...Selamat datang di cerita ini untuk para pembaca tercinta. Karita ucapkan terimakasih sudah mampir di karya pertama ini. Semoga suka dengan jalan ceritanya ya Kak, Bun....
...Cerita belum di revisi karena masih On-going. Harap maklum jika banyak kesalahan....
...Karita Ta...
...**********************...
"Rindi, itu bukannya tunangan lo ya? Kok dia ada di sini sih, sama cewek lagi. Bukannya dia bilang, lagi ada kerjaan?" Tanya Tika dengan memusatkan pandangannya ke arah objek yang sedang dibicarakan.
Wanita yang dipanggil 'Rindi' itu tidak menggubrisnya karena sedang memperhatikan ponsel yang berisi pesanan pelanggannya.
"Mana sih? Tidak mungkin lah dia ada di sini, apalagi sama cewek lain. Aku percaya kok sama dia" Sahut Rindi setelah selesai dengan urusan pelanggannya, sembari melihat kearah pandang Tika. Namun, Rindi tak melihat apapun di sana.
"Tapi gue yakin kok, kalau itu tunangan lo. Kayaknya sih habis belanja gitu Rin. Ceweknya juga nggak asing lagi deh" Sergah Tika dengan nada tidak sukanya.
"Mungkin kamu salah liat kali, Aku percaya sama dia" Sangkal Rindi yang seolah tidak percaya dengan ucapan sahabatnya itu. Gadis cantik itu berlalu meninggalkan sahabatnya menuju toko kain.
"Jangan terlalu yakin sama dia Rin, siapa tahu dia memang selingkuh dari lo, kan kita tidak tahu. Jangan sampai lo dibohongi sama laki-laki seperti dia" Jelas Tika setelah menyamakan langkahnya dengan Rindi. Namun yang di nasihati hanya menggedikkan bahunya dengan acuh.
Rindi seakan tidak percaya bahwa Alvin- tunangannya, yang sangat dicintai akan selingkuh dari dirinya. Dalam hati, dirinya berdoa semoga hal itu tidak akan pernah terjadi dalam hubungannya.
Rindima Callista, seorang gadis cantik berdarah Indonesia Spanyol yang kini berusia 24 tahun. Dengan rambut cokelat keemasan sebahu serta bola mata berwarna cokelat terang seakan kontras dengan wajahnya yang memiliki pipi chubby dan berhidung mancung, jangan lupakan dengan bibir mungilnya. Memiliki tinggi badan sekitar 155 cm dengan tubuh proporsionalnya banyak yang mengatakan dirinya lucu dengan tubuh mungilnya.
Saat ini Rindi dengan teman dekatnya yang bernama Tika, sedang berada didalam mall untuk berbelanja barang-barang persediaan di cafe serta butik milik Rindi. Karena Rindi seorang designer dan owner cafe, sehingga membuatnya sibuk akan bisnisnya itu.
Setelah keduanya selesai dengan belanjaan untuk persediaan, mereka memutuskan untuk makan di restoran yang ada di mall tersebut.
Rindi memesan spaghetti carbonara serta minumnya ice coffe. Sedangkan Tika yang memiliki porsi makan lebih banyak dari Rindi, memesan pasta, onion ring, sponge cake dan ice coffe. Rindi yang melihat hal tersebut hanya menggelengkan kepalanya.
Tika merupakan assisten sekaligus manager di butik dan cafenya. Rindi meminta Tika untuk tidak sungkan kepadanya sehingga mereka berdua bersahabat dekat meskipun awalnya sebatas atasan dan bawahan.
"Tika, sejujurnya aku udah curiga sama Alvin. Secara kan kita tunangan udah setahun terakhir, jadi aku hafal lah sama tingkah dia. Setiap aku minta bertemu untuk membahas kesiapan dia, selalu saja beralasan untuk menolak" Tutur Rindi memecah keheningan di antara keduanya.
"Lo harus hati-hati Rin, siapa tau dia main di belakang lo. Kalau misal dia beneran selingkuh, gue maju duluan buat hajar dia. Beraninya nyakitin sahabat cantiknya gue" Ucap Tika dengan nada sewotnya sehingga membuat Rindi terkekeh karena lucu.
"Alasan aja kamu ini, bilang aja modus buat minta bayarin makanan kamu kan" Goda Rindi sembari menyeruput minumannya. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan menampilkan deretan gigi putihnya.
"Awalnya sih gue beneran Rin. Tapi kalau lo maksa, juga nggak papa deh. Itung-itung nyenengin pegawai kan dapet pahala juga buat Bu Bos, hehe" Canda Tika dengan menampilkan deretan gigi putihnya.
"Kamu ini ada-ada aja, lagipula setiap kamu keluar makan sama aku, siapa yang bayar? Ya udah nanti sekalian tidak apa-apa deh" Pasrah Rindi sehingga disambut tawa dari sahabatnya.
"Ya ampun, sahabat gue baik banget sih. Kalau gini kan jadi makin cantik" Ucap Tika disertai candaan di akhirnya. Rindi kembali meledakkan tawanya saat mendengar guyonan dari Tika.
Setelah keduanya selesai makan dan berakhir dibayarnya total tagihan oleh Rindi, mereka melanjutkan acara belanjanya keliling mall.
