NovelToon NovelToon

Penjara Cinta Tuan Muda

Awal

Plak...

Seorang gadis tengah memegangi pipinya yang terasa panas akibat tamparan wanita di hadapannya.

"Gue udah bilang, sama Lo. Jauhin Rasya, Lo itu gak pantes buat dia." Maki wanita itu.

"Tapi aku sama kak Rasya, berpacaran." Jawab Wanita yang tengah bersimpuh di lantai.

"Alah, mana ada dia mau sama Lo yang dekil and miskin. Gue peringatkan yah jauhin dia, Kak Rasya itu milik gue, dan lo cuman benalu." Maki wanita itu sembari tertawa mengejek.

Lalu Karin langsung menendang ember di hadapannya itu tepat ke wajah Erika. Erika yang hanya bisa diam sambil menahan air mata.

"Ayo gays, kita pergi. Lama-lama kalau deket-deket sama dia nanti kita ketularan miskin." Ledek Karin sambil tertawa.

Lalu Karin dan teman-temannya langsung meninggalkan Erika sendiri.

"Ya Tuhan, salah aku apa? Sampai kau memberikan cobaan yang seperti ini kepadaku." Keluh Erika.

Lalu dia mulai bangkit sambil berjalan ke arah cermin, di tatapnya wajah dan juga pakaiannya yang sudah kotor dan juga bau.

Perlahan air mata pun mulai berjatuhan, tak ada yang mendengar tangisan gadis malang ini. Semua orang seakan menjadi tuli dan juga bisu saat melihatnya di bully oleh Karin, hanya Tuhan yang selalu melihatnya dan yang selalu mendengarkan keluh kesahnya.

Erika yang sudah cukup lama menangis pun mulai membersihkan wajah dan juga pakaiannya, Erika mulai memberanikan diri untuk keluar dari toilet karena hari sudah mulai petang dan lagi kampus pun sudah mulai sepi.

Dengan langkah pelan Erika mulai menyusuri lorong kampus yang sudah sepi tanpa ada penghuni, suara Isak tangisnya menggema di sepanjang lorong.

"Erika..."

Deg,

Erika yang mendengar suara tak asing memanggil namanya langsung menoleh ke belakang.

"Erika, ada apa denganmu sayang?"

Seorang pria tampan menghampiri Erika, dengan wajah khawatir pria itu langsung menutupi tubuh Erika dengan jaket miliknya.

"Pasti ulah Karin lagi?" Tanya Rasya.

Erika hanya bisa diam membisu sambil menundukkan kepalanya. Dengan sigap Rasya langsung menggendong Erika yang sedang menggigil kedinginan, di bawa Erika ke dalam mobil sport keluaran terbaru.

"Sekarang kita ke rumah sakit yah." Ucap Rasya sambil menyalakan mesin mobil.

Tapi Erika hanya menggelengkan kepalanya. "Aku mau pulang aja kak." Jawabnya dengan nada lembut.

"Pulang tapi..." Ucapan Rasya langsung di potong oleh Erika.

"Saya mohon kak, saya mau pulang aja." Sambungnya memohon.

Dengan wajah kesal Rasya langsung membanting stir ke arah rumah Erika.

Tak memakan lama, mobil sport milik Rasya sudah berhenti di depan gang sempit. Erika pun langsung turun dari dalam mobil tanpa mengucapkan satu kata pun.

Rasya yang masih berada di dalam mobil hanya bisa melihat punggung kecil kekasihnya yang mulai menjauh.

Tak terasa hujan pun mulai turun, langit yang awalnya cerah berubah menjadi hitam di sertai ribuan tetesan air yang berjatuhan dari langit.

Erika terus berjalan menerobos hujan yang semakin deras, tubuh kecilnya mulai kembali menggigil. Letak rumahnya masih jauh, di butuhkan waktu sekitar 20 menit dari depan gang menuju rumahnya.

Di sela-sela hujan, Erika pun kembali menumpahkan air mata miliknya. Setidaknya dengan adanya hujan tak akan ada yang melihat jika dirinya sedang menangis.

Setelah berjalan kaki cukup lama Erika kini sampai di depan rumah kontrakan yang kecil, yang berukuran sekitar 6x6 meter persegi.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Jawab seorang wanita sambil membukakan pintu rumah, "Eh, nak. Kok kamu pulangnya hujan-hujanan sih." Tegur sang Ibu pada Erika.

