Pang Baicha, serta Jian Qiang tertegun sejenak mendengarkan penjelasan dari Weng Ying Luan.
Turnamen Beladiri Bebas. Itu merupakan sebuah kompetisi beladiri dimana di dalamnya diperbolehkan untuk menggunakan apa saja.
Mulai dari segala jenis teknik beladiri, senjata yang digunakan, dan pil yang meningkatkan kekuatan, semuanya diperbolehkan untuk dipakai. Orang-orang dari segala kelompok, entah itu mereka adalah orang baik atau jahat, semuanya akan ada di turnamen ini.
Pada turnamen ini, kematian adalah hal wajar, sehingga ceroboh sedikit saja maka nyawalah bayarannya.
Hanya orang yang siap untuk mati saja yang mau mengikuti turnamen gila ini, dan dari penjelasan dari Weng Ying Luan, maka bisa dibilang mereka, Weng Lou, Weng Ying Luan, dan juga Lin Mei adalah orang gila.
"Apa kalian masih waras?! Bahkan mereka yang sudah lama dan berpengalaman di dunia beladiri tidak akan mau ikut dalam acara gila itu!" seru Pang Baicha kepada Weng Ying Luan.
Weng Ying Luan hanya tersenyum dan kemudian menatap Weng Lou yang sedang duduk di lantai.
"Kami harus ikut turnamen itu. Entah itu mempertaruhkan nyawa kami sendiri atau tidak, yang pasti kami harus melakukannya," balas Weng Lou yang kemudian bangkit berdiri dari tempatnya.
Jian Qiang mengelus dagunya mendengar itu, dia seperti mengerti mengapa mereka mau melakukan hal seberbahaya itu.
"Kalian mengincar hadiah utamanya, bukan?" ucap Jian Qiang sambil memejamkan matanya dan menunggu jawaban dari mereka.
Weng Lou, Weng Ying Luan, dan juga Lin Mei terdiam beberapa saat dan saling berpandangan satu sama lain sebelum kemudian mengangguk bersama.
"Ya, itu adalah tujuan kami mengikuti turnamen itu," jawab Weng Lou.
Menghela napasnya, Jian Qiang kemudian mengetikkan jari telunjuknya pada meja yang berada di sampingnya sambil menatap satu persatu dari Weng Lou, Weng Ying Luan, dan juga Lin Mei.
"Sebaiknya kalian lupakan saja hal itu, kalian tak akan punya harapan. Aku memang tidak pernah melihat kemampuan penuh kalian, tapi ku tebak, Weng Lou dan Weng Ying Luan hanya bisa bertarung melawan seorang yang berada di Ranah Pembersihan Jiwa tahap 8 awal paling maksimal.
Aku tidak tau apakah kalian masih memiliki beberapa trik lagi, atau apapun itu, tapi yang perlu kalian ketahui bahwa turnamen itu akan diikuti oleh segala kalangan dari segala penjuru Wilayah Tengah bahkan kemungkinan akan ada beberapa dari Wilayah lain seperti kalian.
Master beladiri yang kalian pernah lawan akan jauh berbeda dengan yang akan kalian lawan di sana nantinya. Kalian tau ciri khas dari seorang Praktisi Beladiri di Wilayah Tengah? Itu adalah kelicikan mereka. Segala macam cara bisa saja mereka lakukan hanya untuk bisa menang."
Jian Qiang menjelaskan semua yang ia tau tentang Turnamen Beladiri Bebas yang akan diselenggarakan di Kota Hundan itu.
Dia mengatakan bahwa pada turnamen tersebut, tidak ada peraturan sama sekali. Selama tidak keluar dari dari arena maka cara apapun yang dilakukan di pertarungan tetap di perbolehkan.
Pemenang hanya di nilai dari lawan yang sudah tidak bisa bertarung lagi, entah itu karena sudah mati atau tak sadarkan diri. Karena itulah turnamen ini dikatakan turnamen yang tak masuk akal.
Akan tetapi, setiap tahunnya tetap banyak peserta yang ikut berpartisipasi dalam turnamen ini dikarena hadiah-hadiah yang ditawarkan sangatlah menggiurkan.
