Jika tidak suka dengan ceritanya, tinggalkan. Tidak perlu banyak komentar menghina tulisan receh ini.
Happy reading guys
**
Sepasang anak kembar sedang duduk termenung didepan pintu rumahnya, tidak tahu apa yang ada didalam benak keduanya.
"Kak, apa yang kakak pikirkan?" tanya sang adik kepada kakak kembarnya.
Randhi menoleh kearah Rhiana.
"Hemhh..kakak memikirkan ada orang yang datang, dan membawa es crem coklat dan es crem bluberi. Yummy.." ucap Randhi dan menjulurkan lidahnya ke sekitar bibirnya, seperti sedang merasakan sensasi es crem berada didalam mulutnya.
"Hahahaha..! kak Randhi sungguh lucu, siapa yang akan datang membawakan es crem, seperti yang ada dalam pikiran kakak," ujar Rhiana, adik kembar Randhi.
"Mungkin mama ," ucap Randhi.
"Tidak mungkin mama membawakan es crem, kakak lupa. Kita tidak boleh makan es crem, apa kakak mau masuk rumah sakit lagi. Mama cari uang bukan untuk dipakai sebagai biaya rumah sakit saja kakak," ujar Rhiana.
"Kenapa kau cerewet sekali ." Randhi bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju pagar. Dan kepalanya menjulur keluar pagar, untuk melihat apakah mamanya sudah kembali.
"Kak, mama masih lama pulangnya," kata Rhiana kepada kakaknya Randhi.
"Kakak sudah lapar ," ucap Randhi dan mengusap-usap perutnya.
"Minum air saja kak ," kata Rhiana dan memberikan tempat minum yang selalu dibawa keduanya saat pergi ke sekolah.
"Sudah banyak air masuk kedalam perut, perut kakak serasa penuh air. bisa-bisa ikan akan berenang didalam perut ini." Randhi terus memegang perutnya.
"Bunda Jelita kenapa lama sekali kembali, pasti Dia lagi asik ngobrol dengan ibu-ibu di pasar," kata Randhi, dan kembali duduk di samping adik kembarnya Rhiana tersebut.
"Kak ayo kita beli roti ," kata Rhiana kepada kakaknya.
"Nih lihat ." Randhi merogoh kantongnya, dan mengeluarkan isinya yang tidak ada apa-apa didalam saku celananya, yang ada hanya remahan sisa-sisa roti.
"Kakak tidak ada uang ya ?" tanya Rhiana.
"Dimana kakak bisa ada uang, kakak tidak ada kerjaan. Tunggu lima belas tahun lagi, kakak akan mencari banyak uang untuk mama. Sehingga mama hanya tinggal dirumah saja, tidak perlu pergi bekerja ," kata Randhi.
"Untuk Rhiana tidak kak ? Rhiana ingin membeli boneka yang besar ?" kata Rhiana.
"Untuk Rhiana juga, kakak akan membeli boneka yang bisa bicara. Dan sangat banyak, sehingga memenuhi satu kamar," ujar Randhi.
Rhiana tertawa, dan menampilkan senyum manis di bibirnya.
Akhirnya mereka berdua tertawa, memikirkan apa yang ada didalam hayalan Randhi dan Rhiana.
"Hahahaha.. kakak sangat lucu!" seru Rhiana sambil tertawa.
"Kakak bukan pelawak," ujar Randhi dengan bibirnya yang manyun.
"Maaf kak Randhi." Rhiana meminta maaf kepada Randhi, karena telah menertawakan hayalan kakak kembarnya tersebut
"Kalau tahu tadi dirumah tidak ada orang, lebih bagus kita disekolah saja ," kata Randhi, dan kembali bangkit dari duduknya. Dan berjalan kearah pagar untuk melihat siapa yang akan pulang kerumah, mamanya atau mbak Jelita.
"Kita disekolah ngapain juga kak, semua teman kita sudah pulang semua tadi. Jerry juga sudah pulang dijemput papanya tadi ," kata Rhiana.
"Main-main saja, kita berdua bisa bermain ayunan dan perosotan," kata Randhi.
