....!"
Bunyi tamparan pipi Lasmi, Vera dan Wina memerah. Melihat itu Fadli tercengang. Fadli mengira Bella akan bersikap diam ataupun berteriak minta tolong ini di luar dugaannya.
"KURANG AJARRR.....!!" teriak Lasmi, Vera dan Wina merasakan nyeri pada pipi kanan mereka.
"Jangan ganggu aku lagi mbak. Kalian nggak malu sama orang tua kalian di kampung jauh- jauh ke kota cuman jadi PSK." Terang Bella melangkah pergi wajah kesal, tapi baru 3 langkah Bella pergi Lasmi mengarahkan botol miras ke kepala Bella.
Melihat Lasmi akan memukulkan botol miras ke kepala Bella Fadli langsung menarik tangan Bella sehingga posisi mereka berbalik, ada sedikit rasa kaget melihat perempuan Toserba itu adalah pacar adiknya Rey. "Bella, shhhhh...!" Rintih Fadli merasakan peri pada punggungnya. Karena tinggi badannya botol miras itu tidak mengenai kepala Fadli, tapi tetap saja Fadli terluka. Tangan Bella yang secara refleks memeluk punggung Fadli merasakan tetesan darah.
"Bodoh itu, lo salah sasaran Giselle!" teriak Wina dan Vera. Mereka bertiga lari ketakutan takut masalah ini berimbas ke polisi.
Baju koko putih yang di kenakan Fadli kini menjadi merah di bagian punggungnya. Tapi Fadli dan Bella masih saling menatap. Entah kenapa Fadli bahkan melupakan rasa sakit sejenak. "Astaghfirullahaladzim ..." Fadli langsung melepaskan tangan dari tubuh Bella. Begitupun Bella yang sama kagetnya dengan Fadli. Entah datang dari mana tiba- tiba kakak Rey bersikap seperti super Hero.
"Darah ...?!" Teriak Bella melihat telapak tangannya.
"Kamu baik- baik saja?" Tanya Fadli menatap Bella. Bella mengangguk tidak seharusnya kakak Rey menghawatirkan dirinya sementara dia yang terluka.
"Sebaiknya kita ke rumah sakit, lukanya cukup dalam." Ajak Bella melihat Ustadz Fadli dengan tatapan miris. Fadli merapikan peci yang di pakainya kemudian menggeleng.
"Tidak perlu, ini hanya luka kecil." Tapi tanpa persetujuan Ustadz Fadli Bella langsung mengambil kunci motor jadul dari kantong baju kokok yang di pakainya. "Ehh," Ustadz Fadli menatap kaget melihat Bella menyalakan sepeda motornya.
"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Fadli menatap Bella bingung.
"Naik!" Perintah Bella menyuruh Fadli duduk di jok belakang. Fadli malah terdiam bingung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kamu mau kemana?" Tanya Ustadz Fadli yang kian bingung. Karena kesal melihat sikap Ustadz Fadli Bella langsung menarik tangan Ustadz Fadli agar segera duduk di jok belakang.
Akhirnya dengan terpaksa Ustadz Fadli duduk jok belakang. Tentunya sedikit menyisakan jarak agar tidak terjadi salahpaham.
30 menit kemudian luka di punggung Ustadz Fadli telah di jahit dan di perban. Bella juga telah menebus obat dan membayar biaya rumah sakit. Fadli sedikit merasa tidak enak dengan sikap Bella.
"Kamu kenapa kamu membayarnya?" Tanya Fadli berjalan mengikuti Bella sampai di area parkir.
"Ambil ini Bang." Bella menyerahkan kresek berisi tebusan obat tadi. Fadli menerimanya meskipun sedikit enggan merepotkan Bella.
"Bella dan Rey akan menikah bulan depan. Jadi ini tidak seberapa dari pada kebaikan Abang." Tanpa menunggu jawaban dari Fadli Bella berjalan begitu saja. Rey saja belum bisa mencari nafkah dan apa tadi menikah? Ini benar- benar di luar dugaannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!