NovelToon NovelToon

Sweet Cake Memories

Pertemuan di Terminal Bus

...Bab 1...

...Pertemuan di Terminal Bus...

Siang hari itu terik matahari sangat menyengat, setelah Rizal menyelesaikan kuliahnya dia pulang dari kampusnya, lalu ia bergegas pergi untuk berteduh di halte biasa untuk menunggu bus tujuannya pulang.

Tak lama 3 menit bus yang dia tunggu akhirnya datang. Dia naik dan duduk di kursi paling belakang lalu dengan merebahkan kepalanya ke kursi bus. Tak lama dia pun tertidur, dan di dalam mimpi nya yang sekejap Rizal bertemu dengan ayahnya yang memaksa dia untuk segera pulang dan menikah. Namun Rizal menolaknya sehingga menyebabkan ayahnya dalam mimpinya itu meninggal karena penyakit jantungnya.

"Ayaaaah...." teriaknya, dia terbangun seketika terkaget berbarengan dengan berhentinya bus. Penumpang yang lain terkejut dengan suara teriakan Rizal. Mereka menoleh ke arah Rizal. Dia pun sontak kaget dan tersipu malu karena banyak orang yang menatap kepadanya,

"Ma-maaf hee_" kekehnya, dengan pura-pura menggaruk kepala belakangnya dan memanggutkan kepalanya ke setiap penumpang disana. Dia lalu segera turun dari bus itu, akan pergi ke toilet terminal sekedar mencuci mukanya untuk menghilangkan kantuknya.

Namun Rizal kesulitan turun hingga harus berdesakan dengan para pedagang kecil di dalam bus itu, satu persatu mereka masuk dan menawari dagangannya.

"Minum-minumnya mas..mbak?" tawar si penjual minuman itu pada para penumpang. Rizal menolaknya karena dia hanya ingin segera turun dari bus itu. Karena jalannya terburu-buru hingga akhirnya dia tidak sengaja menabrak pedagang yang sedang melewati bus yang dinaiki Rizal disana. Sehingga terjadilah tabrakan

Braaaaakk

Rizal jatuh bersamaan si penjual kue tersebut, dan seketika itu semua dagangan yang dikeranjang merahnya juga ikut rusak akibat tertindih Rizal sendiri.

"Yaa ampuuun gimana sih maas? kok jalan tidak lihat-lihat, main nabrak saja.. dagangan saya jadi rusak semuaaa! pokoknya saya meminta ganti rugi!" teriak gadis si penjual kue itu kesal. Dengan matanya yang sudah melotot ke arah Rizal.

Rizal seketika itu terkejut dan tidak tahu harus bagaimana, karena saat itu dirinya sedang tidak membawa uang banyak. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena kebingungan.

"Ma, maaf mbak yaa, saya benar-benar tidak sengaja.." tergugup, dengan keringat yang sudah mengucuri di keningnya. Dia lekas berjongkok membantu si gadis itu memunguti kue-kue yang berceceran di jalan aspal.

Namun dari ekspresi mbak penjual kue itu sepertinya tidak terlalu baik, dia menatap Rizal dengan mengerutkan alisnya dan wajahnya yang sudah memerah menahan amarahnya, gadis itu jelas menunjukkan kekesalannya pada Rizal.

Tanpa pikir panjang Rizal segera merogoh dompet di saku celananya dan mengambil kartu tanda pengenalnya lalu memberikannya kepada gadis si penjual kue itu, sembari berjanji kalau dia pasti akan menggantinya namun tidak saat itu juga.

"Apa ini?"tanya gadis itu setelah menerima kartu darinya "Maaf ya mas, saya tidak butuh kartu pengenal! saya butuhnya uang buat gantiin kue-kue dagangan ku!" pekiknya kesal hendak memberikan kartu itu lagi pada Rizal namun Rizal menolaknya.

"Iya mbak saya tahu, mbak butuh uang tapi saya sedang tidak bawa uang banyak sekarang.. jadi terpaksa saya memberi tanda pengenal itu ke mbak, di sana ada nomer saya yang bisa mbak hubungi. Sekarang saya terburu-buru, nanti bus yang saya tumpangi bisa jalan lagi" sahutnya, dia berjanji pasti akan mengganti kerugiannya.

