NovelToon NovelToon

MY DEVIL PARTNER

Bab 1

PARIS POINT OF VIEW:

Fashion design merupakan suatu disiplin ilmu dan seni mengenai penerapan design, estetika dan keindahan alami untuk pakaian dan hiasan tambahan nya. Itulah bidang yang sedang ku geluti dan ku perdalam saat ini.

Awalnya aku bukan tertarik pada bidang ini, aku lebih tertarik dalam dunia model. Selama sekolah aku selalu mengikuti lomba fashion sebagai model nya, dan aku memilih jurusan ini hanya untuk menunjang penampilanku.

Badanku yang tinggi sempurna dan proporsional membuatku merasa sangat beruntung. Aku merasa diriku cantik karena keluargaku selalu bilang begitu, betapa aku mengagumi wajah karunia Tuhan ini.

Libur natal tahun ini membuatku memilih untuk pulang karena aku sangat rindu dengan kedua orangtuaku. Menghirup udara Indonesia membuatku membayangkan masa masa sekolah dan masa kecilku.

Sebuah mobil yang sedang ku tumpangi berhenti di depan sebuah rumah yang sangat ku rindukan, rumah masa kecilku dulu. Aku mulai membuka kaca mata hitamku saat menuruni mobil. Sepatuku melangkah turun dengan hati hati, aku berjalan diikuti sopir yang sedang membawa koperku.

Aku tersenyum melihat laki laki yang ada di depanku saat ini. Aku berjalan dan menghambur memeluk nya dengan erat.

“Miss you so much, Dad,” kataku masih belum melepaskan pelukan ayahku.

“Sejak kapan kamu memanggilku seperti itu? Panggil aku seperti biasa,” sahut ayah.

“Aku hanya bercanda,” kataku terkekeh perlahan melepas pelukan nya.

“Bagaimana perjalanan hidupmu di sana?”

“Lumayan menyenangkan, tapi ternyata di sini juga lebih menyenangkan. Aku rindu berada di sini,”

“Segera lulus dan kembali kesini,”

“Aku sudah lulus, tapi jangan bilang mama. Aku masih ingin menikmati waktu untuk menambah pengalaman. Jangan suruh aku menikah dulu, yah,” pintaku dengan mata puppies yang sedang memelas.

“Ya, raih cita citamu. Bersenang senanglah dulu, jadi kamu akan lama di sini?”

“Tentu saja, aku sudah benar benar pulang,”

“Lalu?”

“Ayah, aku akhir akhir ini sedang sibuk dengan social mediaku. Followerku sudah sangat banyak dan aku sedang sibuk membuat konten tentang fashion yang menjadi daya tarik bagi brand local maupun internasional. Aku akan melakukan kerjasama dengan beberapa sponsor dalam mempromosikan karyaku,” sahutku panjang lebar seraya menjatuhkan bokongku di sofa.

“Terdengar menyenangkan,”

“Tentu saja, ini passionku. Jika perlu aku akan menjadi model nya,”

“Model?” Tanya ayah menatapku.

“Ayah tahu ambisiku sangat besar, aku pasti bisa menjadi model utama yang sering muncul di Koran dan majalah kota ini. Akan ku mulai perjuanganku dari bawah dulu,”

“Paris,” ayah memanggil namaku dengan menghembuskan napas berat.

“Ayah, jangan melarangku,”

“Kamu belum tahu industry seperti itu, banyak hal hitam di balik nya,”

“Hal hitam?”

“Bagaimana jika mereka menjebakmu, menjadi model majalah dewasa misal nya?”

“Ayah tahu jika aku tidak bodoh,” sahutku.

“Aku tahu kamu pintar, tapi kamu seorang perempuan. Ayah hanya khawatir,“

“Maka dari itu percayalah padaku, jangan cerita apapun pada mama,” kataku cepat.

“Baiklah,”

“Promise?”

“Hem,”

🍥🍥🍥

Sore ini aku sangat menikmati melihat mama dan ayahku yang sedang memasak bersama, aku rindu ocehan nya yang terkadang terasa seperti suara lebah. Dulu aku memang sangat benci ocehan mama, sungguh dia terlalu berlebihan.

