Aku melihat Kubah di depanku. Api terus menjilat setiap inci di dalamya. Tidak pandang bulu. Kobaran apinya terasa panas di kulitku. Sementara itu, Di dalam sana ada Dia.
Matahariku...
Kami bertempur mati-matian untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran. Iblis jelmaan kakek Bangsawan Dalto menyerang. Seluruh umat manusia yang dipilih pendeta suci bersatu melawan iblis itu (Baca Morning Dew series : Rain Poor ). Sementara yang lain bertempur melawan pasukan iblis, Aku sebagai salah satu dari tiga orang terpilih yang dapat menarik segel suci menuju ke altar untuk melakukan pengorbanan diri agar dapat membunuh iblis. Karena siapapun yang menarik segel itu akan ikut hancur bersama iblis itu.
Namun ketika Aku sedang menunggu kematianku. Pangeran Sera suamiku yang juga salah satu dari orang yang dapat menarik segel suci datang. (Baca Morning Dew Series : Water Ripple). Dia menyuruh orang kepercayaannya untuk membawaku pergi kemudian Dia menggantikan diriku. Menarik segel suci dan hancur bersama iblis itu di depan mataku.
Lututku terasa lemas. Aku ambruk di tanah. Menatap kobaran Api yang mengamuk dengan ganasnya. Asap membumbung tinggi di udara. Membuat awan menjadi gelap.
Kenapa Dia ada di sini ?. Tidak seharusnya Dia berada di sini. Bagaimana Dia mengetahui semuanya ?.
Aku terus memandang kobaran api itu. Kubah di depanku melindungi apapun yang berada di garis luar dari kehancuran yang terjadi ketika segel suci di lepaskan, Tapi Dia juga membunuh apapun di dalamnya tanpa ampun.
Gererou berdiri di sampingku. Dia kemudian berlutut. Memberi penghormatan kesatria. Diikuti yang lain.
Aku tidak mampu mengatakan apapun. Aku ingin menangis. Tapi entah bagaimana, Aku lupa caranya menangis. Air mataku tidak mampu keluar meskipun kesedihan menghantamku dengan kuat. Aku seolah mati rasa. Aku hanya duduk memandang ke depan. Diam. Membisu.
Setelah beberapa lama, Api mulai padam. Terlihat pohon-pohon terbakar. Tanah seperti di balik dengan kasar. Hancur berantakan. Tidak ada kehidupan apapun di dalam sana. Semuanya terbakar bersama iblis itu.
Terdengar langkah Kaki kuda mendekat.
"Astaga, Parah sekali" Terdengar gumanan Bangsawan Voldermon di dekat Kami. "Yuki, Apa Kau baik-baik saja ?"
Suara itu seolah berasal dari tempat yang jauh. Aku diam. Memandang ke depan. Mulutku seolah terkunci rapat. Seseorang membalikkan badanku. Memaksaku untuk melihatnya.
Mata Biru Pangeran Riana tajam menatapku. Kedua tangannya mencekal bahuku erat. "Apa yang terjadi ?" Tanya Pangeran cepat.
Aku diam.
"Dimana Sera ?" Pangeran bertanya lagi ketika tidak ada yang menjawab. Pangeran menggoncangkan bahuku. Matanya menunjukan ketakutan. "Yuki..Katakan padaku..Dimana Sera ?" Tanya Pangeran lagi lebih keras.
Wajah Pangeran Sera yang tersenyum memandangiku saat Aku dibawa pergi oleh Gererou kembali terlintas. Suatu keikhlasan dan keteguhan hati ketika Dia berdiri di atas mimbar. Senyum perpisahan. Aku menatap Pangeran Riana di depanku.
"Dia sudah tidak ada" Kataku lirih. Entah kekuatan dari mana ketika Aku mengatakannya. Aku mengatakannya dengan lancar.
Pangeran Riana mengernyit. "Apa..?"
"Pangeran Sera sudah meninggal. Dia meninggalkan posisinya di pertempuran dan mengantikanku menarik segel suci. Seharusnya yang Aku berada di sana. Tapi Dia menyusulku. Entah bagaimana Dia mengetahuinya. Dia menyusulku dan menyuruh Gererou membawaku pergi. Dia mengantikanku. Seharusnya Aku yang berada di dalam sana bukan Dia. Ini tidak seperti yang kubayangkan" Rancauku cepat. Nafasku tersenggal-senggal saat mengatakannya. Aku menatap Pangeran Riana kebingungan.