Pada turnamen beberapa tahun lalu bahkan hadiah utama yang diberikan adalah sebuah pil yang sanggup membuat orang yang berada di ranah Penyatuan Jiwa tahap 9 langsung baik ke ranah selanjutnya, yaitu ranah Penguasaan Jiwa, Penguasa Jiwa tahap awal.
Itu sebabnya acara ini sangatlah terkenal di seluruh Wilayah Tengah Pulau Pasir Hitam.
Belum diketahui siapa orang yang bertanggung jawab atas acara ini, yang jelas mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuatan yang cukup untuk bersaing dengan para sekte besar dan kekuatan besar lainnya karena dapat dengan mudahnya menyelenggarakan acara tersebut dengan hadiah-hadiah yang bisa dibilang benar-benar luar biasa.
Kebanyakan peserta yang ikut partisipasi adalah mereka yang berada di ranah Pembersihan Jiwa tahap 6 ke atas, dan tidak sedikit juga yang berada di ranah Penyatuan Jiwa dalam turnamen ini.
Jian Qiang mengatakan bahwa kelompok Weng Lou tidak memliki harapan adalah karena hal ini.
"Masih ada satu bulan lagi, bukan? Kami bisa meningkatkan tingkat praktik kami dalam waktu itu sebelum kami mengikuti turnamennya." Weng Lou menjawab sambil tersenyum kepada Jian Qiang.
"Haaa.....terserah kalian saja. Aku juga akan ada urusan di tempat itu. Kita akan pergi besok pagi. Siapkan segala yang kalian butuhkan di kota, kita berkumpul di gerbang timur kota besok pagi."
Selesai mengatakan itu, Jian Qiang kemudian masuk ke salah satu ruangan di toko tersebut, meninggalkan mereka.
Weng Lou, Weng Ying Luan, dan Lin Mei mengangguk dan kemudian berjalan keluar dari situ dan diikuti oleh Shan Hu.
Pang Baicha yang melihat itu berniat untuk pergi juga, namun belum sempat ia melangkahkan kakinya, Jian Qiang sudah muncul tepat di hadapannya.
"Mau kemana kau? Kau ikut denganku, bantu aku menyusun barang-barang yang kuambil dari ruang penyimpanan milik Kelompok Pendekar Naga sebelumnya," ucapnya yang kemudian sosoknya dan Pang Baicha menghilang dari situ begitu saja.
***
Di dalan Kota Yulong, Weng Lou dan yang lainnya memilih untuk mencari penginapan terlebih dahulu lalu kemudian pergi ke Rumah Obat yang ada di kota tersebut.
Karena harus meningkatkan tingkat praktik mereka secepat mungkin dalam satu bulan, mereka harus mencari pil dan obat-obatan yang bisa meningkatkan kekuatan mereka.
Di dalam Rumah Obat, tidak terlalu banyak perbedaan dengan Rumah Obat yabg ada di Kota Bintang Putih atau pun Kota Giok Merah, yang membedakan hanyalah tingkatan obat-obatan dan pil yang dijual serta tingkat praktik para penjaga yang selalu mengawasi para pembeli.
Jika di bandingkan dengan para penjaga di Rumah Obat Kota Bintang Putih dan Kota Giok 6, maka para penjaga di Rumah Obat Kota Yulong ini bisa dibilang adalah para elit.
Penjaga terlemah yang ada di tempat ini berada di ranah Pembersihan Jiwa tahap 1 awal, sedangkan yang terkuat berada di ranah Penyatuan Jiwa tahap 1awal, yang merupakan pemimpin para penjaga di Rumah Obat Kota Yulong ini.
Hal ini disebabkan tingkat kriminal yang tinggi di Kota Yulong. Seringnya terjadi pencurian dan penjarahan, membuat Rumah Obat mengirimkan para elit mereka untuk menjaga tempat ini, dan itu benar-benar berhasil.
Faktanya, Rumah Obat di Kota Yulong ini merupakan 1 dari sedikitnya tempat yang akan di kota penuh kriminal dan penjahat ini.
Weng Lou dan kelompoknya menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk membeli beberapa pil dan obat-obatan yang dijual di tempat ini, serta mereka juga menjual tubuh binatang buas yang telah mereka kumpulkan sebelumnya ketika dalam perjalanan menuju ke Kota Yulong ini.
