NovelToon NovelToon

2 HATI YANG TERSAKITI

A Betrayal

...🌷Selamat Membaca🌷...

BRAKKK

Sebuah mobil sedan mewah telah menabrak pembatas jalan di pusat Kota Jakarta.

"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?"

"Akibat benturan keras yang terjadi di kepala, kami harus mengatakan jika istri anda mengalami kebutaan."

.......

Ajeng Pramesti Winata

"Arggghhhhhh......."

Aku menjerit histeris saat membuka kedua mata, tak ada satu pun yang dapat ku lihat. Semuanya gelap.

"Sayang, tenanglah!"

Ku dengar suara lembut itu tepat di sampingku. Sebuah tangan mengusap kepalaku pelan, menenangkan.

"Apa yang terjadi dengan mataku? Kenapa aku tidak bisa melihat?" pekikku meminta jawaban darinya.

Usapan lembut kembali terasa di kepalaku. "Kau mengalami kecelakaan, sayang dan benturan keras di kepalamu membuat saraf matamu rusak dan kau ... mengalami kebutaan."

Deg

Apa katanya? Aku buta?

"Tidak mungkin! Kau bohong. Aku tidak mau buta. Tolong katakan jika semua itu tidak benar!" Aku memekik kembali seperti orang kesetanan. Siapa orang yang tidak akan kacau jika mengalami kejadian seperti ini. Sebelumnya bisa menyaksikan indah dan penuh warnanya dunia, kini hanya ada hitam pekat yang akan mewarnai.

"Sayang, tenanglah! Aku ada di sini. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama. Aku berjanji akan menemukan pengobatan paling mujarab untuk bisa mengembalikan penglihatanmu. Sekarang kau istirahat ya. Aku akan menemanimu."

Pria itu kembali menenangkanku. Ya... Pria yang tak lain adalah suamiku.

Sejenak, aku terdiam. Mencoba kembali memundurkan ingatan pada kejadian sebelum kecelakaan.

1... 2... 3...

Deg

Ya. Sekarang aku ingat. Kecelakaan itu terjadi karena sebuah pengkhianatan yang telah terungkap.

.......

Aku mengendarai mobil menuju toko kue milikku. Sudah lama rasanya aku tidak berkunjung ke sana.

Saat diperjalanan, tiba-tiba ponsel yang ku letakkan di atas dashboard berbunyi. Ku lirik sekilas, sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Malas mengangkat, aku membiarkannya saja. Namun, nomor itu menghubungi kembali. Terpaksa aku menepikan mobil sejenak, tidak ingin terjadi kecelakaan jika harus tetap menyetir sambil mengangkat telepon.

Ku usap tombol berwarna hijau pada layar untuk menjawab panggilan. Belum diri ini bicara sepatah kata pun, sambungan langsung terputus.

Aku menghela napas kasar, sepertinya dari orang iseng. Aku yang ingin meletakkan kembali ponsel, harus menundanya saat ada sebuah notifikasi pesan yang masuk dari nomor yang sama. Tanpa membuang waktu, aku langsung membukanya.

Deg

Mataku terbelalak seketika saat melihat isi pesan yang baru saja ku terima.. Bagaimana ini bisa terjadi? Dua orang dalam sebuah foto tampak tengah memadu kasih. Tak masalah bagiku jika itu hanyalah foto orang biasa, tapi yang membuat hatiku sakit adalah kala mengetahui jika pria yang sedang melakukannya dengan wanita lain itu adalah suamiku sendiri.

Aku meremas ponselku kuat-kuat, berupaya meredam rasa amarah yang muncul di dalam diri. Berani sekali pria itu bermain api di belakangku dan wanita itu... wanita munafik itu memang tidak tahu diri.

Tes

Ku seka air mata yang jatuh dari netra ini. Tak sudi rasanya jika harus menangis untuk sebuah pengkhianatan. Walaupun aku sangat mencintai pria yang berpose mesum di dalam foto itu, tapi tetap saja... sulit bagiku untuk menerima kenyataan ini. Kenyataan bahwa dia telah membagi kehangatan tubuhnya dengan wanita lain.

