NovelToon NovelToon

Menaklukkan Hati Suamiku

Bab 1

Suara klakson mobil memekakkan telinga seorang perempuan yang tengah hamil dengan usia tujuh bulan. sungguh keterpurukan yang sangat luar biasa, ia harus bisa menutupi apa yang sebenarnya sudah tidak bisa lagi ditutup tutupi.

"Siapa ya?" pikirnya cemas sambil membuka selimut yang membalut tubuhnya

Ia berjalan dengan langkah kaki pelan dan penuh hati-hati karena ia takut jika itu adalah orang yang ia kenal dan malah bisa membuatnya mengalami nasib yang lebih naas lagi.

"Ma-mah" ucapnya bergetar hebat sambil memegang perutnya penuh prustasi dari balik jendela di samping pintu.

Dulu memang masih bisa ditutupi dengan pakaian longgar nya, tapi sekarang perutnya sudah membuncit dan bagian tubuh lainnya terlihat bertambah besar.

"Tok..tok.."

Suara ketukan pintu terdengar cukup keras membuat feny bertambah kalut, ia mencoba tenang namun jantung nya berdebar hebat saat pintu dibuka.

Ia pun lupa bahwa ia memang tak mengunci pintu, mamahnya dengan santai masuk.

"Feny...sayang" teriak bu riani mencari anaknya karena ia tak menoleh ke arah samping yang padahal feny berdiri disana sejak tadi

Dengan suara gemetar dan penuh rasa ketakutan feny mengeluarkan suara nya "m-mah"

Bu riani pun membalikkan badannya, awalnya ia memasang senyum lebarnya karena merindukan putrinya. tapi, ia kini menurunkan bibirnya sambil menatap intens tubuh feni yang sudah benar-benar diluar dugaan.

Lima bulan yang lalu ia datang ke sini, feny nampak baik-baik saja. dan setelah lama tak ditengok kenapa berubah seratus delapan puluh derajat.

"Mah...feny...fen-feny" ucapnya gugup semakin mendekati bu riani yang nampak bingung menatap dirinya

bu riani mengerutkan keningnya sambil tersenyum sinis "apa maksudnya ini?" tanyanya menunjuk perut besar feny dengan nada cemas

"Feny minta maaf mah" jawab feny sambil meraih kedua tangan bu riani

Bu riani menggelengkan kepalanya, ia tak menyangka prasangka buruknya beberapa detik tadi ternyata benar. bahwa ini bukanlah gurauan, feny tengah berbadan dua dan kini berdiri dihadapannya adalah nyata.

"Hah?" dirinya melemas sambil memegang keningnya sendiri

"Duduk mah duduk dulu" feny membantu ibunya agar duduk di sofa, ia pun terdiam bingung bagaimana cara menyampaikan semua nya.

"Apa apaan ini?" teriak bu riani hingga suaranya menggema di ruang tamu rumah feny

Feny langsung berlinang air mata tak kuasa menahan kesedihan yang menimpa hidupnya beberapa bulan belakangan ini, ia hadapi masalah ini seorang diri tanpa melibatkan siapapun termasuk orangtuanya.

"Jadi ini alasan kamu gak pernah main ke rumah lagi?" tanya bu riani dengan isak tangis yang juga tak kalah hebat walaupun kini dihatinya merasakan amarah yang tak main-main.

"Maaf mah" ucap feny dengan menatap sayu ibunya

"Siapa? siapa ayah dari anak ini?" tanya bu riani sambil menunjuk perut feny "feny!!!!" bentaknya lagi karena feny tak mau menjawab

"Kak..kak gilang" jawab feny ragu-ragu

"Kak gilang? siapa kak gilang?" tanya bu riani bingung sambil menghapus air mata di pipinya

"Kak gilang itu kakak nya rama mah" jawab feny sambil tertunduk malu, ia benar-benar membuat keluarganya mempunyai aib yang bukan kecil.

Bu riani langsung mengingat rama adwimarta, jelas mantan feny yang satu ini benar-benar ia kenal dengan baik. apalagi dirinya tau bahwa nama feny pernah melejit di majalah popular karena ayah dari rama.

