BUKK !?#&@×\=)#!!
"Sudah aku bilang, JAUHI FIRSA!!!"
pukulan tanganku yang ke 4 kalinya baru saja mendarat kuat di perut seorang laki-laki. Badannya membungkuk menahan sakit, kedua lengannya menyatu erat di depan perut sebagai refleks spontan.
"K..kk..kamu si..siapa?"
tanya si laki-laki gemetar. Keningnya mengkerut masih menahan sakit. Bibirnya membasah oleh liur dan cairan perut akibat pukulan di perutnya.
"Tak perlu tahu!"
"Yang jelas, FIRSA dalam penjagaanku."
"Kamu sekali-kali jangan mencoba untuk menggodanya lagi..."
"PAHAMM!!"
sekali lagi aku menekankan kalimatku. Ia hanya meringis. Wajahnya menghiba.
"Siapa nama kamu?"
aku bertanya dan menggeram. Wajahku menunjukkan ekspresi kaku. Namun ia tak akan bisa melihatnya karena topeng yang aku kenakan. Sebuah topeng perak menutup bagian depan wajah yang hanya menyisakan dua lubang mata, dua lubang hidung. Hanya bagian mulut yang terbuka bebas.
"Prim..."
"Siapaaa??!"
"Pri..Prim,"
"Oh Primata?!"
"Ok Primata!!. Masih ingat ucapanku diawal??!"
mataku membeliak garang.
"Prim..Prima bang,"
ia mencoba meluruskan.
"Jangan mengaturku, bangsat!!. Terserah aku!"
aku membentak, meski sebenarnya ingin tersenyum karena salah menyimpulkan nama akibat derasnya adrenalin yang memancar.
"...."
Laki-laki tersebut hanya diam, sedikit mengangguk, kemudian menenggelamkan wajahnya menatap lantai basement tanpa berani memandangku lagi.
"Aku ulangi..."
"JANGAN GANGGU FIRSA LAGI!!!. OK?!"
"Bb..baik bang. Maaf,"
"Aku pegang ucapanmu bro. Sekali lagi aku lihat kamu mengulangi, tak segan-segan kubuat kondisimu lebih parah daripada hari ini. Ngertii??!!"
"Iy..iyya bang."
"Ok sini. Aku minta kontakmu, yang ada whatsapp-nya, Bro. Aku perlu memantau!!"
Setelah kusalin pada handphone sekaligus melakukan panggilan ke nomer kontak makhluk primata tersebut, segera aku usir dia. Bergegas aku melangkah mendekati satu mobil yang parkir tak jauh dari tempatku menghajar Prima.
"Beres Firsa. Aku balik dulu. Kamu hati-hati dijalan!!"
"Makasih mas...mas,"
"Lucky... Lucky Sikat."
"Ohiya, Makasih mas Lucky!!"
"Sisa pembayaran silahkan diambil besok. Aku sedang tidak bawa tunai terlalu banyak hari ini!"
ucap seorang wanita muda bernama Firsa. Aku tak menoleh lagi, terus berjalan dan menghilang dibalik pilar parkiran basement salah satu mall.
Perjalanan baru saja dimulai,
Layar terkembang menjuntai.
Jalanku penuh liku,
Deras adrenalin menyatu,
Kisah haru biru,
Cerita aksi dan romansa memukau.
Aku 'Lucky Sikat',
Sejenak akan hadir mengisi harimu.
Siapa aku?
Aku sendiri tak tahu siapa aku. Atau tepatnya, aku adalah seseorang yang tak terlalu tahu tentang masa laluku.
Namaku Lucky. Lengkapnya Lucky Mansario. Nama belakangku diambil dari nama ayahku, Mansario Hadie. Tapi lebih sering dipanggil sebagai Lucky Sikat tanpa imbuhan 'Mansario' agar lebih mudah saja dalam penyebutan dan mudah pula diingat.
Sepertinya demikian. Dan aku tidak yakin pada penjelasanku sendiri. Yang aku ingat, samar-samar wajah orangtuaku tertinggal dibenak meski tak terlalu jelas, lalu mereka meninggalkanku saat aku bahkan belum menginjak Taman Kanak-kanak. Setelahnya aku hanya tinggal bersama nenek Lastri, Ibu dari mamaku, tanpa ada sanak saudara lagi hingga aku sebesar ini sekarang.
Nenek Lastri punya usaha pabrik tempe di samping rumah. Meski tidak berskala besar, tapi produksinya sudah mampu menghidupi 10 karyawan yang ikut nenek sudah belasan tahun, bahkan ada yang 20 tahun lebih mengabdi. Sejak bujang hingga sekarang beranak pinak, mereka tetap setia bekerja pada Nenekku yang ramah, sabar, penyayang, namun punya kedisiplinan tinggi.
Mamaku katanya adalah anak tunggal. Sedangkan Kakekku sudah meninggal satu tahun sejak aku lahir. Maka bisa dibilang, akulah satu-satunya keturunan dan keluarga nenek yang tersisa.
