Selamat membaca!
Revan terlihat begitu gelisah di apartemen mewahnya, ia tak menyangka bahwa orangtuanya memberi ultimatum yang membuat seorang Revan Haditama menjadi sangat kalang kabut. Bagaimana tidak, pria tampan dengan rahang yang ditumbuhi bulu tipis itu, akan dijodohkan oleh seorang wanita yang tidak dikenalnya, bahkan tragisnya tidak sekalipun pernah ia jumpai.
"Bagaimana ini? Masa aku harus menikah dengan Marion, sedangkan aku tidak pernah sekalipun mengenalnya. Memang mereka itu aneh, masih saja menggunakan cara kolot untuk memaksaku menikah. Apa mereka pikir ini masih di jaman Siti Nurbaya?" gerutu Revan dengan raut kesal di wajahnya.
Kekesalan Revan semakin menjadi saat kekasih hatinya yang sudah enam bulan menetap di Paris, tak bisa menuruti permintaannya untuk pulang ke Indonesia, agar ia bisa memperkenalkan pada kedua orangtuanya.
"Jadi pekerjaan itu lebih penting dari hubungan kita. Dasar wanita keras kepala! Kamu selalu saja lebih mementingkan karir modeling-mu daripada aku!" kecam Revan dengan rahang yang mengeras.
Revan terus memikirkan cara, agar ia bisa lolos dari perjodohan yang terdengar sangat konyol di era modern seperti sekarang ini.
Tiba-tiba suara dering ponsel meredakan sejenak kekesalannya. Revan mengambil ponsel yang tadi ia banting dengan keras ke lantai, saat mendengar jawaban dari kekasihnya yang begitu mengecewakan.
"Melani, ada apa malam-malam dia menelepon?" tanyanya penuh tanda tanya.
Pria itu langsung menggeser layar pada ponselnya yang terlihat baik-baik saja, walau sudah dibanting dengan begitu keras.
"Iya halo, Melani ada apa?" tanya Revan dengan kedua alis yang saling bertaut.
"Maaf Tuan mengganggu waktumu malam-malam begini. Saya hanya ingin mengingatkan bahwa besok meeting akan dimulai pukul 08.00 pagi ini. Maaf saya hanya mengingatkan karena tak ingin kejadian tempo dulu terulang lagi, saat Tuan menyalahkan saya karena tak mengingat Tuan untuk meeting di pagi hari," jawab Melani menuturkan alasannya menghubungi Revan di saat waktu istirahatnya.
Tiba-tiba terlintas di dalam pikiran Revan, sebuah ide yang membuatnya mulai mengembangkan sebuah senyuman di wajahnya.
"Kenapa aku bodoh! Aku kan bisa menyodorkan sebuah kontrak kepada Melani, agar dia mau menjadi pacar pura-puraku, setidaknya aku bisa mengulur perjodohan itu sampai Jessika kembali ke Indonesia dua bulan lagi. Lagipula kedua orangtuaku tadi bilang, jika aku bisa mengenalkan seorang wanita pada mereka sebagai calon istriku, mereka akan mengurungkan niatnya untuk menjodohkanku dengan Marion," batin Revan yang saat ini sudah dapat bernapas dengan lega.
"Baik Melani, saya pasti tidak akan terlambat. Oh ya, ada sesuatu yang ingin saya tawarkan padamu! Nanti satu jam lagi, bukalah email dari saya, oke!" titah Revan yang tak menunggu Melani menjawabnya, pria itu langsung menutup sambungan teleponnya.
"Maksudnya Tuan?" tanya Melani dari seberang sana. Ia begitu kesal atas perlakuan yang baru saja ia terima, bahkan untuk bertanya sekalipun Melani seperti tak mempunyai hak sama sekali, selain menerima dan melakukan setiap perintah yang bak seperti titah dari seorang raja yang harus dilaksanakan tanpa bantahan sedikitpun.
"Pria ini benar-benar menyebalkan. Oh Tuhan, semoga saja lamaran kerjaku di perusahaan lain segera mendapatkan jawaban, agar aku bisa pindah dan tidak lagi harus menghadapi Tuan Revan yang menyebalkan itu!" Melani benar-benar menunjukkan rasa bencinya pada Revan di raut wajahnya.
