NovelToon NovelToon

Kebahagiaan Untuk Papa

Prolog

"Zeline.. Zeline." teriak Daffa memanggil anak perempuannya.

"Iya Papa." Zeline keluar dari kamarnya dan berlarian kecil menghampiri Ayahnya itu.

"Ayo sarapan sayang, setelah itu Papa antar kau ke sekolah." kata Daffa lalu menggendong Putri kecilnya itu menuju ke meja makan.

Seminggu yang lalu Daffa memutuskan untuk keluar dari rumah orangtuanya setelah perdebatan antara ia dan Mamanya, kini ia tinggal di apartemen yang sudah lama ia beli dan sesekali ia tinggali di waktu dulu jika sedang ingin menyendiri.

Daffa menyiapkan sarapan untuk Zeline dan membantunya mengoleskan selai cokelat kesukaan Zeline ke rotinya, Ia tersenyum penuh kasih sayang melihat anaknya itu kini tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan kian mirip dengan mendiang istrinya. Senyum Daffa perlahan menyurut saat mengingat bagaimana keluarganya meminta ia agar bisa membuka hati lagi untuk wanita lain.

Satu Minggu Yang Lalu

Daffa yang kala itu baru saja pulang dari rumah Rafif dan Zahra untuk menjemput Zeline di sepanjang jalan terus terngiang akan saran dari adik dan adik iparnya agar ia segera menikah lagi, tapi jauh dari dalam hati Daffa sangat sulit untuk menerimanya. Baginya, mendiang istrinya Zeline lah satu-satunya orang yang bisa menempati posisi tertinggi di hatinya.

Walau seperti ada perdebatan dalam dirinya saat melihat Zeline anaknya tumbuh tanpa kasih sayang seorang Ibu tapi dengan cepat tertepis kala ia mengingat kembali bagaimana kisahnya dulu dengan mendiang istrinya.

Begitu sampai dirumahnya, ia membawa Zeline dalam gendongannya karena putri kecilnya itu tengah tertidur lelap selama perjalanan pulang. Begitu masuk ke dalam rumah, Daffa di sambut oleh Mamanya yang sepertinya memang sudah menunggunya Pulang sejak tadi.

"Mama menunggu Daffa?" tanya Daffa setengah berbisik.

"Iya, bawa anakmu dulu ke kamarnya, mama tunggu kamu Disini." jawab Mamanya seperti ingin memberitahu suatu hal penting pada putra sulungnya itu.

"Baik Ma." Daffa mengiyakan perintah Mamanya dan berlalu dari sana membawa Zeline yang masih tertidur lelap dalam pelukannya.

Daffa kemudian membuka pintu kamar putrinya dengan begitu perlahan agar tidak membangunkan putri kesayangannya itu, dengan perlahan Daffa meletakkan Zeline di atas tempat tidur dan menutupi sebagian tubuh mungil putrinya itu dengan selimut, tidak lupa Daffa memberikan kecupan selamat malam di kening putrinya yang begitu pulas dalam tidurnya.

***

"Mama ingin membicarakan apa pada Daffa, Ma?" tanya Daffa saat ia sudah memastikan putrinya itu tidur dengan nyaman di kamarnya.

"Duduk dulu nak." Daffa menuruti perintah Mamanya dan langsung duduk di sofa yang berhadapan dengan Mamanya.

"Ada apa Ma?" tanya Daffa sekali lagi.

"Begini Daffa, Mama rasa kamu sudah harus membuka hati lagi untuk menerima perempuan lain sebagai istri kamu, jika kau mau Mama bisa membantumu untuk mencari istri yang layak bagimu" jawab Mamanya langsung pada intinya.

"Maksud Mama apa?" Daffa masih terlihat sopan seakan tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mamanya.

"Sudah tujuh tahun sejak kepergian istri kamu, kasihan Zeline tidak ada yang merawatnya. Lagi pula Zahra juga tengah mengandung sekarang, Hmm Mama tidak tega jika Zahra harus menjaga dua anak sekaligus saat kondisinya seperti sekarang ini." jelas Mamanya dengan hati-hati tidak ingin membuat anaknya itu salah paham atas kekhawatirannya.