Ketika Rindi melihat toko bayi, matanya berbinar. Sehingga kakinya dipercepat supaya sampai di toko tersebut. Melupakan Tika yang sedang menggerutu karena kebiasaan dari atasannya yang selalu bersikap demikian yang berhubungan dengan bayi.
Entahlah, semua orang terdekat dari Rindi sudah paham akan kebiasaannya dan kesukaannya tentang bayi. Rindi sangat menyukai semua hal yang menyangkut tentang bayi, sampai-sampai aroma yang tercium dari tubuh Rindi merupakan aroma bayi. Semua benda-benda yang berhubungan dengan bayi, sangat banyak tersedia di kamarnya.
Saat Tika memasuki toko bayi untuk mengikuti Rindi, Tika dikejutkan oleh keranjang yang didorong oleh Rindi sudah dipenuhi oleh perlengkapan bayi. Tika melihat sahabatnya itu masih sibuk memilih perlengkapan lainnya. Dia sampai tak habis pikir dengan kelakuan atasan sekaligus sahabatnya itu.
Tika yang melihat Rindi masih sibuk memilih, akhirnya memutuskan untuk duduk di tempat yang memang disediakan oleh toko tersebut. Setelah lama berkutat dengan ponselnya, bertepatan dengan Rini yang selesai belanja. Tangan Rindi membawa empat buah paperbag berwarna biru langit yang berisi berbagai macam perlengkapan bayi.
"Yuk kita balik lagi ke butik, aku udah selesai belanja" Ucap Rindi sembari menunjukkan belanjaannya pada sahabatnya itu. Tika yang mendengar itu lantas berdiri dan mengangguk dan berjalan sembari membawa belanjaan kebutuhan cafe dan butik.
"Lo ini, hobi banget ya koleksi perlengkapan bayi seperti itu. Di rumah kan udah ada banyak Rin, ngapain beli lagi coba? Kayak mau lahiran aja" Cerocos Tika saat mereka berjalan menuju lobi mall.
"Aku suka aja sama perlengkapan bayi kayak gini Tik. Setiap kali liat, tanganku rasanya gatal banget pengin pegang terus beli. Toh lagi pula besok kalau aku udah punya anak juga berguna kan. Itung-itung nyicil lah" Balas Rini yang disertai senyum sehingga membuat wajahnya cantik berkali lipat.
"Apa lo bilang Rin? Nyicil? Yang bener aja, yang namanya nyicil itu barangnya masih dikit. Lah punya lo mah namanya nimbun, dodol" Geram Tika yang malah membuat Rindi terkikik geli mendengarnya.
"Lagian lo juga aneh Rin, kebanyakan wanita mah borong skincare biar cantik plus wangi. Lah kalau lo, yang di borong malah perlengkapan bayi gituan. Sampai-sampai badan lo bau bayi Rin" Lanjut Tika yang malah semakin membuat Rindi tertawa terbahak-bahak.
"Ya udah nggak apa-apa dong Tik. Lagian aku juga suka bau-bau bayi gini, enak gitu Tik" Tutur Rindi dengan mencium lengan bajunya yang beraroma khas bayi.
Rindi bergegas memasuki mobil berwarna hitam miliknya. Diikuti oleh Tika yang memasukkan belanjaan terlebih dahulu kedalam jok belakang. Lalu mobil yang dikendarai oleh Rindi melaju membelah jalan menuju butik milik Rindi.
Setelah perjalanan selama 20 menit, mobil tersebut berhenti tepat di depan butik pakaian terkenal milik Rindi yang bernama 'Rindima Callisstyle'. Bangunan bercat putih tulang tersebut berdiri kokoh dengan gaya klasik sehingga memberikan kesan mewah.
Butik milik Rindi tersebut merupakan butik yang didirikan oleh Rindi menggunakan hasil kerja kerasnya. Sehingga membuat kagum orang-orang terdekatnya.
Keduanya turun dan bergegas masuk karena cuaca yang sedikit panas. Ketika membuka pintu, para karyawan menyapa Rindi dan Tika yang dibalas dengan senyuman dan sapaan dari atasannya.
Mereka berdua beranjak menuju lantai tiga yang di sana terdapat kamar pribadi milik Rindi. Sebenarnya di lantai tiga tersebut terdapat kamar, dapur, ruang tv, ruang kerja dan kamar mandi yang biasanya ditempati oleh Rindi ketika tidak pulang ke rumah orang tuanya.
Saat melewati lantai dua yang menjadi tempat fitting dan tempat jahit berada. Keduanya berhenti karena panggilan dari salah satu karyawannya yang bernama Fani. Karyawan dari Rindi itu lumayan dekat dengan keduanya.
"Maaf Mbak Rindi, bukannya saya lancang atau mau ikut campur. Tadi saya tidak sengaja melihat Mas Alvin jalan sama cewek. Saya kira, tadi Mbak Rindi, tetapi ternyata bukan" Jelas Fani dengan wajah seriusnya.
"Nggak kok, dari tadi si Rindi jalan sama gue Fan. Jadi siapa dong? Eh tadi gue juga liat si Alvin juga sama cewek gitu pakai baju dress hitam, kalau nggak salah" Bukannya Rindi yang menjawab, namun malah Tika yang menyahut terlebih dahulu.