"Brengsek!" Aku memukul stir kemudi setelah sebelumnya memasukkan ponselku ke dalam tas. Foto itu adalah barang bukti yang suatu saat nanti akan berguna untukku. Aku harus menjaganya.

Setelah emosiku benar-benar terkendali, kembali ku jalankan mobil ini menuju toko. Biarlah masalah ini ku tahan terlebih dahulu. Aku ingin mengumpulkan cukup bukti apakah memang benar yang ada di foto itu adalah suamiku atau itu hanya hasil editan saja. Aku tentu saja tidak bisa percaya sepenuhnya pada si pengirim pesan misterius itu.

Aku mencoba fokus mengendarai mobilku, tapi entah kenapa tiba-tiba sebuah mobil menyalipku dari arah samping dengan kecepatan tinggi. Tidak ingin terjadi tabrakan, aku terpaksa membanting stir ke arah kanan dan BRAKKK.

Aku merasakan mobilku menabrak sesuatu yang keras. Sepertinya pembatas jalan. Masih tersadar, aku mencoba bangkit. Namun, kepala ini terasa sangat pening karena terbentur stir kemudi. Entah kenapa air bug juga tidak berfungsi. Mencoba membuka mata, tapi terlambat saat kegelapan merenggut paksa kesadaranku. Aku pingsan.

.......

Cakra Adibrata

Aku sampai di rumah saat waktu menunjukkan pukul delapan malam. Sepi... kata itulah yang tepat untuk menggambarkan keadaan di rumahku. Rumah besar ini hanya dihuni oleh sepasang suami istri dan dua orang asisten rumah tangga. Akulah si suami itu. Suami kesepian.

Aku adalah seorang CEO di sebuah perusahaan terkemuka di kota ini. Memiliki seorang istri yang cantik dan merupakan seorang dokter di rumah sakit ternama. Pernikahanku dengan wanita yang sangat ku cintai itu sudah berjalan lebih dari tiga tahun tapi... suara tawa dan tangis dari malaikat-malaikat kecil belum bisa memenuhi setiap sudut di rumahku. Aku sungguh sangat merindukan hal itu. Namun apa daya, istriku belum berniat untuk memiliki anak. Sampai kapan aku bisa bertahan dengan rumah tangga yang seperti ini.

.......

Malam ini, aku menghabiskan makan malam sendiri lagi, sama seperti malam-malam sebelumnya. Bisa dihitung dengan jari berapa kali istriku menemaniku makan. Miris, punya istri tapi berasa masih bujangan, apa-apa harus dilakukan sendiri.

Selesai makan, aku memilih menyibukkan diri di ruang kerja. Mengerjakan beberapa laporan untuk esok hari. Setelah berkutat cukup lama, lelah pun mendera. Bangkit dari tempat duduk dan melangkah masuk ke kamar.

Sampai di sana, aku menemukan istriku sudah berbaring di ranjang peraduan kami. Aku menghampiri dan langsung memeluknya dari belakang.

"Kau sudah pulang, sayang?" bisikku tepat di telinganya.

"Hm ..." Hanya gumaman yang dia berikan padaku.

"Aku merindukanmu, bisakah malam ini kita-"

"Maaf, aku capek."

Belum selesai aku mengutarakan keinginan ini, dia sudah menolakku terlebih dahulu. Kecewa, tentu saja. Ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan perlakuan seperti ini. Lama-lama rasanya muak juga.

Ku lepas pelukan di tubuhnya. Ku tegakkan tubuh dan memilih duduk bersandar di kepala tempat tidur. Ku hela napas kesal sebelum memanggil nama wanita tercintaku itu.

"Hm ..." Begitulah responnya setelah ku panggil, membuatku jengah.

Ku panggil lagi namanya, kali ini cukup keras.

"Ada apa sih, Mas? Ini sudah malam aku lelah dan ingin tidur!" protesnya sembari bangkit dari acara berbaringnya. Matanya menatapku tajam.