"Itu mainan anak TK kak ," kata Rhiana.
"Tidak ada tertulis, kita murid SD dilarang main di sana kan ," balas Randhi.
"Kak, apakah kakak tidak iri ?" tanya Rhiana kepada kakaknya.
"Iri, kepada siapa?" tanya Randhi sambil duduk disamping adiknya kembali.
"Kepada Jerry," kata Rhiana.
"Hahahaha..! untuk apa aku iri, aku lebih ganteng dan lebih pintar," ujar Randhi sambil membanggakan dirinya.
"Hih..kakak, sombong sekali!" seru Rhiana kepada kakaknya.
"Bukan sombong, tapi emang kenyataan. Dikelas kakak kelas 1 hanya kakak yang paling ganteng ," ujar Randhi sembari mengusap-usap dagunya, dan terlihat dari wajahnya yang jahil menatap adik kembarnya.
"Hih..sebel !" Rhiana sebel, melihat Randhi selalu narsis menurutnya.
"Hahahaha..ada yang marah." goda Randhi.
Hus...hus...
Perdebatan yang terjadi antara Randhi dan Rhiana berhenti, ketika ada suara yang memanggil mereka.
"Pasti Om Pol ." Randhi bangkit dari duduknya, dan melihat kesamping pagar. Dan terlihat pria sedikit tambun bersembunyi dibalik pagar.
"Om Pol, Randhi sudah tahu!" seru Randhi kepada orang yang dipanggilnya dengan Om Pol.
"Hehe...." si pria tambun yang dipanggil Om Pol oleh Randhi bangkit dengan cengengesan.
"Om Pol, Rhiana lapar," ucap Rhiana dengan menundukkan wajah memelas.
"Yayang Jejel kemana ?" Poltak mencari-cari keberadaan Jelita yang dipanggilnya Yayang.
"Tidak usah dicari Om, Bunda pasti sedang sibuk ngerumpi di pasar bersama dengan ibu-ibu ," kata Randhi.
"Terus, kenapa kalian disini ? kalian tidak sekolah ? apa kalian bolos?" pertanyaan beruntun keluar dari dalam mulut Poltak.
'Om, satu-satu nanyanya. Pusing kami jawabnya Om, apa lagi perut kami lapar," kata Rhiana.
"Kami tidak bisa masuk Om, karena tidak ada kunci. Kami cepat pulang, karena gurunya sedang rapat ," kata Randhi.
"Kenapa guru-guru suka rapat, dan memulangkan muridnya sesuka hati ." omel Poltak.
"Mana kami tahu Om, kami masih kecil. Kami baru berusia 6 tahun," jawab Rhiana.
"Nanti kami sudah besar, baru Om tanyakan kepada kami. Ok Om," kata Randhi.
"Om, lapar ." Randhi mengelus perutnya.
"Ayo kita makan, Om hari ini kaya. Banyak orang datang ke bengkel Om," kata Poltak, dan mengeluarkan uang biru dua lembar.
"Asik..! Om Poltak orang kaya !" seru Randhi dengan loncat-loncat dibarengin dengan teriakan kesenangan.
"Kakak." ingatkan Rhiana.
Randhi dan Rhiana anak kembar tetapi sifat dan karakter keduanya berbeda, Randhi lebih ceria dan sedikit urakan. Sedangkan Rhiana sangat pendiam dan tidak suka berbaur dengan orang banyak.
"Ayo kita berangkat, mau makan apa ?" tanya Poltak kepada Randhi dan Rhiana.
Rhiana dan Randhi saling berpandangan.
"Baso ," ujar Randhi dan Rhiana secara bersamaan.
"Ternyata kalian berdua benar-benar kembar, sehingga isi otak kalian sana" kata Poltak.
"Om curiga kami ini tidak kembar ?" tanya Rhiana dengan ekspresi yang sedikit jutek dan dingin.
"Tidak ! Om Poltak percaya kalian ini kembar, tapi sering juga selera makan tidak sama " kata Poltak.