Mereka mengeluarkan uang sebesar 1.450 koin emas untuk membeli pil dan obat-obatan, dan mendapatkan 3.025 koin emas dari penjualan binatang buas yang mereka kalahkan.
Dengan begitu keuntungan yang didapatkan oleh mereka sebesar 1,575 koin emas.
Itu sudah cukup bagi mereka untuk biaya keberangkatan mereka, dari Kota Yulong menuju ke Kota Hundan.
Setelah membeli yang mereka butuhkan, mereka pun langsung kembali ke penginapan yang mereka sudah tentukan.
Sekarang mereka siap untuk berlatih secara gila-gilaan, dan Shan Hu ditugaskan untuk menjaga mereka selama waktu-waktu penting itu.
Malam harinya, Weng Lou, Weng Ying Luan, dan juga Lin Mei berlatih menggunakan pil-pil yang mereka beli di Rumah Obat sebelumnya di kamar mereka masing-masing.
Mereka sebelumnya telah memilih empat buah kamar di lantai empat sebuah penginapan.
Hal tersebut tidak lain agar mereka bisa lebih fokus dalam berlatih dan terhindar dari keributan yang ada di kota.
Kamar mereka bertiga saling bersebelahan dengan Shan Hu yang bertugas menjaga di depan pintu kamar mereka.
Weng Lou telah memberikan sebuah pil untuknya agar dia bisa juga menguatkan tingkat praktik miliknya yang mana itu membuat Shan Hu sangat senang, entah itu karena dikendalikan oleh Weng Lou, atau memang dari hatinya sendiri.
Yang jelas, sepanjang malam itu, Shan Hu berdiri tegak di depan kamar mereka bertiga sambil menyerap pil pemberian dari Weng Lou.
***
Keesokan harinya.
Di pagi hari yang biasanya di kota-kota lain suasananya masih sepi, hal itu berbeda jauh dengan Kota Yulong yang pada saat ini suara orang-orang yang sedang berlaku lalang di kota dapat terdengar sangat jelas.
Karena ini merupakan kota persinggahan, sudah sewajarnya pada pagi hari seperti ini suasana ramai yang menghiasinya.
Weng Lou yang menyadari bahwa hari sudah pagi, membuka kedua matanya dan menghela napas panjang.
Dia berkedip beberapa kali sebelum kemudian bangkit berdiri dari tempat ia duduk.
Menggerakkan badannya selama beberapa saat dia kemudian mengepalkan tangannya dan memperlihatkan semacam aura keemasan yang tidak lain adalah kekuatan jiwanya.
"Ranah Pembersihan Jiwa tahap 5 awal. Cukup cepat juga, padahal menurut perkiraan Ye Lao dan Guru Qian Yu aku seharusnya bulan depan baru akan naik ke tahap 5. Tidak sia-sia aku berlatih seperti kesetanan semalam," ucap Weng Lou yang kemudian menoleh ke arah jendela kamarnya.
Dia berjalan ke arah situ dan membukanya, lalu melihat pemandangan kota di pagi hari.
Itu sama sekali tidak sama seperti ketika ia berada di Kota Bintang Putih, dimana ketika pagi hari ia akan mendapatkan udara sejuk dan kesunyian yang menenangkan. Justru hal pertama yang ia dapatkan ketika membuka jendela itu adalah kepulan asap dari sebuah rumah makan yang berada tepat di depan penginapan yang mereka tinggali saat ini.
Weng Lou berusaha untuk tidak mengumpat dan memilih untuk mengelus dadanya.
"Sabar Weng Lou.....sabar....jika kau berkata kasar tingkat praktik mu akan diturunkan oleh orang gil-"
Dia segera menutup mulutnya sendiri dan menamparnya dengan keras.
Fyiuuhh~
Itu hampir saja. Jika saja ia keterusan berbicara, dan memanggil Zhi Juan sebagai orang gila, maka tingkat praktik miliknya akan langsung turun ke Ranah Pembersihan Jiwa tahap 4 puncak.
Ia tidak mau usahanya selama satu malam penuh malah harus terbuang sia-sia karena kecerobohannya sendiri.
