"Selamat Anda positif hamil, jaga kesehatan, jangan terlalu banyak pikiran, jika ada keluhan pada kandungan, Ibu bisa datang kembali untuk periksa kandungan di pekan hari pada jadwal ditentukan, ya, Bu," terang Dokter memberitahu kepada Fira.
Fira tidak percaya kalau dia benar-benar hamil. Harapannya terkabulkan, dia sudah tidak sabar lagi memberitahu kepada suaminya. Pasti Ervan kaget mendengar kabar baik ini.
"Terima kasih, Dok!" Fira bergegas keluar dari rumah sakit dia datangi, dia sudah tidak sabar segera sampai di rumah memberitahu kepada suaminya.
"Ervan pasti kaget mendengar berita ini, hasil USG. Harapan kita bersama terwujud!" seru Fira masih sempat dia memandang foto USG-nya.
Dengan cepat dia melangkahkan kakinya ke depan pintu keluar, tanpa melihat, Fira menabrak seseorang tepat pria itu tergesa-gesa masuk karena mendapat panggilan darurat di rumah sakit ini.
"Akh!" Fira mengaduh, tapi pria itu malah tidak memberi simpati padanya. Fira segera memungut map di lantai dan juga foto USG nya. Segera dia bangun dan meminta maaf pada pria itu.
"Maafkan saya," ujar Fira menunduk, kemudian Fira segera keluar dari rumah sakit setelah mendapat panggilan telepon dari suaminya.
Fira sempat menelepon suaminya, tetapi karena terjadi kecelakaan kecil tadi, panggilan telepon dari Fira terputus. Maka dari itu Ervan kembali menelepon Fira.
Pria tadi tidak sengaja menabrak Fira, menoleh. Hanya sekilas saja penampakan wajah Fira oleh Pria itu.
"Sayang! Ada kabar baik buat kamu!" seru Fira, dia benar-benar tidak sabar lagi memberitahu kepada suaminya sekarang.
Rasa bahagia pada Fira saat ini benar-benar tidak terhitung lagi, dia berdiri sembari mencari kendaraan umum untuk pulang ke rumah. Pria di rumah sakit masih memperhatikan Fira dari tadi.
"Tuan, Ibu Marika ..." Pria itu malah mengangkat tangan, meminta suruhannya untuk tidak mengganggu suasana penglihatan pada seorang wanita sedang menelepon seseorang di sana.
Pria berkisaran lima puluhan itu ikut memperhatikan depan rumah sakit. "Wanita itu bukannya tadi tidak sengaja menabrak, Tuan muda?" tanyanya pada pria di sebelahnya.
"Kau kenal dia?" Dia malah bertanya pada suruhannya.
"Tidak, Tuan," jawabnya menunduk. Sikap putra majikannya sangat susah diajak berbincang-bincang dengan baik.
Pantas saja Ibu Negara selalu mengomel tidak jelas tentang putranya sendiri.
Sampai sekarang Ibu Negara malah jatuh sakit mendadak, karena tekanan darah tinggi kumat. Kalau bukan kelakuan putranya sendiri. Selalu keluyuran entah ke mana.
"Kabar baik apa, Sayang? Kamu sekarang ada di mana?" tanya Ervan setelah dia bangun tidak menemukan istrinya di rumah.
"Pokoknya kamu akan kaget apa yang akan aku beritahu sesuatu. Sebentar, di rumah aku kasih tau, Oke, Sayang! Kamu mau sarapan apa? Biar aku belikan. Mumpung aku ada di sekitar daerah pajak nih," ucap Fira, setelah dia berhasil mendapatkan kendaraan umum.
Fira tidak sengaja menoleh arah depan masuk rumah sakit seorang pria yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengannya masih memperhatikan dirinya hingga masuk kendaraan umum.
Fira merasa aneh pada pria itu, tetapi dia malah membuang jauh pikiran negatif itu dia lebih utama sampai di rumah kemudian melihat wajah suaminya soal dirinya hamil.
Sedangkan di kamar pasien VIP, dengan papan di depan pintu. Jika tidak ada kepentingan, jangan di ganggu.