"Anak pak dahlan?" tanya bu riani sambil mengerutkan keningnya setengah tak percaya, bagaimana mungkin feny melakukan hubungan intim dengan kakak mantannya sendiri.

"Biar mamah ke sana sama papah minta pertanggungjawaban dia dan keluarganya" ucap bu riani tegas

"Percuma mah percuma!!" teriak feny penuh prustasi "feny yang salah bukan kak gilang" sambungnya dengan nafas memburu mengingat kejadian itu berlangsung karena ulahnya sendiri.

Feny menceritakan bagaimana awal mulai dirinya bisa bertemu dengan kak gilang yaitu di pesta ulang tahun teman nya. Ia pun menceritakan alasan kenapa dirinya mau melakukan itu.

"Ini memang pyur kesalahan aku mah, aku mohon mamah sabar, aku yakin kak gilang pasti mau menikah sama aku" ucap feny berusaha menenangkan ibunya padahal ia juga masih bingung bagaimana menyelesaikan masalahnya.

"Mamah kasih waktu satu minggu, perut kamu udah besar sekali feny. mau tunggu sampe kapan? sampe kamu melahirkan?" tanyanya penuh penekanan

"Oke mah satu minggu" jawab feny sambil memberikan senyum di bibirnya

Bu riani langsung melangkahkan kakinya pergi hatinya serasa sakit putri satu-satunya kini tengah hamil tanpa seorang suami. sungguh kekecewaan yang sangat mendalam ia rasakan, dirinya menyesal memperbolehkan feny tinggal sendirian yang akhirnya tak bisa mereka kontrol.

Feny menjerit sejadi-jadinya, ia bingung harus bagaimana menaklukkan hati pak gilang. karena itu bukanlah hal yang mudah, ia bahkan takut untuk datang ke rumah pak dahlan tapi tak ada pilihan lain.

Rumah pak dahlan

Dihari minggu ini pak dahlan dan keluarga sedang bersantai dirumah. bu ajeng sedang duduk di sofa disamping suaminya yang tengah membaca koran pagi.

Sedangkan putra pertamanya duduk di meja makan sambil meminum teh dan bermain laptop.

"Ih awas!!! bunda...bunda" teriak intan yang tengah hamil besar turun menuruni anak tangga dengan wajah kesalnya dikejar rama yang seolah memohon sambil mengerenyitkan wajahnya

"Kenapa lagi ini?" tanya pak dahlan menghela nafasnya menatap tingkah intan dan rama, pak gilang tersenyum tipis membalikkan badannya.

"Rama tadi pukul intan" adu intan pada bunda sambil menunjuk lengannya yang nampak baik baik saja tak ada luka atau bahkan goresan sedikitpun.

"Aih...bun enggak" tangkis rama sambil memasang wajah jengkelnya menatap intan

"Bener kok bun" saut intan sambil duduk memeluk bunda seolah meminta pertolongan

"Bug"

Dengan sengaja pak dahlan melempar bantal dengan cukup keras mengenai dada rama yang tengah menatap bunda dan intan.

"Udah ayah bales" ucap pak dahlan membela intan

"Bug"

Kali ini punggungnya terkena lemparan bantal yang tadi di pegang oleh kak gilang.

"Aku bela kamu kok" teriak kak gilang menatap intan yang tersenyum lebar penuh kemenangan

"Tuh kan udah dibales sama ayah dan kak gilang" ucap bu ajeng mengelus kepala intan

Rama menatap kedua laki-laki yang tadi melempar bantal ke arahnya dengan wajah kesalnya karena tak ada yang membelanya sedikitpun.

"Akhh" rama menggigit ujung bajunya seperti anak kecil sambil menatap intan kesal yang sekarang ini benar-benar sensitif terhadapnya.

Seketika semuanya tertawa menatap rama yang terlihat kesal sambil duduk di sofa dengan jarak yang cukup jauh.