🍂🍂🍂
Satu jam setelah percakapan yang menyebalkan terjadi di sambungan telepon. Melani terhenyak kaget, saat ia teringat akan pesan Revan sewaktu ditelepon. Wanita berparas cantik itu langsung bangkit dari posisi tidurnya dan mulai melangkah ke sebuah meja yang di atasnya sudah terdapat laptop yang memang selalu digunakannya untuk bekerja. Melani pun duduk dan menatap layar pada laptopnya sembari mengarahkan kursor itu untuk membuka sebuah pesan yang memang sudah terkirim ke email-nya.
"Memangnya apa isi email ini ya?" Raut wajah Melani tampak benar-benar serius dengan sorot mata yang tajam. Rasa penasaran yang sudah memenuhi isi kepalanya, menuntun jemarinya untuk membuka email itu.
Email pun terbuka. Sebuah perjanjian yang bertuliskan kontrak dengan jangka dua bulan tertera pada email itu yang seketika membuat kedua mata wanita cantik itu membulat sempurna.
"Apa-apaan ini?" tanya Melani dengan kening yang sudah tercetak kerutan sangat dalam.
Melani terus menggeser kursor itu dan mulai membaca isi kontrak yang saat ini telah membuatnya sangat terkejut, sampai benar-benar tuntas.
"Aku harus berpura-pura menjadi calon istri Tuan Revan! Ini konyol dan yang lebih konyol lagi, dia akan memecatku jika aku menolaknya!" Melani tampak geram dengan akhir dari isi kontrak tersebut yang benar-benar membuatnya tak memiliki pilihan lain selain harus menerima semua yang disodorkan oleh Revan.
Ya, walaupun apa yang ditawarkan Revan sangatlah menggiurkan, bahkan dalam dua bulan itu bisa merubahnya menjadi seorang wanita muda yang kaya raya. Bagaimana tidak? Revan akan memberikan Melani sebuah apartemen mewah dan mobil BMW keluaran terbaru, belum lagi uang tunai setiap bulannya yang tak tanggung-tanggung yaitu sejumlah 1 miliar. Pastinya Melani tak perlu lagi pontang-panting berangkat kerja sampai harus melawan teriknya matahari atau guyuran hujan saat pulang bekerja.
"Impianku untuk menjadi orang yang kaya raya akan terwujud hanya dalam kurun waktu dua bulan saja, bahkan jika aku bekerja sekalipun akan sangat sulit untuk mendapatkan uang sebanyak itu!"
Melani benar-benar sudah dibutakan dengan kemewahan yang ditawarkan oleh Revan. Dia melupakan sesuatu yang nanti malah bisa membuat hidupnya hancur, yaitu jika akhirnya dia jatuh cinta pada seorang Revan Haditama.
...🌺🌺🌺...
Bersambung✍️
Selamat membaca!
Setelah membaca email dari Revan, kini Melani tak dapat memejamkan kedua matanya. Ia begitu memikirkan semua tawaran yang menggiurkan dari bosnya. Wanita berparas cantik itu pun kini hanya duduk di tepi ranjang dengan raut penuh rasa cemas.
"Apa aku harus menerimanya? Kalau aku tidak menerimanya, Revan akan memecatku? Jika aku dipecat apa bisa aku dapat pekerjaan lain? Tapi jika aku menerima tawaran itu, apa yang akan terjadi dengan hidupku setelah itu?" Beragam pertanyaan bermunculan memenuhi isi kepala Melani, membuat wanita cantik itu semakin ragu untuk memutuskan langkah yang akan diambilnya.
Melani mulai merasa lelah, karena berada dalam posisi duduk yang terlalu lama. Wanita berparas cantik itu, kini sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan tetap merenungi semua tawaran Revan.
Malam pun semakin larut, kala itu waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi. Tak biasanya Melani masih terjaga hingga dini hari. Wanita yang sedang diliputi keraguan itu, memang tak pernah kuat untuk terjaga di atas jam 10 malam. Hanya di saat-saat tertentu saja Melani sampai melemburkan kedua matanya untuk tetap terjaga. Salah satunya adalah malam ini, malam dimana dirinya mendapatkan sebuah kontrak dari Revan. Namun, pada akhirnya rasa lelah juga yang mampu mengalahkan kebimbangannya. Melani pun sudah tertidur dengan lelap.
