NovelToon NovelToon

"Aku Istrimu, Hargailah Aku..!!"

Part 1

Perkenalkan, namaku Almira Setiawati. Umurku sekarang sudah hampir kepala 4. Aku punya kisah yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.

Sebuah kisah perjalanan cinta seorang istri dalam membina keharmonisan rumahtangga.

Baiklah... Kita mulai ceritanya ya..

Suamiku bernama Ferdinan Arya, biasa di panggil Ferdi. Kami menikah saat aku berumur 25 tahun.

Orang tuaku tidaklah menyukaiku. Mereka selalu memperlakukan aku seperti anak tiri.

Pernah suatu hari, saat aku sedang duduk di bangku SMP. Aku ingat jelas klo saat itu sedang ujian tengah semester dan keesokan harinya, hasilnyapun keluar.

“Mira, Kamu kenapa selalu seperti ini sih? Nilai kamu selalu tidak sempurna. Kamu kalah dari adikmu.” Ucap ibu saat melihat hasil ujianku

“Maafkan aku, Bu. Aku sudah berusaha tapi aku hanya bisa mendapatkan nilai 80.” Ucapku

“Maaf.. Maaf.. Usaha apanya?! Ini buktinya kamu dapat nilai jelek seperti ini.” Ucap ibu ketus

“Sekarang sebagai hukuman, kamu tidak boleh keluar rumah dan harus belajar lagi. Ibu tidak mau, ulangan besok, kamu dapat nilai jelek. Dan kamu juga tidak boleh makan, sebelum kamu selesai belajar.” Ucap ibu ketus

“Iya, Bu.” Sahutku pasrah

Setelah kejadian itu, aku berusaha sebisa mungkin untuk memenuhi keinginan ibu.

Setelah aku lulus SMP, akupun melanjutkan ke SMU. Namun saat aku di SMU, ibuku sudah tidak pernah memaksaku lagi untuk dapat nilai yang sempurna.

Mungkin bagi ibuku, aku sudah tidak ada harapan lagi. Oleh sebab itu, dia lebih memperhatikan adikku yang beda usia 5 tahun dariku.

Aku akui, adikku genius. Walau kondisi sedang melihat TV sekalipun, apa yang sedang dia baca, dia bisa mengingatnya. Beda denganku. Aku perlu suasana yang hening dan tenang untuk mencerna semua pelajaran.

Setelah mendekati kelulusan SMU, aku berfikir untuk tidak melanjutkan kuliah. Karena aku tahu, itu akan jadi beban buatku.

“Sembarangan saja kamu tidak mau kuliah. Kamu mau buat ibu malu di mata orang-orang? Apa kata mereka kalau sampai tahu ada anak ibu yang tidak meneruskan kuliah?! Nanti disangkanya ibu tidak bisa membiayai kamu kuliah.” Ucap ibu marah

“Bukan begitu bu. Aku hanya ingin cari uang sendiri bu.” Ucapku

“Apa? Cari uang sendiri? Kamu mau buat ibu malu ya? Mau ditaruh dimana muka ibu ini hah?!” Ucap ibu

“Bukan begitu bu. Aku tidak bermaksud mau buat ibu malu, tapi...” ucapanku terpotong oleh ibu

“Sudah tidak ada tapi-tapian. Pokoknya kamu harus meneruskan kuliah.” Ucap ibu

“Ya sudah, Bu. Jika memang itu yang ibu inginkan. Aku akan menurutinya.” Sahutku pasrah

Ya begitulah... Segalanya mengenai hidupku, ibu yang selalu mengatur. Aku tidak punya hak untuk mengungkapkan keinginanku.

Lalu aku pun kuliah. Tapi saat-saat kuliah, ibuku bilang kalau dia hanya akan membayarkan uang kuliahnya saja tiap semester dan untuk fotocopyan, biaya skripsi serta biaya wisuda, ibuku tidak mau tahu.

Alhasil, aku harus tetap cari uang sendiri untuk uang jajanku dan juga keperluanku yang lain hingga aku lulus sarjana.

Setelah aku lulus, aku bersyukur langsung mendapatkan pekerjaan yang tetap. Namun ketika aku mulai bekerja, ibu selalu mengingatkanku agar membantu biaya sekolah adikku sebagai ganti saat aku di biayai kuliah dulu oleh ibuku.

Ya begitulah... Rasanya sedih jika mengingatnya... Terlihat mampu namun kenyataannya, ingin apa, harus berusaha cari sendiri.

Kehidupanku berlanjut seperti itu hingga aku bertemu dengan suamiku, Ferdinan Arya.