"Apa saya harus percaya dengan omongan orang yang baru saya kenal?" celoteh si gadis kue itu.

"Tolonglah mbak jangan mempersulit saya, dagangan mu paling tidak lebih dari 500 ribu rupiah?" celetuk Rizal sedikit meremehkan. Gadis itu mulai tersinggung dengan ucapan pria di hadapannya.

"Apaa! tidak ada 500 ribu katamu?" gerutunya melohok. "Hey anak orang kaya, kalau memang menurutmu tidak ada segitu, lalu kenapa tidak bayar langsung saja sekarang! kenapa harus menunggu lain kali. berarti anda mau kabur dan ingin membohongi saya? iya kan?!" cacarnya dengan lantang memarahinya di halayak orang banyak yang lewat.

Tidak lama kemudian bus yang dinaikan Rizal akan kembali berangkat. Dia tidak punya waktu lagi, untuk melanjutkan perseteruannya dengan si penjual kue tersebut.

"Maaf mbak..sekali lagi saya benar-benar minta maaf karena harus kembali menaiki bus!" sahutnya. Tanpa banyak bicara lagi dia kembali berlari menaiki busnya.

"Heii...tunggu kamu mau kemana? urusan kita belum selesai!!" teriaknya.

Di jendela bus pria itu membalas menyahuti gadis si penjual kue kalau dia berjanji akan mengganti rugi semuanya, dan menyuruhnya untuk segera menghubungi nomer handphonenya itu.

"Mbaaak...di kartu itu ada nomerku...aku tunggu telepon darimu!" teriaknya. Di kejauhan gadis itu berdiri sambil menggerutu kesal ke arahnya dengan menghentak-hentakkan kakinya.

"Aaah menyebalkan! dia main pergi saja!" jengkelnya.

Rizal hanya memandang senyum terpaksa ke arahnya lalu dia duduk kembali di kursinya dengan menghela nafasnya karna kelelahan, belum sempat dia mencuci mukanya di toilet namun malah terjebak masalah dengan si penjual kue itu. Perutnya yang lapar kini mulai mengganggunya, dia tak menyadari kalau sedari tadi di tangannya tengah menggenggam satu cup bungkus plastik berisi kue namun sedikit koyak itu, kue yang terlihat manis dan lezat dihiasi bunga lili berwarna putih.

"Bentuk kuenya sangat cantik" pikirnya. Lalu dia perlahan membuka bungkus plastiknya dan melahap kue itu ke mulutnya sedikit demi sedikit,

Rizal tertegun sebentar, untuk mencicipi rasanya lalu menghabiskannya tanpa sisa dan menjilati sisa-sisa krim dijarinya dengan lidahnya.

"Kue ini sangat berbeda dengan yang pernah sering aku makan selama ini...ini rasanya sangat lezat sekali..." ujarnya pelan.

Rizal adalah salah satu mahasiswa teladan di Universitas ternama di kota Yogjakarta. Usianya yang menginjak 24 tahun itu seharusnya sudah punya calon istri, dan pekerjaan yang menjanjikan.

Namun dengan tekad dan pendiriannya yang kuat dia hanya ingin terus menyelesaikan studinya ke jenjang S2 untuk mencapai cita-citanya selama ini.

Tanpa memberitahukan keluarganya di Jakarta diam-diam Rizal sudah membuka usaha Cafe Cake-nya di dekat kost-kostan-nya bersama sahabat-sahabatnya, yang baru saja dibuka setengah tahun itu. Rizal dan ketiga sahabatnya berharap suatu hari nanti usahanya mereka bisa maju dan sukses.

...***...

Jangan lupa like and komentnya ya readers...

...🌺🌺🌺...

Suasana di Cafe

...Bab 2...

...Suasana di Cafe...

Rizal bergegas lari ke Cafenya. Terlihat siang itu Yogi dan Revan masih terus berdebat di meja kerja dapurnya. Tanpa menghiraukan Rizal yang baru saja pulang dari kampusnya. Mereka selalu saja bertengkar perkara pembuatan adonan kue gagal yang sering dilakukan Revan. Setiap harinya hanya menghabiskan banyak bahan dan modal saja.