"Ayo kita makan baso ." Poltak meraih tangan Randhi dan Rhiana, Poltak mengandeng keduanya kiri dan kanan.
"Om, kalau Om makan baso bersama kami. Siapa yang menjaga bengkel Om ?" tanya Randhi.
"Jangan khawatir, tidak ada yang akan mencuri di bengkel. Ada cctv-nya ," kata Poltak.
"Wow..hebat Om, bengkel kecil Om ada cctv-nya !" seru Randhi, sedangkan Rhiana hanya diam.
"Hebat kan Rhiana ," kata Randhi kepada Rhiana.
"Biasa saja ." jawab singkat Rhiana tanpa ekspresi.
"Huh..kau ini " ujar Randhi kepada Rhiana dan mendengus kepada saudara kembarnya.
"Sudah jangan ribut," kata Poltak.
Diperjalanan, sesekali orang yang mengenal Poltak dan sikembar menyapa mereka.
"Hei Poltak, mau kau bawa kemana anak Diana ?" tanya Cungkring.
"Mau ke tukang baso," jawab Poltak.
Bersambung....
Visual pemain diambil dari pinterest, semoga sesuai dengan yang ada dalam pikiran reader.
Clara
Regan
Randhi dan Rhiana
Happy reading guys
Ini kisah maju mundur cantik ya, akan ada flashback didalam cerita ini .
***
Randhi berjalan menuju ketempat tukang baso dengan sangat bergembira, berbeda dengan Rhiana yang jalan dengan santai dan sedikit cuek. Ketika orang yang dikenalnya menyapa mereka, Rhiana hanya menampilkan senyum tipisnya.
Sedangkan Randhi, senyumnya terus mengembang dibibirnya.
"Om, kenapa ramai sekali ?" tanya Rhiana yang tidak suka dengan keramaian, Dia lebih suka berada dalam kamarnya. Bermain dengan mainan Lego. Berbeda dengan Randhi yang suka dengan keramaian, dan lebih suka berada di bengkel Poltak. Melihat Poltak memperetelin onderdil sepeda motor yang diperbaikinya.
Begitu tiba di tukang baso langganan mereka, Randhi langsung memesan baso ceker favoritnya.
"Bang, baso ceker dua . Es teh satu ," ujar Randhi dengan bersemangat.
"Kak, mama melarang kita minum es," kata Rhiana.
"Mama tidak ada ," jawab Randhi.
"Oh ya, kalian tidak boleh minum es." Poltak mengingat, keduanya dilarang minum es oleh mamanya Diana.
"Om, Randhi ingin minum es ." rengek Randhi.
"Tidak boleh Randhi, nanti Mamamu dan Bunda Jelita marah kepada Om," kata Poltak.
"Baiklah ." bibir Randhi ngerucut, membayangkan es teh terbang menjauhinya.
***
Ditempat yang berbeda, dan diwaktu yang sama. Seorang pria sedang melampiaskan kemarahannya kepada bawahannya.
Brakk...
Barang-barang yang ada diatas meja, beterbangan akibat kemarahan yang sudah tidak bisa dikontrolnya.
"Apa kerja kalian, untuk mencari seorang wanita saja kalian tidak mampu!" telunjuknya mengarah kepada dua orang laki-laki yang berada dihadapannya.
"Maafkan kami Tuan Regan, sepertinya Nyonya Clara sudah tidak ada di negara ini lagi " ucap anak buahnya.
"Aku tidak mau tahu, kalian harus mencarinya. Walaupun ke ujung dunia, kalian harus mencari Clara, Keluar !" teriaknya kepada kedua pria tersebut.
Sepeninggal kedua pria tersebut, Regan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Dia berbaring dan meletakkan tangannya menjadi bantalan kepalanya.
"Wow.. wow...apa yang terjadi, apa ada bencana alam didalam ruangan ini ?" Joseph berdiri didepan meja kerja Regan, matanya melihat barang-barang berserakan dilantai.
"Diam!" ucap Regan, dengan mata yang masih terpejam.
"Sabar Bro, jangan marah-marah." Joseph berjingkat-jingkat melewati barang-barang yang berserakan di lantai.
