Sinar mentari menembus tirai tipis di kamar laki-laki berusia 17 tahun. Membuatnya menggeliat dan terpaksa membuka kelopak matanya yang masih terasa berat. Reyhan, begitulah ia biasa dipanggil.
Tok ... tok ... tok !
"Reyhan, bangun sayang. Sudah pagi loh ini, udah hampir setengah 8!" ucap Santi, mama Reyhan yang mengetuk pintu dan langsung berlalu pergi. Ia tau bahwa Reyhan tak sulit untuk dibangunkan. Beda halnya dengan sang kakak.
Reyhan menggeliat di tempatnya. Sesaat kemudian ia terduduk di sisi pinggir tempat tidur. Menenggak segelas air putih yang setiap malam selalu disediakan sang mama. Reyhan pun beranjak dari duduknya. Merapikan tempat tidur dan bergegas untuk mandi.
Sementara di tempat lain, Santi masih membangunkan putra sulungnya yang bernama Revan. Berbanding terbalik dengan sang adik, Revan sangat sulit dibangunkan. Bahkan Reyhan dan sang mama sudah memesan duplikat kunci kamar Revan, supaya lebih mudah untuk membangunkannya saat tidur.
"Revan ... bangun! Sudah pagi sayang, bangun! Aduh anak ini mama udah bolak-balik tujuh kali belum bangun juga ya!" ucap Santi kesal karena telah berkali-kali membangunkan Revan. Namun laki-laki berusia 18 tahun itu tak kunjung bangun juga.
Dor ... dor ... dor! (suara pintu yang diketuk terlalu keras)
"Astagaa, ada tembak ... ada bom ...." Revan terperanjat mendengar ketukan pintu kamarnya yang terdengar seperti bunyi pistol.
"Revan bangun! Buka gak pintunya!" Santi telah habis kesabaran karena setiap hari harus membangunkan Revan yang tidur seperti orang mati.
"Iya Mah, bentar!" Revan mengelabui sang mama dengan ucapannya. Padahal ia kembali menutupi dirinya dengan selimut.
Santi masih menunggu putranya membuka pintu. Namun karena lama ia menyadari bahwa Revan belum juga bangun. Ia terpaksa kembali mengeluarkan tenaga dalamnya untuk membangunkan sang putra.
Dor ... dor ... dor!
"REVAAANNNN!"
Revan seketika melompat dari tempat tidur, hingga membuat selimut yang dipakainya melayang entah kemana. "Iya, Ma, iya. Nih Revan bangun!"
Ceklek!
"Revan, dasar ...."
"Hoamm," Revan menguap tepat di depan sang mama. Aroma naga menguar di penciuman Santi, hingga wanita berusia 40-an itu terhenti saat ia akan di memarahi putranya. Ia reflek menutup hidungnya dengan mencapitkan ibu jari bersama telunjuknya yang lentik.
"Astaga, Revan! cepetan mandi, sikat gigi cepetan!" Santi mendorong Revan yang masih bermalas-malasan untuk memasuki kamar mandi.
Santi merapikan tempat tidur Revan. Ia menggeleng-gelengkan kepala ketika selimut Revan yang dicarinya berada di lantai. "Dasar anak nakal, sudah besar tapi belum juga dewasa." Ia hanya tersenyum kecil melihat ulah putranya. "Van, mama tunggu di bawah ya. Kalau sudah mandinya langsung sarapan, mama siapin."
"Oke, Ma," jawab Revan dari dalam kamar mandi sembari menggosok giginya.
Santi segera keluar setelah selesai merapikan kamar Revan. Ia kembali berjalan ke kamar milik Reyhan. Seperti biasa kamarnya sudah rapi tanpa harus menunggu sang Mama merapikannya. Melihat hal itu membuat Santi senang sekaligus bangga pada Reyhan.
Ia berjalan menuju lantai bawah, dilihatnya Reyhan sudah duduk dan menyantap sepiring nasi goreng di meja makan.