"Iya Bu, Erika lupa gak bawa payung." Jawabnya sambil tersenyum.

"Ya udah, ayo masuk. Lalu ganti baju, nanti kamu masuk angin." Ajaknya pada putrinya itu.

Erika pun mulai melangkahkan kakinya ke dalam rumah kecil miliknya itu, terlihat kedua adiknya sedang duduk di lantai sambil mengerjakan tugas sekolah mereka.

"Kak Erika." Sapa Rara adik pertama Erika.

"Eh, Rara. Kamu rajin yah." Jawab Erika sambil tersenyum manis.

"Rere juga rajin kok kak." Ucap si bungsu yang tiba-tiba angkat bicara.

"Iya, Rara sama Rere sama-sama rajin." Jawab Erika sambil tersenyum kepada kedua adik kembarnya itu.

"Udah ah, jangan ganggu kakak kamu. Dia harus ganti baju, nanti kalau Kak Erika sakit gimana." Omel sang ibu.

Dan Erika kembali tersenyum, lalu langkah langsung menuju ke sebuah kamar sempit yang tak lain adalah kamarnya sendiri. Kamar yang berukuran sangat kecil dengan tembok yang sudah lapuk di makan waktu.

Di bukannya satu persatu pakaian yang menempel di tubuhnya, di lihat beberapa luka lebam yang dia dapatkan dari Karin. Sebuah helaan nafas panjang terdengar dari Erika.

Lalu Erika langsung mengambilnya pakaian bersih yang ada di dalam lemari, pakaian yang sudah usang di pakaiannya sebagai pakaian sehari-hari.

Setelah itu, Erika langsung berjalan keluar kamar. Dan di sana sudah ada ibunya yang tengah menyiapkan makan malam, makanan yang di susun di atas lantai bukan di atas meja makan layaknya orang-orang.

"Ayo nak, kita makan dulu." Ajak sang ibu seraya tersenyum pada Erika.

"Iya Bu." Jawabnya sambil berjalan menghampiri ibunya, Erika pun ikut membantu ibunya menyiapkan makan malam.

Di keluarganya hanya ada dirinya, ibu dan juga kedua adiknya. Sementara Ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka semua dan menikah lagi dengan wanita yang kaya raya.

"Yah, sekarang makannya cuman ikan asin sama telor lagi." Keluh Rara.

"Sut, jangan gitu. Ini tuh makanan, rezeki dari Allah." Ucap Erika yang memberikan nasehat kepada adiknya.

"Iya kak." Jawabnya sambil mengambil piring yang terbuat dari plastik.

"Iya udah, ayo makan." Ajak sang ibu sambil sambil tersenyum tapi di balik senyuman itu tersimpan tatapan sendu kepada ketiga putrinya.

Lalu Erika dan anggota keluarganya langsung menyantap makanan yang ada di depan mereka, meski bukan makanan mahal setidaknya Erika sangat bersyukur karena masih bisa di berikan rezeki oleh yang maha kuasa.

Tak beberapa lama, acara makan malam pun selesai. Erika yang sedang membereskan peralatan makan langsung di tegur oleh ibunya.

"Erika."

"Iya Bu."

"Kamu abis nangis yah?"

"E..nggak kok Bu."

"Jangan bohong Erika, ibu tahu."

"En..ggak kok Bu."

"Kamu di bully lagi, di kampus kamu?"

Erika hanya bisa diam membisu, dia tak ada niat untuk menjawab pertanyaan dari ibunya.

"Ya udah, sekarang kamu tidur aja, biar ibu yang lanjutin."

Dan Erika pun langsung bergegas menuju kamar miliknya, di dalam kamar Erika langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memeluk erat guling miliknya.

Tanpa terasa air mata kembali jatuh dari kelopak matanya, perlahan Erika mulai menangis tersedu-sedu. Tapi dia berusaha agar tangisannya tak terdengar oleh ibu dan juga adik-adiknya.

Pagi hari

"Rasya!"

Rasya yang baru pulang pun langsung menghentikan langkahnya.

"Ada apa Bu?"

"Dari mana aja kamu."

"Aku abis nganterin Erika pulang."

"Nganterin anak miskin itu, ibu udah bilang berapa kali sama kamu. Stop, jangan dekat-dekat lagi sama dia."