"Sudah berapa kali aku bilang ke Mama, jangan terlalu sering marah-marah tidak jelas, lihat kolesterol Mama semakin tinggi, sedikit lagi Mama kena stroke berkepanjangan," ngomel Alex setelah melihat data pemeriksaan dari perawat datang memeriksa keadaan pasien.
"Bagaimana Mama tidak marah terus, kalau kamu tidak pernah berubah. Mama cuma minta satu saja. Menikah, Sayang! Kalau kamu tidak ingin Mama sakit-sakitan terus, kasih Mama, cucu?!" pungkas Marika menekankan lagi.
Alex menarik napas untuk sekian kalinya. Dia sampai memijit pelipisnya, sudah sekian kali permintaan itu keluar dari mulut mamanya.
"Tidak segampang itu, Ma? Cucu dari mana? Calon istri saja belum ada? Pasangan apalagi? Curi anak orang begitu? Itu tindakan kriminal, Mama?!" terang Alex menjelaskan lagi kepada Marika.
"Kamu pikir Mama tidak tau, apa yang kamu lakukan selama ini? Seharian tidak pulang, keluyuran tidak jelas. Sekarang Mama cuma minta satu, berikan cucu buat Mama. Alasan tidak punya calon istri, tidak punya pasangan, jadi wanita yang kamu tiduri berikan cek senilai sepuluh miliaran kepadanya."
Alex terdiam setelah mendengar ucapan Marika tadi. Semua memori pada Alex pun termundur. Bahkan dia hanya mengingat parasnya sebentar, walau tidak jelas karena tertutup.
"Mama tidak mau tau, bawa dia pulang, dan nikahkan dia?! Jika perlu bawa pulang cucu Mama?!" pinta Marika pada Alex sekali lagi.
"Tapi, Ma ..."
"Mama tidak mau tau, kalau kamu tidak ingin lihat Mama stroke berkepanjangan, bawa calon menantu dan juga cucu Mama?!" Marika pertegas kan lagi pada Alex.
Di mobil Alex sudah pusing, memikirkan hal itu. Alberto sesekali melirik lewat kaca depan menatap putra majikannya.
"Apa sebaiknya kita kembali ke ..."
"Tidak perlu, bawa aku ke kafe biasa, sepertinya aku butuh penenang diri di sana," potong Alex sambil memperhatikan jalanan.
****
Hi, ini aku update cerita baru. Mungkin kalian akan lebih suka cerita ini. Uda dari kemarin aku pengin nulis cerita ini. Cuma gak dapat feel pas.
Love + komen ya.
Soal visual cast, nanti aja deh. Update dulu yang penting. Buat yang bulan puasa, selamat puasa ya. Maaf kalau aku update di pagi ini. ^^
▶▶◀◀
"Sayang! Aku pulang!" Fira meletakkan semua belanjaan dia beli di pajak habis check up di rumah sakit tadi.
Ervan sedang menyeduh secangkir kopi buatan sendiri sambil baca koran hari ini. Mendengar suara sorak dari depan rumah, Ervan langsung menoleh.
Ervan masih bingung atas sikap istrinya sejak dari tadi ceria terus. Apalagi di telepon katanya dia mau beritahu sesuatu. Ervan juga tidak sabar untuk mendengar apa berita baik itu.
"Banyak sekali, Sayang? Gerangan apa ini? Sampai belanja ke pajak sebanyak ini? Memang mama mertua mau datang?" cecar Ervan mempertanyakan pada istrinya.
Ervan mencomot satu buah cakue di kresek plastik kecil itu. Kemudian dia celupkan ke kopi buatannya.
"Buat stok, Sayang. Soalnya besok-besok belum tentu aku bisa ke pajak lagi, apalagi kata dokter aku gak boleh terlalu capek. Apalagi masih dalam kondisi hamil muda," jawab Fira sambil memasukan sayur-sayuran ke kulkas dan suka beberapa camilan kue dia sempat beli juga di pajak ke piring buat siang bisa di makan jikalau perut lapar.
Ervan yang dengar kalimat terakhir dari istrinya, Ervan pun sontak terbatuk-batuk. Sampai cakue dia makan muncrat keluar.