Kemudian Papaku. Papaku adalah orang perantauan. Asli Papa katanya adalah dari luar pulau dan tak jelas juntrungan keluarganya. Papa merantau ke pulau jawa dan kemudian berhasil meraih karir cukup gemilang di sebuah perusahaan dimana mamaku juga bekerja disana. Mereka berkenalan di kantor, saling cinta, menikah, dan lahirlah aku.
Umurku 25 tahun. Berbekal ijasah terakhir SMA aku mengadu nasib di kota besar. Tinggal disebuah kosan ditemani sebuah kipas angin duduk yang kubawa dari rumah nenek. Nenek tinggal di sebuah kota kecil, sekitar 3 jam dari kota besar tempatku mengais rizki. Di kota besar itu pula dulu papa dan mama bekerja.
Aku memang sengaja tak membantu pabrik nenek di kota asalku. Alasannya sepele, aku ingin merantau dan berjuang seperti papa. Tak mau berpangku tangan mengandalkan hasil bisnis keluarga. Mungkin darah kegigihan papa mengalir terlalu banyak dalam tubuhku dan mempengaruhi karakterku. Ahh, whatever-lah, yang pasti aku benci telah dicampakkan seperti ini oleh Papa Mama ku.
Nenek hanya menjawab 'mereka pergi' setiap aku bertanya dimana papa dan mama berada, hingga lama-lama aku bosan untuk bertanya dan memilih menjalani hidup dengan apa yang ada sekarang.
~|_~
Di kota besar ini aku hidup sendiri. Mengandalkan gaji dari pekerjaan sebagai kurir ekpedisi untuk menopang hidupku satu bulan ke depan dan juga membayar sewa kos bulanan.
Gaji yang pas dan nge-pres hampir tak ada sisa untuk bisa aku kirim ke Nenek. Aku ingin sekali menyenangkan Nenek dan membanggakan Beliau, tapi penghasilanku belum mampu mencukupinya. Meski sebenarnya Nenek selalu wanti-wanti, tidak usah berpikir untuk mengirimnya uang. Hasil tempe sudah sangat jauh mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bulanan Nenek, atau bahkan masih sangat cukup untuk menghidupi dua puluh Lucky sekaligus.
Hingga pada suatu saat aku mampu mendapatkan celah untuk menggeliat lebih leluasa. Berbekal pengalaman nakalku selama remaja, ditambah kemampuan beladiri yang kupelajari sejak kecil dari kakek Kemis, membuatku cukup yakin untuk melangkah di pekerjaan baru tersebut. Kakek Kemis adalah tetangga sebelah rumah nenek Lastri yang sudah seperti keluarga bagi kami. Beliau adalah pelatih pencak silat pada era-nya. Tinggal di kota kecil dan beternak kambing menjadi pilihannya agar bisa hidup tenang di usia senja.
Pekerjaanku ini lain daripada yang lain. Meski bekerja sebagai kurir tetap reguler ku jalani, namun di waktu tertentu aku melayani job pesanan. Pesanan apa??
Pesanan untuk melakukan job terselubung. Aku membuka jasa untuk pengawalan/bodyguard, pembebasan, pengintaian, dan sejenisnya. Mudahnya, aku menawarkan diri sebagai polisi swasta yang bisa disewa untuk membantu urusan tertentu. Hahaha..bisa juga disebut seperti batman gadungan, superhero amatir ala nusantara.
Namun tidak semua job lantas aku terima. Aku tetap menolak jika job yang ditawarkan bertentangan dengan nuraniku. Aku tidak akan bersedia jika ditugaskan untuk menculik, membunuh, atau tindakan keji lainnya.
Dalam setiap tugas, aku selalu menggunakan topeng perak sebagai pelindung identitas. Nama dagangku untuk pekerjaan ini adalah Lucky. Kata 'Sikat' diberikan oleh para klienku yang merasa puas dengan aksi 'Sikat' ku. Lambat laun kata 'Sikat' menjadi embel-embel yang secara tak langsung menempel di belakang Lucky.
Berawal sulit karena perlu membangun kepercayaan, lama-lama pundi-pundi rupiah seperti berdatangan tiada henti seiring semakin dikenalnya aku secara lebih luas. Aku cukup tersenyum senang melihat tabunganku kian menumpuk. Terbayang wajah teduh nek Lastri yang akan gembira melihatku berhasil dalam perjuangan.
Aku menamai pekerjaan ini sebagai Agen BID, atau kepanjangan dari Agen BUSCANDO IDENTIDAD. Sebuah nama keagenan yang kugubah sendiri dengan satu alasan jenaka, agar terkesan keren. Adapun makna sebenarnya dari dua kata tersebut cukup jauh dari kata keren, bahkan bisa dikatakan tidak nyambung dengan inti dari pekerjaan itu sendiri.
Mari kita simak perjalanan dan sepak terjang Lucky Sikat pada Bab-bab berikutnya. Cerita ini diwarnai dengan suasana penuh aksi, mendebarkan, romansa, humor ringan, dan beberapa bumbu penyedap lainnya. Semoga pembaca terhibur dan dapat menikmati hingga Bab terakhir.