Berpikir tidak ada gunanya memikirkan hal itu lagi, Weng Lou pun memilih untuk membersihkan dirinya dengan mengelap sekujur dengan kain dan air yang ada di meja dekat tempat tidurnya.
Setelah membersihkan dirinya, Weng Lou mengganti pakaian yang ia gunakan dengan sebuah pakaian berwarna hitam. Pada bagian ujungnya terdapat warna merah yang membuat dirinya terkesan seperti orang-orang yang berasal dari kelompok penjahat atau sekte-sekte jahat seperti Sekte Lidah Iblis.
"Harus kuakui, warna itu cocok denganmu."
Dari arah pintu kamarnya, terlihat sosok gadis bertopeng emas sedang menatapnya yang sedang berkaca di sebuah cermin berukuran cukup besar.
"Hei, bukankah sedikit tidak sopan jika seorang gadis masuk kedalam kamar anak laki-laki yang sedang mengganti pakaiannya?" tanya Weng Lou sambil tersenyum canggung.
"Aku baru masuk, jangan berpikiran yang aneh-aneh! Siapa juga yang mau melihatmu ketika telanjang?!" Gadis itu membentak dengan nada kesal.
"Aku tidak bilang kau melihatku telanjang, apakah ada aku bilang seperti itu?"
Weng Lou menaikkan sebelah alisnya.
Gadis yang tidak lain adalah Lin Mei itu tak bisa berkata apa-apa lagi dan memilih langsung keluar dan membanting pintu kamar Weng Lou. Terdengar suara dari luar bahwa ia masuk kembali ke kamarnya.
"Kenapa jadi aku yang terkesan bersalah disini."
Weng Lou mulai mempertanyakan jalan pikiran perempuan. Bukankah Lin Mei yang bersalah karena telah masuk kedalam kamarnya dengan seenaknya? Lalu kenapa yang jadi bersalah di sini?
Dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dan kemudian berjalan ke luar dari kamarnya.
Terlihat sosok Shan Hu yang sedang berdiri di depan pintunya dengan mata tertutup.
Begitu Weng Lou keluar dari kamarnya, dia membuka kedua matanya perlahan dan langsung membungkuk kepada Weng Lou.
"Selamat pagi Tuan Lou," ucap Shan Hu dengan penuh hormat.
Weng Lou mengangguk pelan lalu berjalan melewatinya dan menghampiri seorang pemuda yang sedang asik memakan makanan sejenis sate sambil menatap keluar penginapan.
"Hei, kalian tak membersihkan diri?" tanya Weng Lou kepada pemuda itu.
Pemuda yang tidak lain adalah Weng Ying Luan itu menoleh ke arah Weng Lou dan mengunyah makanannya.
"Kamyi syudah membelsihkan diri semalam..."
Weng Ying Luan menjawab Weng Lou dengan kondisi mulutnya yang penuh makanan dan membuat cara bicaranya menjadi sedikit aneh.
Menahan kekesalannya, Weng Lou pun meminta satu sate yang sedang dimakan oleh Weng Ying Luan dengan cara memberikan tangannya kepadanya.
Namun bukannya mendapatkan sate, Weng Lou justru diberikan tusukan bambu bekas dari sate yang telah dimakan oleh Weng Ying Luan sebelumnya.
Melihat itu Weng Lou pun mengepalkan tangannya dengan kuat. Dan sepersekian detik kemudian.....
Tack!!
Tangan kanan Weng Lou menjitak dengan keras kepala Weng Ying Luan dan membuatnya sampai meringis kesakitan.
"Dasar pelit! Jika tidak mau memberikannya, jangan beri aku sampahnya!" ucap Weng Lou kesal.
Dia melemparkan tusuk sate bekas itu ke wajah Weng Ying Luan dan dengan cepat mengambil satu sate di tangannya.
"Tidak! Itu milikku!!!" seru Weng Ying Luan dengan panik dan berusaha mengambil kembali sate di tangan Weng Lou.
"Orang pelit seperti mu sudah seharusnya belajar berbagi!!" balas Weng Lou yang langsung memasukkan sate tersebut ke dalam mulutnya dan mengeluarkan tusuk sate bekasnya.
Weng Lou pun memberikan tusuk sate tersebut kepada Weng Ying Luan sambil terkekeh pelan.