"Bener tuh, tadi cewek yang saya lihat juga pakai baju dress hitam gitu. Mbak Rindi aja pakai baju putih gini. Atau jangan-jangan Mas Alvin selingkuh mbak?" Timpal Fani yang seakan-akan malah menjadi kompor di antara mereka.
"Wah, bisa aja sih ini. Coba lo cari tahu Rin, siapa tahu dia memang selingkuh dari lo" Saran Tika kepada Rindi.
"Udah-udah, kalian ini malah pada sibuk ngomongin Alvin. Fani kamu lanjut kerja aja. Dan kamu Tika, malah ikut-ikutan ngegosip. Ayo kita lanjut keatas, katanya mau bongkarin belanjaan ku" Perintah Rindi kepada kedua bawahannya tersebut yang bersikap seakan tak peduli.
Meskipun terlihat tak peduli akan hal tersebut, dalam hatinya Rindi tengah dilanda gelisah. Dirinya khawatir jika apa yang dilaporkan oleh sahabat dan karyawannya tadi benar-benar terjadi. Sibuk akan lamunannya, Rindi tak sadar jika sudah tiba di lantai tiga dimana kamarnya berada.
"Terus barang-barang bayi lo mau ditaruh di mana lagi Rin? Di kamar kan udah banyak tuh, apalagi yang di kamar rumah Papi lo. Itu udah mirip kamar bayi Rin, barang-barang bayi ada dimana pun" Ucap Tika yang kini tengah berdiri di ambang pintu kamar Rindi seraya mengedarkan pandangannya.
"Nanti aku simpan di lemari bawah, masih ada tempat kosong kok" Jawab Rindi yang dengan santainya sambil membuka lemari. Lemari pakaian itu berwarna putih yang dijadikan khusus tempat menyimpan koleksi pakaian bayi miliknya.
Tika yang mendengar hal tersebut hanya mengangguk sebagai jawaban. Tika mendudukkan dirinya di sofa yang ada di kamar Rindi sembari memperhatikan sahabatnya yang sedang membereskan belanjaan bayi miliknya tadi.
"Rin, malem ini lo nginep di sini atau pulang ke rumah Papi?" Tanya Tika yang kini beranjak dari duduknya, berjalan mendekati sahabatnya.
"Mungkin malam ini aku tidur di sini deh Tik. Gimana kalau kamu juga temani aku seperti biasanya? Kan kamu di apartemen juga sendirian" Tawar Rindi sembari menatap sahabatnya tersebut.
Cantika Arracelly, karyawan sekaligus sahabat dari Rindi tersebut merupakan gadis yatim piatu yang bertemu dengan Rindi ketika masa SMA. Tika juga tinggal sendirian di apartemen hadiah dari Om dan Tantenya yang tinggal di luar negeri.
"Ya sudah, tidak apa-apa Rin. Gimana kalau nanti malam, kita makan diluar aja? Gue tahu tempat yang baru buka seminggu lalu. Katanya sih, makanannya enak-enak. Gantian gue yang traktir deh" Ajak Tika yang sangat antusias jika berhubungan dengan makanan. Rindi yang mendengar semangat dari sahabatnya itu hanya mengangguk.
"Ya udah, nanti kita berangkat jam tujuh aja, supaya jalannya lumayan lenggang. Nanti kamu pakai baju aku aja yang di lemari. Aku pulang dahulu ke rumah Papi, mau ambil flashdisk sama buku desainku yang ketinggalan" Jawab Rindi seraya melangkahkan kakinya menuju lantai dua.
...*****...
...Berkomentar lah dengan bijak, pada cerita ini. Jangan gerakkan jari Kakak dan Bunda, hanya untuk menyampaikan pendapat yang sekiranya akan menyakiti hati Karita, selaku penulis cerita ini....
...Karita tidak akan segan menghapus atau melaporkan komentar yang menggiring opini buruk pembaca lain dan komentar yang menyakiti hati Karita!...
...Salam manis, Karita Ta....
Rindi memarkirkan mobilnya di depan rumah yang berdominasi hitam putih bergaya klasik, dengan gerbang berwarna hitam yang tinggi menjulang.
Kakinya melangkah masuk kedalam rumah orang tuanya dan disambut oleh asisten rumah tangga yang sudah dari dulu bekerja di sini. Ketika kakinya sampai di ruang keluarga, di sana terdapat sang mama dan adik tirinya.
"Assalamualaikum ma, Rindi pulang" salam Rindi kepada ibu tirinya itu sembari mencium tangannya.
"Waalaikumsalam sayang, kok nggak bilang-bilang dulu mau pulang? Kan nanti mama masakin yang banyak. Sini duduk dulu," pinta wanita berhijab itu dengan ramah dan lembut, tangannya mengajak Rindi untuk duduk di sebelahnya.
"Nggak papa Ma, Rindi cuma sebentar mau ambil flashdisk sama buku sketsa yang di kamar. Papi belum pulang, Ma?" Tanya Rindi sembari menegedarkan pandangannya mencari sang Papi.
"Belum dong Rin, tau sendiri kan Papimu itu gimana? Kamu jangan lembur terus kerjanya, dijaga kesehatannya. Sering-sering pulang juga jangan cuma nginep di butik mulu, kan rumah sepi nggak ada suara ribut kalian berdua" Celoteh Lia dengan panjang sehingga membuat Rindi tersenyum mendengarnya.
