NovelToon NovelToon

Kondangan Jadi Cinta

Niat kondangan

Suasana pesta pernikahan begitu meriah dengan hiasan dekorasi yang megah membuat siapapun akan berdecak kagum. Banyak tamu undangan yang telah hadir menambah riuhnya suasana. Namun, kapan ijab kabulnya akan dimulai kenapa lama sekali. pikirku yang tengah duduk dan asik melihat-lihat.

"Zara, ikutlah denganku." Suara seseorang yang Zahra kenal menarik tangannya.

"Kita mau kemana Kak?" tannya Zahra pada kak David yang masih menggenggam tangannya.

"Ikuti saja aku, nanti kamu tahu sendiri," jawab kak Davit masih seria menyeret zahra.

Sesampainya didepan sebuah kamar kak David melepaskan genggaman tangannya kemudian menyuruh zahra untuk masuk ke dalam. Begitu sampai di dalam Bibik Yani dan Paman Rama memandang ke Zahra yang terlihat kaget. Kenapa paman dan bibik berada disini bukannya memulai acaranya, dan juga kenapa ada dokter? gumam Zahra dalam hati.

"Zahra, kemari Nak," panggil bibik Yani pada Zahra.

"Iya, Bik," jawab Zahra seraya mendekati bibik Yani yang tengah duduk di pinggir ranjang. Dan Zahra melihat pamannya tengah duduk tak berdaya di ranjang tersebut.

"Ada apa dengan Paman, Bik? bukankah seharusnya kalian sudah memulai acaranya, dan dimana Kak Salwa kenapa dari tadi aku tidak melihatnya?" tannya Zahra sembari memandang paman dan bibiknya bergantian.

Bukannya menjawab bibik Yani malah menangis sejadi-jadinya membuat Zahra semakin khawatir dan bingung sebenarnya apa yang telah terjadi. Zahra mengelus punggung bibik Yani agar lebih tenang dan berhenti dari tangisannya. setelah bibik Yani mulai berhenti menanggis ia meraih jari-jemari zahra dengan lembut seraya berkata.

"Zahra, pamanmu darah tingginya naik," ucap bik Yani dengan pelan.

"Astagfirullahaladzim kok bisa, Bik?" Mata Zahra terbelalak karena kaget, karena Zahra pikir tidak tepat jika pengnyakit pamannya kambuh disaat seperti ini.

"Kakak mu Salwa..." Suara bibik terhenti karena tangisnya kembali pecah.

"Kak Salwa kenapa bik? sebenarnya ada apa ini?"ucap Zahra semakin penasaran. Kemudian ia memalingkan wajahnya menatap kak David yang berdiri di belakangnya.

"Kak Salwa kabur sama pacarnya, Ra." Kak David akhirnya memberitahukan kebenarannya. "Karena itu, aku membawamu kesini untuk dijadikan solusi atas masalah ini, "ucap David kemudian.

"Maksud kak David apa? menjadi solusi? aku? " tannyaku kebingungan. dengan cepat Bik Yani meraih kedua tangan Zahra kemudian berkata.

"Gantikan Salawa, Zahra. menikahlah menggantikan Salwa."

Jeduar... tubuh Zahra bagai disambar petir disiang bolong mendengar apa yang di ucapkan bik Yani barusan.

"Jangan main-main, Bik. ini adalah pernikahan bukan sebuah gime yang mudah mengganti pemainnya." Suara Zahra sedikit keras menyiratkan ke kagetan.

Zahra membanting daun pintu dengan sangat keras, kekesalan Zahra telah mencapai puncaknya. Pasalnya keluarga pamanya masih saja ngotot agar ia menggantikan tempat Salwa di pelaminan.

Mereka pikir aku ini apa, meski udah kak ada ibu dan ayah yah jangan seenaknya donk, mentang-mentang aku pernah hidup numpang dirumahnya terus sekarang dengan mudahnya mengatur hidupku, apalagi pernikahan. hus sebel kan jadini. harusnya tadi aku tidak usah datang kondangan kesini meaki di pernikahan sepupu sendiri jika akhirnya begini. udah jauh-jauh datang bukannya disambut sebagai tamu undangan malah di todong jadi mempeliai wanita.