"Aku ini masih di anggap gak sih disini?" tanyanya kesal

Namun seketika tawa keluarga pak dahlan terhenti ketika seorang asisten rumah tangga menghampiri nya dan berkata bahwa ada feny di luar.

Kak gilang langsung memasang wajah datar dan bangun dari duduknya menuju pintu masuk.

"Bunda ajak feny masuk, kita ngobrol masalah mereka berdua" ucap pak dahlan yang menatap bunda

"Bunda keluar dulu yah, kamu tunggu dulu" bu ajeng mengelus kepala intan dengan penuh kelembutan

Intan segera pindah duduk ke dekat suaminya, ia tau yang datang adalah feny mantan kekasih rama.

"Ciye takut nih aku digoda feny" rama menggoda intan sambil mencolek colek lengan bagian atas intan yang sudah membesar karena tubuhnya sekarang gemuk.

"Aw!!!" pekik rama memegang dagunya saat siku intan dengan sengaja menghantam wajahnya "bisa diem gak?" tanya intan menatap mata rama tanpa rasa berdosa

"Duduk disini" suruh bu ajeng menunjuk sofa yang tadi ia berkumpul pada feny

Kini semuanya pun berkumpul diruang tamu dengan keheningan rumah yang semakin terasa mencekam ketika pak dahlan bilang tidak ada yang boleh berbicara kecuali dia yang menyuruh nya.

Sebelum baca novel ini, tolong baca terpaksa menikahi bos muda manja ya. karena ini lanjut tan ceritanya🤗

Jangan lupa like, komen dan vote ya terimakasih ❤️

Bab 2

Pak dahlan menatap wajah feny yang tengah mengandung calon cucunya dengan sayu, ia tau bahwa feny lelah menghadapi masalah ini terlebih gilang benar-benar tak segera mengambil keputusan.

Bibi datang dengan beberapa gelas di nampannya, bu ajeng langsung menyodorkan segelas susu hangat pada feny "ini susu ibu hamil kok, ayo minum"

Feny tersenyum ramah mengambilnya dan meneguknya secara perlahan "intan minum" suruh bu ajeng saat intan malah menatap wajah feny dengan serius

Intan pun segera mengambil satu gelas miliknya dan meminum nya secara perlahan "pegang" intan menaruh gelas yang masih berisi setengah ke telapak tangan rama

"Kan ada meja" gerutu rama sambil menatap wajah intan, ia segera mengulurkan tangannya hendak menaruh gelas namun intan langsung menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam.

Ia menghela nafasnya sambil kembali memegang erat gelas susu milik intan.

"Apa kabar feny?" tanya pak dahlan mengeluarkan suaranya menatap wajah feny yang sedari tadi menunduk

"Baik om" jawab feny tanpa mau mendangahkan kepalanya sedikit pun

"Apa tujuan kamu datang kemari pagi-pagi seperti ini?" tanya pak dahlan berusaha membiarkan feny mengutarakan apa yang ia mau

Matanya berlinang tak mampu menahan air mata, ia menyeka nya dengan kedua telunjuknya sambil tersenyum feny menatap kak gilang "aku ingin kak gilang ikut bertanggungjawab atas anak yang aku kandung "

"Gak..."

Seketika ucapan kak gilang terpotong saat tangan pak dahlan mengarah padanya seolah berkata "diam" dengan tatapan tajamnya

"Orangtua feny sudah tau tentang kehamilan feny, feny gak bisa lama-lama sembunyi karena anak ini" sambung feny dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya.

Bu ajeng mengelus punggung feny lemah lembut sambil menganggukkan kepalanya pada pak dahlan seolah memberi kode.

"Gilang apa benar yang dikandung feny anak kamu, kamu yakin itu?" tanya pak dahlan pada kak gilang yang sedang meremas bantal di pinggir tubuhnya

Kak gilang menghela nafas panjangnya ia yakin bahkan sangat yakin karena dari awal feny memang masih perawan saat berhubungan badan dengannya, tapi ia tak mau menikahi feny karena ia tak memiliki perasaan apapun pada wanita ini.