Tak ku pedulikan protesannya, mataku menatapnya tajam sama seperti yang dia lakukan.

"Sudah tiga tahun kita menikah, aku ingin punya anak!" tekanku.

Ku lihat wajahnya langsung berubah muram. "Maaf, Mas. Saat ini aku sedang berada di puncak karirku, jadi aku tidak ingin kehadiran anak akan menghambat semua cita-citaku. Mengertilah!"

Deg

Selalu itu yang menjadi jawabannya. Kapan dia bisa menyenangkan aku sebagai suami. Harus selalu aku yang mengerti dirinya, kapan dia bisa mengerti diriku yang sudah mendambakan seorang anak ini.

.

"Terserah.".

Kata terakhir dariku sebelum tubuh ini rebah. Mungkin mimpi yang akan datang akan jauh lebih indah dari kenyataan. Tidur adalah jalan terbaik untuk menenangkan otak yang tegang.

"Maafkan aku, Mas." Masih bisa ku dengar suara bisikannya di telinga.

.......

...Menikah bukanlah puncak tertinggi dari suatu hubungan, melainkan adalah awal dari perjuangan. Bagaimana kita bisa mempertahankan hubungan itu dari segala badai dan prahara yang terjadi....

...Bersambung...

...Jangan lupa Like & Comment ya, Readers.....

...🙏🏻😊...

Affair

...🌷Selamat Membaca🌷...

Wanita cantik berusia 24 tahun itu menatap lurus ke depan. Kemana pun arah matanya menuju toh sama saja, yang bisa dilihatnya hanya kegelapan.

"Sampai kapan aku harus seperti ini?" lirihnya.

Terhitung, sudah lima hari ia keluar dari rumah sakit dan selama itu pula kerjaannya hanya duduk melamun saja. Memang apa yang bisa dilakukan oleh orang buta?

Ajeng, nama wanita itu. Seorang yatim piatu yang sudah ditinggal oleh orang tuanya selama setahun ini karena kecelakaan. Ia anak tunggal dan hanya suaminya lah tempatnya bersandar saat ini. Namun, kejadian beberapa waktu lalu membuatnya kembali berpikir. Apakah pria yang berstatus sebagai suaminya itu pantas dijadikan sandaran jika memang terbukti perselingkuhan itu benar adanya.

"Bang Robi!" panggilnya pada seorang pria yang selalu berada di sisinya belakangan ini.

"Ya, Nona." Si pria bernama Robi itu menyahut.

"Apa ada orang di sekitar kita?" tanya Ajeng.

"Hanya ada kita berdua di taman belakang ini, Nona."

Hening sesaat, Ajeng menghela napas pelan. "Apa aku bisa mempercayaimu, Bang?" tanyanya kemudian. Wanita itu berbicara tapi tatapan matanya tetap lurus ke depan.

"Tak perlu kau ragukan lagi jika menyangkut hal itu, Nona. Semenjak mendiang tuan dan nyonya masih hidup sampai sekarang mereka telah berpulang, aku akan tetap setia mengabdi pada kalian dan itu juga berlaku untuk dirimu, Nona." Jawaban itu membuat Ajeng tersenyum puas. Sudah tidak perlu diragukan lagi kesetiaannya, pantas saja orang tuanya menjadikan pria berumur 35 tahun itu sebagai tangan kanan selama bertahun-tahun.

"Aku ingin kau melihat ini!" Ajeng menyodorkan sebuah ponsel ke sembarang arah, padahal niatnya ingin memberikan pada Robi. Maklum, orang buta kadang tidak tahu pasti di mana lawan bicaranya berada.

"Apa ini, Nona?" tanya Robi setelah mengambil alih ponsel dari tangan nona mudanya.

"Buka galeri di ponselku itu, lihat dan perhatikanlah foto yang berada di urutan paling atas!" titahnya. Ajeng bersyukur ponselnya tidak rusak setelah kecelakaan itu, karena memang tersimpan aman di dalam tasnya.