--Di kedai Fast Food Prekciken, gate timur mall Eceng Gondok--
demikian pesan yang aku baca dari Firsa. Aku langsung memutar haluan motorku ke arah yang dimaksud sekalian menurunkan 1 paket expedisi yang kebetulan juga searah dengan tujuanku.
Sedikit celingukan akhirnya kutemukan Firsa di meja paling ujung, pojok belakang. Aku segera melangkah kesana.
"Halo mas Lucky. Mau pesan apa, silahkan duduk dulu!"
Firsa menyapaku. Seutas senyuman tertuju kepadaku dan hanya kubalas dengan anggukan dingin.
Aku tak mau citraku sebagai agen bayaran menjadi tercoreng apabila aku terlalu ramah kepada klien. Wajahpun sok cool dan kubuat sewibawa mungkin agar terkesan angkuh dan gagah. Itu juga agar tidak mudah diremehkan oleh klien nantinya. Meski jujur, tiap aku bergaya cool, rasanya aku ingin tertawa saja. Aku sebenarnya tipe riang dan easy going, namun demi tuntutan pekerjaan aku rela dianggap jahat oleh orang. Image kubangun melalui itu.
"Pesan apa mas?"
Firsa masih menunggu jawabanku.
"Apa aja."
Jawabku pendek. Asli lucu haha.
"Kok apa saja, yang spesifik dong!"
Firsa terlihat tidak suka dengam caraku berbicara. Namun justru itu yang kubutuhkan.
"Samain aja!"
ucapku lagi. Mempertegas kalimat sebelumnya.
"Yaudah deh tunggu sini, aku pesankan,"
balas Firsa mengembungkan pipi. Aku semakin senang jika klien merasa jengah dengan sikapku. Namun aku menjadi tak habis pikir, kenapa Firsa yang malah datang ke meja waitress untuk memesan?. Seharusnya hanya dengan sekali tepukan tangan maka mereka yang akan datang melayani kami.
Firsa sebenarnya sosok yang sangat menarik. Rambutnya lurus panjang, kulitnya putih, hidungnya mancung. Absolutely dia cantik. Tapi aku ga boleh larut pada ketertarikan semacam itu. Itu hanya akan merusak reputasiku dan menghancurkan karirku sendiri yang sudah kubangun dengan susah payah.
"Ini sisa pembayaran untuk jasa mas Lucky. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih atas bantuannya,"
Aku yang tengah menikmati santapan terpaksa menerima amplop putih dari Firsa dengan tangan kiri. Tapi menurutku, gaya arogan seperti itu malah lebih keren. Dengan cepat kumasukkan amplop dari Firsa ke saku dibalik jaket kulitku.
Sedikit mundur ke belakang,
Awal kisah Firsa menggunakan jasa Agen BID adalah ketika beberapa saat yang lalu ia menerima teror. Beberapa kali ia menerima pesan berisi kalimat ancaman dari seorang laki-laki. Kalimatnya beragam, namun intinya bahwa Firsa diancam akan diperkosa oleh laki-laki tersebut. Firsa menghubungiku untuk meminta bantuan penjagaan sekaligus untuk membekuk laki-laki sialan yang mengancamnya. Entah darimana ia mendapatkan nomerku, aku kurang tahu. Biasanya dari mulut ke mulut mantan klien-klienku. Haha..mereka laksana tim marketing freelance tanpa bayaran yang semakin memudahkan aku mendapatkan klien berikutnya. Gethok tular kalau kata orang jawa.
Yah, setelah Prima tertangkap saat mengendap mendekati Firsa di parkir basement kemarin, maka usailah tugasku untuk menjaga Firsa.
"Mas kerja lain juga selain jadi agen?"
tanya Firsa membuyarkan lamunanku.
"Iya."
"Dimana mas?"
"Ga penting juga!"
jawaban yang memancing emosi. Kesannya aku ini menjengkelkaaaaan sekali. Tapi itulah gayaku, Lucky Sikat.
Sebenarnya aku tidak tega melihatnya jadi cemberut seperti itu gara-gara jawabanku yang asbun. Tapi ya gimana lagi, demi karir hmmm.
"Kuliahnya sudah semester berapa?"
tanyaku balik, sedikit mencairkan, tarik ulur, gaya-gaya pria sok iye.
"Ga penting juga!"
jawabnya ketus. Mati buk'e !!, aku kemakan omonganku sendiri hahaha. Aku membalas dengan sedikit nyengir dan kembali cuek menghabiskan sisa santapan. Firsa hanya geleng-geleng melihat tingkahku.
Tutt..!!
Handphone Firsa berbunyi, sesaat kemudian keningnya mengkerut. Cepat ia hadapkan layar handphone ke arahku.
--Pemerkosaan tetap akan berjalan. Wait and see girl!!--
demikian kalimat yang kubaca dari handphone Firsa. Wajah Firsa kembali tegang.
Cepat kusudahi makananku dan segera aku hubungi Prima via call.
"Ya bang ada apa?"
"Aku sudah bilang jangan ganggu lagi!!"
"Lho iya bang, aku ga ngapa-ngapain dia lagi kok!!"
"Jangan bohong!!"
"Asli bang, aku sudah jujur!"
"Bener??"
"Bener bang, swear ewer ewer!!"