"Ekhem, saking sibuknya sampai ada Mbak pulang nggak sadar ya Ma?" Sindir Rindi kepada adik tirinya yang bernama Linda. Gadis itu sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya itu, menolehkan kepalanya. Lia yang mendengarnya hanya terkekeh kecil.
"Mbak Rindi!!! Linda kangen banget sama Mbak. Iya deh yang lagi sibuk sama karier sampai lupa sama keluarganya" Heboh Linda lalu menghampiri sang kakak dan memeluknya erat.
"Mbak kangen banget sama adik kecil Mbak ini. Eh nggak kerasa udah gede aja. Sekarang tinggian kamu loh. Alhamdulillah butik Mbak lagi ramai nih Lin" Jawab Rindi sembari membalas pelukan adiknya yang kini lebih tinggi darinya.
"Alhamdulillah kalau butik Mbak makin sukses. Iya nih, Mbak Rindi mah badannya mungil ya Ma?" Tanya Linda pada Lia yang datang dari dapur membawa minuman untuk ketiganya.
"Mbakmu mau pendek pun, tetep cantik" Ujar Mama Lia dengan senyumnya.
"Mama ada-ada aja deh, ya udah aku keatas dulu ya? Mau ambil barangnya," ucap Rindi sembari berjalan meninggalkan kedua wanita itu dan menuju kamar yang berada di lantai dua.
Ketika membuka pintu kamarnya, aroma bayi langsung menguar dari dalamnya. Kamar bernuansa baby blue tersebut selalu tertata rapi dengan peralatan-peralatan bayi tentunya.
Rindi bersyukur, meskipun dia memiliki ibu dan adik tiri mereka tetap baik dan akur. Keluarganya juga tetap bahagia layaknya keluarga pada umumnya. Rindi juga bersyukur mendapatkan ibu sambung yang lemah lembut, serta wajah teduh yang selalu menyertai wanita berhijab tersebut.
Setelah mengambil barang yang tertinggal, Rindi bergegas turun menuju lantai satu. Di sana sudah berkumpul dan ternyata Papi nya sudah pulang.
"Papi, Rindi kangen banget sama Papi" Keluh Rindi sembari memeluk leher papinya dari belakang.
"Papi juga sayang. Makanya sering-sering pulang juga. Mama sama Linda juga kangen banget sama kamu. Kerjaan mulu yang di perhatiin" Ucap Papi dengan serius namun juga dengan candaan di akhirnya. Keduanya kini tengah berpelukan di sofa yang ada di depan televisi.
Lia dan Linda yang memperhatikan keduanya hanya tersenyum bahagia.
"Butik Rindi kan lagi ramai Pi, jadi Rindi harus lembur buat pesanan pelanggannya, jadi istirahatnya cuma di butik deh." Jawab Rindi yang masih menyandarkan kepalanya dengan manja di lengan Papinya.
"Iya deh anak Papi udah sukses, sekarang ya?" Timpal Papi dengan mencium kening putrinya tersebut.
"Alhamdulillah, mama seneng dengernya Rin. Tapi jangan lupa istirahat sama makannya yang teratur ya, Nak?" Nasihat Mama Lia yang diangguki oleh Rindi.
"Kamu kenapa sih, Dek? Kok ngeliatin Mbak Rindi segitunya? Kamu ada masalah? Coba cerita ke Mbak," Ucap Rindi ketika melihat adiknya menatapnya dengan raut wajah bersalah.
"Enggak ada apa-apa kok, Mbak" Jawab Linda disertai gelengan kepala.
"Kamu yakin, nggak ada yang di sembunyiin dari Mbak?" Selidik Rindi menatap adiknya intens. Pasalnya adiknya yang berusia empat tahun dibawahnya itu selalu terbuka dengannya. Entah mengapa, Rindi merasakan ada yang disembunyikan darinya.
"Enggak Mbak, percaya deh sama Linda" Jawab Linda disertai dengan senyum meyakinkan dan diangguki oleh Rindi. Kedua orang tua gadis itu bahagia ketika melihat kedua anak mereka dekat dan akur.
"Ya udah, Mbak balik ke butik dulu. Mau ngawasin pegawai yang lain. Rindi pamit ya?" Pamit Rindi kepada semua orang dengan menyalami tangan kedua orang tuanya dan mencium pipi serta kening dari adiknya.
"Hati-hati Rin, jangan ngebut ngebut" Ucap Papi setelah mencium kening putrinya yang langsung dianggukinya.
"Ingat pesen Mama Nak, jangan terlalu kecapekan, istirahat yang cukup, makan jangan telat dijaga kesehatannya ya?" Nasihat sang mama yang disambut tawa oleh semua orang. Rindi yang diberi pesan oleh mamanya lantas tersenyum hangat.
"Iya Mamaku cantik, nanti Rindi tepatin deh," Jawab Rindi sembari memeluk Ibunya itu dengan dibalas kecupan di kening dan pipinya lalu beralih pada adiknya.
"Mbak sering-sering pulang ya? Biar kita bisa banyak ngobrol lagi," ucap sang adik dengan memeluk kakaknya erat.
"Iya, nanti Mbak usaha luangin waktu deh" Jawab Rindi kepada adiknya dan berjinjit untuk mencium kening adiknya.