"Terima kasih makanannya," ucapnya.
"Sialan.....padahal itu adalah sate terakhir hari ini..." gumam Weng Ying Luan dengan lesuh.
Dia pun menatap Weng Lou sejenak dan menghela napasnya.
"Kau sudah sampai tahap berapa?" tanya Weng Ying Luan kepada Weng Lou.
"Hm? Kenapa kau penasaran sekali?" ejek Weng Lou.
"Oh, baiklah terserah saja. Biar aku beritahu Lin Mei bahwa kau pernah tanpa sengaja melihatnya mandi di kolam yang ada di taman Sekte." Weng Ying Luan berjalan ke arah kamar Lin Mei.
Namun, belum dua langkah dia berjalan, mulutnya langsung disumpal oleh Weng Lou.
"Cukup! Berhenti sampai di situ! Bukan aku yang bersalah waktu itu, kau mengatakan bahwa ada sejenis binatang buas yang berkeliaran disekitar situ pada malam hari!"
"Aku tak peduli, yang jelas kau melihat dia mandi waktu itu."
"Ok ok! Aku beritahu, puas?!"
"Hehehe...sebagai teman yang baik, memang sudah seharusnya begitu."
Weng Lou langsung mencibir mendengar itu.
"Ranah Pembersihan Jiwa tahap 5 awal. Kalau kau?"
"Ah, sial! Itu hampir saja! Untung aku langsung menaikkan tingkat praktik di saat-saat terakhir," keluh Weng Ying Luan.
"Memangnya kau berapa tingkat praktik milikmu?" tanya Weng Lou lagi.
"Ranah Pembersihan Jiwa tahap 6 awal."
Weng Lou berkedip-kedip beberapa kali sebelum kemudian memasang ekspresi mengejek.
Dirinya hampir saja membalap Weng Ying Luan, dan itu adalah berita besar baginya.
Melihat ekspresi wajah Weng Lou, membuat Weng Ying Luan menjadi kesal dan mencibirnya.
"Aku masih cukup kuat untuk menghempaskan dirimu seperti dulu, sialan! Jangan harap bisa mengalahkan ku dengan mudah!"
"He? Benarkah? Aku takutnya bulan depan justru aku sudah membalap tingkat praktik milikmu itu," ucap Weng Lou sambil memasang senyum penuh maknanya.
Weng Ying Luan tersedak napasnya sendiri dan memasang ekspresi panik.
"Jangan harap!" serunya.
Dia buru-buru masuk ke kamarnya dan mengambil pil-pil yang semalam ia pakai di atas meja dan langsung memasukkannya ke dalam mulutnya lalu menelannya.
Weng Lou berkedip beberapa kali melihat hal itu dan dengan panik berjalan ke arah Weng Ying Luan.
"Apa yang kau lakukan bodoh?! Kau ingin mati?!" seru Weng Lou.
Namun, ketika ia akan menyentuh Weng Ying Luan, dirinya langsung ditahan oleh Ye Lao dan Qian Yu.
"Hentikan itu, kau bisa mengganggu konsentrasinya," ucap Ye Lao terburu-buru.
"Dia tidak boleh mengalami gangguan sementara waktu, atau pil yang ia makan bisa menjadi bom bunuh diri baginya," kata Qian Yu.
Mendengar itu Weng Lou langsung mengurungkan niatnya dan menghela napas panjang. Sebentar lagi mereka harus berkumpul di gerbang timur kota, namun Weng Ying Luan malah melakukan sesuatu yang bisa membuat diri mereka menjadi terlambat.
"Meskipun kami berdua sudah sangat akrab selama beberapa bulan, tetapi aku masih sulit menebak jalan pikirannya."
Menatap Weng Ying Luan selama beberapa saat, Weng Lou pun beranjak pergi dari situ dan berniat menuju ke lantai satu dari penginapan tersebut, dimana terdapat sebuah kedai makanan kecil yang ada tepat di depan bangunan penginapan.
Tempat penginapan ini sama sekali tak menyiapkan makanan bagi para pelanggannya, tempat ini murni hanya menyediakan kamar untuk beristirahat.
Yang menyebalkannya adalah, orang yang membuka kedai di depan penginapan ini memiliki satu pemilik yang sama.