"Pagi sayang," Santi menarik kursi di sebelah tempat Reyhan duduk dan segera menyendokkan seporsi nasi goreng di piringnya
"Pagi juga Ma," jawab Reyhan singkat.
"Pagi-pagi udah rapi banget sih, mau kemana?"
"Reyhan mau beli kekurangan perlengkapan sekolah ma. Besok kan udah masuk," jawab Reyhan sembari terus mengunyah makanan di mulutnya.
"Oh, yaudah uangnya Mama ambilin dulu." Santi beranjak dari tempatnya dan akan menuju kamar untuk mengambil uang.
"Gak usah, Ma. Reyhan ada tabungan. Kalau cuma buat beli sedikit masih cukup lah," tandas Reyhan membuat sang Mama tersenyum kecil menatapnya.
"Ah, beneran?"
"Iya, Ma."
Santi mengelus kepala putranya itu. Seketika kepala Reyhan bergerak menjauh, disertai lirikan tajam tanda tak suka dengan sikap sang mama yang memperlakukannya seperti anak berusia 5 tahun. Santi hanya tertawa geli melihat tingkah Reyhan.
Mereka pun makan dengan tenang. Tak lama kemudian Revan datang dari lantai atas dengan sedikit berlari menuju meja makan.
"Pagi Ma ... mmmuach." Sudah menjadi kebiasan jika setiap pagi Revan selalu mencium pipi sang Mama.
"Pagi juga sayang, nih mama udah siapin nasi gorengnya buat kamu."
"Pagi juga my brother ... mmm, oops!" Hampir saja Revan mencium pipi Reyhan yang menggembung penuh dengan nasi goreng di mulutnya.
"Ih, apa sih bang. Geli banget," sahut Reyhan risih, melihat bibir sang kakak yang manyun itu sudah hampir menempeli pipinya.
"Hehe, aku kira tadi cewek yang duduk di sebelah Mama. Habisnya knapa sih, cuek banget. Kayak cewek lagi PMS aja." Revan terkekeh mendengar ucapannya sendiri.
Sementara Reyhan mulai sewot dengan ucapan sang Kakak yang dinilainya lebih seperti umpatan. "Tau lah, terserah!" Ia langsung cepat-cepat menghabiskan sisa nasi goreng di piringnya, dan berlalu menuju dapur untuk mencuci tangannya di aliran air wastafel.
Reyhan berjalan mendekati sang mama dan berpamitan, "Ma, Reyhan berangkat ya!" ucapnya setelah mencium punggung tangan sang Mama.
"Iya sayang, hati-hati ya."
"Hey adikku, nih cium tangan abangmu juga." Revan menjulurkan tangannya, dan menggerakkan jari-jarinya seperti gaya seorang Pengacara kondang, yang sedang memamerkan deretan cincin batu yang bertengger di jari-jemarinya.
Melihat tangan sang kakak yang berminyak setelah memegang ayam goreng, membuat Reyhan semakin enggan untuk menjabat tangannya. "Ogah, cium aja sendiri." Reyhan beranjak pergi dan berkata, "Bang motornya pake aku dulu ya, bye!" Ia melangkah keluar secepat mungkin sebelum sang kakak berteriak melarang membawa motor miliknya.
"Eh, Reyhan. Balik gak! Balik!" teriak Revan dari tempat duduknya.
"Udah, udah, suruh siapa kemaren kamu bawa motor adikmu. Mana dibuat kebut-kebutan sama temenmu. Hasilnya apa? Kecelakaan masuk bengkel kan?"
"Hehe, iya ma, maaf. Kan bukan ulah Revan juga. Udahan dong marahnya."
Hal itu bukan membuat sang Mama iba, malah ingin tertawa melihat kelakuan putra sulungnya yang seperti anak kecil. "Yaudah iya, tapi jangan bikin ulah lagi. Tuh adek kamu jadi marah-marah kan." Santi cekikikan memikirkan kedua putranya yang sering bertingkah seperti kucing dan anjing.