"Yak-yakin yah" jawab kak gilang dengan gugup

"Apa kamu mau bertanggungjawab atas semua biaya yang akan keluar untuk anak kamu?" tanya lagi pak dahlan

"Kalau urusan uang, dari awal kehamilan feny gilang udah ngirim ke rekening feny kok" jawab kak gilang yang sebenar-benarnya

"Kalau begitu, kamu siap menikahi feny?" tanya lagi pak dahlan yang langsung mendapat tatapan kesal dari putranya "gak bisa yah, gilang gak suka"

Bunda segera beralih duduk disamping gilang mengelus punggungnya lembut "kamu sudah dua puluh empat tahun sayang, adik mu sudah menikah. bunda menyetujui kalau kamu mau menikah"

"Bunda kan tau gilang mau menikah diusia yang benar-benar matang, gilang rasa sekarang belum saatnya" tangkis kak gilang sambil menatap feny dengan kesal, ia sangat menyesali perbuatannya yang pernah tergoda oleh feny.

"Feny hamil anak kamu, perutnya sudah sangat besar. ini aib keluarga kita juga, kamu harus siap bertanggungjawab. bunda tau kamu anak baik dan bisa diandalkan, mana gilang yang bunda kenal? gilang yang dulu tak pernah lari dari tanggungjawab" bu ajeng coba menasehati putra sulungnya itu dengan sabar berharap gilang mau membuka hati nya.

Namun dengan cepat gelengan kepala lah yang dilakukan kak gilang sambil menatap bunda dan ayahnya.

"Baik, rama apa kamu mau menikahi feny agar menutupi aib keluarga kita?" tanya pak dahlan dengan wajah serius menatap wajah rama yang santai sambil memegang gelas susu intan

"Yah..." ucap intan lirih saat mendengar pertanyaan dari ayah mertuanya

Tak kalah terkejut, bunda dan kak gilang pun langsung menatap pak dahlan. bunda menggelengkan kepalanya pada pak dahlan seolah berkata ia tak setuju dengan saran dari pak dahlan.

Feny langsung menatap intan yang juga tengah hamil dengan mata yang sudah merah, intan menatap feny dan langsung menatap pak dahlan.

"Intan gak mau dimadu" ucapnya tegas

"Tapi rama mau kan menikah dengan feny?" tanya lagi pak dahlan seolah tak menggubris perkataan intan

"Mau yah, dalam agama kan diperbolehkan mempunyai istri lebih dari satu" jawab rama enteng sambil menatap wajah pak dahlan

"Rama!!!" bentak bu ajeng dengan mata bulatnya

Intan menyeka air matanya dan berlalu pergi meninggalkan ruang tamu, ia dengan segera menaiki anak tangga.

Rama menatap punggung istrinya yang menjauh "kamu mau kan nikah sama aku?" tanya rama saat tangannya meletakkan gelas susu yang sedari tadi ia pegang

Hati intan terasa sesak saat suara rama yang keras bertanya dengan mudahnya pada feny, ia bahkan kini tak mengejar intan. intan melangkahkan kakinya gontai sambil menatap ke bawah ke arah ruang tamu yang masih terlihat semakin tegang.

Feny terdiam bingung harus menjawab apa, apalagi ini anak dari kakaknya rama. mana mungkin ia malah meminta pertanggungjawaban pada adiknya.

"Feny pasti mau, dia hanya mencari siapa yang bisa menolongnya dalam masa sulit ini. apalagi perutnya sudah besar anak didalam kandungan perlu seorang ayah" jawab pak dahlan dengan penuh penekanan

Intan yang sudah tak kuasa melihat suaminya sebentar lagi akan terbagi segera masuk ke dalam kamar.

"Yah, rama, kalian apa apaan si!!! bunda gak setuju" omel bunda dengan wajah kesalnya

"Gilang mau menikah dengan feny" ujar kak gilang setelah menghela nafasnya

Rama tersenyum licik ke arah ayahnya sambil mengangkat alisnya "intan" ucap pak dahlan mengingatkan rama akan istrinya

Rama menepuk keningnya dan segera melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.