"Belum ada kabar ?" tanya Joseph sembari dia meletakkan bokongnya kekursi.
"Belum ."
"Apa kau tidak mencari kerumahnya ?" tanya Joseph.
"Sejak Dia pergi dari rumah, Dia tidak kembali pulang kerumahnya," kata Regan.
"Kemana Dia ?" heran Joseph, karena sudah tujuh tahun. Clara pergi dari rumah Regan.
"Aku tidak tahu, orang-orangku juga tidak bisa menemukan dirinya. Sepertinya Dia hilang seperti angin, tidak berbekas ."
"Apakah Dia tidak ada lagi di dunia ini ?" Perkataan Joseph membuat Regan membuka matanya dan duduk.
"Jaga ucapan mu, Dia masih hidup. Dia tidak bisa mati, Dia belum membayar kesalahannya kepadaku dan Amara ." Regan bangkit dan dan menghubungi seseorang.
Tok..tok...
"Masuk ."
Seorang petugas kebersihan masuk, dan terlihat dari wajahnya kaget begitu melihat keadaan ruangan boss besarnya berantakan seperti baru saja mengalami kena gempa.
"Bersihkan semua ." Regan menunjuk kearah lantai.
"Baik Tuan ." petugas kebersihan mulai melakukan pembersihan.
"Ini Tuan ." petugas kebersihan menyerahkan ponsel Regan yang pecah.
Regan menerimanya dan melihat layar ponselnya yang pecah.
"Ponsel yang keberapa rusak dalam waktu sebulan ini ?" ledek Joseph.
Regan tidak menjawab, hanya tatapan matanya yang garang menatap wajah Joseph.
"Sorry.. sorry Bro ." ngekeh Joseph mendapatkan tatapan mata Regan.
"Ada apa kau kesini, Apa tidak ada kerjaan dikantor mu. Sehingga kau bisa santai disini ?" tanya Regan kepada Joseph.
"Aku ini Dosen Bro, tidak setiap hari memberikan mata kuliah," kata Joseph.
"Kau mau menjadi Dosen, agar bisa memandangi mahasiswa-mahasiswi mu kan ?"
"Hidup ini harus di nikmati, jangan dibawa susah Bro. Memandang wajah-wajah yang bening, membuat jiwaku muda kembali. Kau juga harus menikmati hidup Bro, jangan nanti kau bertemu dengan Clara kembali. Dia tidak bisa mengenali dirimu. Karena keriput di wajah mu " kata Joseph.
"Re, bagaimana hubungan mu dengan Sofia. Apa kau akan menikahinya ?" tanya Joseph.
"Aku sudah menikah, hubungan ku dengannya hanya setahap pertemanan saja ," kata Regan.
"Hanya berteman ? kalian kemana-mana bersama, kalian berdua itu tidak bisa dipisahkan. Apa Sofia juga menganggap dirimu juga hanya teman ?" tanya Joseph.
"Itu terserah Dia, dari mula kami bersama. Aku sudah mengatakan, aku tidak bisa lebih dari teman,."
"Tidak bisa kau mencobanya, untuk memberikan cintamu kepada Sofia. Lupakan Clara, mungkin Dia juga sudah bahagia ." Ucapan Joseph membuat wajah Regan memerah dan rahangnya mengeras.
"Sampai sekarang Dia masih istriku, Dia masih ada utang nyawa dengan ku !"
"Re, itu sudah takdir. Jangan kau lampiaskan kekesalan mu Kepada Clara saja."
"Cukup, aku tidak ingin mendengarkannya lagi." Regan keluar dari ruang kerjanya.
"Hei Broo..!" Joseph berjalan cepat mengikuti Regan yang berjalan dengan langkah panjang.
****
Di jalanan yang sepi, puluhan motor terparkir. Mereka menatap ujung jalan, puluhan pasang mata menunggu sepeda motor siapa yang akan muncul di garis finish terlebih dahulu.
Motor yang dikendarai Diana atau motor yang dikendarai Sandro.
Dari kejauhan sudah terlihat dua cahaya dari dua motor yang berlari diatas rata-rata.