"Iya Ma, emang dasar aja tuh anak kayak cewek PMS. Sok cool, sok dingin, kebanyakan baca komik CEO dingin kayaknya. Hahahaha!" Reyhan terbahak-bahak dengan perkataannya sendiri. Alhasil ia pun tersedak dan terbatuk hampir menyemburkan Isi mulutnya yang penuh dengan nasi goreng. "Uhuk-uhuk!"
"Minum dulu." Santi menyodorkan segelas air putih pada Revan dan untung saja membuat batuknya terhenti. "Makanya, kalau makan jangan sambil ngomong. Apalagi sampe ngetawain adik sendiri. Yaudah habisin, nih mama tungguin."
"Hehe, iya ma." Revan kembali melahap sisa nasi goreng di piringnya.
Santi masih belum beranjak dari posisi tempat duduknya. Ia menunggu Revan sampai benar-benar selesai menghabiskan sarapan. Dalam hatinya, ia bersyukur memiliki dua putra yang sangat menyayangi satu sama lain. Walau kadang percekcokan selalu terjadi di antara mereka, namun semua itu tak akan membuat keduanya bertengkar hebat.
Reyhan yang lebih pendiam dan dingin menjadi sasaran empuk sang kakak yang selalu menggodanya dan mengerjainya. Namun walau demikian Revan juga tak pernah melewati batas dalam hal bercanda dengan adiknya.
Begitupun Reyhan, walau terkadang ia marah dan kesal dengan sang kakak, lantas tak membuatnya membenci Revan. Bahkan ia bersyukur, karena bisa mengenal Revan dan menjadi adiknya.
Reyhan berhenti di depan sebuah toko ATK dan memarkirkan motornya disana. Didorongnya pintu kaca itu. Ia langsung disambut hangat oleh pegawai toko.
Reyhan berjalan menyusuri setiap bagian, yang di batasi dengan rak berisi berbagai macam alat tulis dan keperluan sekolah lainnya.
Ia memilih 2 pack pulpen dan berjalan menuju kasir. Kemudian meletakkan barang beliannya disana.
"Ada lagi mas?" tanya kasir itu sopan.
"Gak ada mbak, itu aja," jawab Reyhan lembut.
"Totalnya 43.700."
Reyhan merogoh selembar uang 50.000 rupiah di dalam sling bag nya, dan memberikan kepada wanita penjaga kasir.
"Kembaliannya 6.300." Penjaga kasir tersebut menyodorkan 2 pack Pulpen yang telah dibungkus dan kembalian beserta struk belanjaan milik Reyhan.
"Makasih mbak." Reyhan berlalu, ia kemudian berhenti di sebuah kotak amal dalam toko itu yang bertuliskan 'Panti Asuhan Kasih Bunda'. Tanpa ragu uang kembalian yang belum sempat ia masukkan kedalam tas nya, ia masukkan ke dalam lubang kotak amal tersebut dan tersenyum memandang isi kotak kaca itu yang hampir terisi penuh.
Reyhan membuka pintu toko dan melangkah keluar. Tubuhnya merasakan pertukaran suhu yang sangat berbeda saat berada di dalam ruangan ber-AC itu dengan tempatnya sekarang.
Drrrt! Drrrt!
Sebuah getaran muncul dari ponsel dalam Sling bag di dadanya. Ia mengambil ponsel tersebut dan bertukar meletakkan belanjaan di dalam tas mini kulit berwarna hitam itu.
📞"Halo, ada apa, Kai?" Reyhan menjawab panggilan telepon dari sahabat sekaligus teman sekelasnya yang bernama Kai.
📞"Rey, ada dimana nih? Ke Cafe Alanda ya, mumpung bisa makan gratis. Tapi waktunya cuma sampe nanti jam 12 siang." Suara girang Kai terdengar jelas dari dalam telepon, membuat Reyhan iba menolaknya.
📞"Hah, serius? Emang ada event apa?"
📞"Anak yg punya cafe lagi ulang tahun. Yaudah cepetan kesini, ntar keburu penuh tempat duduknya."