Pria itu melakukan persis seperti yang diperintahkan majikannya. Tak berbeda dari respon yang ditunjukkan Ajeng beberapa hari yang lalu, Robi pun memperlihatkan raut terkejut yang sama. Foto vulgar itu membuat kedua netranya terbelalak.

"Nona, ini ..." Robi sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa. Tidak menyangka jika tuan muda yang terlihat sangat mencintai nonanya itu bisa melakukan hal rendah seperti itu.

"Ya. Aku tahu kau pasti tidak akan percaya jika suamiku berani melakukan itu di belakangku. Makanya sekarang aku membutuhkan bantuanmu," ucap Ajeng.

"Apa yang bisa saya bantu, Nona?" Tentu saja Robi tidak terima jika benar Ajeng telah dikhianati oleh suaminya, ia akan melakukan apapun untuk membantu nonanya itu.

"Bang, aku mau kau mencari tahu, hubungan apa yang telah terjalin antara suamiku dan sekretarisnya itu di belakangku!" titah mutlak Ajeng.

"Baik, Nona. Perintahmu akan segera saya laksanakan."

"Baik. Terima kasih sebelumnya, Bang dan aku mau kau melakukan tugasmu itu sekarang juga!"

"Baik, Nona."

"Pergilah! Dan ya, tolong panggilkan seorang pelayan untuk membantuku ke kamar!" pintanya sebelum Robi undur diri.

"Baik. Permisi, Nona."

Sepeninggal tangan kanannya itu, Ajeng menerbitkan senyuman sinis. "Jika benar kau selingkuh, maka aku tidak akan pernah memaafkanmu Radi Nugraha !" Ia mendesis.

...🥀 🥀 🥀...

"Semoga kerjasama kita ini berjalan lancar, Pak Cakra." Pria berambut klimis itu berdiri dan menjabat tangan rekan kerjanya. Mereka baru saja selesai meeting untuk sebuah proyek baru.

"Saya harap juga begitu, Pak Radi." Pria bernama Cakra itu membalas jabat tangan rekannya dengan erat tanda hubungan kerjasama kedua perusahaan mereka telah terjalin.

"Jika berkenan, minggu depan saya mengundang anda dan istri untuk makan malam di rumah," tawar Radi.

"Tentu. Nanti akan kubari. Kalau begitu saya pamit duluan." Cakra pun pergi meninggalkan ruang pertemuan.

"Sayang ..." Sebuah suara manja membuat langkah Cakra terhenti. Ia sedikit menoleh ke belakang dan menemukan seorang wanita yang jika tak salah ingat adalah sekretaris dari rekan bisnisnya itu. Wanita itu bergelayut manja di lengan Radi.

"Ck, bukankah dia sudah memiliki istri," decak Cakra kemudian kembali melangkah pergi.

Sebenarnya Cakra tak heran lagi jika seorang pengusaha memiliki hubungan terlarang bersama sekretarisnya. Banyak sekali ia menemukan rekan bisnisnya sesama pengusaha yang bermain serong dengan wanita lain walaupun sudah memiliki istri di rumah. Namun, bagi Cakra yang memiliki prinsip hanya akan ada satu wanita dalam hidupnya, tidak setuju dengan kelakuan kaumnya itu. Makanya, ia lebih memilih sekretaris yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan.

Drrrt ... drrrt ... drrrt ...

Ponsel dalam sakunya bergetar. Cakra mengangkat panggilan yang ternyata berasal dari sang istri.

"Mas?"

"Ada apa?" jawabnya.

"Kau sibuk?" tanya wanita di seberang sana.

"Baru selesai meeting. Kenapa?"

"Aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Kau bisa?"

b

"Baiklah. Di mana?"

"Bisakah kau menjemputku ke rumah sakit? Nanti di mana tempatnya kita tentukan di mobil."

"Baiklah."

"Ku tunggu."

"Ya."

Tit

"Tumben," gumamnya setelah memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celana. Setelah malam itu, hubungannya dengan Silvia memang sedikit dingin, mungkin istrinya itu ingin menghangatkan kembali hubungan mereka dengan mengajak makan siang, yang mana sangat jarang sekali terjadi selama tiga tahun berumah tangga.