"Sebaiknya kau fokus untuk belajar buat kue lagi..kalau begini terus, terpaksa usaha kita berhenti sampai disini saja!" gerutu Yogi dengan nada sedikit marah pada Revan.

Revan menunduk kesal karena setiap kali dia selalu saja gagal membuat kue seenak Yogi.

Wajar saja karena Yogi adalah anak pemilik usaha Roti terkenal di kota sana. Ayahnya Yogi yang sudah banyak mengajarinya memasak sewaktu Yogi masih SD dulunya, sehingga sampai sekarang dia mahir sekali membuat kue-kue jenis apapun. Dia adalah sahabat satu jurusan dan satu kostan dengan Rizal, tapi setelah lulus S1 Yogi langsung bergabung dengan Rizal, dan membantu usaha Cafe milik Rizal, sebagai rekan bisnisnya. Dia tidak meneruskan studinya seperti Rizal yang sedang melanjutkannya ke jenjang S2.

Yogi yang beda satu tahun lebih tua dari Rizal namun sikapnya yang masih belum dewasa, dan dia masih perlu arahan dari Rizal, sebagai sahabat dekatnya Rizal tak pernah berhenti menasehatinya apalagi ketika urusan asmara Yogi yang sudah melebihi batas menurut Rizal, sampai membuatnya menggelengkan kepalanya sendiri, karena tidak tahu harus bagaimana agar Yogi jera dan kapok untuk tidak menyakiti banyak wanita lagi dalam hidupnya.

"Ada apa ini?" tanya Rizal yang baru saja memasuki dapur, namun tidak mereka hiraukan dari tadi.

"Kau lihat sendiri, adik kelasmu telah mengacaukan semuanya!" celetuk Yogi geram, yang matanya masih mengarah ke Revan.

"Maaf kak Rizal, sepertinya memang aku tidak cocok bekerja disini" ujar Revan pasrah, lalu tanpa banyak bicara lagi dia pergi keluar dari ruangan itu.

"Revan!" serunya. Rizal memanggilnya untuk kembali namun Revan mengacuhkan sahutannya dan terus berlalu keluar dari dapur.

"Biarkan saja dia pergi, memang dia sangat mudah sekali tersinggung!" sindir Yogi.

"Sebaiknya kamu sedikit bersabar menghadapi Revan, Gi..dia baru saja masuk kuliah semester 2 jadi belum pengalaman dalam hal apapun,." ujar Rizal memberi pengertian pada sahabat dekatnya.

Yogi hanya mengangkat alisnya tak peduli dengan perkataan Rizal, dia hanya melanjutkan membersihkan adonan gagal yang hendak dia buang ke tong sampah.

Ttiiiiiiittttttd...tiiiiidtt

Suara klakson mobil Alphard berbunyi, dan mobil itu sudah muncul di depan cafe Rizal, itu Lia dan baru saja pulang membawa setumpuk belanjaan untuk modal Cafenya Rizal.

"Aku keluar dulu, Lia pasti sudah membeli bahan-bahan kebutuhan kita" sahut Rizal pada Yogi.

Di luar Lia dengan kacamata hitamnya dengan dress birunya yang dia pakai tampak cantik sekali, menatap Revan yang tengah duduk termangu di kursi depan halaman Cafe, sambil sesekali memainkan ponselnya.

Lia menghampiri dan mengamati lelaki muda yang berumur 18 tahunan itu, seakan dia tahu dan bisa menebak apa yang dialami oleh teman sekerjanya.

"Kau pasti habis diomelin sama si Yogi lagi kan" tebaknya tepat.

Revan tak menghiraukan ejekan Lia dia hanya terus asyik mengetik handphone genggamnya, lalu dia menghelakan nafas panjangnya.

"Huuuft~ Sebaiknya kalian cari seseorang yang pandai menjadi koki, aku nyerah dan berhenti kerja saja disini!" celetuknya.

"Kamu belum ada satu minggu bekerja disini, sabarlah sedikit lagi Van. bukankah dulu kamu bilang kamu butuh pekerjaan ini? buat biaya kuliahmu.." ujar Lia mengingatkannya lagi.