📞"Oke-oke, tunggu ya Kai. Yaudah aku tutup dulu telponnya." Reyhan segera mengakhiri sambungan telepon dari Kai.
Sebenarnya ia berniat akan langsung pulang setelah membeli kekurangan perlengkapan sekolahnya, namun rasa persahabatan membuat Reyhan tergerak untuk segera mengiyakan ajakan Kai. Terlebih lagi, ia berfikir 'lumayan lah, gratisan pagi-pagi,' batinnya.
Reyhan menggulir kontak nama di ponselnya, ia mengirimkan chat pada sang mama takut wanita itu khawatir.
📨'Ma, Reyhan ijin masih mau ketemu Kai. Nanti Reyhan pulang agak siangan. Mama jangan khawatir, oke.'
Isi Chat Reyhan berhasil terkirim, ia lantas segera menunggangi motornya dan pergi ke Cafe Alanda seperti yang dikatakan Kai.
•••
Reyhan memarkirkan motornya di tempat yang disediakan oleh Cafe yang lumayan besar itu. Dilihatnya parkiran Cafe hampir penuh dibanding hari-hari biasanya di pagi hari.
Setiap hari minggu Cafe Alanda yang berlokasi di sekitar alun-alun kota beroprasi lebih pagi. Mereka juga suka membagikan minuman gratis pada orang-orang yang mengikuti Car Free Day di sana.
Seperti halnya hari ini, Seluruh kursi pengunjung hampir terisi penuh oleh orang-orang yang telah ikut serta di acara Car Free Day. Semua itu nampak jelas dari style mereka yang terlihat sporty namun tetap trendy.
Berbeda dengan Reyhan, ia menggunakan setelan serba hitam untuk celana jeans, kaos dan jaket jeans yang juga hitam. Dipadu dengan Sling bag hitam dan sepatu kets putih, Reyhan nampak sangat menawan dan berhasil mencuri perhatian setiap kaum Hawa saat dirinya memasuki ruangan Cafe.
"Rey!" teriak Kai sambil melambaikan tangannya dari salah satu meja tengah yang berada lurus di depan panggung cafe.
Reyhan berjalan menuju tempat Kai memanggilnya, dengan diiringi tatapan kagum dan terpesona dari para gadis dalam Cafe itu.
Dalam pandangan mereka, Reyhan terlihat bak Idol korea yang cool dan membuat hati cenat-cenut. Terlebih lagi perawakannya yang tinggi dan ideal serta kulit putih bersih, membuatnya terlihat seperti bintang idola yang berjalan di antara para fansnya.
"Lama banget sih, Rey," celoteh Kai sambil menyeruput Thai Tea di hadapannya. Laki-laki itu nampak sudah lelah menunggu seorang diri.
"Ya kan jarak dari toko ATK ke sini gak deket juga kali Kai. Dan satu lagi panggil namaku jangan setengah-setengah. Jangan Rey, tapi Reyhan," ucap Reyhan mengajukan protes
"Yee, sama aja kali. Lagian nama Rey itu lebih cool, cocok lah sama gaya cool mu yang bikin cewek klepek-klepek itu." Kai menggoda Reyhan dengan mengedipkan sebelah matanya, membuatnya enggan menanggapi Kai lagi.
"Permisi, khusus hari ini ada hidangan gratis untuk para pengunjung. Selamat menikmati." Seorang pelayan datang membawa nampan berisi Thai Tea, dan sebuah Donat bertoping Chocolate Greentea dalam piring hitam berukuran sedang.
"Makasih mbak," ucap Reyhan seraya mengulas senyum manis. Sang pelayan pun dibuat semakin terkagum-kagum, dan undur diri dengan senyum tersipu malu yang masih tersungging di bibirnya.
"Awas! Jangan PHP, entar dosa loh. Anak orang jadi makan hati."
"Maksudnya?" Jawab Reyhan cuek seraya menyeruput Thai Tea dihadapannya.
"Jangan sering-sering senyum baperin cewek-cewek, tuh liat pelayan tadi udah kesemsem gitu."