"Itu terserah aku Bu, ibu gak punya hak buat ngatur hubungan aku."

"Kamu jangan jadi anak durhaka yah Rasya, gara-gara perempuan miskin itu sekarang kamu udah berani ngelawan sama ibu."

"Udahlah Bu, aku cape. Mau tidur."

Rasya pun segera pergi meninggalkan ibunya yang menatap kesal. "Mau sampai kapan dia terus ngelawan kaya gitu." Gerutu sang ibu.

"Mungkin pikiran tuan muda sedang labil nyonya, tapi sebentar lagi pasti tuan muda akan memutuskan hubungan dengan wanita itu."

"Aku harap begitu, aku gak sudi punya menantu orang miskin. Mau di taruh dimana muka ku nanti."

Keluh sang ibu kepada asisten pribadinya, Rasya merupakan anak dari seorang pengusaha sukses, sementara ibunya merupakan seorang wanita sosialita. Karena kedudukan sosial dan kasta membuat keluarga Rasya tak setuju atas hubungannya dengan Erika.

Sementara di tempat lain...

Seorang pria tengah duduk sambil melihat layar smartphone, Karin yang berada tak jauh darinya berjalan mengendap-endap dan langsung memeluk pria itu.

"Kakak, akhirnya kakak pulang."

Sebuah senyuman manis terlihat jelas di wajah pria tampan itu, senyuman itu seakan menambah nilai plus padanya.

"Iya Karin, maaf kakak jarang ngeluangin waktu karena kakak terlalu sibuk di luar negeri." Jawabnya seraya mengacak-acak rambut panjang Karin.

"Iya kakak, gak papah kok."

Bima bagus baskara itulah nama pria yang merupakan kakak tiri dari Karin, dia menyandang nama Baskara di belakang namanya. Nama yang menjadi kebanggaan orang yang memilikinya, dia adalah putra sulung dari keluarga baskara keluarga yang masih memiliki darah ningrat.

Tapi berbeda dengan dengan Karin, Karin hanyalah anak yang di bawa oleh ibunya dari hasil perselingkuhannya dengan seorang pria berdarah sudra dan hal itu juga yang membuat Karin tak menyandang nama Baskara di belakang namanya.

"Bagaimana dengan kuliahmu Karin?"

"Emm... Entahlah." Jawabnya seraya memperlihatkan wajah kesal.

"Ada apa? Ceritalah, mungkin kakak bisa bantu."

"Gini, aku kan punya pacar terus pacar aku di rebut sama cewek miskin, dan akhirnya kak Rasya jadi berpaling dari aku."

"Kok bisa Rasya berpaling dari kamu dan milih wanita itu?"

"Mungkin dia gunakan tubuhnya buat ngerayu Kak Rasya, kakak tolong bantu adikmu ini." Rengek nya kepada sang kakak.

"Baiklah kakak, bakalan bantu kamu. Dan buat wanita itu kapok telah merebut kekasih adik kesayangan ku."

"Makasih kak." Ucap Karin saraya memeluk kakaknya.

"Ya udah, sekarang kamu istirahat."

"Ya udah aku kek kamar dulu, bye bye."

Lalu Karin pun pergi meninggalkan Bima, tak jauh dari sana kepala pelayan rumah menghampiri Bima.

"Tuan."

"Ada apa?" Jawabnya dengan nada datar.

"Apa tuan tidak terlalu memanjakan non Karin, karena saya mendengar berita yang tak baik tentangnya di kampus."

"Soal aku memanjakannya kau pun sudah tahu jawabannya. Dan untuk urusan dia di kampus biar aku yang urus." Tegas Bima.

"Baik Tuan."

Lalu kepala pelayan itu pun langsung pamit undur diri. Bima yang tengah sendiri pun mulai teringat tentang ucapan Karin.

"Akan ku buat dia menyesal." Gumamnya sambil menggertakan rahangnya.

.....

Erika yang baru bangun tidur pun langsung mengambil air untuk sholat subuh, tapi sebelum dia pergi untuk berwudhu. Erika tak sengaja mendengar ibunya yang sedang berdoa sambil menangis.

Erika yang mendengar doa sang ibu langsung teriris hatinya, inilah yang Erika takutkan. Dia tak mau jika apa yang dia alami membuat ibunya khawatir.