"Putri Yuki" Curly terbang di udara dan menghampiriku dengan cepat. Matanya menbelalak lebar saat melihatku.
"Curly.." Aku menggapai tanganku. Mencoba meraihnya. Curly menatap ke dalam kubah dan Aku bergantian. Dia kemudian menundukan sikap bersimpati padaku. Curly menyentuh bahuku. Kedua telinganya terkulai di kedua sisi kepalanya.
Aku diam membisu. Semuanya membisu. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Kemudian Curly menegakkan telinganya secara tiba-tiba. Menatap ke seseorang dengan pandangan geram. "Dia yang menceritakannya. Orang itu yang memberitahukan semuanya kepada suamimu"
Aku menoleh. Mendapati Pendeta Serfa berdiri menatap Curly terkejut. Tapi kemudian dengan cepatnya Dia menyembunyikan perasaannya dan bersikap seolah semua adalah hal yang wajar terjadi.
Sontak, Akhirnya Aku mengerti semuanya. Kenapa Pangeran Sera bersikap aneh. Itu bukanlah hanya perasaanku saja. Aku harusnya lebih mempercayai hati nuraniku. Aku seharusnya menyadarinya. Saat Aku menemukannya sedang berbicara dengan Pangeran Sera, itulah saat Pendeta Serfa mengatakannya kepada Pangeran Sera kebenarannya.
Harusnya Aku menyadarinya dari awal. Pendeta Suci pernah mengatakan kepadaku bahwa hanya para pendeta yang mengetahui kenyataan bahwa hanya Kami bertiga yang dapat menarik segel suci itu.
"Semua pendeta" inilah kuncinya.
Aku lupa jika Semua pendeta yang di maksud Pendeta suci juga termasuk Pendeta Serfa dan Pendeta Naru di dalamya.
Tapi Aku tidak mengerti apa tujuannya mengatakannya setelah sekian lama bungkam.
Aku seharusnya tau semenjak pembicaraan itulah Pangeran Sera berubah. Dia sering melamun di malam hari sembari memandangiku. Mungkin Dia sedang memikirkan langkah-langkah yang akan dilakukannya ketika Dia menggantikanku berkorban. Pangeran Sera sudah memutuskan untuk menggantikanku semenjak itu. Tanpa keraguan.
Pendeta Serfa tahu, Pangeran Sera tidak mungkin membiarkanku mati. Karenanya Dia memutuskan untuk menceritakan kepada Pangeran Sera.
Tapi kenapa ?. Kenapa melakukannya. Bukankah Nara sudah lahir. Penerus tahtah Garduete selanjutnya sudah ada. Seharusnya sudah tidak jadi masalah jika Aku mati. Tapi Kenapa ?.
"Ramalan putri duyung" Kata Curly seolah menjawab semua pertanyaan di dalam kepalaku.
Ramalan Putri duyung.
Ramalan yang mengatakan bahwa Aku akan melahirkan tiga orang putera dan satu orang puteri. Anak-anak yang membawa takdir yang luar biasa.
Anak pertama seorang pemimpin.
Anak kedua seorang pejuang
Anak ketiga seorang pemikir
dan anak keempat seorang pelindung
Empat anak yang membawa takdir besar.
Awalnya Pendeta Serfa tidak peduli jika Aku mati setelah melahirkan anak yang meneruskan tahtah kerajaan Garduete. Tapi begitu Dia mendengar ramalan itu. Pikirannya berubah. Dia menginginkan anak-anak itu menjadi Penerus kerajaan Garduete. Anak-anak yang dilahirkan dari seorang Ciel pastilah sangat berharga. Dia menginginkan Mereka semua. Karenanya dengan hati dingin Dia menceritakan kebenarannya pada Pangeran Sera.
Secara tidak langsung, Dialah yang mengalungkan kematian pada Pangeran Sera. Dia tahu, Pangeran Sera tidak akan membiarkanku mati. Dia juga tahu Pangeran Riana tidak boleh mati karena ada Nara. Pangeran Riana harus bertahan hidup untuk melindungi Nara dalam situasi kerajaan yang kejam sampai Nara mampu melindungi dirinya sendiri. Hanya Pangeran Sera satu-satunya orang yang tepat, yang mampu mengantikan kematianku.