"Bilang aja, takut kalah saing." Reyhan berceloteh dengan gaya cool yang membuat Kai semakin ingin menjitaki kepalanya.
"Hishh, untung sahabat. Kalo ngak, udah tak hiiih ...!" Kai mengepalkan tangannya. Sementara Reyhan sibuk mencicipi Donat dihadapannya dan tak menghiraukan celotehan Kai.
Semakin lama suasana Cafe menjadi semakin ramai. Bahkan banyak pengunjung yang harus berdesakan di area lesehan karena tak mendapat tempat duduk.
Seorang MC menaiki panggung Cafe, membuka acara perayaan ulang tahun Putri sang pemilik tempat. MC yang biasa dipanggil Johan itu mempersilahkan seorang Vokalis muda tampan untuk naik ke atas panggung. Ia menyanyikan sebuah lagu berjudul Selamat Ulang Tahun dari Jambrud sebagai persembahan untuk sang pemilik hari istimewa.
"Oke, terimaksih semuanya. Disini saya ingin mengajak seorang gadis cantik yang sedang berbahagia. Karena apa? karena hari ini dia sedang berulang tahun. Beri tepuk tangan dulu dong." Suara tepuk tangan terdengar riuh seiring dengan antusiasme para pengunjung.
Semua yang ada di ruangan itu mulai menoleh ke kanan kiri mereka secara bergantian. Seperti sedang berlomba untuk menemukan siapa gadis yang dimaksud.
Tak lama kemudian, dari sisi samping panggung naiklah seorang gadis muda yang benar-benar cantik. Tubuh langsing dan tidak terlalu tinggi, sangat ideal untuk gadis seusianya. Kulit putih mulus yang dipadu dengan dress selutut berwarna kuning membuatnya semakin nampak bersinar. Rambut panjang hitam kecoklatan miliknya, dibiarkan tergerai dengan model Curly ala hair stylish. Dia benar-benar cantik, dan bisa membuat iri semua gadis di dalam ruangan itu.
DEG!
Entah mengapa, jantung Reyhan terasa berdetak lebih cepat.
"Akhirnya, rasa penasaran kita semua terbayarkan. Cantik gak?" Sapa sang vokalis mencoba menggoda gadis itu seraya memancing komunikasi dari para pengunjung.
"Cantik ...." teriak pengunjung bersamaan.
"Cantik banget ...!" teriak Kai mengimbuhi.
Hal tersebut menarik perhatian para pengunjung untuk melihat ke arah Kai dan Reyhan. Begitu pun gadis cantik yang masih berdiri di atas panggung itu, juga menatap ke arah mereka berdua. Lalu pandangannya mulai terfokuskan pada sosok seorang lelaki tampan yang sedari tadi memperhatikannya.
DEG!
Pandangan mereka saling bertemu.
Reyhan menatap gadis itu, begitupun sebaliknya.
Ada sesuatu yang tak bisa Reyhan ungkapkan, sehingga dirinya tak bisa lepas memandangi gadis yang masih berdiri disana. Gadis yang berhasil merebut perhatianya.
Apakah ini cinta pada pandangan pertama?
Benarkah? secepat itukah ?
Atau ada hal lain yang Reyhan pikirkan ?
Kai hanya tersenyum kikuk, saat menyadari ulahnya membuat ia telah menjadi pusat perhatian semua orang. Sementara Reyhan masih menatap lekat gadis itu, hingga membuatnya salah tingkah.
"Kenalan dulu dong, pasti yang ada disini semuanya pada penasaran kan. Oke, cantik namanya siapa?" tanya sang vokalis pada gadis itu.
"Keira," jawabnya singkat.
"Keira sekarang ulang tahun yang ke berapa?"
"17 tahun." Lagi-lagi bibir mungilnya hanya menjawab sepatah-dua patah kata.
"Wah wah, lagi sweet seventeen ya. Pas banget nih orangnya juga sweet banget, hehehe," goda sang vokalis membuat Keira tersipu. "Oke, kalau gitu kita nyanyi lagu Happy Birthday sama-sama buat Keira. Setuju?"