Segera ku tutup telepon dan menatap Firsa. Airmukanya kini sudah ditekuk sedemikian rupa. Menyisakan seraut tegang dan takut.
"Berarti pelakunya bukan Prima!! Shiittt!!"
aku mendengus kesal.
"Mas.. aku takut. Temenin aku dulu mas, jangan pergi-pergi!"ucap Firsa kalut.
"Siapa yang ga mau nemenin cewek secantik ini haha!"
seringai hatiku. Namun tak kutunjukkan. Aku tetap bergaya tenang.
"Aku ga bisa kalau harus selalu terlihat di dekatmu. Dia akan segera tahu siapa pengawalmu,"
pemikiran kujabarkan pada Firsa.
"Jadi saranku...tetaplah beraktifitas seperti biasa hari ini. Segera pulang dan jangan gugup. Aku akan mendampingi dari kejauhan seperti saat Prima kemarin. Setelah kamu aman masuk rumah, aku akan pergi. Besok kamu keluar rumah jam berapa tolong koordinasi, aku akan stand by lagi di sekitarmu besok!"
pengarahanku kali ini membuat dia lega. Dengan cepat aku segera undur diri untuk mengintai dari jauh.
"Hati-hati mas!"
wajahnya nampak mengkhawatirkanku. Tapi ahhh..itu mungkin hanya perasaanku saja.
"Iya sayang!"
jawabku dalam hati, haha asolole.
Tanpa pamit aku segera berlalu. Tetap cool dan bersahaja.
...Ilustrasi : Firsa...
Setelah memastikan Firsa masuk ke pintu pagar rumahnya, aku segera pergi. Tujuanku sekarang adalah mengajak bertemu Prima. Aku perlu mendengar secara langsung pengakuannya. Atau mungkin aku bisa mengorek informasi lainnya yang diketahui Prima.
Titik pertemuan segera disepakati. Aku segera meluncur kesana.
Sepanjang perjalanan aku melamun. Dalam benakku tiba-tiba melintas paras ayu Firsa.
"Brengsek Lucky, begini ini jadinya jika kau luluh kepada klienmu. Pengawal gagah beracun bin berjakun jadinya lembek karena pesona dara. Fokus lah Lucky!!"
Aku berusaha terus melawan perasaan-perasaan yang seharusnya tak perlu ada. Ini ujian pekerjaan.
Aku memang tergolong tampan dan gagah. Sudah barang tentu beberapa klienku akan menunjukkan respon suka kepadaku. Maka daripada itu, aku tak boleh hanyut.
"Wahh bro, cerah banget kamu hari ini,"
sapa ku pada Prima yang masih kelihatan takut-takut melihatku. Apalagi kali ini ia bisa melihat wajahku langsung tanpa topeng.
"Makasih bang!"
jawabnya kemudian.
"Eh beneran kamu ga gangguin Firsa lagi?"
aku masih saja sangsi dengan pengakuan Prima.
"Bang..sumpah disamber oplet kalau aku bohong!"
Prima sepertinya jujur.
"Aduh trus siapa ya?!"
gigiku saling bertemu, menimbulkan suara gemerutuk, aku geram.
"Apanya bang?"
"Ada yang ga beres,"
aku tak menjawab pertanyaan Prima, sebaliknya aku hanya menggumam sendiri tak jelas.
"Eh Prim, kamu kuliah atau kerja?"
lugas kutanyakan, aku memerlukan informasi lebih banyak.
"Aku kerja sebagai jasa pengetikan dan fotokopi, dekat kampus Firsa."
jawab Prima jujur. Dan aku tahu dia orang yang jujur.
"Cerita dong kenapa kok gangguin Firsa!"
kuberikan sedikit penekanan, Prima langsung paham bahwa ini adalah sebangsa penyidikan.
"Gini bang...jujur aku tertarik setelah beberapa kali lihat Firsa mampir ke tempat kerjaku untuk minta diketikkan makalah. Tapi aku ga berani deketin bang. Malu lah, dia orang kaya dan cantik, aku cuma sebatas tukang ketik. Aku tahu namanya saja dari kartu mahasiswa yang minta di scan,"
Prima sebentar menarik napas dan meminta ijin menyulut puntung yang sempat tadi dimatikan saat aku datang.
"Karena aku terbayang terus sama wajah dia, akhirnya aku sering mengikuti dia, bukan untuk yang macam-macam, tapi hanya untuk mendapatkan foto dia di berbagai momen. Haha.. buat pengantar tidur aja bang. Ga ada maksud mau gangguin dia. Nah saat terakhir ambil foto ya pas aku kamu gebukin kemarin itu,"
Aku melihat ketulusan dan kepolosan dari penuturan Prima. Aku menyimpulkan bahwa ini adalah penjelasan dia yang sejujurnya.
"Sori bro...aku salah orang berarti!"
ucapku sedikit menyesal. Laki-laki muda di depanku yang ku taksir masih berumuran sedikit dibawahku balik memandangku dengan tatapan aneh.
"Kenapa kamu??!"
"Gapapa bang. Jadi penasaran. Abang ini pacarnya Firsa?"