Begitu tiba di garis finish, terlihat motor yang dikendarai Diana terlebih dahulu tiba di garis finish.
"Diana..Diana !" sorak-sorai terdengar dari mulut-mulut yang melihat aksi balap liar tersebut.
Diana menghentikan motornya, dan turun. Diana menghampiri Sandro yang baru saja tiba.
"Sorry, aku menang lagi ." Diana mengulurkan tangannya.
"Kau terlalu hebat untuk dikalahkan," ujar Sandro, sambil menerima uluran tangan Diana.
"Di, ini uangnya. Sepuluh juta. Apa kau tidak ingin mentraktir kami ?" tanya Steven.
"Sorry friend, ada dua mulut yang menunggu uang ini ," kata Diana dan menghidupkan motornya, kemudian motor yang dikendarai Diana melesat meninggalkan area balap liar.
"Di, besok kita balap lagi !" seru Sandro, tetapi tidak ada jawaban dari mulut Diana. Karena motornya sudah melesat jauh.
"Sandro, apa kau tidak malu. Kalah terus dengan Diana ?" tanya Steven.
"Diam mulutmu ." mata Sandro menatap arah motor Diana menghilang.
"Carlo, aku akan melindungi saudara kembarmu. Clara ."
Ingatan Sandro teringat Delapan tahun yang lalu, didepan peti mati temannya. Dia berjanji akan selalu melindungi Clara, walaupun dia tidak bisa mencegah niat Clara untuk menebus kesalahan abangnya yang menyebab satu nyawa melayang dan satu nyawa lagi menjadi cacat.
****
Diana tiba di rumahnya, dan kedua anak kembarnya sudah dalam keadaan tidur. Seperti ini selalu yang ditemuinya, keduanya sudah tidur jika dia pulang kerja.
Diana kerja di bengkel Poltak, dan sesekali melakukan balap liar bersama dengan gangs motor Abang kembarnya dahulu.
Sebenarnya, Poltak sudah mencegah Diana untuk melakukan balap liar. Tapi Diana mengatakan bahwa Dia membutuhkan biaya untuk uang sekolah sikembar. Dan Dia tidak ingin menerima uang cuma-cuma dari Poltak, diluar gajinya.
**Bersambung...
Update seminggu sekali ya, update terus saat Om Richard tamat**.
Perpisahan sudah pasti akan meninggalkan luka, tapi lebih baik berpisah. Jika bersama membawa duka.
****
Diana memasukkan motornya ke bengkel Poltak, Dia tidak pernah membawa motornya pulang kerumahnya. Sehingga kedua anak kembarnya tidak ada yang mengetahui apa yang dilakukan mamanya saat mereka sudah tertidur lelap.
"Kau balap lagi ?" suara itu membuat Diana kaget, karena Dia mengira tidak ada lagi orang yang berada di bengkel.
"Bang ! kau membuat jantung ini mau lepas dari tempatnya." Diana memegang dadanya.
"Sampai kapan kau melakukan balapan ?" mata Poltak tajam menatap Diana.
"Aku butuh uang bang ," jawab Diana.
"kalau butuh uang, pulanglah. Semarah-marahnya orang tua, jika mereka melihat cucunya sudah tumbuh besar. Kemarahan mereka pasti akan hilang," kata Poltak.
"Tidak bang, aku tidak akan pulang. Permisi bang ." Diana dengan cepat pergi dari bengkel, sebelum Poltak bertanya panjang lebar lagi. Membuat dia mengingat kedua orang tuanya.
"Dasar keras kepala, jika Carlo masih ada. Dia pasti sudah menjewer telingamu. Tetapi jika Carlo masih ada tidak mungkin kau mengalami ini semua, sampai menghilangkan identitas aslimu ." Poltak berbicara sendiri dan memadamkan penerangan dalam bengkelnya dan kembali melanjutkan tidurnya yang terganggu saat Diana memasukkan sepeda motornya tadi.