“Paris, pakailah pakaian yang lebih sopan. Ini Indonesia,” kata mama memperingatiku seraya mengambilkan nasi di piringku. Hemm, aku suka bau nasi dan lauk masakan ayah.

“Ayah—“

“Hey, kamu bahkan tidak memperhatikan mamamu saat ini. Aku sedang bicara padamu, kenapa malah memanggil ayahmu?” kata mama memotong ucapanku.

“Ayah, apa mama dulu pakaian nya tertutup?” tanyaku pada ayah.

Wajah ayah memerah dan masih terdiam menahan tawa. Sedangkan mama melotot kearah ayah. Apanya yang lucu? Apa pertanyaanku lucu?

“Ada apa dengan kalian? Aku hanya bertanya apakah baju mama waktu masih muda dulu tertutup semua?” tanyaku lagi.

“Ya, sangat sopan. Mamamu suka memakai daster dulu. Daster mbah putrimu di kampung sana,” sahut ayah melirik mama.

“Benarkah? Kenapa selera mama jauh dari perkiraanku, ku pikir mama sangat fashionable dulu, ternyata dia hanya suka memakai daster. Kenapa ayah bisa jatuh cinta dengan wanita berdaster? Aneh sekali,” sahutku.

“Hey, jangan meledek mama. Ayahmu pernah bilang jika mama sangat cantik memakai daster,” sahut mama.

“Aku tidak mau masa tuaku nanti hanya memakai daster, emak emak berdaster,“ kataku seraya menyendok nasi ke mulutku.

“Paris, mama nggak suka dengan warna rambutmu, nak,” kata mama.

Nasihatnya sudah mirip suara lebah yang sedang bernguing nguing di telingaku, tidak benar benar masuk ke dalam hatiku.

“Mama suka warna apa?” tanyaku.

“Hitam,” sahut nya.

“Paris pikir pikir lagi, warna hitam adalah warna yang membosankan,” gumamku.

Sekarang mama dan ayah saling pandang dengan raut wajah yang sulit diartikan. Aku hanya menikmati makanku dengan memperhatikan raut wajah mereka yang berubah ubah.

“Sayang, bagaimana kalau kamu sekolah lagi. Apa kamu tidak tertarik dengan dunia kedokteran? Putranya tante zea seorang dokter,” kata mama tersenyum manis padaku.

“Jadi mama akan membandingkan aku dengan anak tante zea?”

“Bukan begitu, mama kan juga ingin kamu jadi orang berhasil,” sahut mama.

“Jadi mama pikir Paris tidak akan berhasil dalam hidup?” tanyaku.

“Bukan begitu maksud mama, sayang. Gimana ya?” kata mama bingung menjelaskan.

“Gimana?” tanyaku balik.

“Pekerjaan dokter lebih jelas, sedangkan fashion designer? Keluarga kita tidak ada yang berkecimpung dalam dunia itu? Bagaimana kamu akan memulai karirmu?” Tanya mama.

“Val—“

“Aku hanya khawatir,” mama memotong ucapan ayah.

“Mama meragukanku,” kataku kesal seraya meninggalkan meja makan.

“Paris,” mama menahan langkahku.

“Paris tidak akan mau berpindah haluan,” sahutku.

“Dunia fashion, kamu akan berhubungan dengan artist, model dan lain sebagai nya. Dan mama tidak suka kehidupan mereka,” kata mama.

“Mama tidak tahu apa apa tentang itu semua,”

“Jika pergaulanmu dengan orang orang seperti itu, mama takut kamu akan terus memilih karir dan melajang lama,”

“Lalu mama ingin aku menikah dan menjadi ibu rumah tangga?” tanyaku.

“Itu lebih bagus,”

“Ma—“

“Setidaknya, anak tante zea itu seorang dokter yang berhasil,”

“Seorang dokter? Paris tidak tertarik dengan dokter dan tidak akan pernah menikah dengan dokter,” kataku kesal.

“Paris!”

“Mama yang membuat Paris membenci dokter,” cebikku.