"Ga. Aku dibayar untuk lindungi dia!"
Harusnya aku tak boleh membuka jatidiriku. Tapi aku percaya bahwa Prima lelaki yang baik dan bisa dipegang ucapannya.
"Dibayar??. Bodyguard gitu kayak di pilem-pilem?"
Prima masih saja heran.
"Iya semacam itu,"
jawabku pendek. Namun cepat aku mendapatkan ide brilian.
"Eh Prim, kalau kamu nge fans sama Firsa dan ga rela kalau dia kenapa-kenapa. Maka kamu harus bantu aku!!"
ucapku persuasif.
"Maksudnya??"
"Bantu aku menemukan orang yang akan memperkosa Firsa!"
"Perkaos, perkosa??!!"
Prima terperanjat. Tak pernah ia berpikir kondisi Firsa akan se-bahaya ini.
"Oo..ok bang. Aku a..kan bantu,"
"Meski kecil kemungkinan Firsa akan tertarik ke aku, tapi berkorban untuk wanita secantik Firsa rasanya akan sangat menyenangkan. Lebih dari sekedar bahagia tidur malam sambil memandangi fotonya!"
jawab Prima sedikit terbata. Aku tahu, adrenalinnya terlanjur mengalir. Aku tersenyum.
"Coba lihat foto-foto hasil bidikanmu bro!!"
lanjutku.
Satu persatu foto ku lihat. Firsa memang sangat cantik. Tapi wait... apa itu?
Segera ku-zoom beberapa foto yang terlihat mencurigakan. Keningku berkerut. Beberapa foto memperlihatkan ada bayangan beberapa pria berbaju hitam di sekitar Firsa. Posisinya tidak mencolok, mungkin Prima juga tak menyadarinya. Tapi aku bisa menarik kesimpulan setelah melihat kesamaan beberapa foto tersebut.
"Prim..kamu bisa komputer berarti bisa ya sedikit IT?"
tanyaku memastikan.
"Hobiku IT bang!"
jawab Prima.
"Ok baguss. Akan segera kuhubungi kamu lagi. Aku harus menyiapkan sesuatu."
Dengan cepat aku melangkah menuju motor. Prima hanya memandang penuh tanda tanya.
Kali ini tugas agen BID cukup menantang. Hahaha..aku suka!!!.
****************
WARNING ⚠️ 21++, hati-hati bab ini mengandung unsur dewasa. Skip/lewati saja bagi yang belum cukup umur.
****************
A-- Hallo selamat pagi tuan Bimo
B-- Siapa?
A-- Tuan Bimo tak perlu tahu siapa saya, hehe
A-- Yang anda perlu tahu justru nasib putri anda!
B-- Maksudmu apa?
A-- Batalkan penerimaan barang, atau putri anda akan diperkosa sampai mati!!!
B-- Jangan mengancamku!!
A-- Buat anak kok coba-coba, hahaha..
B-- Bedebah. Jangan ganggu anakku!!!
A-- Turuti permintaanku!! Simple kan??
B-- Kamu ingin uang berapa??
A-- Ohh tidak tuan, ini bukan penculikan, jadi saya bukan maling miskin yang butuh tebusan uang. Batalkan penerimaan barang, anak anda akan selamat dari pemerkosaan!! It's easy.
B-- Kamu bisa saya laporkan polisi!!
A--Buat anak kok coba-coba, hahaha. Jangan coba-coba lapor polisi. Atau istrimu ingin diperkosa juga??
B-- Cukupp!!
A-- Baiklah. Bye tuan Bimo. Pikirkan ucapanku tadi. Ambil langkah sesuai perintahku. Ojo sembrono (jangan gegabah), apalagi coba-coba cara konyol lainnya.
B--Heii tunggu!!
Tutt..tutt
《POV WRITER》
"Mama...ada yang mengancamku!"
ucap Bimo tegang.
"Siapa Pa?. Apa maunya?!"
Istri Bimo tak kalah tegang.
"Ada yang tidak suka pada pengiriman Alkes untuk kita. Dia minta kita membatalkan, atau Firsa akan diperkosa!!"
suara Bimo bergetar. Baru kali ini ia menghadapi permasalahan sepelik ini.
"Apaa!!"
"Yaa ampun Pa!!, gimana ini??"
yang namanya wanita, mendengar berita semacam itu tentu jauh lebih panik daripada Bimo.
"Itulah Ma, aku tak berani ambil resiko. Bisa-bisa anak kita yang jadi korban!"
Bimo masih saja bingung tentang langkah apa yang akan dia ambil.
"Betul Pa, Firsa lebih penting!!"
Bu Bimo tentu saja tak rela jika anaknya dalam ancaman besar.
"Tapi Pa, kita bukan pengusaha besar. Yang turun dari kapal hanya muat satu mobil box. Apa ga salah jika mereka mengancam kita??"
Bu Bimo mencoba berpikir rasional.
"Aku juga sempat berpikir begitu. Tapi kita satu-satunya distributor untuk toko-toko pengecer di kota ini. Bisa jadi ada yang ingin mengambil alih pasar kita!"
Bimo mencoba menanggapi pikiran istrinya.