"Ya udah, Rindi pamit ya semuanya. Assalamualikum" pamit Rindi sambil berlalu memasuki mobil. Saat akan keluar gerbang, Rindi menurunkan kaca untuk melambai ke semua orang yang berada di teras rumah dan dibalas oleh mereka. Membunyikan klakson dan mobil berlalu keluar gerbang, menuju butik milik Rindi.
Setelah sampai di butik, Rindi melakukan tugasnya yaitu mengawasi para pegawainya dan turut melayani pengunjung yang sedang ramai.
Tak terasa malam telah tiba. Kini Rindi dan Tika sedang bersiap untuk makan malam di luar sesuai rencana mereka tadi. Malam ini Rindi style yang simpel menggunakan dress abu-abu berlengan hingga siku dengan panjang hingga di bawah lutut dan dipermanis dengan menggunakan jepit rambut yang memberikannya kesan manis.
Rindi bergegas menyambar tas selempangnya dan menggunakan sepatu flatshoes berwarna senada dengan bajunya. Berjalan menuju lantai bawah karena Tika sudah menunggunya di bawah untuk memanaskan mobil.
"Ya ampun Rindi, cantik banget sih Lo malem ini. Gue aja kalah," Puji Tika ketika melihat Rindi tiba di hadapannya.
"Bisa aja nih ... Kamu juga cantik lho tumben feminim dikit, biasanya juga pakai celana Tik" Ucap Rindi sembari menaik-turunkan alisnya guna menggoda Tika, sedangkan Tika memutar bola matanya dengan malas.
"Udah yuk buruan berangkat, nanti terburu rame, kan ini weekend" Ajak Tika sembari membuka pintu mobil Rindi bagian kemudi.
Rindi bergegas masuk kedalam mobil menyusul Tika. Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata menuju cafe yang akan di kunjungi oleh mereka berdua.
Setelah perjalanan selama tiga puluh menit, keduanya telah sampai di depan kafe bernuansa alami yang kini banyak lampu berkilauan. Keduanya masih berada di dalam mobil, tepatnya Tika yang sedang menunggu Rindi yang sedang membalas email dari pelanggan butiknya.
"Eh,eh Rin. Itu bukannya Alvin, ya? Wah parah sih, dia lagi sama cewek gitu. Mana romantis lagi, sambil ketawa-tawa gitu padahal sama Lo aja jarang senyum." Ucapan Tika membuat Rindi mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah dalam cafe yang tampak tunangnnya bersama seorang wanita.
"Itu beneran Alvin? Ngapain dia di sini, padahal tadi kutanya dia ada acara sama mamanya. Kok dia bohong sih?" Jawab Rindi tanpa mengalihkan pandangannya dari dua sejoli yang sedang tertawa tersebut.
"Itu ceweknya siapa coba? Mana nggak kelihatan lagi. Coba Lo telepon si Alvin buat buktiin dia bohong atau nggak." Saran dari Tika yang diangguki oleh Rindi. Sebelumnya Rindi memperhatikan wanita yang posisinya membelakangi mereka sehingga tidak terlihat wajahnya.
Telepon dari Rindi belum diangkat oleh Alvin, namun Rindi mencoba sekali lagi, dan akhirnya diangkat oleh tunangannya itu. Rindi tak lupa untuk me-loudspeaker hp nya
"Halo sayang, ada apa?" ~Alvin
"Eh enggak Vin, aku cuma mau tanya kamu jadi pergi sama Mama?" ~Rindi
"Jadi kok sayang, ini aku sama mama lagi di rumah temen mama bahas acara arisan" ~Alvin
"Kamu nggak bohong kan, Vin?" ~Rindi
Didalam sana Alvin dan perempuan yang disebelahnya tampak sedang gelisah karena takut ketahuan oleh Rindi. Sedangkan didalam mobil Rindi, Tika mulai geram akan perbuatan Alvin.
"Enggak dong sayang, ini aku lagi ngobrol sama anak temen mama. Kamu kok tiba-tiba ngomong gitu sih? Lagi ada masalah ya?" ~Alvin
"Oh enggak kok Vin, ya udah aku mau lanjut desain lagi ya, Bye" ~Rindi
Di dalam cafe, Alvin dan wanita itu tampak lega dan tak lama melanjutkan perbincangan mereka.
Dari dalam mobil, mata Rindi mulai berkaca-kaca sedangkan Tika sudah marah akan sikap tunangan dari sahabatnya itu. Tika mengajak Rindi untuk segera turun dari dalam mobil menuju dalam cafe.
"Aku nggak siap Tik, gimana kalau dia emang selingkuh dari aku? Terus gimana hubungan ini?" Ucap Rindi dengan suara bergetar menahan tangisnya.
Hati Rindi terasa sakit ketika mengetahui bahwa tunangannya berbohong kepadanya dan jalan bersama wanita lain. Ternyata yang dikatakan oleh Tika dan Fani sebuah kebenaran.
"Coba kita cari tahu dulu siapa wanita itu. Setahu Gue sih, si Alvin nggak punya saudara perempuan," Ucap Tika seraya tangannya membuka pintu mobil.
Rindi bersiap akan turun dari dalam mobil, dia berusaha meyakinkan diri dan mencoba untuk berpikir positif tentang tunangannya meskipun ada keraguan didalam hatinya.