"Maaf Ma, tapi Daffa tidak bisa, sangat sulit untuk Daffa membuka hati saat ini." tolak Daffa tanpa berpikir panjang.

"Kamu tega melihat anakmu tumbuh tanpa merasakan kasih sayang seorang Ibu? apa kau tidak merasa berat pada adik iparmu yang terus saja membantumu merawat putrimu?" tanya Mamanya yang membuat rasa tidak enaknya muncul, jujur saja selama ini Daffa pun merasakan hal itu.

"Jujur Daffa merasakan semua itu Ma, Daffa tau Daffa merepotkan semua orang tapi Daffa tidak bisa Ma." kata Daffa sedikit meninggikan suaranya

"Daffa.. "

"Maaf Ma, sepertinya memang Daffa harus lepas tangan dari keluarga ini. Dari awal memang Mama tidak pernah setuju dengan hubungan Daffa dan Zeline, Daffa curiga Mama merasa senang atas kepergian istri Daffa." ucapnya tidak membiarkan Mamanya berbicara lebih jauh, emosi kini menguasai dirinya saat mengingat bagaimana Zeline harus berjuang di waktu lalu.

"Maksud kamu apa? Mama sama sekali tidak ada perasaan seperti itu, bagaimanapun kau ini anak Mama, jelas Mama ikut sedih atas apa yang menimpamu tujuh tahun yang lalu." jawab Mamanya tidak terima di tuduh seperti itu oleh anaknya.

"Sudahlah Ma, Maaf Daffa sangat keras kepala, tapi ini masalah hati Ma, Daffa tidak bisa membiarkan orang lain menggantikan posisi Zeline di hati Daffa!" ucap Daffa dengan tegas.

Baru saja Mamanya ingin berbicara lagi, Daffa sudah berdiri dari tempat duduknya dengan wajah memerah, ia melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya dan mengemasi beberapa barang-barangnya, setelah itu ia lalu menuju ke kamar putrinya dengan membawa koper tadi.

"Daffa, kamu mau kemana?" tanya Mamanya yang terlihat panik saat melihat putra sulungnya itu membawa koper.

"Maaf Ma, Daffa ingin hidup mandiri sekarang. Daffa juga ingin merenung untuk saat ini, tolong jangan campuri hidup Daffa terus menerus Ma, Daffa tau yang terbaik untuk Daffa dan Zeline." pinta Daffa dengan wajah memelas, entah kenapa emosinya sangat sulit untuk ia kontrol belakangan ini

"Daffa, kau ini kenapa nak? kalau memang kau tidak ingin menikah ya sudah, untuk apa harus pergi dari rumah." kata Mamanya berusaha menahan anaknya itu.

"Daffa tidak tau Ma, semakin hari Daffa semakin di kekang dengan keadaan, kalian semua terlalu sibuk dengan urusan masalah pernikahan Daffa, jadi tolong Ma, tolong mengerti Daffa untuk kali ini saja." jawab Daffa merasa sangat frustasi dengan tekanan oleh orang sekitarnya untuk segera mencari pengganti Zeline yang ia rasa sangat sulit untuk ia lakukan.

"Daffa.. " Panggil Mamanya saat ia berlalu dari hadapan Mamanya, wanita paruh baya itupun hanya mematung di tempatnya, ia sadar selama ini terlalu mengekang putranya bahkan sewaktu ia belum menikah dengan Zeline dulu.

Daffa menerobos masuk ke kamar putrinya lalu membangunkannya dengan hati-hati agar putrinya itu tidak terkejut.

"Zeline sayang, ayo bangun nak kita pergi dari sini." ucapnya mengelus pipi tembem putrinya itu, Zeline mengerjapkan matanya dan melihat Papanya sudah ada di depannya

"Kita mau kemana Pa?" tanyanya dengan suara serak dan tatapan mata yang polos

"Sekarang kita tinggal berdua saja yah sayang, Sebentar Papa kemas barang-barangmu" jawab Daffa mencium lama kening putri kesayangannya itu.