"Setuju!" jawaban lantang dan serentak terdengar dari semua pengunjung.
Namun Reyhan tak bergeming. Ia masih sibuk dengan segala dugaan-dugaan di benaknya. 'Keyra? Kenapa rasanya dia begitu familiar bagiku? Wajahnya, senyumnya, seperti pernah melihat sebelumnya. Tapi siapa? dimana?'
Jreng!
"Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday ... happy birthday ... happy birthday to you ...." Semua yang ada di dalam Cafe bernyanyi bersama.
"Sekali lagi ...." pandu sang vokalis.
Semua pengunjung masih tetap bernyanyi bersama. Mengiringi Keira yang dibantu sang mama papa, mengarahkan pisau untuk memotong kue ulang tahun super besar dihadapannya.
Reyhan yang merasa penasaran akan sosok Keira, sedetik kemudian ia melupakannya. 'Ah, perasaan aku aja kali.' batin Reyhan menyudahi prasangkanya sendiri.
•••
Ceklek!
Reyhan membuka pintu rumahnya. Ia melihat seisi rumah sudah dalam keadaan sepi. Diliriknya jam tangan yang telah menunjukkan pukul 11.00 siang. 'Pantas saja, pasti semua sudah tidur,' batin Reyhan yakin.
Ia sudah akan melangkahkan kaki menuju anak tangga, namun sang kakak turun dan menyambutnya dengan wajah sedikit kesal.
"Dari mana aja, jam segini baru pulang?" sungut Revan dengan mata melotot yang dibuat-buat.
"Beli perlengkapan sekolah, terus ke Cafe." Reyhan menyahut datarr pertanyaan sang kakak. Ia lantas berjalan menaiki anak tangga dengan cueknya.
"Ooo ... bagus ya, enak-enak kau diluar. Aku yang dari tadi nungguin, malah gak bisa hangout tau!" ketus Revan seraya menarik kerah belakang Reyhan, agar berhenti berjalan.
"Ya, suruh siapa abang bawa motorku sampek masuk bengkel."
"Lah, bukan aku kok yang buat rusak motor mu."
"Tapi kan abang yang bawa. Mana gak ijin lagi."
"Kamunya aja gak denger waktu abang teriak."
"Mana, gak ada tuh abang teriak minta ijin."
"Ada, abang sumpah nih abang udah teriak."
"Ngak ada."
"Ada."
"Ngak ada."
"Adaaaaa!"
Kedua kakak beradik itu masih belum mengalah dengan argumen mereka masing-masing. Keributan yang mereka timbulkan berhasil membuat sang mama terbangun dari tidur siangnya.
"Astaga! ada apa sih kok ribut banget!" Santi menekan keningnya karena pusing setelah terkejut dengan suara mereka berdua.
"Ngak ada apa-apa, Ma," jawab Reyhan santai.
"Ngak ada apa-apa gimana, motorku aja dibawa seharian," ucap Revan tak terima.
"Seharian tuh klo aku bawanya sampek nanti malem, baru seharian." tegas Reyhan membela diri.
"Revan, kan mama udah bilang. Kalau misal kamu gak bawa motor adikmu, motornya gak bakal sampai masuk bengkel. Makanya lain kali, kalau pinjem punya orang itu ijin dulu."
"Reyhan kan adikku ma, bukan orang. Lagian aku udah ijin kok. Ya kan Rey?"
"Mana gak ada," ketus Reyhan dengan memalingkan wajahnya.
"Itu waktu aku teriak masak gak denger."
"Emang kamu teriaknya di mana?" tanya Santi dengan nada mengintrogasi.
"Pas waktu depan gerbang sana ma, deket pos satpam, waktu mau berangkat. Hehe."
"Astaga, jauh banget. Mana bisa denger adekmu, Revan! Mama juga gak bakalan denger kalo kamu teriaknya dari ujung gang sana." Santi menggelengkan kepalanya, dan hanya dibalas tawa geli dari Revan.