Gerutu Zahra dalam hati dengan terus berjalan dengan ekspresi wajah kesal.

saat akan sampai di pintu keluar yang di belakang. tiba-tiba kakinnya terasa berat dan tidak bisa digerakkan. ternyata Bibik Yani tengah bersujut dengan merangkul kedua kaki Zahra.

"Astagfirullah bik, apa yang bibik lakukan," teriak Zahra.

"Zahra, bibik mohon gantikan salwa, bibik tidak bisa menanggung malu dengan adanya pembatalan pernikahan ini, apa lagi bisnis pamanmu juga akan hancur jika pernikahannya di batalkan," ucap bik Yani yang menangis tersedu-sedu dan masih menolak untuk berdiri.

karena tidak tega melihat bik Yani seperti ini akhirnya ku iyakan permohonannya.

"Tetapi jika si calon Kak Salwa itu menolak ku menjadi pengganti kak Salwa, maka jangan paksa aku lagi." Bibik Yani mengiyakan pasalnya dia tau bahwa Tuan Arga Herlambang tidak akan membatalkan pernikahan ini, karena yang terpenting sesuai perjanjian hutang perusahaan harus ada jaminannya.

Dari balik dinding sebelah utara seorang pria muda tinggi nan tampan tengah tersennyum lebar melihat peristiwa dihadapannya tadi, merasa mendapat mainan baru ia bergegas menuju tempat pelaminan, menunggu calon pengganti istrinya tiba.

Jadi Nikah

Ya Allah benarkah keputusan yang aku ambil ini, aku takut ya Allah bagaimana jika nanti pria yang aku nikahi ini suka main tangan, atau jangan-jangan dia sudah sangat tua, bukankah calon suami kak salwa sudah masuk usia kepala tiga ya, pantes aja kak Salwa kabur.

Pikiran ku jadi kemana-mana membayangkan kehidupanku setelah pernikahan ini terjadi. Sudahlah yang terpenting jalani dulu saja nanti bisa kan meminta cerai toh aku kan hannya pengganti pengganti.

Setelah selesai mengenakan baju pengantin dan ritual make up bibi Yuni fan kak David menggandeng dan menuntun ku menuju tempat yang akan dibuat mengucap ijab kabul.

Jantungku berdebar tak karuan. Ada rasa cemas dan takut juga khawatir menjadi satu hingga terasa tanganku menjadi dingin.

Kutundukkan kepalaku tidak berani menatap orang-orang yang sedari tadi menungguku keluar bahkan untuk melihat wajah pria yang sebentar lagi menikahiku saja aku tak berani, aku benar-benar mengutuk diriku sendiri karena takdir buruk ini.

mungkin sebagian orang yang telah mengetahui dan mengenal Salwa, mereka menjadi bertanya-tannya semenjak kapan Salwa mengenakan cadar. Apa lagi mendengar nama yang disebutkan saat ijabkabul bukanlah nama Salwa sabrina melainkan Putri Zahra.

suaranya terdengar sangat merdu saat mengucapkan janji sakral tersebut membuatku berpikir dan menebak-nebak wajah pria yang kini resmi menjadi suamiku ini dan saat ku angkat kepalaku hendak menyaliminya betapa terkejutnya diriku.

"Masyaallah, ganteng," gumamku lirih namun kelihatannya ia masih bisa mendengar kata yang ku ucapkan barusan. Karena kulihat ia tersennyum dan semakin menambah ketampanannya.

"Masih banyak waktu untuk mu memandang wajah ku yang tampan ini, jadi berhentilah menatapku." Bola mataku membulat sempurna saat ia mengatakannya didekat telingaku dengan tatapan yang tajam.

Dasar tukang Narsis emang ganteng sih tapi terlalu percaya diri amat sih dia. Ganteng sih ganteng tapi ucapannya itu loh dingin amat.

"Dala, kamu urus acara yang berada disini. Aku lelah dan langsung krmbali kerumah." Arga berdiri dan menarik tanganku pergi dari tempat itu.

"Baik, Tuan," ucap laki-laki tinggi tegap dan juga tampan yang bernama Mandala.

"Tuan, jika anda pergi lalu bagai mana dengan acara yang ada disini dan masalah perusahaan kami bagaimana?" bibi Yani mencegah kepergian tuan Arga.

Aku semakin malas melihatnya karena dia hannya berpikir untuk keluarganya sendiri dan tidak berpikir tentang perasaanku dan keadaanku.