Revan termenung sebentar mengarah halaman cafe di depannya.

"Yaa.., tapi kan tidak begini juga..lebih baik aku menjadi pelayan atau tukang bersih-bersih saja daripada harus dipaksa membuat kue..setiap hari harus bergelut dengan tepung dan mentega, mengolah adonan lengket ditangan dan jari-jari ku sangat menjengkelkan" gerutunya kesal sambil kedua tangannya di renggangkan kebelakang kepalanya.

Lia terkekeh kecil menahan tawa, mendengar gerutuan Revan.

"Iya aku tahu kau bukan ahlinya dibidang memasak. Tapi mau bagaimana lagi. Yogi membutuhkan tenaga bantuan sedangkan aku dan Rizal pun tak pandai dalam membuat kue. posisiku hanya memberikan modal untuk bisnis ini sedangkan Rizal hanya di bidang penjualan.. jadi kamu harus lebih bersabar lagi belajar oke!" ucap Lia.

"Lia!" panggil Rizal yang baru saja keluar di dalam Cafenya. "Apa semua barangnya sudah kau beli?" tanyanya sambil berjalan menghampirinya.

Lia yang tengah asyik menghibur Revan, terkejut dan, segera mengalihkan pandangannya ke Rizal.

Sosok lelaki yang Lia cintai selama 3 tahun itu.

Dulu semenjak SMA Rizal dan Lia satu sekolah, mereka selisih usia 2 tahun.

Setelah lulus SMA, Lia selalu mengejar dan mendekati Rizal, sampai dia pun masuk ke Universitas yang sama dengan Rizal, namun sayang cinta Lia tak terbalaskan. Rizal hanya menganggap Lia adik kelasnya saja juga sahabat baik baginya.

Rizal adalah tipe lelaki sedikit dingin terhadap wanita, dia tidak terlalu memperhatikan lawan jenisnya, makanya tidak sedikit yang mengatakan dia tidak normal, baginya wanita adalah nomer terakhir, yang paling utama dalam hidupnya adalah belajar dan karirnya saja.

Namun sampai saat ini pun Lia masih menyimpan perasaannya terhadap Rizal, dia tetap bersabar dan terus berusaha agar Rizal menyukainya, sampai Lia pun rela memberikan sebagian tabungan miliknya untuk membantu usaha bisnis nya itu.

Lia tersenyum lalu segera menghampiri Rizal dengan anggun.

"Semua yang kau butuhkan sudah ada didalam mobil..kak.." ucapnya tersenyum memancarkan wajah bahagianya di hadapan pria yang di kaguminya tersebut.

"Baiklah biar kakak yang bawakan!" sahut Rizal dia segera mengeluarkan dus-dus itu di mobil.

"Revan, apa kamu mau membantuku?" tanyanya pada Revan yang sedari tadi hanya duduk cemberut di kursi melihati ponselnya.

"Iya kak!" sahut Revan memelas malas sambil beranjak berdiri.

Revan adalah adik junior Rizal, Lia dan Yogi di kampusnya yang satu jurusan, dan dialah yang paling muda diantara mereka. Dia setuju bekerja di tempat mereka, memang dia sedang membutuhkan uang untuk biaya kuliahnya selama ini, sebab ayah Revan baru saja meninggal akibat kecelakaan mobil sebulan yang lalu.

Maka dari itu dia harus berjuang mencari uang sendiri untuk biaya kuliah dan menghidupi ibunya serta kedua adik perempuannya yang masih di sekolah dasar itu.

Setelah semua barang dimasukan ke dapur. Mereka sejenak dudukkan di sofa ruangan kerja.

"Lia..terimakasih banyak atas semua bantuanmu, kak Rizal benar-benar berhutang budi kepadamu" sahut Rizal yang entah bagaimana belum bisa membalas kebaikan Lia selama ini.

"Kak..kakak tidak usah pedulikan itu yang penting kakak sekarang bisa membangun usaha jerih payah kakak selama ini. Katanya kakak ingin membuktikan pada ayah kakak kalau kakak bisa menghasilkan uang tanpa mereka. Membuktikan pada saudara kakak bahwa kakak itu mampu, iya kan" ujar Lia lembut.