🍂🍂🍂
Keesokan paginya, Melani bangun agak sedikit kesiangan. Ia pun dengan tergesa mempersiapkan dirinya, hingga membuatnya tak sempat untuk menyantap sarapan pagi yang telah disiapkan oleh Diana, ibunya.
Diana Mariana adalah seorang single parents. Wanita yang tegar dan pekerja keras dalam menghidupi juga menjaga putri semata wayangnya tanpa seorang suami yang telah meninggal karena sakit yang dideritanya. Sudah 5 tahun Diana menjanda. Namun, ia sama sekali tak memiliki keinginan untuk mencari pengganti suaminya.
Setelah keluar dari kamarnya yang terletak di lantai dua, suara langkah kaki Melani terdengar menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Setibanya di bawah, ia langsung menghampiri ibunya yang telah duduk di kursi meja makan.
"Pagi, Mah." Melani langsung memberi sebuah kecupan pada pipi Diana.
"Mel, kamu kenapa kelihatan buru-buru sekali? Apa kamu terlambat?" tanya Diana yang melihat anaknya tak seperti biasa.
"Iya Mah, aku langsung jalan ya. Soalnya aku udah telat banget."
"Tapi ini sarapan kamu, gimana?" tanya Diana dengan mengerutkan keningnya.
"Nanti aku pasti makan kok mah di kantor," ucap Melani menghentikan langkah kakinya diambang pintu sebelum ia keluar dari rumah.
"Yang penting jangan lupa ya Mel, ingat ya kamu punya magh lho!" ucap Diana mengeraskan suaranya agar terdengar oleh Melani yang sudah berada agak jauh dari ruang makan.
Melani pun melanjutkan langkah kakinya, setelah mendengar perkataan dari ibunya.
Setibanya di halaman rumah, tiba-tiba sebuah klakson mobil terdengar keras, hingga membuatnya menoleh ke arah sumber suara.
"Alfian," ucap Melani sedikit terhenyak dengan kemunculan sahabatnya itu.
Namanya Alfian Pratama, sahabat Melani sejak di bangku SMA. Sebenarnya mereka sempat menjalin hubungan yang spesial. Namun, karena Alfian berubah menjadi posesif saat mereka pacaran, Melani pun memilih untuk mengakhiri hubungannya dan sampai hari ini keduanya ternyata lebih nyaman untuk bersahabat.
Alfian juga sudah memiliki tambatan hati, seorang wanita yang bernama Marion Anastasya.
"Ayo Mel, bareng aja!" ajak Alfian menawarkan tumpangan kepada Melani.
Kebetulan baru dua bulan ini Alfian mendapatkan promosi jabatan sebagai manager di perusahaan tempatnya bekerja dan karena alasan itulah perusahaannya memberikan sebuah mobil kepada Alfian sebagai fasilitas.
Melani tampak menimang-nimang dengan membagi pandangan matanya ke sebuah motor matic, yang memang selalu menjadi teman setianya dalam merintis karir pekerjaannya.
"Gimana ya aku enggak enak banget sama Marion? Apalagi dia pernah menegurku, untuk tidak dekat-dekat dengan Alfian," gumam Melani yang tampak penuh keraguan.
Tiba-tiba saja sebuah tepukan pada pundak Melani, seketika mengejutkan wanita cantik itu yang langsung menoleh ke belakang tubuhnya.
"Eh, Mama." Melani pun tersenyum ketika mengetahui Ibunya sampai menyusulnya ke halaman rumah.
"Kamu kenapa melamun? Katanya buru-buru, udah sana bareng Alfian aja! Lagipula Mama pasti cemas kalau kamu sedang terburu-buru gini, tapi malah mengendarai motor sendirian."
Melani adalah anak yang tidak pernah membantah apa yang menjadi perintah ibunya. Hingga ia pun tanpa ragu langsung mengiyakan tawaran Alfian. Tanpa membuang banyak waktu, Melani meraih punggung tangan Diana dan menciumnya, sebelum dirinya pergi. Hal yang tak pernah luput untuk selalu dilakukannya.