Setelah selesai mengemas barang-barang putrinya, Daffa pun keluar dari kamar putrinya dengan menggendong Zeline dan membawa tas berisi barang-barang Zeline dan juga koper miliknya.

"Daffa, jangan seperti ini nak." pinta Mamanya untuk terakhir kali, ada hal lain dari Mamanya, kali ini ia tidak memaksa putranya lagi, ia hanya berharap jika Daffa tidak pergi tapi jika itu pilihan akhirnya maka iapun tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin saat ini Daffa butuh waktu untuk menenangkan dirinya, pikirnya.

"Maafkan Daffa Ma, Daffa pamit." ucap Daffa dan berlalu dari sana dengan membawa Zeline yang bingung dengan situasi ini dalam pelukannya.

Mengambil Keputusan

"Zeline sayang, nanti pulang sekolah Papa yang jemput yah." kata Daffa menyeka selai cokelat yang menempel di sekitar mulut putrinya

"Papa tidak sibuk? Padahalkan biasanya supir uncle Rafif yang jemput Zeline." tanya Zeline sambil terus mengunyah rotinya dengan lahap membuat Daffa tersenyum gemas melihat putri cantiknya itu.

"Papa akan berusaha mengatur waktu Papa, mulai hari ini, Papa akan meluangkan waktu Papa untuk Zeline." jawab Daffa yang disambut antusias oleh Zeline, tatapan Daffa terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Serius Pa?" tanya Zeline dengan mata yang berbinar, tatapan matanya polos dan penuh harap membuat hati Daffa serasa damai melihatnya.

"Iya sayang." ucap Daffa mengelus rambut panjang bergelombang milik putrinya.

"Terima kasih Papa." Zeline lalu turun dari tempat duduknya dan berlari ke arah Daffa lalu memeluknya dengan begitu erat.

"Setidaknya dengan meluangkan waktu untuk Zeline, aku berharap dia tidak kesepian. Mungkin Rafif dan Zahra takut jika saja Zeline tumbuh tanpa perhatian orangtuanya, aku juga tidak ingin merepotkan Zahra lebih jauh." batin Daffa, ia merasa sudah sangat merepotkan semua orang selama ini.

***

Setelah selesai sarapan, Daffa mengantarkan Zeline ke sekolahnya. Hari ini Zeline terlihat begitu ceria, mungkin saja karena ini pertama kalinya Zeline di antar oleh Papanya ke sekolah karena selama ini supir dirumah orangtuanya lah yang mengantarkan putrinya itu.

"Terima kasih sudah mengantar Zeline, Pa." ucap Zeline mencium pipi Daffa saat mobil Papanya itu berhenti tepat di depan sekolahnya.

"Untuk apa berterima kasih sayang, ini sudah tugas Papa, maafkan Papa yah selama ini jarang memperhatikanmu." kata Daffa mengelus pipi tembem putrinya itu, ia baru menyadari putrinya itu sudah tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang begitu cantik dan lucu.

"Zeline sayang Papa." ucap Zeline memeluk Papanya lalu kembali mencium pipi satunya.

"Sekolah yang rajin yah nak." pesan Daffa lalu mencium kening putrinya.

Zeline segera turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam sekolahnya dengan berlarian kecil, terlihat begitu menggemaskan bagi Daffa.

"Anak kita sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik sayang, persis sepertimu." ucap Daffa dengan senyum kecil di bibirnya saat Zeline sudah menghilang dari jangkauan matanya.

Daffa segera bergegas meninggalkan sekolah Zeline menuju ke kantornya.

Perjalanannya menuju ke kantor memakan waktu yang cukup lama karena ia harus mengambil jalan berputar karena sekolah Zeline dan kantornya berlawanan arah, itulah sebabnya Daffa belum pernah mengantar maupun menjemput Zeline selama sekolah.