.......

Masih di ruang meeting, Radi menghempas kasar tangan lancang yang bergelayut di lengannya.

"Jangan macam-macam kau, Tania. Aku tidak ingin orang lain melihat dan berspekulasi aneh-aneh soal kita." Pria itu memperingatkan.

Sekretaris seksi bernama Tania Putri itu tersenyum sinis, tak ia pedulikan peringatan keras dari sang atasan.

"Jangan munafik! Kau lupa jika kita pernah bertukar peluh, hm?" Wanita itu mendekat, berbisik dengan nada sensual tepat di telinga Radi.

"Itu sebuah kesalahan. Kau menjebakku saat itu kalau kau lupa," tekan Radi.

Wanita itu terkekeh. "Ya ... aku memang menjebakmu tapi kau terlihat sangat menikmati malam itu," sindirnya.

"Hentikan! Sekali lagi kau menentangku maka kau akan aku pecat!" ancam Radi emosi.

Tania kali ini tertawa. "Silakan pecat aku dan foto malam panas kita berdua akan sampai pada istri tercintamu." Ia balik mengancam.

"Wanita jalang!" umpat Radi yang mulai habis kesabaran.

"Dan kau tergila-gila dengan tubuh jalang ini," sambung Tania bangga.

"Shit." Setelah itu Radi pergi meninggalkan sekretarisnya masih di ruang pertemuan itu.

Tania memandang kepergian Radi dengan pandangan yang sulit diartikan. Selanjutnya, wanita itu ikut meninggalkan ruang meeting yang sudah kosong sedari tadi.

Setelah ruangan kosong, seorang pria bermasker masuk ke dalamnya. Ia mendekat ke sebuah meja dan mengambil sesuatu di bawahnya. Sebuah alat penyadap.

"Mission complete," ucapnya.

...Bersambung...

...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers.....

...🙏🏻😊...

Ungrateful

...🌷Selamat Membaca🌷...

Ajeng meremas sebuah alat perekam yang berada dalam genggamannya. Ia sangat puas dengan hasil kerja Robi. Tidak butuh beberapa jam, pria itu berhasil mendapatkan sebuah bukti yang berisi kebenaran tentang hubungan suami dan sekretarisnya.

Foto yang dikirim oleh si pengirim misterius itu ternyata asli bukan editan. Memang benar, suaminya telah dijebak oleh si sekretaris licik, tapi mendengar mereka saling berbagi peluh dalam permainan yang panas membuat emosinya tak tertahankan lagi. Bayangkan! Wanita mana yang akan terima begitu saja saat mengetahui jika suaminya telah membagi tubuh dengan wanita lain.

"Nona, kau baik-baik saja?" tanya Robi begitu melihat wajah nonanya yang merah padam dengan napas memburu menahan amarah.

Ajeng menghirup napas dan mengeluarkannya perlahan. Ia lalukan hal itu berulang-ulang sampai emosinya kembali stabil.

"Aku ingin bertemu dengan sekretaris itu besok siang. Tolong atur segala sesuatunya!" pintanya.

"Baik, Nona." Robi mengangguk dan pamit undur diri setelah Ajeng menyuruhnya pergi.

"Benar-benar wanita yang tidak tahu terima kasih kau, Tania."

.......

Ajeng dan Radi baru saja pulang dari dinner romantis. Sepanjang perjalanan pulang, di dalam mobil, mereka saling menatap mesra. Bahkan sebelah tangan Radi tak lepas menggenggam tangan halus istrinya itu.

"Sayang, lepas dong tangannya. Nanti kau tidak fokus menyetir," protes Ajeng. Ia takut terjadi kecelakaan jika sang suami hanya menyetir dengan satu tangan saja.

"Aku bisa sayang, lihat!" Meyakinkan istrinya, Radi mengangkat tangan Ajeng dan mengecupnya.

"Terserah padamu saja." Ajeng pasrah. Suaminya memang sedikit susah kalau dinasehati.