Aku merasakan luapan emosi didalam diriku ketika memikirkan semuanya.
Pangeran Sera menyerahkan tahtahnya kepada Pangeran Arana. Dia menyelesaikan semua urusannya, Melepaskan diri dari kehidupan kerajaan dengan alasan ingin fokus bersamaku akhir-akhir ini. Itu hanya alasan. Kebenarannya Dia ingin menghabiskan waktu bersamaku sebelum Dia mati.
Itulah kebenarannya.
Aku berjalan pelan. Menuju Pendeta Serfa yang diam mematung di tempatnya. Ketika Aku sudah berdiri di hadapannya. Aku memandangnya dengan emosi yang berkecamuk di dalam dadaku.
"Apa sekarang Kau sudah puas" Bisikku dengan suara gemetar. Pendeta Serfa menundukkan kepala dengan sikap hormat.
"Saya turut berduka dengan kematian Pangeran..."
Pllakk !!!
Aku menampar Pendeta Serfa keras. Bangsawan Asry tampak hampir saja menghampiri Kami untuk melerai. Tapi Bangsawan Xasfir menahannya.
Semuanya memandang Kami berdua tanpa ada yang berkomentar. Aku menjatuhkan tanganku ke kedua sisi tubuhku. Memandang ke sekeliling. Pandangan simpati Mereka malah membuat duka yang begitu dalam di hatiku. Rasanya lebih sakit daripada saat Aku kehilangan Bangsawan Dalto, Ayah atau Rena.
Aku merasakan kosong. Jiwaku telah pergi bersama Pangeran Sera.
Aku melangkah mundur. Curly terus mengikutiku. Berpegangan di bahuku. Aku berjalan gotai meninggalkan Mereka di belakangku.
Kenangan saat Aku bersama Pangeran Sera terulang di dalam kepalaku. Bagaimana Kami pertama kali bertemu. Dia begitu baik dan hangat. Aku menyukai mata birunya. Biru laut yang menyenangkan. Senyumnya yang menawan. Ketika pertama kali Kami mengobrol di ruang masak saat Aku kabur dari kejaran penjaga Pangeran Riana. Ketika Dia menciumku untuk pertama kali. Ketika Dia mengajakku kabur dari penjagaan Pangeran Riana dan Kami menonton pertunjukan bersama. Segala kebaikannya. Segala cintanya.
Dia bagaikan matahariku. Bertemu dengannya seperti mendapatkan bintang jatuh, Selalu membawa keberuntungan. Memang di dalam pertemuan Kami, juga ada luka dan air mata. Kemarahanku membuatku pergi meninggalkannya. Tapi jika Aku memikirkan semua kebahagiaan dan kesedihan itu...Aku menyadari bahwa inilah kebahagiaan Kami. Ini juga kebahagiaan.
Aku terus melangkahkan kakiku. Asap masih mengepul di dalam kubah. Terdengar suara petir menggelegar bersahut-sahutan. Tidak berapa lama hujan turun cukup deras.
Aku membiarkan pakaianku basah.
Sendiri.
Sekarang Aku sendiri.
Dia sudah pergi. Matahariku telah meninggalkan Aku.
Perasaanku kebas. Aku tidak tahu harus bagaimana. Ini adalah mimpi burukku. Aku masih ingat bagaimana Pangeran Sera tampak senang saat mengetahui Aku akan mempunyai empat orang anak. Dia tampak bahagia. Di dalam matanya jelas terlihat jika Dia tidak peduli apakah Nara adalah anaknya atau tidak. Asal Aku bahagia itu sudah cukup baginya. Dia memiliki mimpi.membangun keluarga bersamaku. Tanpa Dia sangka bahwa kabar gembira yang dibawakan para Putri Duyung itu menjadi surat kematiannya di kemudian hari.
Apakah Putri Duyung sudah mengetahui hal ini ?. Apakah Lekky juga sudah mengetahuinya ?. Karenanya Dia diam saat Aku bersedih akan perubahan sikap Pangeran Sera. Lekky mengetahui rencana Pangeran Sera.
Di ujung jalan. Aku melihat Pendeta suci berdiri memandang ke atas langit. Hujan membasahi tubuhnya yang ringkih. Dia bersama murid-muridnya, yang menunggunya dengan setia di belakangnya. Aku terus berjalan mendekatinya.