Dengan langkah pelan Erika kembali berjalan menuju kamar mandi, sebuah kamar mandi yang berukuran sangat kecil. Dengan dinding yang sudah berlumut.

Dengan perlahan Erika pun mulai berwudhu, dan setelah itu Erika langsung kembali ke kamarnya untuk melaksanakan sholat subuh.

Setelah selesai sholat subuh, Erika mulai membantu ibunya untuk menyiapkan dagangan yang akan di jual oleh ibunya. Yah, ibunya berjualan gorengan di sekitaran rumah Erika.

Erika selalu ingin membantu ibunya berjualan, tapi sang ibu selalu melarang dengan alasan. Dia ingin Erika dan kedua adiknya fokus pada pendidikan saja.

Tak terasa jam kini sudah menunjukkan jam 6 pagi.

"Ibu, Erika pergi ke kampus dulu yah."

"Iya nak, kamu hati-hati di jalannya yah." Jawabnya sambil memberikan uang 20 ribu.

Tapi Erika hendak menolak. "Gak papah kok nak, ini cepat ambil buat jajan sama buat ongkos ke kampus." Timpanya lagi.

"Makasih Bu. Erika berangkat dulu. Assalamualaikum." Ucapnya sambil mencium tangan ibunya.

"Wa'alaikum salam." Jawab sang ibu dengan senyum tulus di wajahnya.

Dengan langkah-langkah kecil Erika mulai kembali menyusuri gang-gang kecil, jam segini jalanan gang nampak sepi tak ada aktivitas lalu lalang orang-orang. Mungkin mereka masih berbalut selimut, udara pagi memang terasa dingin. Hal itu juga di rasakan oleh Erika.

Setelah cukup lama berjalan Erika kini sudah ada di ujung gang sempit, dan di depannya sudah ada mobil sport milik Rasya.

"Kak Rasya."

Rasya nampak tersenyum seraya menghampiri Erika yang diam mematung.

"Ayo." Ajaknya sambil menarik tangan Erika.

"Kakak, kok jemput Erika. Erika udah bilang, kak Rasya gak perlu jemput Erika."

"Sudahlah, bukanlah hal yang wajar jika seorang pacar menjemput kekasihnya." Jawabnya seraya memberikan kedipan genit.

Erika pun langsung memerah seketika layaknya buah tomat, lalu Rasya langsung membukakan pintu mobilnya untuk Erika.

"Silahkan masuk tuan putri." Ucapnya sambil tersenyum.

Lalu Erika langsung masuk ke dalam mobil sport milik Kak Rasya secara perlahan. Kemudian di susul oleh Rasya yang ikut masuk ke dalam mobil.

"Apa kau sudah makan?" Tanyanya.

"Sudah kak."

"Em.. Aku belum makan, jadi sekarang kita cari makan dulu yah." Bohongnya.

"Emm.."

Rasya berbohong jika dirinya belum makan, itu hanyalah alasan agar dia bisa mengajak Erika makan karena dia tahu jika Erika sangat susah di ajak makan. Alasannya selalu saja, dia tak mau membuatnya malu.

Kini mobil sport milik Rasya berhenti di sebuah restoran bernuansa klasik, Erika yang memang seorang gadis miskin hanya bisa menatap takjub pada restoran tempatnya sekarang berdiri.

"Tunggu apa lagi, ayo masuk." Ajaknya.

Lalu Erika berjalan mengekori Rasya dari belakang, Rasya hanya bisa terkekeh melihat kekasih kecilnya yang nampak sangat polos.

Kemudian mereka di tuntut ke sebuah meja yang berada di lantai dua, tepatnya di samping jendela dan dari sana juga terlihat jelas pemandangan kota Jakarta di pagi hari.

"Kamu mau pesan apa, sayang?" Tanya Rasya sambil melihat-lihat buku menu.

Erika yang ikut melihat buku menu hanya bisa menatap bingung semua makanan yang ada di daftar menu karena dia tak tahu makanan apa itu karena nama makanannya sangat aneh.

"Terserah kak Rasya aja." Jawabnya.

"Emm.. Ya udah."

"Pelayan." Panggil Rasya.

Lalu datang seorang pelayan menghampiri mereka berdua.

"Tolong 2 porsi US Prime Rib eye steak. Dan minuman limun aja."