"Jika pasar kita diambil, habislah kita, Pa. Untuk ekspansi ke kota lain tentu cost juga akan meningkat. Bisa jadi langkah kita ke kota lain turut dihalangi. Hancur sudah bisnis yang kita bangun bertahun-tahun!!"
Bu Bimo terus berpikir, membantu memberi pemecahan untuk suaminya.
"Arrrh...pusing kepalamu Ma!!"
geram Bimo.
"Kepalamu, Pa. Bukan kepalaku!!"
koreksi Istrinya.
"Hahhh. Iya kepalaku maksudnya!!"
Bimo mengacak-acak rambutnya sendiri. Pikirannya sangat kacau dan ngelangut.
"Maksudnya siapa??"
kejar Bu Bimo.
"Adooh, Mamaaa..!!!"
teriak Bimo frustasi.
"Sabar Pa...hipertensi Papa bisa naik lagi jika memikirkannya terus-menerus. Tenangkan diri dulu. Pelan-pelan kita cari solusi."
Bu Bimo ikut termenung sampai seperti linglung. Ngomongnya pun jadi tak fokus. Tak hanya keselamatan Firsa, kini kesehatan suaminya juga ikut dipertaruhkan akibat ancaman itu. Sekali saja tensi darah Bimo melonjak drastis, bisa wassalam yuk dadaa bye bye.
"Coba panggil Firsa Ma!!. Kita perlu membicarakan hal ini bersama dia."
Ucap Bimo lugas.
Sekian menit berlalu...
"Firsa sudah tahu!"
ucap Firsa lirih saat Bimo mengutarakan perihal ancaman terhadapnya.
"Kok kamu baru cerita sih sayang??!"
sergah Bu Bimo.
"Awalnya aku pikir ini hanya teror saja Ma. Makanya aku masih menahan dan tidak cerita."
Jawab Firsa.
"Ga bisa begitu Fir. Apapun yang menyulitkanmu harus kamu cerita!!"
Bimo nampak emosi mendengar Firsa yang terkesan menyepelekan.
"Apa Papa yang akan lakukan jika aku cerita?. Ga ada Pa!! Aku cerita atau tidakpun keadaannya sama!!!"
Firsa berteriak lantang. Ia tak mau dipojokkan begitu saja.
"Papa lebih tahu cara mengatasinya daripada kamu!!"
bentak Bimo marah.
"Apa??, coba Firsa ingin dengar cara Papa mengatasinya!!"
Firsa menatap tajam Papa-nya. Ia berusaha menyembunyikan ancaman pemerkosaan, berharap orangtuanya tidak resah. Tapi kenyataannya malah ia dipersalahkan.
"Cukup!!, kamu ga berhak menantang Papa seperti itu!"
Bimo semakin marah, hampir saja ia menampar Firsa jika Bu Bimo tak menahan lengannya.
"Fir..sudah nak. Tolong hormati Papa-mu. Turunkan emosimu sayang!"
"Papa juga gitu, jaga tekanan darah Papa!!"
Bu Bimo tampil lebih lembut. Ia tak ingin bapak-anak itu malah ribut sendiri, sedangkan permasalahan masih belum terpecahkan.
"Bahkan aku menyewa jasa pengawalpun juga inisiatif sendiri. Papa ga peduli sama aku..."
Firsa kelepasan membahas jasa pengawal. Perlahan menangis, ia merasa dihakimi begitu rupa.
"Pengawal??"
Bimo kaget. Ia hampir tak pernah terpikir untuk menyewa hal seperti itu untuk melindungi anaknya.
"Ada ya jasa seperti itu di sini??"
lanjut Bimo sangsi.
"Ada Pa. Dia hiks.. hiks teman Firsa. Kerjanya bagus. Kemampuan beladirinya juga keren!!"
jawab Firsa membanggakan diri di sela sesenggukan tangis. Setidaknya ia mampu mengambil langkah sendiri disaat orangtuanya belum tahu bagaimana harus bersikap.
"Berapa orang??"
tanya Bimo lagi.
"Sendirian."
Jawab Firsa sambil menyeka airmata di pipinya.
"Hmm...mana sanggup dia sendirian!!"
"Sih coba tolong ajak dia kesini. Papa ingin ngomong sama dia!"
pinta Bimo. Pikirannya sudah sangat buntu. Mungkin teman Firsa inilah harapan satu-satunya bagi Bimo. Tapi dia ragu jika urusan sepelik ini hanya akan ditangani oleh satu orang saja.
"Coba nanti aku hubungi dia Pa!!"
balas Firsa cepat.
"Siapa namanya?"
"Lucky Sikat."
Kali ini malah Bu Bimo yang nampak terkejut.
"Lucky??!"
tanya Bu Bimo memastikan. Raut wajah Bu Bimo berubah.
"Iya Lucky. Kenapa Ma??"
tanya Firsa sedikit curiga.
"Oh gapapa. Lupakan saja!"
meski Bu Bimo menjawab demikian, tapi wajah resahnya tak bisa dikelabuhi. Ada seonggok duka yang menyembul disana.