“Val, jangan memaksa nya. Bukan nya dulu kamu juga pernah dijodohkan dan gagal, aku tidak ingin Paris merasakan itu. Bagaimana jika Dhika tidak menyukai nya? Bagaimana jika dhika sudah punya pacar? Usia mereka terpaut jauh,” kata ayah pelan mengajak mama menjauh dariku.

“Terpaut jauh apanya? Hanya 6 tahun,” kata mama kesal.

“Val,”

“Kamu selalu membela anakmu,” cebik mama.

DHIKA 👍

PARIS 👍

Bab 2

PARIS POINT OF VIEW:

Sore ini aku akan mengantar kakek dan nenek pergi ke gereja, tentu saja aku hanya mengantar nya karena aku seorang muslim. Nenek menyuruhku memakai gaun terbaik yang ku punya, jadi aku memakai gaun merah favoriteku. Tidak lupa ku gunakan heels 7 cm-ku yang membuatku semakin terlihat tinggi mempesona. Ku poles sedikit wajahku supaya lebih fresh.

“Kamu lebih mirip artist daripada fashion designer,” puji kakek.

“Cantik nya menurun dariku,” sahut nenek.

“Dan aku bangga jadi diriku,” kataku setelah memoles bibirku dengan warna merah menyala.

“Ayo kita berangkat kebaktian,” kata nenek.

“Oke, nenek. Kita berangkat,” sahutku menggandeng tangan nya.

Aku menyetir mobilku menuju gereja tempat nenek biasa nya berdoa. Aku memarkirkan mobilku tepat di halaman gereja. Aku membukakan pintu mobil untuk nenekku dan mempersilahkan nya turun dari mobil.

“Cucuku, kamu benar benar terlihat sempurna. Pasti banyak yang iri melihatku diantar olehmu,” kata nenek tersenyum padaku.

“Ayo ikut kami masuk,” ajak kakek.

“Paris di luar saja,” tolakku.

“Kenapa? Kamu menunggu dimana nanti?” Tanya kakek khawatir.

“Itu ada tempat duduk,” kataku seraya menunjuk kursi besi ala jogja yang biasa nya ada di jalan malioboro.

“Apa kamu tidak bosan nanti?” Tanya nenek.

“No, Paris bawa ponsel. Nenek tahu kan jika ponsel ini bisa menghilangkan bosan,” sahutku tersenyum.

“Baiklah, tunggu baik baik di sana,” kata nenek mengusap lenganku.

“Oke, nenek,” kataku tersenyum sopan.

Setelah memastikan nenek dan kakek masuk gereja, aku mulai memperhatikan sekitar gereja dengan baik. Gereja ini berada di pusat kota, berdiri berdampingan dengan sebuah masjid. Sama sama bangunan yang menjulang tinggi. Di depan nya ada sebuah taman kota, bahkan ada restaurant cepat saji terkenal yang berisinial ‘M’ di samping nya.

Aku berjalan menuju restaurant cepat saji itu untuk memesan ice cream kesukaanku. Setelah mengantri beberapa menit karena ini memang hari libur, akhirnya aku bisa mendapatkan ice creamku.

Aku berjalan kembali menuju halaman gereja sambil menikmati ice cream seraya membaca layar ponsel. Begitu asyik nya membaca pesan dari teman semasa sekolah menengah dulu, dia sudah menikah. Dia menikah dengan orang yang cukup berkuasa di kota ini.

Namanya Monalisa sahabat baikku yang sudah ku anggap seperti keluargaku, keluarga kami sangat dekat. Aku bahkan menganggap nya saudara karena kami berdua sama sama anak tunggal, dan aku merasa kesepian.

Aku sangat merindukan nya, berapa lama kami tidak bertemu? Aku hanya bisa melihat beberapa foto nya melalui social media. Kami hanya bertukar kabar seperlu nya saja.

“BHUK…”

Aku hanya bisa menganga saat aku menabrak seseorang dan membuat ice cream coklatku mengenai kemeja nya. Ya Tuhan, ini karena aku terlalu focus dengan ponselku.

“Maaf ya, maaf,” kataku cepat mulai melihat mas mas yang ada di depanku ini sedang membawa kardus.

Dia hanya menatapku tajam tanpa mengeluarkan kata, tatapan nya seakan akan menembus ragaku. Tatapan yang benar benar dingin dan bisa membuatku membeku.