"Pernikahan kalian tiga hari lagi, di rumah feny" ucap pak dahlan tegas

Feny menganggukkan kepalanya tanda setuju begitupun bunda dan kak gilang. bunda akhirnya paham bahwa rama dan ayah hanya berusaha membuat gilang agar berpikir tentang anak yang dikandung feny.

"Antar feny pulang" suruh pak dahlan

"Gak usah om, feny bawa mobil sendiri kok" tolak feny

"Gak apa apa fen, biar gilang yang anterin kamu. nanti mobil kamu biar supir di sini yang antar" ucap bunda sambil menyuruh gilang untuk segera bangun

Akhirnya feny pun pamit dan berjalan keluar rumah disusul kak gilang yang beberapa kali menghela nafas panjangnya.

"Cuma nganterin, jangan kamu tiduran lagi anak orang" ucap pak dahlan sambil tersenyum sinis ke arah gilang yang membalikkan badannya

Bunda tertawa kecil saat melihat wajah gilang yang datar sambil memberikan ibu jarinya dengan terbalik.

"Aku minta maaf" lirih rama pada intan yang duduk di tepi kasur sambil menghapus seluruh air matanya

"Bisa bisanya kamu bohongin aku!!!" intan memukul dada rama, ia merasa kesal karena telah dibohongi oleh rama tanpa bicara dulu padanya

Rama memeluk istrinya dengan lembut sambil menciumi rambut intan yang wangi, beruntung nya ia sejak kehamilan intan memasuki empat bulan mual-mual intan bila dekat dengannya hilang begitu saja.

Rama menarik lengan intan dan mencium bibir intan dengan lembut, namun intan segera melepaskan diri "mau apa kamu?"

"Ayo lah" ajak rama saat sesuatu dibawah sana on sejak beberapa detik lalu

"Gak ada, udah bohongin aku. tanpa ngode atau apa sekarang minta jatah!!! libur satu bulan" tolak intan sambil membuka pintu kamar pergi begitu saja

Rama membiarkan mulutnya menganga tak percaya dengan apa yang ia dengar, satu bulan bermain solo itu lah pikirannya.

Bab 3

Seorang lelaki dengan gaya santainya meluruskan kakinya sambil beberapa kali menghela nafas, angin pagi yang sejuk membuat udara disekitaran kolam berenang terasa begitu menenangkan.

"Drug"

Seorang perempuan dengan pakaian tidurnya menaruh secangkir coklat hangat dimeja "silahkan suami ku" ucapnya sambil merapatkan giginya

"Yaampun fi, disuruh gitu doang marah-marah" ejek ragil sambil merubah posisinya menjadi duduk

Setelah menjadi sepasang suami istri kini keduanya tinggal dirumah orangtua ragil, walaupun ragil terus menginginkan kembali ke rumah kontrakannya dulu tapi orangtuanya melarang keras.

"Fi, gimana kalo kita beli rumah di dekat dekat sini?" usul ragil sambil menyeruput coklat hangat buatan fifi walaupun hanya tinggal menuangkan air panas dan mengaduknya.

"Kita?" fifi mengerutkan keningnya sambil menggelengkan kepalanya, tentu saja ia tak mau mengeluarkan uang untuk membeli rumah jika rumah ragil yang bisa ia tempati juga sudah senyaman ini.

"Kalo aku yang beli pake uang aku sendiri gimana?" tanya ragil sambil mengerutkan keningnya

"Setuju" jawab fifi tanpa ragu dan tanpa pikir panjang, ragil mendesis seperti ular merasa kesal "dasar perempuan"

"Kalo jadi beli rumah, kita cari sekarang aja" saran fifi dengan antusias mengharapkan rumah besar dan bagus yang nanti akan di huni olehnya.

"Gak jadi" jawab ragil meloyor pergi sambil membawa coklat hangat yang tadi ia minum

"Ih gimana sih" gerutu fifi mengikuti langkah kaki ragil yang berhenti di ruang makan yang cukup luas

Terlihat kedua orang tua ragil tengah sarapan, karena mereka terbiasa sarapan tidak terlalu pagi. ragil duduk dan menyendok nasi dan ayam buatan bibi.