Lalu apakah kehidupanku jauh lebih baik setelah ini?

Tunggu kelanjutannya di next...

Lanjut..👇

Part 2

Sore itu, sepulang aku dari kerja, aku di undang ke sebuah acara. Di sanalah aku bertemu dengan Ferdinan Arya, sesosok pria yang menurutku dewasa.

Dari pertemuan tersebut, ternyata dia diam-diam menyukaiku. Dan dia pun akhirnya meminta nomor ponselku. Dari sana, kami mulai saling mengirim pesan singkat.

Setelah 2 bulan saling mengenal, akhirnya dia menyatakan perasaannya kepadaku dan aku pun menerimanya. Karena waktu itu aku berpikir kalau umurku yang 23 tahun itu sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main.

Dari waktu ke waktu, kami menjalin hubungan tanpa ada masalah apa-apa. Kami saling melengkapi satu dengan yang lainnya

Setelah menjalin hubungan selama 2 tahun, dia pun memutuskan untuk melamarku.

“Mir, mau tidak kamu menjadi istriku dan ibu dari anak-anakku?” ucap Ferdinan saat itu

“Iya mas. Aku mau.” Sahutku

Dan beberapa bulan kemudian, kamipun menikah dengan acara yang sederhana dengan biaya sendiri.

Setelah acara pernikahan, kami pun memutuskan untuk menyewa tempat tinggal sendiri

Dari sanalah awal kisah kehidupan rumah tangga kami

********

“Mas, sekarang kan kita sudah berumah tangga sendiri, berarti aku boleh tidak beli apa yang inginkan selama ini. Contohnya make up?” tanyaku

“Kalau bisa jangan beli apa-apa dulu. Kita kan masih harus belajar ngadaptasi dengan kehidupan rumah tangga kita.” Sahut mas Ferdi

“Tapi mas, dari dulu aku tidak bisa beli itu semua. Apa sekarang sekedar beli bedak saja aku masih tidak bisa?” protesku

“Mil, gajimu dan gajiku hanya cukup untuk bayar sewa kontrakan dan juga makan sehari-hari. Belum lagi nanti saat kita punya anak. Pasti butuh biaya besar. Kita harus coba menabung sedikit-sedikit mulai dari sekarang.” Ucap mas Ferdi

“Ya sudah mas kalau begitu.” Ucapku pasrah

Satu minggu setelah itu, tepatnya waktu tanggal tua, tiba-tiba mas Ferdinan mengatakan sesuatu padaku sebelum berangkat kerja

“Mil, aku minta uangnya donk. Uang peganganku sudah habis. Kan sudah aku kasih semua ke kamu. Aku mau buat beli bensin. Kalau tidak ada bensin, nanti kita tidak bisa berangkat kerja.” Ucap mas Ferdinan

“Iya. Berapa mas?” tanyaku

“200rb ada tidak?” tanyanya

“Ini mas.” Ucapku yang sebenarnya itu uang satu-satunya untuk simpanan

Setelah menerima uang dariku, kami pun langsung berangkat kerja.

“Mudah-mudahan cukup ya Allah... Sampai nanti gajian lagi.” Gumamku dalam hati

Setelah beberapa hari kemudian, ternyata mas Ferdinan meminta uang lagi padaku.

“Mas, jujur, uang 200 yang kemarin itu uang simpananku. Sekarang aku sudah tidak ada uang lagi mas. Ini ada untuk makan sehari-hari.” Ucapku

“Bagaimana sih kamu?! Kan aku sudah bilang supaya disimpan jangan dibelikan apa-apa.” Ucapnya ketus

“Astaghfirullah mas, aku tuh tidak beli apa-apa. Uang habis karena semua kebutuhan rumah tangga juga pada naik.” Jelasku

“Hala.. Palingan kamu alasan saja kan?! Bilang saja kalau aku tidak boleh minta.” Sahutnya

“Bukan begitu mas. Aku benar-benar tidak ada uang buat kasih mas.” Ucapku

“Ya sudahlah...” sahutnya dan kemudian...

“Brak...” dia membanting pintu

“Astaghfirullah mas, kenapa sekarang kamu jadi berubah seperti ini?” gumamku sambil mengelus dada.

Keesokan harinya, kami berangkat kerja seperti biasa

“Ya sudah, kamu cari pinjaman sana ke teman-teman kerjamu.” Suruhnya saat aku turun dari motor

“Kenapa tidak mas sendiri yang cari pinjaman?! Mas kan juga punya teman.” Ucapku

“Malu aku kalau pinjam ke teman. Sudah kamu saja, pinjam ke teman-temanmu.” Ucapnya

“Ya sudah, aku usahakan ya mas. Tapi aku tidak janji.” Ucapku

“Pokoknya kamu harus dapat. Masalahnya bensin sudah mulai menipis.” Ucapnya

“Iya mas.” Sahutku singkat.