“Ck…” dia hanya berdecak kesal seraya meletakkan kardus nya dan mengusap kemeja putih nya tapi ice cream nya malah meluber kemana mana.

“Maaf ya mas kurir, saya tidak sengaja,” kataku merasa bersalah.

“Kurir?” Tanya nya dengan nada dingin.

“Mas mau ngantar paket kan? Bawa kardus ,” kataku menunjuk kardus yang baru saja dia letakkan di atas mobil nya.

“Ada ya kurir bawa mobil sebagus ini?” sahut nya kesal.

“Jadi bukan kurir ya?” kataku dengan nada yang ikut meninggi.

Aku kesal mendengar dia menyebutkan mobil nya dengan kata bagus, sombong sekali.

“Kamu pasti bisa menilai dari tampilanku kan?”

“Tampilanmu lebih mirip kurir,” kataku ketus.

“Hey—“

“Kalau bukan kurir berarti kamu sopir,”

“Sudahlah, tidak ada guna nya berdebat dengan orang aneh,” kata nya kesal seraya berlalu pergi meninggalkanku duduk di bangku taman yang tadi ku tunjuk saat ngobrol dengan nenek tadi.

Aku memperhatikan sekitar halaman gereja dan tidak menemukan bangku lagi selain bangku itu, akhirnya dengan sedikit menahan emosi aku ikutan duduk di kursi yang sedang di tempati nya.

“Ehem… menunggu majikan?” tanyaku tanpa melihat wajah nya.

Dia hanya diam, mengalihkan pandangan nya kearah lain dengan malas.

“Memang nya kita kenal?” kata nya tanpa melihatku seraya melipat kedua tangan nya di dada.

“Aku sedang ngobrol dengan siapa ya?” kataku kesal mulai membuka ponsel.

“Hanya orang gila yang tidak tahu dia sedang ngobrol dengan siapa,” gumam nya.

“Kamu jangan ngatain aku gila ya,” kataku emosi menatap nya tajam.

“Kamu ngobrol sama aku?” Tanya nya balik menatapku.

“Ngobrol sama siapa lagi jika bukan denganmu? Ya Tuhan, benar benar sial bertemu denganmu saat ini,”

“Lebih tepat nya kamu yang membuatku sial,” kata nya santai.

“Kamu benar benar ya!”

“Benar benar tampan?”

“Aku ingin muntah hanya dengan melihat wajahmu,” umpatku.

“Mas, Mbak, sebaiknya ikut kebaktian saja di dalam daripada membuat keributan di sini,” kata satpam yang mendatangi kami.

“Itu benar, lebih baik kamu masuk dan berdoa daripada berada di luar sini,” kata laki laki gila itu.

“Aku kesini tidak untuk berdoa, kamu saja yang masuk dan berdoa sana,” kataku dengan nada meninggi.

“Aku kesini bukan untuk berdoa,” katanya tak kalah kesal.

“Jadi benar jika kamu supir kan?”

“Jangan sembarangan,” kata nya tidak terima.

“Mbak, Mas! Sebaik nya kalian berdua pulang jika hanya membuat keributan di sini,” kata satpam mengusir kami.

“Tapi—“

“Ini tempat beribadah, jadi mohon tidak ribut di sini,” kata satpam itu lagi.

Akhirnya kami berdua masuk ke mobil kami masing masing. Dengan kesal aku meninggalkan kakek dan nenekku di dalam gereja saat ini. Aku mengirimkan pesan singkat untuk nenek supaya dia pulang naik taxi saja.

Aku mencoba menghubungi mama supaya sekalian ku jemput karena rumah sakit nya sejalur dengan arah pulang.

RUMAH SAKIT

🍥🍥🍥

Aku berjalan melewati lorong rumah sakit dengan heels 7 cm dan gaun off the shoulder berwarna merahku. Aku sedikit mencoba menghilangkan rasa risih karena sedang diperhatikan banyak orang di sini.

Apa ada yang salah denganku?

Kenapa semua orang menatapku seperti itu? Menyebalkan !