"Apa Sayang? Kamu ... kamu hamil?" Ervan mencoba mengulang kalimat terakhir itu. Fira buat cuci piring, langsung menoleh untuk mengingat kata-kata barusan dia ucap.
"Eh? Iya, Sayang. Aku hamil," jawab Fira untuk meyakinkan lagi pada suaminya.
Ervan mengelap mulutnya dengan punggung tangan. Dia menegakkan badannya sekali lagi menatap wajah istrinya pulang dari pajak dengan wajah berseri-seri, kemudian di telepon juga hal yang sama.
"Tadi sebelum aku ke pajak, aku ke rumah sakit, Akhir-akhir ini aku merasa telat datang bulan sudah hampir satu bulan. Jadi gak salah aku cek, tanpa bangunin kamu. Berharap benar-benar positif. Bukannya kamu mengharapkan kita punya penghuni kecil di rumah ini?" terang Fira memperlihatkan foto USG kepada Ervan.
Ervan bukan tidak percaya cerita istrinya. Dilihat foto USG, walau masih kecil tapi entah perasaan apa buat dirinya sulit berkata-kata.
"Sekarang kamu tidak perlu cemas akan kondisi aku sekarang. Jadi kita bisa saling menjaga, makanya dari tadi aku ingin kasih tau biar kamu semakin penasaran," ucap Fira tidak bisa lepas-lepas senyumnya pada Ervan.
Ervan tentu bahagia, apa yang dia harapan terwujud juga. Apalagi sekarang istrinya benar-benar hamil. Tidak ada lagi cemoohan dari keluarga mereka kalau istrinya tidak bisa hamil apa segalanya.
"Kamu benar, Sayang. Aku sungguh bahagia, bahkan jauh lebih bahagia. Aku tidak sabaran lagi melihat penghuni lahir dan meramaikan suara di rumah dengan tangisannya, bagaimana jadinya jika suaranya jauh lebih besar daripada suara halilintar," cemooh Ervan tidak bisa dibayangkan itu terjadi.
Fira tertawa geli lihat sikap suaminya setelah mengetahui dia benar-benar hamil. Reaksi itu lah benar-benar dinanti oleh Fira juga. Entahlah, Fira berharap semua akan berjalan baik-baik saja.
"Iya, Sayang. Aku juga berharap seperti itu. Ya sudah, aku siapkan makan siang dulu. Hari ini adalah hari kebahagiaan kita berdua. Bagaimana aku buat masakan kesukaan Sayang?" usul Fira, selagi dia sudah beli bahan pokok sayuran di pajak tadi.
Ervan mengulum sembari berpikir, dengan cepat dia mengangguk setuju. "Boleh juga," balasnya sesekali mencium kening istrinya.
Fira senang banget suaminya begitu perhatian padanya. Dia pun beranjak dari duduknya lalu bersiap untuk masak. Ervan sekali lagi melihat foto USG itu. Entahlah, dia merasa sangat bahagia. Selama tiga tahun dia menikah dengan istrinya, baru sekarang dia mendapat kebahagiaan tidak terduga.
...****...
"Tuan," Alberto memanggil Alex, sudah satu jam lebih Alex di kafe tanpa memesan apa pun.
Alex menghembuskan napas yang cukup panjang. Kemudian menatap pengikutnya dari tadi berdiri tanpa rasa pegal sama sekali.
"Kau tidak merasa pegal berdiri seperti ini? Tempat duduk masih banyak yang kosong kenapa kau lebih suka berdiri. Jangan salahkan aku, kalau orang di sini menyalahkan aku tega menyiksa seorang orang tua dengan cara keji, ini bukan jam kerja, jadi duduk dan temani aku seperti biasa," cemooh Alex mengomel Alberto panjang lebar.
Alberto tentu menghargai sikap putra majikannya perlakukan dirinya seperti keluarga sendiri. Tetapi Alberto hanya penasihat sekaligus mengawali ke mana saja putra majikannya tuju.
"Bukan begitu, Tuan. Sudah ke ...."
"Kewajiban sebagai pengawal, perintah dari seorang tuan muda ke mana pun dia pergi. Sudah basi kata-kata itu. Seakan aku seorang putra mahkota kerajaan seperti film-film serial cina, ini dunia nyata, bukan dunia zaman bahula," sambung Alex seakan kalimat itu hafal sekali.