Keduanya berjalan memasuki cafe, karena posisi Alvin dan wanita itu membelakangi pintu, jadi keduanya belum menyadari kehadiran Rindi dan Tika.
"Vin, kalau Mbak Rindi tahu hubungan kita gimana? Aku nggak mau buat Mbak Rindi kecewa" Ucap wanita yang duduk di sebelah Alvin dengan tangannya yang berada di genggaman Alvin.
Deg ...
Rindi terpaku ketika dirinya mengenali suara itu, itu adalah suara Linda, adik tirinya. Rindi kaget mendengar ucapan Linda yang berarti keduanya memiliki hubungan. Tika yang mendengar itu mencoba menahan Rindi untuk mengetahui kelanjutan ucapan dari keduanya.
"Ya, kita jangan sampai ketahuan sama Rindi. Lagian dia percaya kok sama aku kalau aku setia sama dia" Jawab Alvin yang membuat hati Rindi terasa sesak.
"Tapi kalian udah tunangan, kita harus gimana dong ini. Aku nggak mau ya, nyakitin Mbak Rindi. Mau gimanapun, aku sayang banget sama dia" Jawab Linda seraya menyandarkan kepalanya di bahu Alvin.
"Aku juga belum tahu kedepannya gimana, aku sama-sama cinta sama kalian berdua. Aku nggak bisa milih diantara kalian berdua. Aku juga nggak bisa ngelepas salah satu dari kalian" Jawab Alvin dengan tangannya yang membelai lembut kepala Linda dengan mesra.
Rindi yang mendengar semuanya dan melihat perlakuan manis dari Alvin untuk Linda, hatinya merasa sangat sesak. Air matanya mengalir dengan deras dari kedua mata indahnya. Tika merengkuh tubuh rapuh Rindi yang kini bergetar karena tangis.
Tika yang melihat itu, mengurungkan niatnya untuk melabrak tunangan sahabatnya yang berkhianat. Tika tidak akan ikut campur karena masalah ini menyangkut perasaan dan keluarga, biarlah Rindi yang mengatasinya.
Rindi berniat untuk beranjak pergi dari sana, hatinya sakit saat menegetahui semua pengkhianatan dari tunangan dan adik tirinya. Ketika Rindi berdiri dari duduknya, tak sengaja mata Linda menangkap kehadiran kakaknya itu.
"Mbak Rindi..."
"Mbak Rindi..." Panggil Linda kepada kakaknya yang berjarak tiga meja dari tempatnya duduk. Linda dan Alvin tentu sangat terkejut ketika melihat Rindi menangis.
Rindi menatap ke arah tunangan serta adik tirinya dengan tatapan matanya yang menyiratkan kekecewaan yang sungguh besar. Tangganya mengepal kuat dan kepalanya menggeleng pelan.
Rindi yang ketahuan berada di sana segera berlari keluar dari cafe itu. Tak tinggal diam, Tika juga mengikuti langkah sahabatnya. Namun sebelumnya Tika memberitahukan hal yang membuat Alvin dan Linda kaget bukan main.
"Rindi udah tahu semua perbuatan kalian dan perilaku kalian di belakangnya dan dia dengar semuanya. Lihat seberapa hancurnya perasaan Rindi gara-gara kalian berdua" Ucap Tika dengan jari telunjuk yang mengarah kepada kedua sejoli tersebut dengan tatapan marahnya. Setelahnya, Tika pergi dari cafe menyusul Rindi.
Tak tinggal diam, Alvin dan Linda keluar cafe untuk mengejar Rindi dan meminta maaf. Namun semuanya terlambat, karena mobil Rindi telah meninggalkan cafe tersebut.
Di dalam mobil yang dikendarai oleh Tika, suara tangis Rindi terdengar jelas. Tika yang melihat sahabatnya bersedih, hanya bisa menenangkannya dengan usapan lembut di pundaknya. Tika yang mengetahui jika mood sahabatnya sedang buruk, menjalankan mobil menuju butik agar sahabatnya bisa menenangkan diri di sana.
Setelah sampai di butik milik Rindi, Tika memarkirkannya di garasi. Rindi bergegas turun dari mobil dan berlari masuk kedalam setelah membuka pintu. Tika yang melihat itu hanya bisa menghembuskan napas dengan kasar.
"Kurang ajar banget itu si Alvin, seenaknya mainin perasaan wanita. Kasihan deh si Rindi, diselingkuhi sama tunangannya. Eh ternyata pelakornya adik tirinya" Ucap Tika dengan suara kecilnya.
Sebelum kakinya masuk kedalam butik, Tika melihat mobil Alvin berada di luar gerbang butik. Tika bergegas mendekati mobil tersebut dan melihat wajah panik dari Alvin dan Linda.
"Mau apa Lo berdua kesini? Mau nyakitin hati Rindi lagi hah?! Kalau alasan Lo berdua kesini cuma buat minta maaf, Gue saranin pergi deh! Rindi mungkin tidak mau bertemu sama kalian, tidak punya malu Lo berdua nunjukin muka di depan Rindi lagi" Ucap Tika dengan nada tidak sukanya.