Aku berusaha menghubungi mama yang entah dimana keberadaan nya saat ini? Tapi aku mulai tersenyum saat mama mengirimkan pesan jika dia sedang di kantin rumah sakit.

Aku mulai berhenti dari langkahku dan mematung di tempat saat laki laki gila di gereja tadi sedang berjalan di sampingku.

Apa ini kebetulan?

Rasanya bukan kebetulan, apa dia sengaja mengikutiku?

“Mau mati ya?” Tanyaku melotot pada laki laki itu.

“Mati?” Tanya laki laki yang menurutku nggak jelas itu.

“Kamu mau ngikutin aku kan?” Tanyaku.

“Mengikutimu? Ini rumah sakit milikku,”

“Hahaha… kamu membuat perutku sakit saja, rumah sakitmu? Umurmu masih berapa sudah bisa memiliki rumah sakit? Garing sekali cara bercandamu,”

“Terserah kalau tidak percaya,”

“Tentu saja tidak akan percaya, mamaku dokter bedah di sini. Akan ku tanyakan statusmu pada nya nanti,” kataku menatap laki laki itu tajam.

“Tanyakan saja,” kata laki laki itu berjalan di depanku.

Aku berjalan hampir bersamaan dengan laki laki gila itu menuju kantin. Mataku mencari keberadaan mama dan akhirnya ketemu.

“Mama—“ kataku dan laki laki gila itu bersamaan kemudian kami berakhir dengan saling pandang.

“Paris, sini,” kata mama melambaikan tangan nya padaku.

“Jadi ini putrimu, cantik sekali,” puji teman mama.

“Paris, ini teman mama yang nama nya tante zea itu. Kamu nggak lupa kan?” Tanya mama.

“Lama di luar negeri membuatmu lupa ya?” kata tante zea tersenyum. Aku hanya bergantian melihat mereka penuh kebingungan.

“Eh, Dhika. Dari gereja ya?” Tanya mama.

“Iya, tante,” sahut dhika seraya mencium tangan mama.

“Kamu lupa cara cium tangan?” bisik mama penuh penekanan di setiap kata nya, aku yang merasa tersindir langsung bergerak mencium tangan teman mama.

Bab 3

PARIS POINT OF VIEW:

Suasana riuh yang bener bener nggak jelas di antara mereka membuatku terdiam seraya melihat satu persatu mulut mereka yang masih aktif berbicara. Sepertinya sangat akrab sekali, tapi ini sangat membosankan untukku. Benar benar membosankan, seharusnya biarkan saja mama pulang sendiri tadi.

“Ayo kalian duduk dulu,” kata tante Brianna.

“Iya, tante,” kataku dan cowok bernama Dhika itu barengan.

Kenapa bisa dialog nya sama sih?

Kami saling pandang dengan tatapan tajam, mulai duduk manis dengan kursi yang mereka sediakan. Beberapa kali aku memperhatikan sekitar karena merasa kurang nyaman karena laki laki di depanku ini yang selalu dipuji oleh mama.

Padahal aku anak kandung nya kenapa dia yang dipuji puji? Menyebalkan!

“kok tumben ada waktu kesini? Biasanya kamu sibuk sekali dan jarang kesini kalau tidak benar benar penting?” Tanya mama pada laki laki gila itu.

“Kebetulan tadi ada insiden yang tidak menyenangkan, tante,” kata laki laki itu melihatku dan ku alihkan pandanganku ke arah lain.

“Tidak menyenangkan? Apa kasusmu hari ini serumit itu?” Tanya tante zea khawatir.

“Ayolah, santai saja kak zea. Otaknya dhika menurun dari om fero dan aku, jadi jangan diragukan lagi,” sahut tante Brianna.

“Mama tenang aja, aku baik baik saja,” sahut laki laki itu.

“Bagaimana mama bisa tenang jika hidupmu berhubungan dengan hal hal membahayakan seperti itu,” kata tante zea kesal.

“Itu tantangan kak zea,” sahut tante Brianna.

“Ya, itu benar. Aku saja bangga pada nya,” kata mama.

“Aku yang tidak tenang jika dia selalu menghabiskan hidup nya bersama mayat setiap hari,” sahut tante zea.