"Aku jalan ya Mah," ucap Melani dengan senyum yang mengembang dari kedua sudut bibirnya.
"Iya sayang, hati-hati ya."
Alfian yang berada di dalam mobil, sebenarnya ingin turun untuk menyapa Diana. Namun, Diana sudah memberikan sebuah kode lewat tangannya, agar Alfian tidak perlu turun dan menghampirinya karena memang ia paham, jika anaknya sedang terburu-buru sekarang ini.
Melani sudah terlihat membuka gerbang rumahnya dan mulai masuk ke dalam mobil. Alfian pun pamit dengan tersenyum ke arah Diana yang masih melihatnya. Mobil pun mulai melaju pergi, sementara itu Diana kembali masuk ke dalam rumahnya.
🌸🌸🌸
Bersambung✍️
Berikan komentar kalian ya.
Terima kasih banyak.
Follow Instagram saya ya : ekapradita_87
Selamat membaca!
Setibanya di area Perusahaan Haditama, Alfian pun menghentikan laju mobilnya tepat di pelataran lobi. Setelah mobil berhenti, Melani bergegas keluar dari mobil dengan tergesa karena 10 menit lagi meeting akan segera dimulai. Wanita itu hampir saja terlambat karena kondisi lalu lintas yang begitu padat.
"Al, makasih ya sudah mengantar aku sampai di kantor," ucap wanita itu dengan mengembangkan seulas senyuman yang manis. Ia menatap wajah Alfian melalui kaca mobil yang telah dibuka oleh pria itu.
"Sama-sama, Mel. Maaf ya gara-gara bareng aku, kamu jadi telat," jawab Alfian seraya mengusap pelipisnya karena merasa bersalah.
"Enggak masalah kok. Ya, sudah aku masuk duluan, soalnya meeting pagi ini sebentar lagi akan dimulai." Melani pun berlalu pergi saat Alfian belum sempat berucap untuk mengajak wanita itu pulang bersamanya.
"Oke, semangat ya, Mel!" ucap Alfian sembari menaikkan kedua alisnya, suaranya tentu saja tak terdengar oleh wanita itu yang sudah menghilang dari pandangannya. Alfian pun melajukan kembali mobilnya untuk menuju tempatnya bekerja yang kebetulan berada di seberang gedung Perusahaan Haditama.
Melani yang terburu-buru sempat beberapa kali menabrak karyawan lainnya, berulang kali ia mengucapkan kata maaf pada mereka. Kini wanita itu sudah tiba di lantai 7, ia pun kembali berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruangannya, yang bersebelahan dengan ruang CEO tempat Revan bekerja.
Saat Melani masuk ke dalam ruangannya, tiba-tiba saja ia dikejutkan oleh kehadiran Revan yang ternyata sudah duduk di atas kursi kerjanya, dengan kedua kaki yang bertumpu di atas meja.
Melani menelan salivanya dengan kasar, kepalanya menggeleng melihat kelakuan Revan yang masuk ruangannya tanpa izin. "Selamat pagi, Tuan. Ada angin apa Tuan Revan masuk ke ruangan saya?" tanya wanita itu dengan kedua alis yang saling bertaut.
Revan menyeringai penuh rencana, saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Melani. Pria berdada bidang dengan tubuh yang tinggi itu, segera bangkit dari posisinya. Setelah berdiri sambil merapikan jas hitam yang dikenakannya, pria berwajah tampan itu mulai melangkah mendekat ke arah Melani yang hanya termangu menatap tingkahnya. Langkah kakinya kini tepat terhenti di hadapan wanita itu, jarak mereka begitu dekat hingga membuat Melani beringsut mundur beberapa langkah. Namun, ia tak bisa lagi memperlebar jaraknya, setelah tubuhnya tertahan oleh sebuah nakas yang berada di belakang tubuhnya.
"Kamu tahu kan, perusahaan ini milik saya, jadi saya bebas melakukan apapun sesuka hati saya, apalagi untuk masuk ke ruanganmu!" ucap Revan dengan suara baritonnya yang terdengar serak.