Alex memberi kode pada Alberto agar mau mematuhi dia minta. Alberto yang melihat lirik mata Alex, dengan cepat dia menarik kursi kosong di depan Alex. Sebenarnya Alberto sangat keberatan, tetapi karena kedua kakinya memang sudah tidak kuat menahan berat tubuhnya.
Alex diam-diam senyum geli lihat sikap Alberto. Melihat Alberto yang gengsi atas sikapnya. Dibalik itu Alex tau, kalau pria tua itu sudah pegal berdiri dua jam.
"Apa pekerjaan kau itu setiap hari seperti itu terus?" Alex bertanya pada Alberto.
Alberto sudah lama bersama di keluarga Raditama sejak Alex lahir, bahkan Ibunya sendiri, Marika mempekerjakan Alberto sebagai kepercayaan mereka. Sekarang kisaran Alberto sudah lima puluh tahunan. Namun paras dan fisik masih tetap kokoh. Pasti Alberto juga mempunyai seorang keluarga.
"Sudah tugas saya sebagai ...."
Alex langsung memasang mata serigala pada Alberto, lagi-lagi kalimat itu paling dibenci oleh Alex. Seakan tidak ada kata lain selain kata itu di bibir Alberto.
"..., maksud saya, Tuan muda sudah seperti seorang keluarga. Bahkan tanpa Ibu Negara tau, beliau sangat khawatir akan keadaan Tuan. Jadi ...."
"..., iya, aku tau dia sangat khawatir denganku, dan takut aku akan melakukan masalah lagi. Sekarang dia suka marah tidak jelas. Apalagi soal ...."
Alex tiba-tiba mengingat sesuatu, Alberto menunggu putra majikannya melanjutkan kata-kata terjeda itu. Alex sekali lagi melirik Alberto. Tapi dia seperti tidak mungkin meminta Alberto untuk mencari wanita yang sudah dia bayar sepuluh miliaran itu.
"Sudahlah, aku lapar, pesankan makanan seperti biasa," ucap Alex, Alberto pun dengan cepat memanggil pelayan di kafe itu.
Sedangkan di rumah, Ervan bingung lihat menu makanan di meja makan terhidang sangat asing. Bahkan istrinya buat lauk tidak biasanya.
"Sayang, kamu tidak sedang aneh-aneh, kan?" Ervan bertanya pada istrinya.
Fira menoleh, "Kenapa, Sayang? Kamu tidak suka dengan masakan baru aku?"
"Bukan begitu. Suka kok, cuma ini ...."
Fira memandang semua menu lauk di depan, kemudian menarik kursi, dan mengambil lauk daging iga sapi buat suaminya.
"Ini coba di makan, aku yakin kamu suka. Apalagi aku sudah capek-capek cari daging itu empuk, apalagi ..."
Ervan menelan daging itu cukup mengiurkan, hanya saja dia tidak suka dengan daging sapi itu. "Bukan itu, Sayang. Kamu tau 'kan, aku tidak suka dengan daging ...."
Tapi Ervan tidak ingin mengecewakan istrinya sudah capek-capek masak semua ini. Dia pun terpaksa menyantap daging tanpa mengeluh. Padahal dalam benaknya dia merasa mual dan ingin memuntahkan isi daging tersebut. Fira pun senyum panjang, dia pun juga menikmati tanpa merasa ada aneh pada tubuhnya.
...****...
...Up, jangan lupa love ya. ...
...Maaf tidak maksud bikin kalian batal puasa kok. ^^...
▶▶▶ Selamat membaca ◀◀◀
"Ini obatnya, maafkan aku, ya, Sayang. Kenapa dipaksain di makan, kalau Sayang tidak suka sama daging sapi." Fira merasa bersalah banget lihat suaminya pucat seperti ini gegara dia masak masakan tidak seharusnya di makan oleh Ervan.
Ervan sangat tidak suka sama daging sapi, apalagi daging seperti itu paling dia benci. Jelas-jelas sebelum habis makan bareng di meja makan. Fira merasa firasat tidak enak.