Begitu sampai di kantor, Daffa langsung masuk ke dalam ruangan Papanya dengan membawa selembar surat. Entah apa yang di pikirkan oleh Ayah satu anak itu.

"Selamat Pagi Pa." sapa Daffa begitu ia di persilahkan masuk oleh Ayahnya setelah mengetuk pintu tadi.

"Duduk, ada apa?" ucap Papanya mempersilahkan maksud kedatangan putra sulungnya itu.

"Maaf Pa, ada sesuatu yang harus Daffa berikan ke Papa hari ini." jawab Daffa setelah ia duduk di hadapan Papanya

"Apa itu nak?" tanya Papanya penasaran.

"Daffa sudah memikirkan ini selama beberapa hari Pa, Daffa memutuskan untuk mundur dari posisi Daffa." kata Daffa sembari memberikan surat pengunduran dirinya pada Papanya.

"Maksudnya apa? Seminggu yang lalu kau juga meninggalkan rumah membawa anakmu, sebenarnya ada apa?" sepertinya Mamanya sudah menceritakan semua pada Papanya dan sepertinya juga Papanya sudah tau jalan pikiran dari putranya itu melihat reaksinya tidak separah dulu saat Daffa memutuskan keluar Negeri dan menikah dengan Zeline.

"Entahlah Pa, Daffa sepertinya sangat kacau belakangan ini. Daffa juga tidak bisa membiarkan anak Daffa merepotkan tantenya untuk mengurusnya terus menerus, selama tujuh tahun ini Daffa sudah sangat merepotkan banyak orang."

"Lalu apa rencanamu jika kau keluar dari perusahaan? Bagaimana kau akan menjalani hidup dan membesarkan putrimu?" tanya Papanya, tapi sepertinya Daffa sudah memikirkan semua ini.

"Daffa memiliki tabungan yang lebih dari cukup Pa, Daffa saat ini tinggal di apartemen yang sudah Daffa beli dulu dan juga uang tabungan Daffa akan Daffa jadikan modal usaha." jawab Daffa dengan pikiran yang sudah matang.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" sekali lagi Papanya ingin melihat kesungguhan putranya itu

"Daffa yakin Pa, Daffa mau menjadi orang dewasa dan orangtua yang baik serta bertanggung jawab untuk anak Daffa." mendengar jawaban Daffa membuat lelaki paruh baya itu tersenyum samar, bahkan hampir tidak terlihat.

"Ya sudah, Papa dukung keputusanmu. Jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan pada Papa, bagaimanapun kau tetap anak Papa." kata Papanya menerima keputusan putranya.

"Terima kasih Pa, untuk kesekian kalinya Daffa minta maaf atas semua kelakuan dan kekacauan yang Daffa timbulkan selama ini." ucap Daffa yang merasa sudah sangat mengacau di keluarganya

"Kau juga hanya manusia biasa nak, manusia itu tempatnya segala kesalahan. Jangan lupa untuk terus memberikan kabar pada Papa." pesan Papanya dengan senyum yang tulus, bagaimana pun anak tetaplah seorang anak, pikirnya.

"Tentu Pa, terima kasih, Daffa pamit."

Daffa bergegas keluar dari ruangan Papanya dan menuju ke ruangannya untuk membereskan barang-barangnya, kehidupan baru sudah menantinya di depan sana.

Ada Dua Zeline Yang Harus Ku Bahagiakan

Sudah seminggu sejak Daffa mengundurkan diri dari posisinya di perusahaan orangtuanya, berbagai komplain dari Rafif dan Zahra pun ia terima belakangan ini karena sudah seminggu ini ia tidak membawa Zeline ke rumah adiknya seperti biasanya.

Rafif begitu terkejut saat mengetahui kakaknya itu memilih mundur dari posisinya, namun saat mengetahui alasannya, ia bisa mengertikan posisi kakaknya. Rafif dan Zahra bahkan merasa bersalah, jika saja ia tidak memberikan saran pada Daffa, mungkin saja hal ini tidak akan terjadi.