Melani pun menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa agar menampilkan senyumannya di hadapan Revan. "Tuan memang benar, tidak seharusnya saya bertanya seperti itu. Maafkan saya atas ucapan saya yang lancang tadi, Tuan." Wanita itu membungkukkan setengah badannya sebagai tanda hormat kepada pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
"Bagaimana tentang tawaran yang saya kirimkan melalui email-mu semalam?" tanya Revan yang sebenarnya sudah tahu jawaban Melani, jika wanita itu tidak akan berani menolaknya.
"Bukankah Tuan tidak memberikan pilihan pada saya, selain harus menerima kontrak itu?" Melani malah balik bertanya dengan perasaan kesal yang tertahan di dalam hatinya.
Revan hanya menanggapinya dengan tertawa kecil, lalu jemarinya mulai meraih dagu lancip Melani dan sedikit mengangkatnya agar kedua mata indah wanita itu menatap wajahnya. Selama beberapa saat, pandangan keduanya kini saling bertaut dalam.
"Revan ini sebenarnya sangat tampan, tapi entah kenapa aku tidak terpesona walau wajahnya setampan artis hollywood, karena aku tahu dia itu seorang bos yang sombong dan arogan, suka memerintah tanpa memberikan pilihan pada aku yang sudah merasakan bekerja dengannya selama enam bulan ini. Aku jadi heran kenapa wanita-wanita yang bekerja di sini pada klepek-klepek ya kalau lihat Revan melangkah melintasi mereka! Bodoh sekali sih mereka, memuja pria yang salah," batin Melani sambil berdecak kesal setiap kali menatap wajah Revan yang dingin.
"Maaf Tuan pagi ini kita ada meeting penting, sepertinya klien Tuan sudah menunggu kehadiran kita di ruangan meeting. Bolehkah kita membahas masalah kontrak semalam itu di lain waktu." Melani memberanikan diri untuk mengatakannya sebagai cara agar Revan tak membahas lebih jauh mengenai kontrak yang menurutnya terkesan sangat konyol, walau mungkin apa yang ditawarkan pada kontrak itu, pasti akan membuat siapapun tergiur dan enggan menolaknya.
Perkataan Melani membuat pria itu teringat dengan meeting pentingnya yang telah direncanakan dari seminggu yang lalu.
"Ah iya, saya hampir melupakan meeting penting itu. Baiklah, kamu jalan duluan ke ruang meeting. Sekitar lima menit lagi saya akan menyusul!" titah Revan pada sekretarisnya itu.
"Baik, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Melani dengan sigap.
Tanpa membuang waktu wanita itu langsung meletakkan tas di atas meja kerjanya. Setelah itu, ia mulai mengambil beberapa berkas yang berisi materi untuk meeting pagi ini. Selesai menyiapkan segala sesuatunya, Melani pun keluar dari ruangannya meninggalkan Revan yang masih terdiam hanya menatapnya.
Saat pintu ruangan tertutup kembali, Revan menghela napas berat. "Kenapa kalau semakin dilihat wajah Melani kelihatan sangat cantik sekali ya? Wangi parfumnya juga begitu manis, enak sekali untuk dicium. Ah, kenapa aku baru menyadari ini, setelah dia bekerja bersamaku selama 6 bulan ini?" Revan merutuki kebodohannya karena baru menyadari kecantikan Melani.
Namun, saat pikiran Revan semakin traveling jauh kemana-mana, dirinya tiba-tiba teringat akan sosok Jessika, wanita yang menjadi pujaan hatinya.
"Eh, aku ini berpikir apa sih? Tidak ada yang lebih cantik daripada Jessika! Hanya dia satu-satu wanita yang bisa membuatku mencintainya!" gumam pria itu menyadari kesalahannya karena telah memuji kecantikan wanita lain yang bukan kekasihnya.
Revan pun segera melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Melani dan melupakan semua hal yang sempat merasuk ke dalam pikirannya. Pria itu kini berjalan dengan santai menuju ruang meeting yang berada satu lantai dari tempatnya berada.
Entah mengapa, ada senyuman hangat yang terbit dan menghiasi wajah tampan Revan sepanjang langkahnya menuju sebuah lift yang terletak di sudut koridor.
🌸🌸🌸
Bersambung✍️
Follow instagram : ekapradita_87
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!