Rizal terkagum dengan ucapan Lia yang semakin hari semakin dewasa perkataannya.

"Kamu memang adik kakak yang paling baik" sahut Rizal mengelus bahunya Lia.

'Adik?! Kenapa yang di ucapanmu itu kepadaku selalu saja panggilan adik! yang ku dengar' gerutuannya di dalam batinnya sendiri.

Tiba-tiba handphone Rizal berdering dan dia segera mengambilnya di saku celananya itu. Ternyata telepon itu dari sahabat karibnya satu kelas. Lalu dia berdiri dan meninggalkan Lia yang duduk disampingnya.

"Hallo Pri! ada apa?" tanyanya setelah mengangkat telepon itu.

"Ooh...oke baiklah, ya besok pasti aku akan datang ke sana!" sahut Rizal lagi membalas ucapan di handphonenya. Lalu dia menutup panggilannya dan menyimpannya kembali ponsel itu di saku celananya.

"Oh ya, besok pagi jam 9, aku mau ke acara pernikahan temanku. Kalian bisa bekerja samakan selagi tidak ada aku disini?!" tanya Rizal sembari menatap ke arah Yogi. Yogi hanya menyunggingkan senyumnya saja. sedangkan Revan menjawab dengan anggukkan saja.

"Aku serahkan semua ini pada kalian tolong bekerjasamalah demi kelancaran bisnis kita" sahutnya lagi, memberikan semangat, kepada kawan-kawan sekerjanya itu.

bersambung...

...***...

Jangan lupa like and komentnya ya...

...🌺🌺🌺...

Rindu Ayah

...Bab 3...

...Rindu Ayah...

Hari itu Tasia benar-benar ketiban sial, jualannya jadi hancur berantakan karena ulah pria yang tak dikenalnya di terminal tadi. Dia sempat menangis sedih dijalan, karena hari ini dia tidak jadi membelikan hadiah buat kakaknya yang akan mengadakan pernikahannya besok. Jika jualannya habis laku terjual Tasia memang berencana ingin membelikan kakaknya hadiah pernikahan.

Tasia adalah seorang gadis muda yang cantik berusia 20 tahun, wataknya yang sedikit keras tapi peduli itu, jarang sekali terlihat tersenyum kecuali terhadap orang-orang terdekatnya. Kerjanya hanya sebagai penjual kue keliling di pasar, kue yang ia buat bersama ibunya, penghasilan dari berjualan itulah dia dapat memenuhi hidupnya bersama ibu dan kakaknya. Sedangkan ayahnya telah lama bercerai 6 tahun yang lalu dengan ibunya. Kini ayahnya sudah beristri lagi. di

Setelah sampai rumahnya, ibunya bertanya-tanya.

"Kamu kenapa Tasia? kok murung?" tanyanya terheran.

"Tidak ada apa-apa kok Bu" ujar Tasia menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau kalau ibunya ikut khawatir.

Lalu Tasia bergegas masuk kamarnya dan menyimpan keranjang jualannya disudut kamarnya itu.

Dia membaca kartu pengenal milik pria tadi dan tertulis namanya, Rizal Agung Permana dengan status Mahasiswa xx serta tercantum no Hp nya. Lalu dia mencoba menghubunginya lewat ponselnya.

Dia mencoba memanggil no yang di kartu itu beberapa kali. Namun sayang nomernya tidak menjawab panggilannya. Karena kesal Tasia lalu mengiriminya pesan.

Ini aku yang kamu tabrak di terminal tadi, tolong segera kirimkan saya uang untuk mengganti kerugiannya!

Pesannya singkat dan padat.

Lama sekali pesan Tasia masih belum dibacanya. Karena bosan menunggu dia akhirnya pergi mandi sore lalu membantu ibu dan kakaknya, menyiapkan perlengkapan untuk acara pernikahan kakaknya besok.

Acara pernikahan kakaknya yang akan digelar di gedung besar. Kakaknya Tasia sangatlah beruntung di usianya yang ke 24 tahun itu, akhirnya dia menikah dengan pria yang disukainya sejak dulu selama mereka masih kuliah.