"Ish ... jangan cemberut dong, lihat tuh mukanya jadi jelek!" ejek Radi.

"Biar saja, istrimu ini memang jelek. Salah dirimu yang menikahi wanita jelek."

Radi tertawa melihat Ajeng yang merajuk. Wajah wanitanya terlihat sangat menggoda jika seperti ini, membuat Radi ingin sekali melemparnya ke ranjang dan menc*mbu sepuas hati.

"Sayang ..." panggil Radi.

"Hm ...?" sahut Ajeng.

"Nanti sampai di rumah kita..."

"MAS AWASS!" Ajeng memekik nyaring saat seorang wanita berjalan pelan di depan mobil mereka.

Ckitttt

Refleks pria 27 tahun itu menginjak rem mendadak.

"Kau tidak apa-apa, sayang?" Setelah lepas dari keterkejutannya, Radi memastikan keadaan Ajeng di sampingnya.

"Aku tidak apa-apa, bagaimana dengan wanita tadi?" tanya Ajeng. Merasa cemas, pasangan itu segera keluar dari dalam mobil.

Seorang wanita tampak terduduk di aspal jalan.

"Kau tidak apa-apa?" Ajeng bertanya setelah berjongkok dekat dengan si wanita.

Wanita berambut panjang itu menggeleng lemah. "Aku baik-baik saja, hanya terkejut."

Ajeng dan Radi langsung mendesah lega.

"Maaf, karena keteledoranku kau hampir tertabrak." Radi berucap.

Wanita itu mengangguk. Ajeng membantunya berdiri. Ia perhatikan penampilan wanita itu seksama. Kemeja putih yang tampak lusuh, rok span yang warnanya sudah sedikit memudar dan juga sebuah map lecek yang berada di tangannya. Ajeng langsung bisa menebak.

"Kau butuh pekerjaan?" tanya Ajeng.

Wanita itu mengangkat kepalanya. Ia menatap Ajeng dengan wajah penuh pengharapan. "Iya, saya sedang mencari pekerjaan," jawabnya lirih.

"Sayang ... apa saat ini di kantor ada lowongan?" Ajeng bertanya pada suaminya.

Pria itu mengangguk. "Ada, cuma lowongan sekretaris yang kosong. Kebetulan sekretarisku yang lama mengundurkan diri karena akan menikah dan dia belum menemukan penggantinya," jawab Radi.

"Kalau begitu, bisa kau jadikan dia sekretarismu. Kasihan dia sedang butuh pekerjaan," pinta Ajeng.

Radi terlihat berpikir. Ia tidak mungkin menerima sembarang orang menjadi sekretarisnya, mereka harus memenuhi standar kualifikasi terlebih dahulu. "Boleh ku lihat berkas yang kau bawa?" katanya kemudian.

Wanita itu segera menyerahkan map miliknya ke depan Radi.

Setelah melihat semua lembaran yang ada, Radi akhirnya tersenyum. "Baik. Kau memenuhi syarat administrasinya. Besok kau bisa mulai bekerja." Ucapan Radi membuat wanita itu tersenyum haru. Ajeng pun ikut senang mendengarnya.

"Terima kasih, Sayang." Ajeng menghampiri sang suami dan memeluknya.

"Anything for you, Babe." ucap Radi sembari memberikan senyuman termanis untuk istri cantiknya.

Wanita itu menatap pasangan di depannya dengan pandangan kagum.

"Anggap saja ini sebagai permintaan maaf kami. Oh ya, Selamat bergabung di perusahaan kami." Radi mengulurkan tangan dan dijabat dengan canggung oleh si wanita.

"Terima kasih banyak Tuan, Nona."

"Iya sama-sama, kalau begitu masuklah ke dalam mobil. Kami akan mengantarmu pulang. Ini sudah terlalu larut untuk wanita sepertimu berada di luar sendirian," ajak Ajeng.

"Terima kasih, Nona."