Aku tiba tiba melihat kearah tante zea. Mayat? Sebenarnya apa pekerjaan nya? Katanya tadi dokter? Sekarang berhubungan dengan mayat, bukan nya dokter berhubungan dengan orang sakit? Kenapa dia harus berhubungan dengan mayat? Jangan jangan dia tukang gali kubur! Gayanya saja yang sok jadi dokter, atau jangan jangan dia hanya penunggu kamar mayat! Aku mulai tersenyum membayangkan nya.

“Kenapa kamu senyum senyum sendiri?” Tanya mama.

“Ah enggak, Paris hanya inget temen aja,” kataku berbohong.

“Oia, gimana suka duka nya di London, sayang?” Tanya tante zea.

“Banyak penyesuaian yang harus Paris lakukan di sana, tante. Lingkungan baru dan mengurus segala sesuatunya sendiri, itu sangat sulit,” sahutku tersenyum.

“Sulit apanya? Kamu selalu minta uang pada kami,” keluh mama.

“Banyak keperluan alat seni untuk jurusan yang ku tekuni, ma. Jadi harus pintar pintar menetapkan anggaran pribadi,” sahutku kesal.

“Ah, valle. Dia sangat mandiri, seharusnya kamu bangga dia pintar mengatur keuangan nya di sana,” kata tante zea.

“Apanya yang dibanggakan? Lihatlah gaya berpakaian nya, aku tidak suka sama sekali,” kata mama melihatku dari atas sampai bawah dan diikuti semua yang ada di situ, mereka juga melihatku dari atas sampai bawah.

Tiba tiba tante zea dan tante Brianna tertawa bersama.

Apanya yang lucu?

Apa mereka berdua sedang menertawakanku? Mereka benar benar tidak tahu fashion, menyebalkan!

“Ini fashion, tante,” kataku hati hati.

“Iya, tante tahu,” sahut tante zea masih menahan tawa nya.

“Lalu kenapa tante tertawa? Apa ada yang aneh dengan penampilanku?” tanyaku bingung sekaligus heran.

“Bukan kamu yang membuat tante tertawa, sayang,” lanjut tante zea.

“Lalu?” tanyaku penasaran.

“Kamu tahu jika penampilanmu mengingatkanku pada seseorang,” kata tante zea seraya melirik mama.

“Siapa?” tanyaku.

“Siapa lagi jika bukan mamamu,” sahut tante Brianna.

“Mamaku?” tanyaku menatap mama.

“Lupakan!” sahut mama kesal.

“Sudahlah, val. Penampilanmu dulu bahkan lebih sexy dari nya,” kata tante zea terkekeh.

“Hem, aku sangat ingat penampilan kak valle saat menggoda kak Jo sepulang dari gereja,” sahut Brianna.

“Mama menggoda laki laki lain selain ayah?” tanyaku kesal menatap mama tajam.

“Bukan begitu sayang, percayalah jika mama hanya menyukai ayahmu,” kata mama bingung.

“Nanti akan ku konfirmasi lagi ketika pulang,” sahutku.

“Kalian sudah kan makan nya? “ Tanya tante Brianna.

“Ayo kita pulang, ma,” ajakku.

“Sayang, mama ada shift malam. Jadi kamu lebih baik pulang naik taxi, tinggalkan mobilmu untuk mama,” kata mama menatapku.

“Mama –“ kataku ingin protes.

“Kenapa harus naik taxi? Dhika yang akan mengantarmu,” kata tante zea.

“Tidak perlu tante, Paris bisa naik taxi,” kataku cepat.

“Dhika yang akan mengantarmu, “ imbuh tante Brianna.

“Ayo, antar dia,” kata tante zea sedikit mendorong putra nya.

“Baiklah, aku pamit dulu,” kata dhika seraya mencium tangan mama nya.

Kami berdua berjalan menuju tempat parkir tanpa suara. Aku membuntuti nya dengan kesal. Dhika membukakan pintu mobil untukku dan aku masuk ke dalam mobil nya.

Dhika melajukan mobil nya dengan kecepatan sedang untuk mengantarku pulang. Aku melihat kearah jendela sesekali melihat ponsel supaya tidak ada kontak mata dengan nya.