"Baik, 2 porsi US prime rib eye steak dan 2 limun." Ulang pelayan itu.

Lalu pelayan itu pun segera pergi untuk menyiapkan makanan yang di pesan oleh Rasya.

Di culik

Kini pesanan Rasya pun sudah datang, Erika menatap makanan itu dengan tatapan yang berbinar-binar.

"Sepertinya enak yah kak?"

"Iyalah, ini."

Lalu Erika sedikit bingung saat memakan steak tersebut, "Ini gimana makannya?" Pikirnya dalam hati.

Rasya yang melihat kebingungan Erika langsung memberikan steak miliknya yang sudah di potong-potong.

"Ini punya ku udah di potong-potong, jadi kamu tinggal makan aja."

"Emm..."

Lalu Erika mulai memakan steak itu secara perlahan, satu suapan berhasil masuk ke dalam mulutnya. Mata Erika langsung menunjukkan jika makanan itu sangatlah enak.

Dan dengan lahap Erika langsung memakan makanan itu tanpa memperdulikan rasa malunya, Rasya hanya bisa tersenyum senang saat melihat tingkah lucu kekasih kecilnya itu.

"Em.. Ma..af kak."

"Gak papah, ayo di makan lagi. Ini sekalian makan punya aku, aku udah kenyang."

Lalu Rasya pun memberikan makanan miliknya pada Erika. Terlihat Erika memakan makanan milik Rasya dengan sedikit malu-malu.

"Makanlah jangan malu-malu."

"Em.."

Lalu Erika langsung memakan makanan yang di berikan oleh Rasya, Rasya hanya bisa melihat sambil tersenyum manis.

....

Hari sudah mulai menunjukkan jam 8 pagi, Karin dan teman-temannya tengah berjalan di lorong kampus. Tak sedikit pria yang meliriknya karena dia memiliki wajah yang cantik.

"Cih, dasar laki-laki miskin."

Tapi seketika langkah mereka langsung terhenti saat melihat mobil Rasya yang baru datang.

"Karin, lihat itu di benalu turun dari mobil Kak Rasya."

"Mana?"

"OMG, dia benar-benar gak dengerin peringatan Lo yang kemarin, Karin."

Begitulah kedua temannya Sintia dan Bella memanas-manasi Karin. "Awas Lo yah.." Ucap Karin seraya berjalan menjauh.

.....

"Makasih yah kak, udah ngajak aku makan sama jemput aku."

"Iya sama-sama, itukan hal biasa. Lagi pula kamu kan pacar aku."

Wajah Erika kembali memerah layaknya buat tomat. "Erika ke kelas dulu yah kak, sekarang ada mata kuliah."

"Ya udah."

Lalu Erika pun langsung berjalan menjauh meninggalkan Rasya yang terus menatapnya. Di sepanjang jalan Erika terus tersenyum karena rasa bahagia.

"Aww..."

Seketika Erika tersandung dan hal itu membuatnya tersungkur ke lantai.

"Makanya jalan itu pake mata." Ucap Karin sambil tertawa.

Ada banyak pasang mata yang melihat ke arah Erika tapi tak ada satupun yang ingin membantunya dari Bullyan Karin, karena semua orang tahu jika Karin merupakan bagian dari keluarga Baskara dan keluarganya itu menjadi keluarga yang sangat berpengaruh di kampus.

"Gue udah bilang sama Lo, jangan deketin Kak Rasya." Maki Karin sambil menjambak rambut panjang Erika.

"Aww... Tapi aku sama Kak Rasya pacaran." Jawabnya sambil menahan rasa sakit.

"Gue gak peduli, sekali lagi gue lihat Lo deket-deket sama Kak Rasya, Lo bakalan nyesel."

Lalu Karin melepaskan jambakannya pada rambut Erika, "Ayo gays, kita pergi. Idung gue udah gak tahan mencium bau-bau orang miskin." Ledeknya sambil berjalan menjauh.

"Huh.. Dasar benalu Lo." Maki Bela.

"Ih, kalau jadi orang miskin tuh, harusnya Lo sadar diri." Sambung Sintia.

Lalu kedua teman Karin pun langsung mengikuti langkah Karin, Erika pun mulai bangkit. Kemudian dia langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling, banyak pasang mata yang menatapnya dengan tatapan mencemooh.