"Apakah Kau mengetahuinya hal ini sendari awal ?" Tanyaku kelu Ketika Aku sudah cukup dekat dengan pendeta suci. Aku juga sudah memikirkannya. Pendeta Suci tidak terlalu menekan Pangeran Sera untuk mendatangkanku waktu itu. Karena Dia tahu bahwa pada akhirnya Pangeran Seralah yang akan berkorban menarik segel suci. Dia menyuruhku datang untuk melindungi anak-anakku. Anak yang jelas dilahirkan dari seorang ciel.
Aku seperti membenci hal itu. Darah Ciel. Darahku. Bagi semua orang ini adalah Anugrah. Tapi bagiku ini adalah kutukan. Aku sudah kehilangan banyak orang yang kusayangin karena darah yang mengalir di tubuhku ini. Sudah cukup banyak nyawa melayang karena Aku.
"Aku hanyalah penjaga dunia ini. Bukan pengubah takdir. Kehidupan dan kematian sudah ditulis jauh sebelum Kita lahir ke dunia. Kita Manusia hanya menjalaninnya. Anakku...Jangan sia-siakan pengorbannya. Yakinlah suatu saat nanti Kalian akan bersama" Kata Pendeta Suci dengan suara bijaknya.
Aku mengepalkan tanganku. Mengatupkan bibirku rapat. "Simpan saja semua itu untuk dirimu sendiri pendeta" Kataku lirih. Aku kembali berjalan. Melewatinya. Menuju ke kuil suci.
Mungkin karena kesedihan yang kurasakan. Beban emosional yang begitu besar. Aku merasakan duniaku berputar dengan tiba-tiba. Tak berapa lama Aku merasakan kegelapan menyelimutiku.
"Apa yang terjadi ?" Kataku kebingungan. Yuki baru saja pergi dari sini. Dia terlihat mengerikan. Wajahnya menunjukan kehampaan. Tidak berjiwa.
Aku pernah melihat wajah seperti itu ada pada diri Riana lima tahun terakhir sebelum akhirnya Yuki kembali muncul di depan Kami. Kesedihan yang begitu besar.
Serfa berdiri diam. Terlihat bekas tamparan Yuki di pipinya. Riana menatap Serfa tajam. Jelas ini bukan sesuatu yang bagus.
Sera berada di dalam kubah. Kemungkinan untuk selamat sangat sedikit. Sebelum perang Kami sudah diberi batas-batas yang seharusnya Kami hindari agar terhindar dari kekuatan suci yang dapat membunuh Kami.
Yuki tadi mengatakan seharusnya Dia lah yang berada di dalam kubah bukan Sera. Seharusnya Dia yang mati bukan Sera. Apa maksud semua ini ?.
"Katakan" Kata Riana dingin pada Serfa yang diam.
"Iblis itu dapat dikalahkan dengan kekuatan suci yang tersegel dengan segel suci. Dalam pertempuran ini hanya tiga orang yaitu Putri Yuki, Pangeran Sera dan anda yang dapat melepaskan segel tersebut" Jelas Serfa dengan nada datar. Dia tampak tidak terganggu dengan apa yang telah terjadi beberapa saat lalu. "Di dalam diri iblis itu ada darah Putri Yuki dan baik Pangeran Sera maupun anda terikat kuat dengan Putri Yuki, sehingga menjadikan Kalian dapat menarik segel tersebut. Tapi sayangnya, siapapun yang menarik segel suci itu akan hancur bersama iblis itu. Dia tidak mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri dari dasyatnya kekuatan suci. Seperti yang Pangeran lihat di dalam sana"
Aku memandang kedalam kubah didepanku. Api masih menjilat di beberapa tempat. Tanah dan pepohonan hancur berantakan. Aku tidak percaya dengan apa yang ku dengar, Yuki berniat mengorbankan dirinya. Dia tidak memberitahukan kepadaku soal ini. Dia merahasiakan dengan baik.
"Kenapa tidak ada satupun orang yang memberitahukanku mengenai hal ini" Kata Riana dingin.
"Semua pendeta mengetahuinya. Putri Yuki melarang pendeta suci mengabarkannya pada Kalian"
"Jika itu benar, Lalu apa motivasimu sehingga membocorkannya pada Sera ?"
Serfa terdiam. Aku memandangnya kesal.
"Katakan" Desak Riana lagi.