Mereka bertiga masuk ke dalam mobil, untung saja jalanan sedang sepi jadi tidak ada yang harus meneriaki mereka karena berhenti sembarangan dan menghambat jalanan.

"Aku sampai lupa, siapa namamu?" tanya Ajeng melirik wanita yang duduk di kursi penumpang. Mobil telah kembali berjalan.

"Nama saya Tania."

.......

"Hanya butuh waktu satu bulan untuk bisa mengubah wanita lugu menjadi jalang licik," desis Ajeng.

"Selamat malam, Sayang ..." Ajeng terkejut saat mendengar suara Radi. Semoga pria itu tidak mendengar ucapannya tadi.

"Kau sudah pulang?" tanya Ajeng basa-basi.

"Iya. Aku capek sekali." Radi duduk di samping istrinya dan segera merengkuh wanita itu ke dalam pelukan. "Aku merindukanmu," bisiknya.

Ajeng tercenung. Jujur, ia juga sangat merindukan suaminya. Rindu setiap kemesraan dan keintiman yang selalu terjadi, tapi saat mengingat foto dan juga rekaman itu ... entah kenapa, ia jadi hilang rasa.

Radi sudah mulai beraksi. Ia mengendus aroma tubuh Ajeng. Mengecup leher jenjang itu bahkan meng*lum daun telinga istrinya dengan sensual.

Ajeng berusaha sekuat tenaga agar tidak mendesah, bagaimana pun juga sentuhan pria ini selalu bisa membuatnya melayang.

"Mas!" Ajeng dengan cepat mendorong tubuh suaminya sebelum ia tidak bisa mengendalikan diri. "Kau bau, mandi dulu sana!" suruhnya.

Radi terkekeh. "Maaf sayang, saking rindunya aku lupa jika kau tidak suka bau keringatku," ucap Radi. Ia mengecup kening Ajeng sebentar sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Rahang Ajeng mengetat, ia jadi teringat ucapan Tania yang mengatakan jika mereka telah berbagi peluh. Sakit, Ajeng menekan dadanya yang tiba-tiba sesak. Bukan dia tidak menyukai bau keringat suaminya, hanya saja ia ingin Radi lebih memperhatikan kebersihan. Setelah bekerja di luar cukup lama, setidaknya ada satu atau dua kuman yang menempel, Ajeng hanya ingin pria itu benar-benar bersih sebelum menyentuhnya.

Tak lama kemudian, Radi keluar dari kamar mandi. Pria itu terlihat lebih segar. Rambutnya pun masih terlihat lembab karena tidak dikeringkan secara sempurna, ia sudah tidak bisa menahannya lagi.

"Sayang ..." Radi segera mendorong tubuh Ajeng yang sedang duduk di tepi ranjang. Kini wanita itu terbaring pasrah di bawah kungkungannya.

"Kau cantik, Sayang ..." Radi memulai dari kening. Mengecup penuh perasaan di sana. Lanjut ke dua belah pipi, ia cium bergantian dan terakhir pada bagian favoritnya di wajah sang istri yaitu bibir ranum menggoda. Ia lum*t candunya itu penuh gelora.

Ajeng mencoba melupakan sejenak masalahnya. Ia hanya ingin menikmati keintiman yang sudah lama tak terjalin ini dengan baik. Dikalungkan kedua tangannya di leher Radi, ia balas lum*tan itu dengan segenap rasa. Ia ingin menghapus jejak wanita itu dari prianya. Walaupun tidak bisa melihat, dirinya masih bisa merasa.

"Mas ..." Ajeng mendesah kala kecupan dan ciuman sang suami turun semakin ke bawah.

Malam ini, dengan keterbatasannya, akan Ajeng buktikan jika ia lebih bisa memuaskan suaminya dibandingkan dengan jalang licik itu.

...🥀 🥀 🥀...

"Tania Putri!"

Ajeng menyapa wanita yang duduk di hadapannya. Kini mereka berdua berada di private room sebuah cafe yang telah Robi pilih sebagai tempat pertemuan. Sementara asistennya itu berdiri di luar ruangan, berjaga.