Reyhan melirik centil ke arah sang kakak, berusaha menggodanya yang sedang dimarahi oleh sang mama.
"Reyhan kamu juga. Kalau kemana-mana bawak punya orang, jangan lama-lama pakainya."
"Iya ma." Reyhan menjawab pasrah. Sedangkan Revan berbalik melirik centil dan menjulurkan lidahnya untuk menggoda Reyhan.
"Biar gak kejadian kayak gini lagi, mulai sekarang kunci motornya kalian simpen sendiri-sendiri. Jangan taruh di garasi."
"Iya ma," jawab keduanya serentak.
"Udah, baikan sana."
Revan menyalami sang adik. Namun jari-jari tangannya tak tinggal diam. Ia menekan kuat punggung tangan Reyhan dengan jempolnya, hingga membuat sang adik mendadak merasa sakit.
Reyhan pun tak tinggal diam, ia juga memainkan jari-jarinya menggelitiki telapak tangan sang kakak. Revan mati-matian menahan rasa geli itu. Mereka berdua saling menatap, bak dua petarung yang akan saling mengalahkan.
"Awas loh, Mama gak mau tau lagi. Pokoknya masalah ini jangan dibahas lagi."
"Iya, Ma," jawab keduanya secara bersamaan.
"Ma, Revan mau keluar dulu ya. Mau ke rumah temen."
"Tanggung, Van. Bentar lagi dzuhur. Solat dulu, baru berangkat."
"Hahh ... ya sudah deh. Revan masuk kamar dulu." Revan langsung menaiki anak tangga menuju ke kamarnya.
Sementara itu Reyhan masih terdiam menunggu sang kakak benar-benar masuk dan menutup pintu kamar.
"Ma, nih." Reyhan memberikan kunci duplikat kamar Revan kepada mamanya. "Tadi Reyhan masih pergi ambil ini."
"Oh, udah jadi ya, baguslah! Besok mama gak perlu susah-susah lagi bangunin kakak kamu. Makasih ya sayang. Yaudah, sana cepet siap-siap solat Dzuhur. Mama mau angetin makanan, kalau udah solat langsung makan ya, ajak kakak kamu juga."
"Iya Ma."
Reyhan menaiki anak tangga dan kembali ke dalam kamarnya. Ia bersiap menunggu waktu adzan untuk menunaikan kewajibannya.
•••
Malam telah larut, menyajikan langit yang semakin pekat serta bintang yang semakin berkilau. Walau tubuhnya kadang mengigil diterpa angin, Reyhan masih tetap tak bergeming dari posisinya. Ia berdiri di balkon kamarnya, memandang kagum pada jutaan bintang yang berkelap-kelip.
Dalam sekejap, muncul bayangan wajah Keira di benaknya. Ia mengingat setiap detik saat pandangan mereka bertemu. Ia juga mengingat tingkah lucu Keira saat tersipu malu di atas panggung. Reyhan merasa aneh sekaligus tertarik dengan semua tentang Keira.
'Keira, siapa kau? Aku merasa kau sangat familiar bagiku.'
Remaja itu terus berpikir keras. Bertanya pada dirinya sendiri, yang juga sedang mencari jawaban. Keira yang familiar dan baru dilihatnya pertama kali, mampu membuat Reyhan ingin mengetahui siapa gadis itu sebenarnya?
Ceklek!
"Reyhan, belum tidur? Besok udah sekolah sayang. Awas telat loh." Santi meletakkan segelas air putih di atas nakas dalam kamar Reyhan.
"Eh, iya, Ma. Ini udah mau tidur." Reyhan segera menutup pintu kaca pembatas kamar dengan area balkon. Tak lupa juga menutup tirainya hingga rapat.
"Ya sudah, good night, Sayang." Santi tersenyum ke arah Reyhan, seraya menutup pintu kamarnya.
"Good night too, Ma." Reyhan merebahkan tubuhnya. Memejamkan kelopak matanya, hingga rasa kantuk datang dan membuat ia terlelap dengan sendirinya.
'Keira ... akankah kita bertemu lagi?'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!