Diana kembali kerumahnya, yang tidak begitu jauh jaraknya dari bengkel. Begitu tiba didepan rumah ia melihat lampu dikamar anak kembar sudah padam. Yang menandakan yang punya kamar sudah pulas masuk kedalam mimpinya.
Dengan pelan-pelan Diana membuka pintu, dan ruang tamu juga dalam keadaan gelap.
Clik...
Tiba-tiba ruangan yang tadinya gelap, kini terang benderang. Dan terlihat sosok wanita yang berdiri didekat sakelar, menatapnya.
"Mbak Jelita !" Diana kaget melihat Mbak Jelita yang berdiri dalam gelap tadi, menunggu kedatangannya.
"Kenapa malam pulang Di ?" tanya Mbak Jelita.
"Banyak kerjaan di bengkel mbak," jawab Diana sembari berjalan menuju dapur.
"Bengkel Poltak kecil begitu, apa sampai larut mengurus pembukuan ," kata Mbak Jelita mengikuti Diana berjalan ke dapur.
"Kau pasti balapan lagi kan?" tanya Mbak Jelita.
"Iya Mbak," jawab Diana dengan jujur, tidak ada yang bisa disembunyikan dari orang yang telah membantunya. Dalam mengurus kedua putra-putrinya.
"Duduklah, kau pasti belum makan kan ?" Mbak Jelita menghangatkan sayur yang sudah dingin kembali.
Diana menarik kursi dan duduk, menunggu mbak Jelita menghangatkan sayur.
"Di, tadi mbak melintas didepan rumah. Sepertinya Tuan Regan sudah lama tidak kembali kerumah ," ucapan Mbak Jelita, membuat Diana melihatnya.
"Untuk apa mbak ke sana ?" tanya Diana.
"Mbak penasaran saja Di, mbak rindu dengan mbok Darmi ." mbok Darmi orang yang membesarkan Jelita, dan sudah dianggap Jelita sebagai keluarga. Karena masih kecil Jelita mulai bekerja di keluarga Barata.
"Mbak, kalau mbak rindu dengan mbok Darmi. Kembalilah, Di tidak apa-apa. Di sudah dewasa mbak, Randhi dan Rhiana juga sudah mandiri ," ucap Diana.
"Tidak Di, mbak tidak akan kembali. Jika mbak kembali, pasti Tuan Regan akan menanyai mbak. Dimana Di tinggal, apa Di mau kembali kepada Tuan Regan ?" tanya Mbak Jelita.
"Tidak Mbak, Di sudah berjanji dengan Tuan Barata dan Nyonya Barata. Bahwa Di hanya menjadi istri Regan, sampai Regan sembuh. Dan Regan sudah sembuh mbak, sudah saatnya Di menghilang." setitik air mata mengalir.
**Flashback**
Di sore yang mendung, Clara memberanikan dirinya untuk menemui Regan dirumahnya. Tetapi Clara tidak bertemu dengan Regan, ia hanya bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Duduklah ." Tuan Barata dan Nyonya Barata menerima kedatangan Clara dengan ramah, membuat Clara semakin merasa bersalah.
Tiba-tiba Clara bangkit dan berlutut di hadapan kedua orang tua Regan, membuat keduanya merasa kaget.
"Hei Nona muda, apa yang kau lakukan. Jangan begini !" seru papa Regan.
"Ayo bangkit, jangan berlutut begini." Nyonya Barata memegang pundak Clara dan mendirikannya dan membawanya duduklah.
"Apa ada masalah, yang bisa kami bantu ?" tanya Tuan Barata.
Clara menundukkan kepalanya, dan air matanya masih mengalir.
"Ceritakanlah, apa kau ada hubungan dengan putra kami ?" tebak Nyonya Barata.
Clara mengangkat kepalanya, dan menganggukkan kepalanya.
"Apa kau hamil?" tanya Nyonya Barata, karena Dia takut putranya telah menghamili seorang gadis diluaran sana.
"Tidak Nyonya." Clara menggelengkan kepalanya.
"Syukurlah, mama kira putra kita telah mengkhianati amara semasa hidupnya Pa. Walaupun itu mama harapkan. ," kata Nyonya Barata kepada suaminya.