"Gak apa-apa, kok, Sayang. Kamu sudah masak sebanyak itu. Kalau dibuang, mubazir nanti. Mungkin pengaruh kandungan kamu, jadinya apa yang kamu masak, aku pasti makan, kok. Aku gak mau kecewain hasil masakan kamu," ucap Ervan masih sempat dia senyum. Padahal dari benak, dia merasa kesal, dan ingin mengeluarkan lagi isi di perutnya.
Melihat istrinya dengan wajah sedih seperti itu. Akan sedikit terhibur oleh ucapannya tadi. Ervan tidak ingin lihat larut wajah Fira akan hal sepele ini.
"Yakin, sudah gak apa-apa, maafin aku, ya, Sayang. Aku juga gak tau kenapa bisa masak masakan itu. Padahal Sayang gak suka daging itu," celetuk Fira, malah di perpanjang lagi masalah tadi.
Ervan mencoba bangun dari rebahannya, kemudian menarik punggung istrinya. Dia tidak ingin lihat wajah sedih Fira lagi. Jangan karena Fira aneh atas masakan tadi. Dia harus membuat dia semakin sedih. Apalagi dia lakukan juga demi kebahagiaannya.
"Aku sudah bilang gak apa-apa, mungkin pengaruh kandungan kamu. Wajar kalau kamu mau masak seperti itu. Besok juga sudah sembuh, kok," hibur lagi Ervan untuk Fira.
Tetapi buat Fira, dia merasa bersalah banget. Apalagi dengan tega memasak buat suami pada kenyataan Ervan tidak suka sama daging itu.
****
Sudah lima piring Alex menghabiskan daging iga sapi panggang itu.
"Lagi!"
Alberto yang melihat itu pun menghentikan sikap Alex kekanak-kanakan. "Tuan! Tuan sudah makan sebanyak itu, nanti perut Tuan ...."
"Kenapa? Apa perut aku akan meledak hanya karena makanan ini? Ini belum seberapa? Hari ini aku mau makan sepuasnya. Kau pikir aku tidak sanggup buat bayar Kafe ini?" pungkas Alex beri pertanyaan pada Alberto.
"Bukan begitu, Tuan. Tapi ...."
"Tapi apa? Pelayan bawa semua menu serba daging sapi?! Kalau perlu menu baru?! CEPAT!" bentak Alex sampai satu tempat kafe yang beberapa orang duduk buat nongkrong, atau buang jenuh menoleh arah sumber suara bentakan itu.
Dengan cepat pelayan itu pun bergegas ke dapur meminta para ahli masak untuk menyajikan semua menu makanan yang ada di kafe.
"Tuan ..." Alberto mencoba meminta Alex menghentikan sikap egoisnya itu.
Alberto tau, sekarang Alex dalam tidak mood. Tapi apa harus begini terus sikap Alex setiap menghadapi masalah. Ya, Alex memang suka dengan segala makanan berupa daging. Tidak heran satu per satu kafe dia datangi, hanya menikmati makanan yang tersaji.
Makanan berat itu yang akan membuat stamina Alex semakin meninggi, apalagi makanan seperti itu akan mengakibatkan kesehatannya. Sedangkan Ibu Marika saja sering mengalami kolesterol mendadak. Bagaimana dengan Alex.
Alberto sudah tidak bisa lagi mengontrol emosi Alex. Anak Sultan mah bebas, itu di pikiran Alberto saat ini.
"Kau tidak merasa lapar?" Alex bertanya pada Alberto, setia banget melihat putra majikannya menyantap semua makanan di depannya.
"Tidak, Tuan. Saya cukup teh saja," jawab Alberto menolak. Jika dia ikut daging itu seperti Alex. Mungkin dia akan senasib seperti Ibu Marika.
"Kenapa? Takut kolesterol naik? Kalau pun kambuh kolesterol mu, rumah sakit banyak, siap menampung dirimu," kata Alex. Sungguh kejam kata-kata nya itu. Rasanya Alberto ingin sekali menyumpal mulutnya itu.
"Tidak, Tuan. Terima kasih," ujar Alberto pelan.