"Mbak Tika, kita cuma mau bertemu sama Mbak Rindi. Izinin kita masuk ya Mbak, kita mau minta maaf" Pinta Linda dengan tangan yang hendak menyentuh tangan Tika. Namun dengan cepat Tika menghempaskan tangan Linda dengan kasar. Sedangkan Tika yang melihat itu hanya menghembuskan napas kasar.
"Kalau Gue bilang kalian pergi, ya pergi lah! Atau mau Gue panggil satpam jaga? Sekarang kalian pergi dahulu. Temuin Rindi kalau dia udah tenang besok" Timpal Tika lalu bergegas meninggalkan kedua orang tersebut. Melangkah masuk kemudian mengunci pintu dari dalam.
Linda yang tidak bisa menemui kakaknya untuk meminta maaf hanya bisa menangis dengan segala penyesalannya. Alvin yang melihat Linda menangis segera membawa tubuh Linda kedalam pelukannya dan mencium kedua mata dan kening Linda dengan penuh kasih sayang.
Rindi yang melihat kemesraan dari kedua orang yang telah mengkhianati dirinya bertambah rasa sakit di hatinya. Rindi menyaksikan di balik gorden jendela kamarnya bagaimana perilaku manis Alvin kepada Linda.
Rindi hanya memegang dadanya yang terasa sesak ketika melihat bagaimana cara Alvin membuat Linda tersenyum, mengacak rambut panjang Linda, mencium kelopak mata Linda, dan menuntun Linda memasuki mobil dan membukakan pintu untuk Linda. Rindi menatap kecewa kearah mobil Alvin yang melaju semakin menjauh dari butik miliknya.
Hatinya semakin sesak ketika mengecek handphone miliknya, tidak ada pesan masuk ataupun panggilan dari Alvin. Rindi juga kecewa ketika tak mendapati Alvin berusaha masuk untuk menjelaskan kepadanya.
Rindi berbalik dari jendela, melangkah menuju pinggiran ranjang dan mendudukkan diri di sana. Air matanya luruh semakin deras rasa sesak memenuhi rongga dadanya. Pikirannya seakan tidak bisa melupakan segala perilaku Alvin terhadap Linda. Kejadian tadi seakan kaset rusak yang terus berputar di otaknya.
Menghapus air matanya, Rindi berusaha tegar dengan semua ini. Biarlah masalah ini akan diselesaikannya nanti jika dirinya sudah siap lagi. Rindi membuka pintu dan berjalan menuju ruang tv, dilihatnya Tika sedang duduk santai di sofa putih miliknya itu.
"Gimana, udah lumayan tenang belum?" Tanya Tika saat Rindi duduk disebelahnya dengan memangku bantal sofa bergambar animasi bayi milik Rindi.
"Udah lumayan Tik. Aku tidak tau gimana kedepannya, apa aku harus ikhlasin Alvin sama Linda atau aku tetap lanjutin hubungan ini sama Alvin tetapi pasti aku akan menyakiti hati adikku. Jujur aku bingung Tik" Ucap Rindi dengan nada yang bergetar menahan tangis. Tika membawa kepala Rindi untuk bersandar di bahunya dan menepuk pelan pundak Rindi yang bergetar.
"Kalau menurut Gue nih ya Rin, lebih baik Lo minta Alvin buat milih antara kalian berdua. tetapi kalau menurut Gue sih jangan nyerah gitu aja Rin. Perjalanan cinta kalian berdua itu panjang banget dimulai dari masa-masa SMA. tetapi itu saran aja sih dari Gue, semua terserah Lo aja Rin" Ucap Tika dengan nada seriusnya menatap dalam mata sembab milik Rindi.
Memang Rindi, Tika dan Alvin teman dari masa SMA jadi mereka bertiga sangat dekat. Namun dari awal hubungan Rindi dan Alvin, Tika tidak setuju dan tidak menyukainya.
"Ya udah nanti coba aku pikirin lagi lah, gini aja dahulu deh. Kita liat sejauh mana dekatnya mereka berdua, kalau misal mereka saling cinta, aku yang bakalan mundur dari hubungan ini Tik" Ucap Rindi sembari membersihkan sisa air matanya menggunakan tissue yang ada di meja.
Hatinya seakan tak rela jika hubungannya dengan orang yang sangat dicintai harus kandas, bibirnya seakan kelu mengucapkan kata menyerah dari hubungan ini.
"Ya udah kita makan dahulu yuk, tadi udah Gue order. Kan kita belum jadi makan eh udah ada drama perselingkuhan" Ucap Tika yang kini berjalan menuju dapur yang langsung diikuti oleh Rindi.
Keduanya makan dengan nasi goreng box yang tadi dipesan oleh Tika karena sudah malam sehingga tidak sempat untuk memasak makanan.
Selama makan, Rindi tak membuka bicara sedikitpun, dan memakan makanan didepannya dengan tatapan kosongnya.
Setelah selesai dengan urusan makannya, Rindi pamit kepada Tika untuk menuju kamarnya dan memberikan kunci kamar yang letaknya bersebelahan dengan kamar milik Rindi. Kamar itu memang biasa digunakan oleh Tika jika menginap di butik.
Rindi menuju balkon yang ada di kamarnya dengan membawa gelas berisikan kopi hitam panas. Meletakkan gelas berwarna baby blue nya dimeja bundar dekat dengan ayunan rotan yang ada di balkon kamarnya.