Fifi ikut duduk dan ikut mengambil piring, disela sela makannya tiba-tiba bu reti mamahnya ragil mengulangi pertanyaan yang sama di setiap harinya ketika mereka berkumpul "jadi gimana kapan kita di kasih cucu?"

Lagi-lagi pertanyaan yang semakin membuat ragil malas mendengar nya, dari awal pernikahan dia dan fifi bahkan belum pernah melakukan apapun.

Mereka berdua memang menjalani semuanya selayaknya seorang sahabat, walaupun tidur bersama tapi mereka tidak pernah berpikir sejauh itu. apalagi penyesuaian sebagai sepasang suami istri pun perlu mereka lakukan, awal pernikahan yang canggung sampai akhirnya mereka kembali seperti biasa membuat mereka belum ada niat untuk bercinta.

"Mah, pah, ragil sama fifi mau cari rumah deket sini" ucap ragil mengabaikan pertanyaan barusan, fifi langsung menoleh bingung pada ragil, jelas jelas ia sendiri yang bilang tidak jadi.

"Mending di sini aja" kata bu reti tak mau membiarkan ragil kembali keluar dari rumah

"Ragil gak bisa mah" tolak ragil dengan wajah datarnya

"Ragil kamu disini aja, tinggal sama istri kamu. papah sama mamah bakal pindah ke Pekanbaru" ucap papahnya yang langsung membuat ragil dan fifi tersedak bersamaan

"Uhuh...uhuk"

"Kamu kan gak mau pegang bisnis kedua papah yang di riau, makanya kita mutusin kita yang bakal pindah sekalian kita mau tinggal di sana sekaligus menikmati hari tua. karena perusahaan disana gak sebesar disini" perjelas pak harto

"Papah serius?" tanya ragil bingung karena tak ada pembahasan tentang masalah kantor awalnya, bahkan ia masih bekerja di perusahaan pak dahlan.

"Serius sayang, nanti kamu tinggal disini dan jangan lupa untuk meluangkan waktu menemui kita" jawab bu reti tersenyum lebar membenarkan pernyataan suaminya.

"Tapi kamu harus janji, kamu keluar dari perusahaan milik pak dahlan dan memimpin perusahaan papah" ucap pak harto dengan senyuman tipis di bibirnya

Fifi tersenyum lega karena akhirnya ia tak akan jadi pergi ke pekanbaru untuk memulai hidup baru. walaupun itu artinya ia akan jauh dari kedua mertua yang tulus menyayangi nya.

"Kapan mamah sama papah pergi ke sana? kenapa dadakan bilangan nya?" tanya ragil bingung, walaupun hatinya juga sedikit lega karena ia sebenarnya tak mau pindah ke sana apalagi mengurusi usaha yang bahkan ia belum pernah liat bentukan nya.

Kedua orangtuanya pun menjelaskan bahwa mereka akan pindah karena melihat disana lebih enak, mulai dari ada tangan kanan papahnya yang menjadi orang kepercayaan yang dipastikan bisa mengurus bisnis.

Rumah yang dipilih disana pun lebih ke area perkampungan yang masih banyak tanaman hijau yang menjulang tinggi, tidak seperti rumahnya yang dijakarta ini yang baru kaluar dari area perumahan saja sudah bisa melihat padatnya jalan ibu kota.

Mereka bilang bahwa keduanya akan berangkat setelah sarapan, pernyataan itu membuat ragil dan fifi kembali terkejut. bahkan koper saja sudah siap dikamarnya.

"Kenapa ditutup tutupi sih mah?" tanya ragil kesal karena ia benar-benar tak di beritahu sedikit pun

"Kejutan" jawab mamahnya terkekeh girang sambil menatap pak harto yang tersenyum tipis.

"Yaudah mah, pah, nanti kita anterin ke bandara ya?" kata fifi sambil mengelus punggung ragil yang terlihat menatap kesal ke arah kedua orangtuanya.