****
Pada malamnya, Fira melipat baju suaminya. Sambil bernyanyi. Ervan yang dengar alunan lagu dinyanyikan istrinya itu.
"Sayang, besok kita ke rumah mama sebentar, ya," ucap Ervan.
"Iya, Sayang. Aku juga tadi sempat berpikir seperti itu," balas Fira sambil melipat bajunya.
Ervan juga ingin beritahu kepada orang tuanya. Kalau Fira hamil. Pasti berita itu akan menggemparkan mereka semua. Apalagi orang tua Ervan juga sangat mengharapkan punya cucu di keluarga Raditama.
Selama tiga tahun ini Ervan terus bersabar akan mendapat mukjizat dari Tuhan diberi harapan untuk keluarganya. Apalagi menikah dengan Fira adalah impian terbesarnya. Mencintai dia bukanlah mudah. Bahkan, menjadi separuh cinta untuk Fira adalah tujuan bisa hidup sampai hayatnya tiba.
Perekonomian mereka pun sudah lebih baik, sejak kasus menimpah dirinya atas hutang dari pekerjaan lamanya. Dulu sempat menjual rumah, tetapi entah pertolongan dari siapa. Seseorang meminjam uang kepada Fira. Untuk bisa membayar semua hutangnya.
Jikalau tanpa adanya Fira membantu dan mencari semua segala pinjaman. Mungkin dia bukan seorang pria yang janji akan melindungi keluarganya sendiri, membangun benteng, dan saling melengkapi.
"Sayang, sebelum besok kita ke rumah mama. Kita ke pajak dulu, ya. Ada beberapa yang mau ku beli buat mama," ucap Fira baru saja selesai melipat baju.
"Iya, Sayang. Sini, biar aku yang bawa. Ini teh sudah aku buatin. Diminum, ya." Ervan bangun dari duduknya, kemudian mengangkat baju yang sudah dilipat rapi oleh istrinya.
Fira yang melihat sikap suaminya semakin hari, semakin perhatian banget padanya. Dia pun beranjak dari duduknya dan meraih teh buatan dari suaminya.
"Bagaimana enak? Terlalu manis, gak?" Ervan kembali setelah menaruh baju ke lemari.
Fira menggeleng, "Gak, sudah pas kadar gulanya. Makasih, ya, Sayang. Kamu sudah mulai perhatian sama aku," ucap Fira sambil menyandarkan kepalanya di pundak Ervan.
"Sama-sama, Sayang. Terima kasih juga sudah buat aku bahagia akan ini," balas Ervan sambil mengelus-elus perut Fira yang masih rata.
Sedangkan di mobil, Alberto menggelengkan berulang kali lihat sikap Alex setelah dia menghabiskan semua daging sapi berapa piring tadi. Sekarang Alex kesulitan untuk bersandar, dia merasa perutnya hampir meledak akan makanan dia makan. Dia buka tali pinggang, kemudian wajahnya merah seperti tomat, belum lagi dia merasa mual.
Dengan cepat Alberto berikan isi kantong plastik hitam kepada Alex. Di sana Alex memuntahkan semua isi makanan sudah dia telan.
"Sudah saya katakan sama Tuan, jangan kebanyakan makan. Akibatnya sekarang? Tuan membuang uang dengan cara mengeluarkan semua isinya dari perut Tuan sendiri," ucap Alberto, sekaligus menasihati Alex.
"Bilang saja koki itu tidak ikhlas buat aku mencicipi masakannya?! Aku sumpahin pengunjung semakin sedikit yang datang?!" gerutu Alex, sampai menyumpahi kafe tadi.
"Husss, Tuan tidak boleh mengatakan seperti itu. Bisa-bisa rezeki itu bukan berpihak, malah berpindah ke...."
Dalam hitungan Alex sudah memasang serigala pada Alberto, Alberto bisanya menghela saja. "Terserah Tuan Muda saja. Segala memiliki rezeki masing-masing, saya berharap tidak timbal balik ke tempat Tuan," gumam Alberto kembali menjalankan mobilnya untuk kembali ke rumah majikan tersebut.
****
Up lagi, gimana?
Suka?
Vote + komen ya.
Aku pengin, muka Alex, ini. Hahaha.... ☺☺
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!