Tapi bagaimanapun, semua sudah kehendak takdir. Daffa juga sudah jauh lebih bahagia bisa menghabiskan waktu bersama putrinya, memberikan perhatian lebih untuk putrinya dan juga turut serta dalam pertumbuhan putrinya.

***

Pagi itu, seperti biasa Daffa menyiapkan sarapan untuk Zeline. Tidak lupa, ia juga menyiapkan bekal makan siang untuk anak kesayangannya, kemampuan memasak Daffa tidaklah buruk, ia bahkan bisa dikatakan mahir dalam hal memasak. Ini dikarenakan Daffa sejak kecil jarang di perhatikan oleh orangtuanya yang sibuk dengan bisnis, begitupun dengan Rafif. Itulah sebabnya mereka berdua sangat mandiri sedari kecil.

"Papa, tolong ikatkan rambut Zeline." Pinta Zeline dengan membawa sisir dan juga ikat rambut berwarna cokelat dengan karakter boneka beruang sebagai hiasannya.

"Kemari sayang." panggil Daffa, Zeline segera mendekat ke arah Daffa yang menghentikan aktivitasnya sebentar dan duduk di kursi meja makan.

Daffa menyisir rambut anaknya dengan begitu hati-hati dan mulai mengikatnya dengan ikat rambut lucu yang sesekali ia belikan untuk putrinya, Zeline merasa sangat bahagia bisa diperhatikan seperti ini oleh Papanya.

"Sudah selesai, cantiknya anak Papa." puji Daffa saat melihat wajah anaknya yang bertambah imut setelah rambutnya di ikat.

"Terima kasih Papa." ucap Zeline lalu berjinjit dan mencium pipi Daffa.

"Sekarang sarapan dulu sayang setelah itu Papa antar kamu ke sekolah." kata Daffa menggendong putrinya itu dan mendudukkannya di kursi meja makan.

Daffa tersenyum senang melihat putrinya yang mulai memakan sarapannya dengan begitu lahap, tampak sangat menenangkan saat ia memperhatikan Zeline yang mengunyah makanannya dengan gemas.

Setelah sarapan, Daffa memasukkan kotak bekal untuk Zeline ke dalam tas putrinya. Setelah itu, ia mengajak Zeline ke mobil dengan menggenggam erat tangan putrinya.

***

Mobil yang dikendarai oleh Daffa berhenti tepat di depan sekolah Zeline, seperti biasa Zeline mengucapkan terima kasih pada Papanya, mencium pipi Papanya lalu pamit masuk ke dalam gedung sekolahnya.

Setelah melihat anaknya masuk ke dalam sekolah, Daffa lalu meninggalkan tempat itu.

Daffa mengemudi dengan kecepatan sedang hingga ia sampai di suatu gedung lantai dua yang terletak di tengah kota, ia lalu turun dari mobilnya dan segera masuk ke dalam gedung itu.

"Zeline sayang, aku akan memulai sebuah usaha disini. Doakan aku bisa melalui semua ini, kini ada dua Zeline yang harus ku bahagiakan, aku janji akan merawat anak kita dengan sangat baik." ucap Daffa seperti berbicara ke mendiang istrinya, wanita yang selalu ada dihatinya.

Pria beranak satu itu mulai mengamati sekitar gedung yang baru saja ia beli, ia mulai memikirkan apa saja yang harus ia beli dan mulai dari mana ia akan mendekor tempat usaha barunya itu.

"Mungkin akan sedikit sulit, aku butuh banyak perubahan di tempat ini untuk memulai usaha Coffee shop ditempat ini, mungkin aku harus menghubungi ahlinya jika ingin mengubah desain dan furnitur untuk tempat ini." kata Daffa menganalisis tempat usaha barunya kelak.

Ia lalu mengambil ponselnya di saku celananya lalu mulai menghubungi beberapa temannya yang kiranya tau dimana ia harus menghubungi jasa renovasi tempat dan juga furnitur serta Desain Interior Coffee Shop.