Tuan Arga tidak menanggapi pertanyaan bibi Yani dan melanjutkan langkahnya pergi dari sana dengan masih setia menyeret ku seperti domba.

"Anda bisa lepaskan tangan saya, ini sakit tau. Anda terlalu erat menggenggamnya." Tukas ku seraya mencoba melepas genggaman tanganya saat sudah berada diluar gedung.

"Anda, panggilan dari mana itu?" ucap Arga seraya melepas genggamannya.

"Maksud Anda?" Aku malah jadi bingung.

"Suami, ganti panggilanmu dengan kata suami, jika tidak yang diinginkan keluargamu tidak akan terwujud." Ancamnya seraya mendorongku masuk kedalam mobil.

"Kenapa masih diam, aku tidak pernah main-main dengan perkataanku," ucapnya lagi.

"Iya, saya akan memanggil An... Maksudku Suami, akan ku panggil Suami," ucap ku seraya tersennyum meski aku yakin dia tidak bisa melihat senyumanku karena terhalang dengan kain cadarku.

"Bagus, aku suka kelinci yang penurut."

What kelinci aku disamakan dengan kelinci kurang ajar nih Suami.

Coba aja aku belum hijrah pakai baju syari dan cadar udah ku tamol nih kepalanya suami dari tadi. Eh Suami kok aku panggil dia dengan kata suami lancar banget ya.

Apa jangan-jangan heheheh kok aku yang jadi gak jelas gini sih. Astagfirullahaladzim.

Ngomong-ngomong dia akan bawa aku kerumahnya kan ya, sebenarnya siapa sih orang ini kenapa dia begitu saja menyetujui aku menjadi pengganti kak salwa ya? dan juga kak Salwa bodoh banget sih menolak orang seganteng ini, tetapi kak Salwa ada benarnya juga sih orangnya memang ganteng sikapnya itu loh Arogan banget sampai gak bisa di tolong.

Rumah mewah

Sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara Zahra melirik Tuan Arga tengah fokus dengan ponselnya. Niat Zahra ingin bertannya namun ragu-ragu rasanya hari ini adalah hari yang melelahkan dan hari yang aneh baginya. Semakin Zahra pikirkan rasa penyesalan dalam dirinya semakin mendalam didalam hati.

Sesampainya di halaman rumah Tuan Arga, Zahra tidak henti-hentinya berdecak kagum saat melihat rumah mewah bagian depan Tuan Arga Zahra berpikir seberapa banyak kekayaan seorang Tuan Arga sampai rumahnya semewah dan sebesar ini, karena bagi Zahra melihat rumah mewah hanya pernah melihat di dalam TV saja. Namun, sekarang ia tengah berdiri tepat dihalaman rumah yang mungkin tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

"Apa kau akan terus berdiri di situ dan memandangi rumah ku?" tannya Tuan Arga.

"Iya." Tanpa sadar Zahra menjawab dan menganggukkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangan pada sumber suara.

"Baiklah, teruslah berdiri disana." Perintah Tuan Arga dan berlalu masuk kedalam rumah dan mengabaikan para pelayan yang berjajar menyambut kedatangannya.

"Eh, bukan itu maksud ku..." Zahra tersadar dari keterpesonaannya dan melangkah mengikuti Tuan Arga masuk kedalam rumah.

Masyaallah orang kaya begitu ya, pulang kerumah saja disambut dengan pelayang yang berjajar rapih, ini mah sultan. Pikir Zahra saat melihat para pelayan menyambutnya dengan hormat.

Saat tengah kebingungan karena tidak tau harus kemana setelah masuk kedalam rumah mewah tersebut Zahra memutuskan untuk mencari keberadaan Tuan Arga suaminya.

"Permisi, tolong beritahu saya dimana Tuan Arga Berada?" tannya Zahra pada salah satu pelayan wanita.

"Tuan Arga ada..." Belum selesai pelayan wanita itu menjawab, dari belakang Zahra terdengar suara seorang pria.

"Tuan Arga tengah berada di ruang kerjanya Nyonya. Perkenalkan saya Sofyan kepala pelayan dirumah ini panggil saja saya pak Yan dan beliau menyuruh saya untuk mengantar anda menuju kamar untuk beristirahat." Seorang pria paruh baya menjelaskan dengan menuntun Zahra masuk ke dalam lif.