"Tidak mungkin dia menghianati wanita itu, kita saja tidak didengarkannya ," kata Papa Regan.
"Kalau bukan itu, apa masalahnya ?" tanya Tuan Barata.
"Kami yang menyebabkan kecelakaan yang menimpa putra Tuan dan Nyonya ," jawab Clara sembari menundukkan kepalanya.
"Apa !" Nyonya dan Tuan Barata kaget, dan menatap wajah Clara.
"kau mengatakan yang sebenarnya ?" selidik Tuan Barata.
"Iya Tuan, maafkan kami Tuan ," ujar Clara.
"Kami, siapa saja ?"
"Saya dan kakak kembar saya Nyonya."
"Sudah tiga bulan, baru kalian datang minta maaf?"
"Maaf Tuan," ucap Clara.
"kenapa hanya kau yang kesini, kemana kakakmu. Dia tidak orang yang gentleman, tidak mau mengakui kesalahannya." suara Tuan Barata keras.
"Putra kami terbaring, Dia menjadi orang yang cacat dan tidak bisa berjalan. Dan seharusnya Minggu depan Dia menikah dengan kekasihnya, gara-gara kalian yang balapan liar dijalan raya. Putraku dan calon menantu kami meninggal!"
"Maafkan kami Tuan ." Clara mengatupkan kedua tangannya di dada.
"Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian ini, kakakmu itu harus berani mengakui kesalahannya."
"Kakak saya tidak bisa mengakui kesalahannya Tuan," kata Clara.
"Oh ya, Dia takut. Makanya ia menyuruh adik perempuannya untuk datang meminta maaf. Sedangkan Dia sedang balapan liar diluar sana !" seru Tuan Barata.
"Pa, sabar. Jangan marah-marah dulu." ingatkan istrinya.
"Papi tidak bisa sabar ma lihatlah. Putra kita mengurung dirinya terus, sedang anak-anak ini tidak merasa bersalah sedikitpun. Kalau Dia gentleman dia akan datang untuk meminta maaf!"
"Kakak saya sudah meninggal Tuan " ujar Clara dengan suara yang lirih.
"Dia tidak bisa datang sendiri untuk meminta maaf." sambung Clara.
"Apa ? kapan ? waktu itu korban hanya putra dan calon menantu saya ," kata Nyonya Barata.
"Waktu itu, kakak saya dan motornya. Terjun ke sungai, sehingga tidak ada yang tahu bahwa ada korban lain."
"Tuan, tolong maafkan kakak saya. Biar Dia tenang di sana ." mohon Clara.
"Sekarang pergilah, saat ini. Saya tidak bisa memikirkan apapun juga" ujar Tuan Barata kepada Clara, sebelum beranjak pergi meninggalkan Clara.
"Jelita..Jelita " panggil nyonya Barata.
"Iya Nyah ." seorang gadis yang berpakaian maid warna biru berlari datang.
"Antar Nona ini keluar." titah nyonya Barata kepada pelayan yang bernama Jelita.
"Ayo Nona " kata Jelita.
"Nyonya maafkan kakak saya !" seru Clara.
"Pergilah, suami saya belum bisa memaafkan kakakmu." Nyonya Barata pergi meninggalkan Clara.
"Ayo Nona, Tuan dan Nyonya tidak akan menemui Nona lagi. Datang saja lagi dua kemudian," kata Jelita kepada Clara.
"Apa mereka akan memaafkan kakakku mbak ?" tanya Clara.
"Mungkin, tapi saya juga nggak tahu juga. Ya Nona coba saja, ayo Nona silahkan pergi. Nanti Tuan dan Nyonya marah, sebentar lagi Tuan Regan pulang dari rumah sakit " kata Clara.
"Mbak, ini nomor telepon saya." Clara memberikan secarik kertas yang sudah dituliskan nya namanya.
"Mbak, jika Tuan dan Nyonya ada dirumah. Tolong kabarin saya ya." Clara kemudian pergi, meninggalkan kediaman keluarga Barata.
...Bersambung guys.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!