Sesampainya di tempat kerja, aku termenung memikirkan bagaimana caranya mencari pinjaman uang

“Mir, kamu kenapa?” tanya Linda teman kerjaku

“Lin, aku lagi bingung nih.” Sahutku

“Bingung kenapa, Mir?” tanya Linda

“Tadi suamiku menyuruhku mencari pinjaman uang 200 ribu. Aku bingung mau pinjam ke siapa.” Jelasku lirih

“Ya ampun, Mir. Masalah seperti itu saja kamu bingung. Kamu sudah lupa ya kalau masih ada aku. Aku kan temanmu, Mir.” Ucap Linda

“Iya sih. Tapi aku tidak enak kalau harus pinjam ke kamu.” Ucapku

“Kenapa tidak enak?” tanya Linda heran

“Ya... Aku tidak enak karena takut merepotkanmu.” Ucapku

“Ya ampun, Mir. Seperti dengan siapa saja. Ya sudah, nanti aku ambilkan uangnya dulu di tas.” Ucap Linda

“Terimakasih, Lin. Maaf sudah merepotkan.” Ucapku

“Iya. Tidak apa-apa.” Sahut Linda

Setelah beberapa saat kemudian, Linda pun datang dengan membawakan uang yang ingin aku pinjam.

“Ini, Mir.” Ucapnya sambil memberikan uangnya

“Terimakasih, Lin. Nanti, saat gajian, aku kembalikan ya.” Ucapku

“Iya. Santai saja.” Sahutnya dengan tersenyum

“Alhamdulillah ya Allah. Masih ada orang yang percaya padaku dan memberikan pinjaman kepadaku.” Gumamku dalam hati sambil tersenyum-senyum sendiri dan ini terlihat oleh Linda

“Nah lho, terus sekarang kamu senyam-senyum sendiri seperti ini?” tanyanya heran

“Eh.. Oh.. Tidak apa-apa, Lin. Aku hanya bersyukur karena masih ada orang yang mempercayaiku.” Ucapku

“Eh, dasar kamu tuh ya. Orangnya terlalu serius. Santai saja, ok.” Ucap Linda dan akupun mengangguk sambil tersenyum

.

.

.

.

Lanjut..👇

Part 3

Saat pulang kerja aku pun memberikan uang yang tadi aku pinjam dari temanku, Linda.

“Mas, ini sudah aku pinjamkan dari temanku.” Ucapku

“Iya. Mana?” ucapnya

“Ini mas.” Ucapku

Setelah itu, uangnya pun dia masukan ke dalam kantong.

***********************************

Setelah 1 bulan berlalu, aku pun merasa ada yang aneh dengan diriku

“Mas, aku kok merasa kurang sehat ya?” tanyaku

“Kamu pakai istirahat saja dulu. Tidak usah kerja.” Ucap mas Ferdi

“Sepertinya tidak bisa deh mas. Masalahnya aku harus segera menyelesaikan laporan bulananku.” Ucapku

“Ya sudah kalau kamu memaksa.” Sahutnya

Disaat aku pulang kerja, aku pun kepikiran untuk membeli testpack dan di waktu bangun tidur pagi, aku mengeceknya. Ternyata memang benar, aku hamil

“Mas.. Bangun mas, mas... bangun.” Ucapku yang bahagia ingin segera memberitahukannya pada suamiku

“Hmm... Ada apa?” tanyanya

“Mas, lihat deh ini.” Ucapku sambil memperlihatkan testpack tadi

“Terus?!” ucapnya

“Mas, aku positif hamil. Mas tidak lihat ini garisnya ada dua?” ucapku

“Oh.. Ya sudah.” Ucapnya lalu meneruskan tidurnya lagi

“Kok begini sih?” gumamku dalam hati.

“Ya sudahlah.” Gumamku lagi

Lalu akupun mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Lagi dan lagi, aku pun duduk terdiam sampai-sampai aku tidak tahu kalau sedang ada yang memperhatikanku

“Lin, temanmu itu kenapa?” Tanya pak Anton, manajer keuangan tempat aku kerja

“Mana aku tahu. Kenapa tidak bapak tanya sendiri saja langsung ke orangnya?” ucap Linda

“Ya sudah deh, aku tanya langsung ke dia.” Ucap pak Anton

Setelah mengatakan itu, pak Antonpun langsung duduk di sampingku.