Setelah semua itu, akhirnya ia mendapatkan kontak dari penyedia jasa tersebut dan segera menghubunginya.

Tidak butuh waktu lama, orang yang ia hubungi sudah datang dan melihat bagaimana kondisi tempat yang akan dijadikan ladang usaha bagi pria itu.

"Saya sudah memperhatikan sekitar Pak, tempat usaha yang Bapak pilih ini sangat strategis memang, hanya butuh sedikit perubahan saja disini kalau menurut saya. Mungkin dari Bapaknya sendiri ada desain khusus yang diinginkan?" kata Orang yang akan disewa jasanya oleh Daffa setelah ia selesai berkeliling mengamati gedung tersebut, ia juga tidak lupa untuk menanyakan apakah Daffa memiliki keinginan atau request tersendiri untuk desainnya nanti.

"Saya tergantung dari Masnya saja, mungkin baiknya Mas gambar untuk dekorasinya nanti dan saya bisa lihat bagian mana yang bisa saya koreksi sesuai keinginan nantinya." jawab Daffa mempercayakan tempat usahanya itu pada orang tersebut, tidak sulit bagi Daffa untuk beradaptasi berkat pengalaman kerjanya sebelumnya walaupun kini ia akan terjun ke usaha dagang.

"Baik pak, secepatnya saya serahkan hasilnya sama bapak. Mudah-mudahan tidak memakan waktu yang lama." kata orang tersebut menyanggupi saran dari Daffa

"Terima kasih banyak Mas." ucap Daffa mengulurkan tangannya dan menyalami orang itu sebagai bentuk untuk memulai kerja samanya.

"Sama-sama pak, saya permisi dulu." jawab orang itu membalas jabat tangan dari Daffa lalu berpamitan setelahnya.

***

Saat ini Daffa sedang menunggu putrinya di depan gedung sekolahnya, begitu urusannya selesai tadi, ia langsung segera menuju ke sekolah Zeline karena urusannya masalah tempat usaha barunya sudah selesai bertepatan dengan jam pulang sekolah putrinya itu.

Dari kejauhan Daffa melihat Zeline yang baru saja keluar dari sekolahnya, ia dengan cepat turun dari mobil dan menghampiri gadis kecilnya itu.

"Papaaa." teriak Zeline dengan semangat dan senyum yang ceria saat melihat Papanya berjalan ke arahnya.

"Anak Papa, bagaimana sekolahnya?" tanya Daffa saat ia sudah berada di hadapan anaknya dan berjongkok di depannya.

"Baik Pa, tadi Zeline belajar membaca dan Ibu guru salut sama Zeline karena Zeline sudah lancar membaca padahal Zeline masih kelas satu jadi Zeline bilang ke Ibu guru kalau Zeline sudah bisa membaca dari TK dulu." jelas Zeline panjang lebar dengan gemasnya memberitahukan kegiatannya hari ini di sekolahnya, mulutnya yang sangat cerewet itu membuat Daffa sangat gemas melihatnya.

"Hebat sekali anak Papa, Zeline mau hadiah apa dari Papa?" puji Daffa dengan senyum seorang Ayah yang sangat bangga pada putri kecilnya, ia pun menawarkan hadiah untuk putrinya itu.

"Hadiah Pa?" tanya Zeline dengan mata berbinar senang mendengar ia akan di berikan hadiah oleh Papanya.

"Iya, Papa mau beri Zeline hadiah karena Zeline sangat cerdas." jawab Daffa mencubit kecil pipi anaknya yang cukup berisi itu.

"Zeline mau ice cream dan cake strawberry." ucap Zeline mengatakan keinginannya pada Papanya tanpa berpikir panjang.

"Siap tuan putri, ayo." kata Daffa menyanggupi keinginan putrinya itu, ia lalu menggendong anaknya dan membawanya menuju ke tempat mobilnya terparkir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!