"Gak perlu, kita bakal dianterin sama supir. pokonya kalian harus cepet ngasih kita cucu, denger ragil?" jawab mamahnya dengan penuh penekanan menatap ragil

Ragil langsung mengangguk-kan kepalanya menoleh pada fifi, fifi yang tadinya tersenyum ramah ke arah ragil langsung meluruskan pandangan nya sambil menelan saliva-nya dengan susah.

Ragil memang hanya lelaki normal walaupun ia masih menganggap fifi sahabat tapi dikala fifi setelah mandi atau tidur dengan posisi yang cukup nyeleneh membuat ragil harus bisa menuntaskan keinginannya sendiri didalam kamar mandi.

Setelah sarapan fifi membantu mamah mertuanya membersihkan kamar sekaligus mengepak barang bawaan yang belum selesai di kemas.

Ragil memeluk kedua orangtuanya bergantian dengan mata yang memerah menahan kesedihan walaupun ia terbiasa hidup jauh dari orangtuanya tapi tidak sejauh itu.

"Jadi suami yang baik buat istri kamu, bertanggungjawab ke perusahaan. mamah sayang kamu" ucap bu reti menyeka air matanya dan mencium kedua pipi ragil

"Kalo ada apa-apa kabarin papah, buruan kasih kita cucu ya kita udah tua" ucapnya, dan ini baru pertama kalinya pak harto ikut-ikutan seperti mamahnya.

Untuk kedua kalinya fifi menelan saliva-nya sambil tertunduk bingung, ia dipeluk dengan hangat oleh mamah mertuanya "jangan berantem ya sama ragil, kalo ragil buat kamu sedih lapor sama mamah"

Fifi membalas pelukan bu reti sambil tersenyum lebar "aku akan laporan pokonya"

Setelah berpamitan kedua orangtuanya melambaikan tangan dan pergi dengan mobil hitam yang dikemudikan supir.

Ragil menghela nafas panjangnya melepaskan kedua orangtuanya pergi pindah ke luar kota, walaupun sebenarnya ia tak mau sejauh ini tapi ya bagaimana lagi ini keputusan mereka.

"Yah berdua deh, sepi" kata ragil sambil tersenyum pias ke arah fifi

"Aduduh" fifi melebarkan tangannya memeluk hangat ragil sambil mengelus punggung suaminya "jangan sedih ya, kan ada aku, bibi, satpam. kamu gak sendirian" ucapnya menenangkan ragil

Ragil hanya meluruskan tangannya tak berani membalas pelukan fifi, sejak status pernikahan ditangannya ia sering kali tak bisa mengontrol sesuatu dibawah sana. padahal biasanya kalau berpelukan pun tak ada rasa aneh di tubuhnya, tapi sekarang benda kenyal itu membuatnya menjadi kaku.

Fifi kemudian melepaskan pelukannya "gimana kalo kita nonton film horor" usul fifi yang memang sangat tergila-gila dengan film horor

Ragil hanya menganggukkan kepalanya karena ia pun bingung akan melakukan apa "eh aku ambil laptop dulu deh. ketik surat pengunduran diri" ucapnya

Fifi pun menyetujui "aku gak perlu keluar kan dari perusahaan pak dahlan?" tanya fifi sambil mengerutkan keningnya

Ragil yang sudah berjalan langsung menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya "kamu juga keluar lah, nanti kamu kerja di perusahaan aku aja"

"Wah aku pengen jadi pimpinan sdm dong?" goda fifi sambil menghampiri ragil dan mengelus pundak ragil yang tingginya beda tipis dengan tinggi pundaknya.

"Enak aja, udah ada yang ngisi posisi itu mah" tolak ragil

"Lah terus aku jadi apa?" tanya fifi menghela nafasnya

"Tetep di bagian surat keluar, aku denger yang kemarin mengundurkan diri setelah menikah" jawab ragil sambil berjalan pergi menaiki anak tangga ke kamar nya

Fifi mendengus kesal, pikirannya ia akan mendapatkan jabatan tinggi dengan mudah, bergaya keren, bisa memerintah. tapi nyatanya, tetap di posisi yang sama hanya pindah tempat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!