“Mir, kamu kenapa duduk di sini sendirian?” tanya pak Anton

“Eh, bapak. Hmm... Tidak ada apa-apa pak. Aku sedang merasa kurang sehat saja.” Sahutku apa adanya

“Kamu sedang tidak enak badan?” tanyanya dan aku mengangguk

“Kalau kamu sedang tidak enak badan, kenapa kamu kerja. Lebih baik kan kalau kamu ijin dulu untuk istirahat.” Ucap pak Anton

“Tadinya sih inginnya seperti itu. Tapi aku ingat kalau hari ini aku harus buat laporan. Jadinya aku masuk deh.” Jelasku

“Ya ampun, Mira.. Mira.” Ucap pak Anton sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Terus sekarang kamu sudah selesai buat laporannya?” tanya pak Anton kemudian

“Tinggal sedikit lagi, Pak.” Sahutku

“Ya sudah, lebih baik kamu pulang saja sekarang. Masalah sisa pekerjaan kamu, biar Linda yang teruskan.” Ucap pak Anton

“Tidak, pak. Terimakasih. Biar aku yang lanjutkan laporannya.” Ucapku kekeh

“Ya ampun, Mira.. Mira... Kenapa kamu keras kepala sekali sih?” ucap pak Anton tak habis pikir denganku dan akupun hanya tersenyum

Tak terasa jam pulang pun tiba. Aku pun seperti biasa di jemput oleh mas Ferdi. Aku pun langsung minta kepada mas Ferdi untuk mengantarkanku ke bidan dan dia pun mengantarkannya.

Sesampainya di bidan, aku diberi tahu kalau usia kandunganku ternyata sudah 5 minggu.

Aku senang sekali mendengarnya. Lalu aku pun diberi obat. Tapi herannya obatnya buanyak sekali. Tapi ya sudahlah.

“Jangan lupa, obatnya diminum” Ucap Mas Ferdi dan aku pun mengangguk

Dan keesokan harinya adalah hari libur. aku merasakan mual yang teramat sangat sehingga membuatku tidak bisa masak

“Kamu tidak masak ya, Mir?” tanya mas Ferdi

“Tidak mas. Aku tidak masak.” Ucapku

“Bagaimana sih?! Kalau kamu tidak masak, terus kita makan apa?” tanya mas Ferdi

“Maaf mas. Tapi aku mual.” Ucapku

“Alasan saja kamu. Kamu gunakan hamilmu untuk lepas dari tugasmu ya?!” ucap mas Ferdi ketus

“Beneran mas. Aku mual. Aku tidak bohong.” Ucapku

“Sudah tidak usah banyak alasan. Pokoknya sekarang kamu masak. Aku sudah lapar.” Ucap mas Ferdi

“Iya mas. Aku coba masak.” Ucapku sambil menahan rasa mual

Setelah beberapa saat, aku pun selesai masak

“Mas, masakannya sudah siap.” Ucapku

“Ambilkan, Mir.” Ucap mas Ferdi

“Iya mas. Aku ambilkan. Sebentar.” Ucapku

“Ini mas.” Ucapku sambil memberikan sepiring nasi dan juga lauknya.

Beberapa saat kemudian...

“Ini makanan apa? sampah? Kok rasanya tidak karuan begini?!” ucap mas Ferdi

“Maaf mas. Tadi mulutku mual saat mau mencicipi. Jadinya tidak aku cicipi.” Jelasku

“Bagaimana sih? Bilang aja kalau kamu tidak mau masak. Tidak usah di bikin tidak enak seperti ini.” Ucapnya yang lagi-lagi ketus

“Ya sudahlah. Tahu begitu aku beli makan saja di luar.” Ucapnya sambil menaruh piringnya dengan kasar

“Ya ampun mas, kok mas sekarang berubah sih?” ucapku

“Berubah bagaimana sih?! Kamu tuh yang berubah. Tidak seperti dulu lagi.” Ucapnya

“Sudah ah. Aku mau keluar. Mau beli makanan buat makan. Lapar.” Ucapnya sambil keluar dan membanting pintu

“Astaghfirullah... Mas... Kok kamu seperti ini sih?” ucapku lirih dan rasanya ingin sekali menangis

Beberapa saat kemudian, mas Ferdi datang dan membawakanku makanan. Dan diapun melihatku sedang menangis

“Ngapain kamu menangis?! Begitu saja menangis. Dasar. Nih aku bawakan makanan buat kamu. Awas kalau sampai tidak kamu makan.” Ucapnya lalu menyalakan TV

.

.

.

.

.

Lanjut...👇

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!