Pikirannya kini melayang jauh mengenai hubungannya dengan tunangan yang sangat dicintainya. Tangannya memainkan cincin yang berhiaskan permata ditengahnya, cincin tersebut pemberian Alvin ketika mereka bertunangan.
Air matanya jatuh, mengingat pria yang dicintai nya selama tujuh tahun berkhianat dari dirinya. Dan parahnya lagi dia selingkuh dengan adik tiri yang sudah Rindi anggap seperti adik kandungnya.
"Apakah selama tujuh tahun ini aku mencintaimu tiada artinya...selama ini aku mencintaimu sepenuh hatiku...apakah ini akhirnya? Jadi...penantian ku selama ini harus berujung mengikhlaskan Vin?..." Akhirnya Rindi meluapkan isi hatinya meskipun tiada seorang pun di sekitarnya.
"Mengapa harus adikku yang menjadi wanita yang kau cintai? Sikapmu pada Linda membuatku yakin bahwa kau lebih mencintainya daripada denganku. Kau tampak lebih bahagia bersamanya. Candamu, tawamu, dan perilaku manis mu tak pernah kau perlihatkan di depanku Vin. Itu yang membuatku sesak melihatnya. Jika kau lebih bahagia dengan Linda maka aku akan mengikhlaskan mu Vin" Lanjut Rindi dengan diiringi isak tangisnya.
Tak disangka bahwa di balik jendela pembatas balkon kamar Rindi terdapat Tika yang sedang melakukan video call dengan Alvin dan Linda di seberang sana. Beberapa waktu lalu memang Tika sengaja melakukannya supaya mereka berdua mendengar keluh kesah dari Rindi.
"Jika memang ini akhir dari perjuanganku selama ini, aku akan memutuskan hubungan pertunangan kita dan aku akan mengikhlaskan mu untuk Linda. Aku akan belajar melupakan semua tentang kita Vin..." Ucapan Rindi berhenti karena isak tangisnya semakin jelas dan air matanya deras mengalir di pipi chubby nya.
Di seberang sana, Linda yang mendengar keluh kesah dari kakaknya itu pun menangis pilu. Dirinya merasa menjadi wanita yang hina karena telah merebut tunangan kakaknya. Karena melihat Linda menangis, Alvin segera mematikan sambungan teleponnya dengan Tika dan menenangkan Linda.
Tika yang melihat sahabatnya semakin terisak, segera menghampiri Rindi. Berusaha menenagkan sahabatnya itu dengan memeluk erat dan mengelus punggungnya. Hatinya ikut teriris mendengar tangis pilu dari Rindi.
Setelah dirasa Rindi sudah tenang, Tika mengurai pelukannya dan membantu menghapus bekas air mata yang keluar dari mata indah sahabatnya itu.
"Lo udah putusin akan ngambil keputusan apa kan Rin? Gue percaya semua keputusan yang Lo ambil karena itu pasti yang terbaik. Dan Gue dukung apapun keputusan yang Lo ambil Rin" Ucap Tika sembari memegang kedua bahu sahabatnya dan menatap matanya tajam. Rindi menjawabnya dengan anggukan tegas.
"Aku udah ngambil keputusan Tik. Mungkin sudah saatnya mengakhiri hubungan ini, besok aku bakalan nemuin mereka untuk memutuskannya" Ucap Rindi dengan mantap tanpa ada keraguan sedikitpun.
"Gue dukung keputusan Lo Rin, tidak ada kesempatan kedua untuk lelaki pengkhianat seperti Alvin" Timpal Tika dengan nada seriusnya dan dijawab senyuman oleh Rindi. Lantas keduanya berpelukan kembali.
"Ya udah aku tidur dahulu ya Tik, besok masih kerja dan nemuin mereka berdua" Ucap Rindi sembari bangkit dari duduknya dan masuk kedalam kamar dan diikuti oleh Tika yang menutup pembatas balkon.
"Gue balik ke kamar ya Rin. Kalau ada perlu apa-apa teriak aja, nanti Gue buru-buru deh kesini nya" Ucap Tika disertai dengan cekikikan. Rindi yang mendengar itu hanya bisa tersenyum kecil dan merasa bahagia memiliki sahabat yang selalu ada saat dia butuh sandaran.
"Iya Tik, udah sana ngantuk nih aku" Jawab Rindi dengan nada mengusirnya sehingga membuat Tika mendengus kesal. Namun tak urung, Tika tetap beranjak dari kamar Rindi menuju kamar sebelah, tak lupa menutup pintu kamar Rindi.
Sebelum beranjak tidur, Rindi mengirim pesan kepada Alvin dan juga Linda untuk menemuinya besok hari di cafe milik Rindi. Setelah mengirimkan pesan tersebut, Rindi menatap cincin yang ada di jari manis tangan kirinya dengan tatapan kecewa.
"Ayo Rindi, kamu harus kuat. Ikhlasin dia dan belajar move ons dari pria berengsek seperti dia. Aku akan kembalikan cincin ini padanya besok. Ini harus berakhir!" Semangat Rindi untuk dirinya sendiri dengan memasang senyum palsunya seakan menguatkan dirinya sendiri.
Merebahkan diri di atas kasur yang nyaman, mematikan lampu utama sehingga menyisakan lampu tidur yang temaram dan bergegas untuk ke alam mimpi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!