"Putri Yuki memiliki kesempatan untuk melahirkan keempat anaknya"
Aku paham apa maksudnya. Sial. Tampaknya saat Serfa mendengar ramalan Putri Duyung itu, Dia memutuskan untuk menyelamatkan Yuki. Serfa menginginkan anak-anak Yuki. Apalagi keempat anak itu memiliki garis takdir yang besar.
Jadi baik Serfa maupun Naru mengetahui rahasia itu. Mereka berdua diam. Mungkin mereka tahu jika Yukilah yang akan maju menarik segel itu. Yuki tidak akan membiarkan Sera Madza dan Riana menjadi korbannya. Dia pasti memilih dirinya sendiri Aku sudah hafal dengan sifatnya.
Jadi sebenarnya Yuki datang kembali adalah untuk mati. Dia sudah berulang kali mengatakan tidak datang untuk mengganggu kehidupan siapapun. Aku sekarang mengerti apa maksudnya. Hal ini membuatku semakin kesal mendengarnya.
Riana terus menatap Serfa. Aku tau, Dia juga sekarang mulai membaca apa yang sebenarnya terjadi. Dia tau baik Serfa dan Naru sebenarnya mengorbankan Yuki untuk melindungi Pangeran Mereka. Aku tidak tahu bagaimana jika saat itu Naru mendengar ramalan Putri Duyung. Akankah Naru akan menceritakan pada Riana ?.
Aku menghela nafas. Luka di lenganku akibat pertempuran terasa berdenyut. Dalam pertempuran tadi Aku terus memikirkan Yuki. Si kucing liar. Karenanya begitu Iblis berhasil di kalahkan, Aku langsung mencarinya. Aku sangat mencemaskannya. Dia tampak aneh sembari pagi. Tidak melepaskan Nara dan bersikap seolah tidak akan pernah bertemu lagi dengan Nara. Di dekatnya Aku melihat ada Sera. Berada di dekat Yuki. Memeluk Yuki dan Nara seperti keluarga kecil yang bahagia. Sera tertawa. Aku masih ingat bagaimana Dia memandang Yuki dan Nara. Cintanya terlihat jelas. Dia tidak peduli bahwa Nara bukanlah anaknya. Dia mencintai Yuki dan menerima kehadiran Nara dengan baik.
Sebagai sesama Laki-laki, Aku mengakui bahwa Dia adalah Laki-laki yang baik. Aku tidak memiliki keraguan untuk itu terlepas dari apa yang telah Dia lakukan di masa lalu.
Mungkin hal ini jugalah yang menjadi pertimbangan besar Yuki kembali padanya dan memaafkan segala kesalahannya.
Sementara perlahan kubah yang melindungi Kami mulai memudar. Tanda Kami bisa melewati batasnya. Mencari sisa kehidupan yang ada.
"Xasfir, Asry kalian pergi membantu pasukan Argueda" Perintah Riana. Dia memalingkan wajahnya menatap Kami yang berdiri diam dalam pikiran Kami sendiri.
"Kami tidak memerluhkan bantuan Kalian" Tolak Gererou tegas. Ada kemarahan dan kesedihan dalam dirinya. Ini hal wajar mengingat Dia baru saja kehilangan Pangerannya. Selain itu Dia mendengar sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi. Aku tidak menyalahkannya.
"Aku melakukan ini sebagai bentuk penghormatanku kepada Sera" Kata Riana tenang.
"Jika memang Kau berniat baik Pangeran, Berikan saja Pangeran Kami keadilan atas apa yang diperbuat pendetamu itu"
"Menurutmu, Jika Yuki yang menarik segel itu dan tewas di dalam sana. Sera tidak akan langsung menyusulnya ?"
Gererou terdiam.
Dia adalah tangan kiri Sera. Dia pasti cukup mengerti sifat Pangerannya dan bagaimana obsesinya yang besar terhadap Yuki. Aku yakin jika memang Yuki yang saat ini menjadi korban, Sera tidak akan ragu untuk menyusul kematiannya sesegera mungkin.
Terdengar langkah kaki mendekat. Aku berbalik dan menemukan seorang murid pendeta datang dengan nafas terengah-enggah.
"Ada apa ?" Tanya Riana langsung ketika Murid pendeta mendekat.
"Baru saja Putri Yuki pingsan. Pendeta suci meminta anda segera kembali untuk menemuinya. Ada beberapa hal yang ingin di bicarakan secara pribadi dengan anda Pangeran"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!