----
《POV FIRSA》
Ishh...ini orang kemana ya?. Di WA centang dua tapi belum dibuka. Di telepon tidak diangkat. Kesel sendiri aku jadinya. Dasar pengawal sok penting!!. Pagi begini apa dia ga kerja sih??!. Ahh membosankan. Aku hampir putus asa rasanya menunggu respon dari Lucky Sikut.
...Ilustrasi Firsa...
......................
Yaa...aku lebih suka menyebutnya, Lucky Sikut. Gayanya yang sok cool, sok iyes, berasa pengen aku sikut aja tuh cowok. Belagunya amit-amit. Udah cuek, dingin, galak, ahh ga sopan banget deh pokoknya.
Emang sih, aku akui dia ganteng. Badannya juga bagus. Sempat juga aku merasa ge-er kalau dihadapan dia. Rasanya tenang banget kalau ada dia disampingku. Tapi sekarung gayanya itu, me-nye-bal-kaaaan, pakai banget.
Dan sekarang, dicariin ga bisa. Siapa yang ga kesel coba?. Kemana sih tuh anak pagi-pagi gini??!!. Aku yakin, dia pasti masih ngorok. Ngoook.
B--Sori, baru bangun--
Tiba-tiba Lucky membalas pesanku.
A--Ishh...ada yang penting ini. Malah tidur!!--
B--Aku semalam begadang. Cari cara buat selametin kamu. Tauu?!!
A--Masaa..--
B--Kamu dimana?. Knp sih--
A--Dirumah. Aku mau ngomong. kesini ya--
B--Tar ajalah. Mager.
A--Yeee...ga bisa ditunda ini masss. Aduhh--
B--Belum mandi, belum sarapan. Siang aja--
A--Ga bisa. Harus sekarang. Ga bisa ditunda--
B--Yaudah kamu aja yang kesini. Kan kamu yang butuh--
A--Ishh nyebelin. Iya iya aku kesana. Kasih alamat, ama share lokasi!!--
B--Kosan Bamboo. Kamar nomer 5. Arahnya tar aku share--
A--Ok..--
B--Eh eh...tar dulu!--
A--Apa lagiiii???!!--
B--Laper nih. Bawain nasi bungkus--
A--Huhhh. Yaudah lah, tunggu. Bye!--
Ini cowok asli superrr nyebelin. Kalau ga inget dia sudah berhasil hajar Prima, mungkin sudah aku batalkan kesepakatan ini. Siapa juga yang betah berurusan sama cowok belagu kayak gitu.
Diantar supir Papa, aku meluncur ke lokasi yang sudah di share si Lucky Sikut. Tidak terlalu jauh, hanya perlu waktu setengah jam-an untuk bisa mencapai alamat tersebut. Sampai disana, segera aku suruh sopir langsung balik membawa mobil. Biar saja nanti Lucky yang akan memikirkan gimana aku baliknya.
Tookk tok...
"Kamu. Masuk."
Lucky membuka pintu. Kalimat pertamanya saja sudah bau arogan banget. Huhh
"Kok belum mandi??"
tanyaku heran. Harusnya sambil nunggu aku datang kan dia bisa mandi dulu kek, bebenah kek, sikat gigi kek. Bikin tambah lama aja.
"Kan mau makan dulu. Sini nasinya!!
Lucky merebut kantong kresek dari tanganku. Aku diam saja tak peduli.
"Jorok. Sikat gigi dulu nape!!"
cibirku menggurui.
"Ga usah sotoy. Aku sudah sikat gigi dari subuh. Pantang buat Lucky makan pagi aroma bau jigong."
Dia membela diri dong. Bomat dah.
"Mau berdiri terus di situ?. Duduk tuh depan meja!!"
aku hanya melotot. Segera aku duduk tanpa menjawab ucapannya.
"Mau ngomong apa sih?!"
tanya Lucky. Mulutnya penuh dengan makanan. Ga sopan kan??
"Abisin dulu makannya. Ga sopan ngomong tapi mulut penuh makanan kek gitu!!"
ucapku jengkel. Dia hanya mengangguk.
Selang sekian menit, Lucky berdiri. Nasi bungkus sudah ludes ia sikat. Nah ini baru sikat yang bener.
"Wkwkwkwk...Lucky Sikat artinya Lucky doyan makan berarti hahaha," batinku.
"Kenapa kamu??, senyum-senyum sendiri,"
sergah Lucky. Spontan kukembungkan pipi sambil membuang pandangan ke sudut kamar lainnya. Malu bokk.
"Aku mandi dulu aja deh!"
Lucky melangkah ke kamar mandi disamping pintu masuk. Keren juga, kosan cowok pake kamar mandinya di dalam.
Sambil menunggu Lucky mandi, aku melangkah melihat sekeliling kamar kos-nya. Cukup bersih dan rapi untuk ukuran kamar seorang cowok bujang. Bagus sekali didikan orangtuanya. Jarang-jarang ada cowok yang bisa rapi seperti itu.
"Sori lama."
Yaa ampuun. Dia muncul dari kamar mandi hanya dibalut handuk saja bagian bawahnya. Beberapa kali aku reflek menelan ludah melihat tubuh semi-nya. Dadanya bidang, perutnya kotak-kotak kayak tahu Sumedang. Bahunya bergelombang dan terlihat sangat kekar berotot.