“Jangan salah paham,” kataku tiba tiba.

“Salah paham?” Tanya nya melihatku sekilas lalu kembali focus dengan kemudi nya.

“Ya, jangan berpikiran jika mamaku memuji mujimu berarti menyukaimu,”

“Memang nya kenapa? Toh hanya sekedar memuji,”

“Siapa tahu kamu berpikiran kita akan dijodohkan?”

Tiba tiba dia tertawa dengan keras nya. Aku mengernyitkan dahiku, dia benar benar laki laki aneh.

Ada apa?

Apa aku salah ngomong?

Tiba tiba saja wajahku memerah.

“Jadi kamu berpikir sejauh itu?” Tanya nya menahan tawa.

“Siapa tahu kan? Aku mendengar sendiri kemarin ketika ayahku berbicara dengan mamaku,” kataku menahan malu.

“Memang nya kenapa kalau kita dijodohkan?”

“Kamu bukan tipeku,” sahutku kesal.

“Kenapa?”

“Aku tidak suka dengan penjaga kamar mayat,” jawabku santai.

“Penjaga kamar mayat???”Tanya nya kaget.

“Apa coba pekerjaanmu jika bukan penjaga kamar mayat?” tanyaku.

“Atau kamu penggali kubur? Aku dengar sendiri tadi jika mamamu bilang pekerjaanmu berhubungan dengan orang mati. Kalau kamu benar benar dokter, pasti kamu berhubungan dengan orang sakit kan? Bukan orang mati,” imbuhku setelah diam sejenak.

“Ya, anggap saja pekerjaanku berhubungan dengan orang mati, jadi jangan coba coba dekat denganku,”

“Pantas saja sikapmu dingin seperti orang mati,” celetukku.

Tiba tiba mobil berhenti.

“Kenapa berhenti? Kamu tidak terima aku bilang seperti itu?” tanyaku masih setia menatap ponsel.

“Turun!”

“Aku tidak mau turun jika belum sampai, lihatlah heelsku cukup tinggi. Aku tidak punya uang untuk membayar taxi pulang,“ kataku masih menatap ponsel.

“Sudah sampai, lihatlah,” sahut nya menatap pagar rumahku.

“Sudah sampai ya? Baiklah aku turun,” kataku malu dan cepat cepat turun.

“Terima—“

WUUUUUZZZZZZZZZZZZZZZZ……………..

Dasar orang gila, sebelum aku selesai mengucapkan kata terimakasih, mobil nya sudah melesat mirip roller coaster. Dengan kesal aku menurunkan tanganku yang tadi nya ingin melambaikan tangan pada nya.

Awas saja ya jika kita bertemu lagi!

Bertemu lagi?

Aku tidak ingin menemui nya lagi!

Aku memasuki rumah dengan memainkan ponsel yang ada di tanganku, masih sibuk bersosial media. Aku ingin meminta bantuan kucuran dana pada kakek dan nenek untuk mengembangkan butikku yang sudah berkembang sejak aku mengambil studi di London.

Aku merintis bisnis ini dengan bantuan beberapa teman di kota ini yang berkompeten dalam bidang nya. Ada beberapa orang yang ku percaya untuk menjalankan bisnis ini meskipun aku harus menghandle nya dari jauh.

‘PARIS OFFICIAL’, Itulah nama butik milikku yang sebagian besar dana nya dari kakek dan nenekku. Mereka benar benar sumber kebahagiaanku, apapun yang ku minta akan mereka berikan. Tapi bisnis ini tidak main main, omset nya sangat banyak perbulan. Karena yang berkunjung kebanyakan dokter, tentu saja aku menyuruh mama sebagai marketing handal. Tidak hanya dokter, banyak pengusaha pengusaha yang berkunjung kesini juga. Tentu saja aku memanfaatkan teman teman kakek dulu dan teman teman nenek supaya berkunjung ke butikku. Relasi mereka benar benar bagus meskipun usianya sudah dibilang tidak muda lagi.

Kami berkomitmen untuk menjadi brand paling inovatif, selalu memberikan produk dengan berbagai macam pilihan yang trendy tetapi berkualitas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!