Mereka sengaja membuatnya terpisah agar mendapatkan untuk yang jauh lebih besar. Padahal menurut Weng Lou apa yang mereka lakukan hanya akan menyebabkan kehancuran dari penginapan mereka ini, karena bisa saja ada orang yang tidak sesabar kelompok Weng Lou dan malah menghancurkan penginapan ini karena merasa jengkel dan marah akibat metode yang dipakai oleh pemilik penginapan ini.
Apa pun itu, dia memilih untuk tidak terlalu memikirkannya lebih jauh lagi. Dia ingin segera mengisi perutnya.
"Haaa....ini benar-benar menguji kesabaran," gumam Weng Lou.
"Tuan, apa aku harus ikut anda?" tanya Shan Hu.
"Tidak, kau tunggu di sini saja dan menjaga Luan dan Mei. Aku hanya membeli beberapa makanan di bawah, aku akan langsung kembali setelah selesai," balas Weng Lou yang kemudian mulai melangkahkan kakinya.
"Hei! Aku pesan satu daging rusa bakar!"
Dari arah kamar Lin Mei, terdengar seruannya yang membuat Weng Lou tersenyum pahit. Bukankah tadi dia marah kepada-nya? Bagaimana bisa di langsung berubah begitu saja hanya karena menyangkut makanan?
"Iya iya! Tunggulah beberapa saat lagi!"
Dengan menahan kekesalannya dia menuruni anak tangga penginapan, lalu sampai di lantai satu.
Tidak perlu lama untuk dia memesan segala makanan yang ia inginkan sekaligus pesanan yang diinginkan oleh Lin Mei.
Ini dikarenakan harga yang dipasang untuk makanan biasa saja sudah terkesan makanan mewah di sini, padahal tempat makan di tempat lain di kota ini tidak segila itu menaruh harga. Tapi karena malas pergi lebih jauh, Weng Lou memilih untuk memesan makanan di sini saja.
Sate yang dimakan oleh Weng Ying Luan sebelumnya berada dari tempat ini juga.
Setelah semua pesanannya jadi, Weng Lou langsung membayarnya dan kembali ke penginapan. Dia langsung menyerahkan daging rusa bakar pesanan Lin Mei, dan memberikan juga satu kepada Shan Hu.
"Terima kasih Tuan," ucap Shan Hu sambil menundukkan kepalanya.
"Tidak perlu, itu hanya makanan. Bagaimana peningkatan mu? Tahap berapa kau sekarang?" tanya Weng Lou kepada Shan Hu yang kemudian mulai menyantap makanan miliknya.
"Hm? Ah, aku sudah berada di ranah Pembersihan Jiwa tahap 7 awal berkat pil yang Tuan berikan kepada ku semalam."
"PFFTTT!!! Uhuk! Uhuk! Uhuk...! Kau bilang apa? Coba ulangi lagi?"
Weng Lou yang mendengar jawabannya langsung tersedak makanan yang ada di mulutnya dan kemudian menatap Shan Hu dengan tak percaya.
"Em....aku sudah berada di ranah Pembersihan Jiwa tahap 7 awal Tuan Lou." Shan Hu sedikit ragu mengulangi jawabannya.
Dari reaksi Weng Lou, sepertinya ada kesalahan dari jawabannya.
"Kau....bagaimana bisa.... bukankah aku hanya memberimu satu pil saja? Lalu bagaimana bisa kau langsung naik ke tahap selanjutnya? Apa kau memiliki pil lainnya?" tanya Weng Lou dengan buru-buru.
Ada sedikit kejanggalan di sini, menurut Weng Lou. Mustahil Shan Hu bisa naik ke tahap selanjutnya begitu saja dari Pembersihan Jiwa tahap 6 menengah, ke tahap 7 awal.
Butuh setidaknya dua buah pil yang sama untuk membantunya naik ke tahap itu.
"Tidak sama sekali, Tuan. Aku hanya memakai pil yang anda berikan kepada ku saja."
Weng Lou pun mengelus dagunya dan menatap Shan Hu dari atas sampai bawah. Tidak ada yang aneh dari dirinya, dia terlihat tidak memiliki garis darah keturunan khusu yang bisa membantunya meningkatkan tingkat praktik miliknya sendiri.