"Pakai baju di kamar mandi harusnya!!"
ucapku berusaha mengacuhkan ke-seksi-an nya.
"Iyaa..ini juga mau ambil baju dulu di lemari."
jawab Lucky yang kemudian sedikit berlari menuju lemari.
Tapi entah kenapa, saat berjalan kembali ke arah kamar mandi tiba-tiba handuknya meluncur begitu saja kebawah. Aku yang duduk tepat menghadap jalur antara lemari dan kamar mandi spontan tersentak, terpana, terbata.
"Aauww!!"
aku reflek menutup mataku dengan kedua telapak tangan. Lucky diam tak bergerak. Sepertinya ia juga kaget dengan kejadian itu.
Diam beberapa detik dan aku masih terpejam. Tak kudengar langkah kakinya. Hingga ketika aku merasakan dingin di daguku. Perlahan kubuka mata, kuturunkan kedua tangan.
Ternyata rasa dingin tadi adalah tangan Lucky yang memegang daguku. Aku terdiam. Lucky sudah berdiri didepanku.
Cupp..
Tak kusangka Lucky membungkuk dan kemudian mengecup bibirku. Serentak bulu kudu ku merinding. Badanku terasa kaku tanpa mampu kugerakkan. Aku tak marah dan sebaliknya merasa melambung mendapatkan ciuman tersebut.
Merasa aku tak memberi perlawanan, Lucky mengulangi lagi kecupannya. Ini sudah gila, aku bahkan menikmati ciuman itu. Tanpa kusadari perlahan kubuka bibirku seolah meminta lebih.
Kedua tangan kekar Lucky tahu-tahu sudah mencengkeram kedua lenganku. Ia menarik tubuhku untuk berdiri. Dan lagi-lagi aku mengikuti kemauannya. Aku seperti terhipnotis.
Akal sehatku sudah tumpul. Atau mungkin memang inilah yang aku harapkan dari seorang Lucky. Sebuah kehangatan.
Tak menunggu lama, terjadilah apa yang akan terjadi. Aksi teatrikal percintaan, begitulah.
Aku lemas. Seluruh tulang dan persendianku merapuh. Saraf-saraf lumpuh lunglai. Tubuhku terkapar tanpa daya. Mataku terpejam menikmati sekilas sketsa antara mimpi dan kenyataan, menikmati timangan maghligai angkasa yang membawaku diatas biduk permata, terombang-ambing diatas lautan madu dan putih susu. Angin yang berhembuspun terasa sangat manis.
Dialah pria yang diam-diam selalu kubayangkan. Pria yang kelak kugadang-gadang melengkapi buku nikah yang tertera namaku disana.
Mwuuuah..
Lucky mengecupku lembut.
"Plis jangan tinggalin aku. Akuu..Aa..ku sayang kamu mas!!"
ucapku tulus.
Lucky tersenyum. Kembali ia mengecup bibirku.
"Aku juga sayang kamu Fir!!"
ucapan Lucky kali ini membuatku tersenyum lega.
----
《POV LUCKY》
Badan kami sudah wangi dan bersih setelah mandi di kamar mandi kosanku.
Aku tak menyangka akan melakukan sejauh ini bersama Firsa. Akupun tak menyangka Firsa mau menerima perlakuanku.
"Mas...kita perlu segera ketemu Papaku. Ada ancaman lain terkait ancaman pemerkosaanku!!"
ucap Firsa lembut. Ia duduk diatas pangkuanku.
"Ok..kita kesana."
Kalimatku yang kaku terlontar kembali.
"Iish..udah napa, ga usah pakai gaya-gaya sok cool kayak gitu. Hmmm orang udah abis sayang-sayangan kok gitu lagi!!
Firsa mencubit pinggangku. Aku tertawa lebar melihat sandiwaraku berhasil membuat ia sewot.
"Iyaa..iyaa.. maaf sayang. Setelah ini kita langsung ketemu Papa kamu yah!!"
ku koreksi kata-kata, Firsa langsung senang.
"Iya yuk berangkat!!"
ajak Firsa mencoba berdiri dari pangkuanku, namun kutahan.
"Bentar!!"
ucapku.
"Apa lagii!!"
Firsa kembali duduk.
Mwuuuhh...kukecup lagi bibir Firsa. Ia pun meladeninya. Kembali kami saling memagut bibir dengan mesra.
"Mass..kita pacaran ya ini??"
ucap Firsa setelah ciuman kami berhenti.
"Belumm..baru saling sayang. Aku belum nembak kamu kok ihh!!"
aku menggodanya, dijawab pipinya yang mengembung.
"Bukannya tadi udah nembak ?"
Senyum Firsa malu-malu.
"Haistt..itu sih menikam, bukan menembak,"
godaku lagi.
"Yaudah, buruan nah sekarang!!"
pinta Firsa tak sabar.
"Tar aja!!"
"Isshh nyebelin."
"Trus mas pikir sekarang ini kita ngapain??"
"Pacaran dong Fir..hahaha..."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!