Kakaknya Tasia, yaitu Maya memang sempat kuliah karena dulu ayahnya yang masih membiayai nya.

Sedangkan Tasia, adiknya itu tidak melanjutkan ke Sekolah Tingginya, dia hanya lulusan SMK saja. Walaupun sebenarnya Ayahnya masih sanggup untuk membiayai putrinya sekolah.

Tetapi Tasia menolak ayahnya membiayai dia karena masih memendam kekecewaan padanya. Keinginan nya yang kuat suatu hari nanti dia pasti bisa sukses sendiri tanpa harus dukungan dari Ayahnya sendiri.

"Tasia, bagaimana menurutmu gaun pernikahan ini cantik ga dipakai kakak?"tanya Maya sumringah.

"Iyalah kak sudah pasti cantik, kakak itu cocok pakai apa saja" jawab Tasia memujinya.

Maya tersenyum puas.

"Oh ya tadi jualan mu bagaimana sudah habis kan?" tanyanya.

"Hmm, gitu deh..kak" ujar Tasia malas menjawab.

"Kenapa, kok kayaknya lagi bete sih kamu?" tanya Maya curiga dengan sikap adiknya itu. "Ada apa sih?" tanyanya lagi penasaran.

"Tapi kakak janji ya jangan kasih tahu ke ibu..nanti ibu bisa-bisa jadi syok mendengarnya." sahut Tasia. Maya mengangguk janji.

"Dagangan kita habis dirusak oleh pria nyebelin di terminal tadi siang kak. Katanya dia janji mau ganti rugi tapi sampai saat ini dia belum membalas pesan ku. Dia mungkin pura-pura saja, pasti dia pengen kabur!" gerutu Tasia jengkel.

"Apa kamu bilang? jadi semuanya rusak tak ada sisa?" sahut Maya kaget.

"Ga semuanya sih kak..cuma setengahnya saja yang rusak dan sebagiannya lagi sudah habis terjual. Uangnya sudah aku kasih ke ibu, tadi aku pura-pura saja kalau jualannya ada yang hutang dulu di kampung sebelah karena ada acara arisan RT...!" ujar Tasia yang pintar berbohong itu demi tidak mengkhawatirkan ibunya.

"Oh ya sudah kalau begitu. Ikhlaskan sajalah..mau bagaimana lagi, yakinlah nanti pasti juga kita dapat gantinya lagi" hibur Maya.

Tasia hanya mengangguk saja mendengar nasehat kakaknya, namun di hatinya dia tetap saja masih jengkel.

Sifat Tasia memang berbeda dengan Maya yang lebih dewasa dan lebih berpendidikan itu. Dia selalu bersikap menerima apapun yang sudah ditakdirkan Tuhan kepadanya, baik itu buruk maupun baik, dia yakin Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk semua hambaNya selagi hambaNya mau berusaha dan berdoa.

Saat tengah malam tiba, Tasia tiduran di ranjangnya sambil memegang foto ayahnya dan dirinya waktu dia masih berusia 8 tahun. Dulu waktu masa kecilnya dia adalah anak yang paling dimanja oleh Ayahnya. Semua yang diinginkan Tasia pasti diberikan Ayahnya. Kebahagiaan Tasia waktu itu ternyata tidaklah berakhir lama, kini dia tidak merasakan kasih sayang Ayahnya lagi semenjak perceraian itu, mungkin ditinggal kematian oleh seseorang yang kita cintai tidaklah akan terlalu sakit. Namun jika ditinggalkan karena dikhianati itu lebih terasa menyakitkan, karena hanya terdapat benci dan rasa kekecewaan saja yang dirasakan.

"Ayah..kenapa ayah tega sekali meninggalkan Tasia..Ibu dan juga kakak?" isaknya tersedu-sedu.

"Tasia benci Ayah...tapi Tasia juga rindu sekali pada Ayah..." tak terasa air matanya pun mengalir deras, membasahi pipinya itu.

bersambung

...***...

Jangan lupa like and komentnya yaa...

...🌺🌺🌺...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!