Dengan rasa sedih di hatinya, Erika langsung berjalan sambil menundukkan kepalanya.

.....

Bima yang sedang duduk di kursi kebanggaan langsung di datangi oleh asisten pribadi.

"Maaf tuan, ini data wanita yang anda minta."

Asisten itu pun menyerahkan sebuah map berisikan data seseorang.

"Erika?"

Nama itu yang keluar dari mulut Bima, nama wanita yang sudah berani mengganggu kehidupan asmara adik kesayangan itu.

"Jalankan rencananya malam ini."

"Baik tuan."

Lalu asisten pribadi Bima pun langsung pergi keluar dari ruang kerja milik Bima, nampak Bima mengangkatkan kedua kakinya ke atas meja.

Sebuah seringai pun muncul di wajah tampan Bima, dia sudah tak sabar menghukum wanita j*lang yang sudah merusak kebahagiaan adik kesayangannya itu.

....

Tak terasa hari sudah mulai menjelang petang, Erika tengah berjalan di lorong kampus. Suasana kampus terasa sepi dan juga hening, Erika sengaja pulang lebih sore agar bisa menghindar dari Rasya.

Erika tak ingin jika Karin mem-bully-nya lagi, meski begitu Erika tetap menyayangi Rasya.

tak terasa hari juga sudah mulai menjelang malam, dan di jam segini sudah jarang ada angkutan umum.

Saat Erika sedang berjalan, dia merasakan ada seseorang yang sedang mengikutinya dari belakang. Dengan rasa takut Erika langsung mempercepat langkah kakinya.

Deg.. Deg.. Deg..

Suara detak jantung Erika semakin terdengar jelas, seakan jantungnya hendak keluar dari tempatnya.

Brak...

"Aww..." Rintih Erika.

Di depannya sudah ada dua orang pria bertubuh kekar dengan seragam rapih, "Si..a..pa..ka..li..an?" Tanya Erika dengan suara terbata-bata.

Lalu di belakang Erika muncul pria dengan menggunakan kaca mata, "Maaf nona, tuan kamu ingin bertemu denganmu."

"Tuan? Siapa, aku tak kenal. Mungkin kalian salah orang." Jawab Erika.

Kemudian asisten pribadi Bima pun memberikan kode pada dua orang pria tersebut untuk membawa Erika ke dalam mobil.

"Apa yang kalian lakukan, lepaskan." Teriak Erika. "Tolong..."

Tapi tubuh kecil Erika bukanlah tandingan untuk dua orang pria bertubuh kekar itu, kemudian mulut Erika langsung di sumbat menggunakan kain dan kedua matanya pun di tutupi oleh kain tak lupa tangannya di ikat dengan sebuah tali.

....

Kini mobil yang membawa Erika berhenti di sebuah Villa besar milik keluarga Baskara, di bawanya Erika ke dalam Villa tersebut dengan keadaan mata dan tangan terikat.

Lalu kedua pria itu bersama asisten Bima membawa Erika ke sebuah kamar yang berukuran besar dengan nuansa Eropa abad ke 18.

Bima yang sedang duduk di sebuah sofa yang berada di kamar itu pun langsung memberikan kode pada bawahannya agar membuka penutup mata Erika.

Erika mulai membuka matanya yang terasa silau, kemudian Erika mulai mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru ruangan. Dan pandangannya pun terhenti saat melihat pria tampan di hadapannya.

"Apa sudah selesai menatapku." Ucap Bima.

Perkataannya langsung membuat Erika tersadar, "Sadar Erika sekarang bukan waktunya untuk kagum." Pikirnya.

Lalu Bima langsung memberikan isyarat untuk membuka juga ikatan di tangan Erika dan juga penyumbat di mulutnya. Terlihat Erika mulai bisa bernafas dengan lega.

Pria di hadapannya terus menatapnya dengan tatapan yang sangat menakutkan, terutama seringainya yang membuat Erika bergidik ngeri di buatnya.

"Kalian bertiga, bisa keluar sekarang." Usir Bima.

Lalu mata Bima kembali tertuju pada Erika, sekilas Bima terpana dengan kecantikan wanita di hadapannya itu. Wanita yang terlihat polos di luar namun tidak di dalamnya.

"Cih, sudah berapa banyak pria yang mencicipi tubuh j*langnya."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!