Maka hanya ada satu kemungkinan saja dari semua itu.
"Shan Hu, apa kau pernah menggunakan pil sebelumnya? Atau obat-obatan?"
Shan Hu dengan cepat menggelengkan kepalanya.
Selama menjadi pemimpin Bandit Harimau Gunung, segala sumber daya ia curahkan kepada anggotanya, sedangkan dirinya berlatih dengan giat tanpa bantuan pil ataupun obat-obatan sama sekali.
Mata Weng Lou seakan terbuka dan dia mengangguk paham.
"Tidak heran, khasiat yang kau serap dari pil yang kuberikan adalah seratus persen. Ini dikarenakan kau bekum pernah memakai pil atau obat-obatan sama sekali, jadi pembuluh darahmu masih bersih dan belum ada yang tersumbat sama sekali oleh sisa-sisa pil.
Kemungkinan kau masih bisa menyerap seratus persen khasiat pil sebanyak empat kali lagi, setelah itu khasiat yang kau serap tergantung dari seberapa kerasnya dirimu berusaha menyerapnya," jelas Weng Lou.
Dia ketika pertama kali menggunakan pil yang mampu meningkatkan tingkat praktik miliknya ketika ia masih di ranah Dasar Pondasi juga seperti Shan Hu.
Pil yang ia pakai sangatlah berkhasiat, namun karena kualitas pil yang tidak terlalu bagus, menyebabkan tingkat praktik miliknya tidak terlalu berkembang.
"Itu benar-benar bagus Shan Hu! Ini! Ambil ini! Dalam perjalanan nanti berlatihlah sekuat tenaga, dengan begitu kau mungkin akan naik ke ranah Penyatuan Jiwa tahap 1 awal dalam satu bulan ini.
Dan jika itu benar-benar terjadi, maka kau adalah harapan kami untuk memenangkan turnamen di Kota Hundan."
Selesai Weng Lou dan Shan Hu berbicara sambil menyantap makanan mereka, Weng Ying Luan akhirnya selesai menyerap pil yang ia telan sebelumnya.
"Arghh!!!! Tinggal sedikit lagi!!! Sialan!!!"
Weng Ying Luan berseru jengkel. Sedikit lagi ia akan naik ke ranah Pembersihan Jiwa tahap 7awal, namun khasiat dari pil-pil yang ia telan telah habis dan membuat dirinya merasa frustasi.
Dia berniat untuk berlatih lagi untuk naik ke tahap 7, namun segera dihentikan oleh Weng Lou.
"Sudah cukup, kita harus segera pergi ke gerbang kota, Paman Jian pasti sudah menunggu," ucap Weng Lou sambil menahan tangan Weng Ying Luan yang memegang sebutir pil.
Weng Ying Luan pun memilih mengalah. Salahnya karena sudah melakukan sesuatu yang tak seharusnya sebelumnya.
"Mei? Apa kau sudah selesai?" Weng Lou bertanya sambil mengetuk pintu kamar Lin Mei.
Lin Mei tidak menjawab dan langsung membuka pintu kamarnya. Terlihat dia sudah selesai menyantap makanannya.
Mereka pun memutuskan untuk pergi dari penginapan itu, dan berangkat menuju gerbang timur Kota Yulong.
Sesampainya di sana, terlihat sosok Jian Qiang dan Pang Baicha sedang duduk di atas sebuah kereta kuda yang di tarik oleh dua ekor kuda.
"Kalian lama sekali," komentar Pang Baicha yang memasang wajah kusutnya.
Terlihat jelas dia semalam dibuat sibuk oleh Jian Qiang.
"Maafkan kami," balas Weng Lou.
"Sudahlah, ayo naik. Kita harus sampai di Kota Liming sebelum malam hari," ucap Jian Qiang.
Mendengar itu, Weng Lou dan yang lainnya pun mengangguk lalu segera naik ke atas kereta yang terbuat dari kayu dan tampak sederhana itu.
Begitu mereka semua naik, Pang Baicha yang memegang kendali pun langsung menghentakkan tali kemudi dan kereta pun mulai bergerak.
Tujuan pertama mereka, Kota Liming.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!