Pemberitahuan ya rumah Tuan Arga itu seperti mantion besar dan mewah berlantai Empat.

lantai bawah khusus untuk para tamu, lantai dua terdapat kamar dan juga tempat fitness, lantai tiga untuknya berkerja dan lantai paling atas kamar tidur Tuan Arga seorang dan juga tempat untuknya bersantai.

"Rumahnya benar-benar... sampai ada lifnya juga." gumam Zahra.

"Em Kita menuju lantai Empat?" ucap Zahra sembari melirik pada pak Sofyan.

"Benar, Nyonya. Lantai empat kamar Tuan Arga."

"Tinggi sekali, kenapa dia suka ditempat yang tinggi sih, kalau jatuh kan sakit." gumam Zahra lirih. Namun, masih terdengar oleh pak yan.

Nyonya muda ini sangat polos dari mana Tuan mendapatkannya, tetapi baguslah akhirnya Tuan mendapatkan pendamping hidup. terimakasih ya Tuhan.

Setelah kepergian pak Yan Zahra termenung dan asik berbicara sendiri.

"Allah indah sekali pantesan dia memilih lantai paling atas untuk dijadikan kamarnya, wah benar-benar menakjubkan." Zahra tak henti-hentinya bergumam melihat pemandangan yang indah dari kamar yang hannya berdindingkan kaca di sebelah sisi selatan.

"Lebih baik aku membersihkan diri dulu, setelah itu akan ku puaskan mataku melihat pemandangan ini," ucap Zahra pada dirinya sendiri.

"Eh tunggu, aku kan kesini gak bawa apa-apa, semua baju dan barangku masih ada di kontrakan, lalu aku harus pakai apa? Oh bukannya tadi Pak Yan bilang kalau semua keperluanku telah disiapkan, aku cari dulu deh."

Sementara itu di lantai tiga.

"Bagaimana kau telah mengantarkannya." Tuan Arga menutup dokumen yang tengah ia baca dan melepas kacamatanya setelah Pak Yan masuk.

"Sesuai perintah anda Tuan, saya telah mengantarkan Nyonya ke lantai atas." Pak yan menjawab dengan hormat.

"Bagus, kau sudah persiapkan yang kuperintahkan tadi."

"Sudah,Tuan." Pak yan menyodorkan map hijau kepada Tuan Arga.

"Baiklah, kau boleh pergi,"

Aku ingin tau kelinci kecil ku sedang berbuat apa didalam kamarku. Batin Tuan Arga serayan berjalan menuju lantai empat dengan memperlihatkan kedua ujung bibirnya tertarik ke atas.

Di kamar lantai empat.

Zahra terus beristigfar karena apa yang diucapkan pak yan bukanlah bualan saja, semua keperluannya telah tertata rapi di dalam kamar itu. Zahra merasa bagaikan dalam mimpi karena dalam sekejab ia menikahi seorang pria kaya raya dan kini tengah bearada di kamarnya. Setelah mengakhiri kekaguman dan ke ajaiban yang tengah terjadi pada dirinya zahra masuk ke kamar mandi.

Sedangkan Arga tengah mengamati setiap sudut kamarnya tidak ada yang berubah hannya tercium bau parfum wanita dan gemricik air dari dalam kamar mandi.

Setelah selesai Zahra keluar dari kamar mandi dan menuju meha rias untuk mengeringkan rambut yang kini tengah dibalut handuk kecil dan di situ ia meletakkan hijab dan cadarnya.

Tanpa disadari oleh Zahra sepasang mata elang tengah memperhatikannya di balik sofa. Arga tengah melihat semua yang dilakukan oleh Zahra, bahkan kini terlihat jelas wajah cantik Zahra karena ia tidak mengenakan hijab maupun cadarnya.

Seperti ada orang yang mengawasi Zahra pun mengedarkan pangannya keseluruh kamar dan betapa kagetnya ia mendapati Arga tengah duduk disofa dan tengah memandangnya dengan lekat.

Zahra tidak tahu harus berbuat apa, pipinya memerah seperi tomat karena malu bahkan ia merutuki kebodohannya yang tidak membawa hijab dan cadarnya ke dalam kamar mandi. Tanpa Zahra tahu Arga telah berada di belakangnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!