"Iya, Nona Ajeng." Tania balik menyapa. Walau Ajeng tak dapat melihat ekspresinya, tapi ia yakin jika saat ini wanita sok polos itu tengah meremehkan dirinya yang buta ini.

"Kau tahu mengapa aku mengajakmu bertemu?" tanya Ajeng.

"Maaf Nona, saya tidak tahu." Jawaban itu membuat Ajeng tersenyum sinis.

"Langsung saja, apa yang kau inginkan dari suamiku?" Dengan tenang istri dari Radi Nugraha itu bertanya.

"A-aku tidak mengerti apa yang kau maksud, Nona." Gugup. Jelas sekali kegugupan terdengar dari suaranya.

"Jangan berlagak bodoh. Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan dengan suamiku, di belakangku."

Tania terkejut. Dari mana istri bosnya ini tahu semua kelakuannya. Apakah Radi yang mengadu? Ah ... rasanya tidak mungkin.

"Sungguh, aku tidak mengerti apa yang kau maksud, Nona." Tania masih berkelit.

"Apa harus ku jelaskan kembali apa yang sudah kau lakukan?" tanya Ajeng jengah.

Lawan bicaranya hanya diam ...

"Kau menjebak suamiku untuk menidurimu. Kau berbagi peluh dengannya dalam permainan panas. Dan kau bilang suamiku sangat menikmatinya. Benar, kan?"

Tania terganga, dari mana istri bosnya itu tahu semuanya. Apakah selama ini dia telah dimata-matai? Sial. Semuanya sudah terkuak, rencananya bisa gagal.

"Ya. Aku melakukan semua itu." Akhirnya Tania mengaku juga.

"Untuk apa? Uang?" sindir Ajeng. "Apa kau sudah bosan hidup miskin hingga mencari cara instan agar cepat kaya?"

"Jaga ucapanmu, Nona Ajeng! Aku tidak serendah itu!" pekiknya tak terima.

Ajeng terbahak. "Tidak ada wanita terhormat yang rela melemparkan dirinya secara cuma-cuma pada suami orang, Nona Tania," tekan Ajeng.

Wajah Tania merah padam. Ia tak terima dengan hinaan Ajeng. "A–aku mencintai suamimu."

Hening ...

Ajeng mengepalkan tangannya di bawah sana. Emosinya mulai tersulut.

"Cinta?" Ajeng memastikan.

"Ya. Aku mencintai suamimu."

Ajeng memejamkan mata, walau sebenarnya sama saja, tapi setidaknya otot matanya bisa lebih rileks sedikit.

"Tinggalkan suamiku!" Ucapnya kemudian.

"Tidak!" Tania menolak.

"Ini bukan permintaan tapi perintah!" tekan Ajeng.

"Siapa kau berani memerintahku?" tanya Tania menantang.

"Aku adalah istri sah dari pria yang dengan tak tahu malunya kau cintai itu."

Tania tertawa. "Istri yang sebentar lagi akan dia tinggalkan maksudmu, Nyonya Nugraha?" ejeknya.

"Apa maksudmu?" tanya Ajeng.

"Ya. Lihat saja keadaan dirimu saat ini. Lambat laun, suami yang kau cintai itu akan pergi meninggalkan wanita cacat sepertimu."

BRAKKKK

Ajeng menggebrak meja di depannya cukup keras, membuat Tania terkejut. "Pergi kau dari hadapanku sekarang juga!"

"PERGI!" pekik Ajeng yang sudah kadung emosi.

Tania ngeri melihat kemarahan Ajeng, ia segera beranjak pergi sebelum terkena amukan.

Selepas Tania pergi, Robi masuk ke dalam ruangan. Ia menenangkan Ajeng yang saat ini tengah meraung.

"Perintahmu Nona?" tanya Robi.

"Antar aku ke rumah sakit!" pintanya setelah tenang.

Ajeng tidak terima dihina seperti tadi, harga dirinya terluka.

...Bersambung...

...Jangan lupa Vote & Commeny ya, Readers......

...🙏🏻😊...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!